BAB IV TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENGHADAPI
KABUT ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN YANG DITINJAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
A. LANGKAH DAN KEBIJAKAN INDONESIA MENGATASI MASALAH
KEBAKARAN HUTAN DAN KABUT ASAP
Belakangan ini kebakaran hutan semakin menarik perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan ekonomi, khususnya setelah bencana El Nino ENSO
19971998 yang menghanguskan lahan hutan seluas 25 juta hektar di seluruh dunia.
78
Kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan berkelanjutan karena efeknya secara langsung bagi ekosistem United Nations International Strategy
for Disaster Reduction 2002, kontribusinya terhadap peningkatan emisi karbon dan dampaknya bagi keanekaragaman hayati. Pada negara Asia Tenggara, keprihatinan
mengenai dampak kebakaran hutan cukup signifikan, yang ditunjukkan dengan penandatanganan Perjanjian Lintas Batas Pencemaran Kabut oleh negara-negara
anggota Association of Southeast Asian Nations ASEAN pada bulan Juni 2002 di Kuala Lumpur. ‘Kebakaran hutan’ merupakan salah satu prioritas yang dinyatakan
oleh Departemen Kehutanan Indonesia dan aksi untuk menangani masalah ini dimasukkan dalam dokumen komitmen kepada negara-negara donor yang terhimpun
dalam Consultative Group on Indonesia CGI.
79
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1997 dan 1998, Indonesia mengalami kebakaran hutan yang paling parah di seluruh dunia. Kejadian ini dinyatakan sebagai salah satu bencana lingkungan
terburuk sepanjang abad, karena dampaknya bagi hutan dan juga jumlah emisi karbon yang dihasilkan sangat besar. Kendati berbagai studi mengenai kebakaran hutan sudah
banyak dilakukan, belum banyak kemajuan yang dicapai untuk mengatasi masalah kebakaran hutan di Indonesia. Alasan-alasannya antara lain karena kerancuan
kebijakan, keterbatasan pemahaman tentang dampaknya terhadap ekosistem dan perekonomian dan kekaburan tentang berbagai penyebab kebakaran hutan sebagai
akibat ketidak pastian tanggapan secara ekonomi dan kelembagaan terhadap kebakaran hutan.
Semakin parahnya kabut asap yang melanda perbatasan Sumatera dan semenanjung Malaya hingga kini masih terus menimbulkan perdebatan sengit diantara
tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Singapura. Menurunnya kualitas udara di beberapa wilayah negara tetangga menjadi pemicu utama argumentasi. Terkait hal ini,
Lembaga Lingkungan Singapura National Environment Agency mencatat sudah mencapai angka 371 dalam standar PSI Pollutant Standard Index dan secara resmi
melewati batas berbahaya bagi manusia yang ditetapkan maksimal adalah 301. Batas angka yang sehat untuk ditempati oleh manusia adalah antara angka 51 hingga 100
PSI. Sementara antara 101 hingga 200 adalah kondisi tidak sehat, selebihnya jika mencapai 201 hingga 300 sudah memasuki kategori sangat tidak sehat. Diatas angka
itu, sudah masuk zona ‘beracun’.
80
Universitas Sumatera Utara
Kerugian dan dampak negatif yang besar dari kebakaran hutan seharusnya menjadi respons yang positif dan serius bagi elemen serta para pengambil kebijakan di
Indonesia. Upaya yang telah dilakukan pengambil kebijakan terkait untuk melindungi kebakaran hutan diantaranya adalah melakukan langkah preventif dengan mensiagakan
aparat keamanan hutan dan menggunakan satelit teknologi untuk mendeteksi titik-titik api di daerah yang berpotensi terjadinya kebakaran hutan. Namun demikian, hal itu
tidaklah cukup optimal dalam memerangi permasalahan kebakaran hutan. Para pengambil kebijakan juga mesti memikirkan bahwa pencegahan kebakaran juga
diperlukan tindakan preventif yang lebih optimal lagi, terutama di areal hutan yang beresiko besar untuk terbakar.
81
Hutan Indonesia sebenarnya masuk dalam kategori hutan hujan basah yang sebenarnya kecil kemungkinan terjadi kebakaran dengan sendirinya atau yang
disebabkan karena faktor alam. Faktanya, kawasan yang terbakar adalah kawasan yang telah dibersihkan melalui proses land clearing sebagai salah satu persiapan
pembangunan kawasan perkebunan. Artinya, kebakaran hutan secara nyata dipicu oleh api yang sengaja dimunculkan.
Berdasarkan pernyataan dan fakta yang ada mengenai timbulnya kebakaran hutan di Indonesia, dapat dijabarkan beberapa fungsi dalam analisis kebijakan yaitu:
evaluasi member kepercayaan yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai
melalui tindakan publik.
Universitas Sumatera Utara
Berikut adalah merupakan kebijakan yang dapat dilakukan oleh Indonesia dalam mengatasi masalah kebakaran hutan dan kabut asap, yaitu:
82
1. Kebijakan Status Quo
Kebijakan status quo pada kebakaran hutan di Indonesia dimana Pemerintah berusaha mempertahankan keadaaan yang kondusif dengan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang kelestarain hutan. Beberapa kebijakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam rangka mencegah
kebakaran hutan dan pengelolaan hutan, antara lain: a. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, berdasarkan Pasal
78 ayat 3 dimana pelaku dapat diancam pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak lima milyar rupiah Rp 5 Milyar.
b. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, berdasarkan Pasal 49 ayat 1 yang menyatakan apabila pembakaran dilakukan dengan
sengaja diancam pidana penjara paling lama tiga 3 tahun dan denda tiga milyar rupiah Rp 3 Milyar.
c. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, berdasarkan Pasal 109 menyatakan bahwa orang yang
melakukan pembakaran lahan diancama pidana paling lama sepuluh 10 tahun dan denda paling banyak sepuluh milyar rupiah Rp 10 Milyar.
d. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, berdasarkan Pasal 40 ayat 2 menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
setiap pelaku diancam pidana paling lama lima 5 tahun dipenjara dan denda paling banyak seratusjuta rupiah Rp 100.000.000,00.
e. Undang-Undang Nomor 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, berdasarkan Pasal 42 bahwa setiap orang yang melanggar diancam pidana
lima 5 tahun dipenjara dan denda paling banyak sepuluh milyar rupiah Rp 10 Milyar.
2. Kebijakan Modifikasi
Kebijakan modifikasi merupakan alternatif kebijakan yang memodifikasikan kebijakan yang telah ada baik itu mengurangi atau menambah kebijakan yang
telah ada, tetapi tidak merubah seluruhnya. Alternatif kebijakan modifikasi dalam sektor hukumnya hanya menambah sanksi dan penanggulangan yang
komperehensif kedalamnya. Kemudian dalam implementasi kebijakan modifikasi menambah pengawasan terhadap undang-undang yang telah ada
tetapi diawasi dengan ketat. Berikutnya aparatur hanya melakukan pengawasan dan sanksi yang tegas tanpa mengganti tenaga yang sudah
profesional. Didalam memberikan izin land clearing, masih memberi izin HPH akan tetapi akan mencabutnya apabila membakar hutan. Kriteria
hukuman menambah hukuman denda, serta didalam sarana prasarana masih seperti status quo akan tetapi melakukan koordinasi dengan pihak lain.
Kebijakan modifikasi ini memiliki beberapa keunggulan seperti dalam sarana prasarana, dengan kebijakan seperti itu biaya yang dikeluarkan menjadi lebih
Universitas Sumatera Utara
murah, begitu pula dengan aparatur sehingga biaya penanggulangan kebakaran bisa ditekan. Kebijakan modifikasi ini banyak memiliki
kekurangan, diantaranya masih seperti kebijakan yang lama, sehingga efektifitasnya ditakutkan masih seperti
kebijakan status quo.
3. Kebijakan Sistem Baru
Kebijakan sistem baru menawarkan kebijakan-kebijakan baru untuk menanggulangi kebakaran hutan, seperti dalam tujuan hukum kebijakan baru
menawarkan undang-undang melarang segala jenis land clearing seperti membuat semacam SKB atau inpres speri dalam illegal looging. Agar para
pelaku pembakar hutan menjadi jera. Didalam implementasi sistem baru memperkuat baik itu pengawasan, pelaksanaan dan penanggulangan dari
birokrasi sampai yang bersangkutan dengan hutan. selanjutnya didalam aparatur sistem baru menawarkan merekrut aparat yang professional, serta
member sanksi terhadap apa yang menimpang dan memberi reward kepada yang berprestasi. Didalam izin pembukaan hutan tidak memberi izin semua
hanya boleh dimiliki oleh negara, kemudian di dalam sanksi sama seperti didalam alternatif pada undang-undang kehutanan, yaitu membuat hukuman
penjara yang berat, seperti dalam illegal looging. Masalah sarana dan prasarana dalam penanggulangan kebakaran hutan harus mengadakan alat-alat
yang baru agar kebakaran cepat ditanggulangi. Kebijakan sistem baru
Universitas Sumatera Utara
memiliki banyak keunggulan diantaranya adalah hukum berdiri kokoh, izin diperketat implementasi yang jelas serta sanksi yang tegas dan prasarana yang
memadai. Dengan hal ini, kebakaran hutan di Indonesia menjadi cepat ditanggulangi. Akan tetapi kebijakan sistem baru ini memiliki beberapa
kekurangan yaitu memerlukan anggaran biaya yang besar serta memerlukan waktu adaptasi bagi para stakeholder yang menjalankannya.
Alternatif kebijakan yang akan dipilih setelah melakukan beberapa alternatif kebijakan baik itu quo, modifikasi atau sistem baru, maka kebijakan sistem baru yang
dipilih karena kebijakan baru bisa dipandang paling efektif dan kemungkinan menurunkan angka luas kebakaran hutan sangat besar. Karena dengan hukum kuat dan
tegas, implementasi yang jelas, aparatur yang professional, sanksi yang tegas dan sarana prasarana yang bagus, akan cepat menanggulangi kebakaran selama ini.
Dalam mencari solusi mengenai kebakaran hutan di Indonesia, maka pemerintah beserta mitra-mitra dalam hal ini lembaga-lembaga dalam masyarakat maupun
perorangan harus duduk bersama dan terbuka untuk mendiskusikan permasalahan tersebut dengan belajar dari pengalaman masa lalu untuk selanjutnya membangun
komitmen untuk berkarya lebih baik lagi dimasa yang akan datang serta khususnya untuk masa kini.
Upaya yang harus dilakukan dengan melihat berbagai penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan, maka dapat diupayakan tindakanlangkah-langkah
Universitas Sumatera Utara
pencegahan secara dini, sehingga kebakaran hutan dan lahan tidak terulang setiap tahun dalam skala besar seperti yang terjadi setiap tahun.
Upayalangkah-langkah tindak lanjut yang perlu ditempuh Pemerintah dalam mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan ini adalah:
83
1. Pemberdayaan masyarakat dan lembaga masyarakat adat terutama yang
berada di sekitar kawasan hutan; 2.
Menetapkan suatu batas kawasan dan redelinasi dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh adat, sehingga batas kawasan tersebut betul-betul diakui
sepenuhnya oleh masyarakat; 3.
Menggalakkan program Pemerintah dalam pemanfaatan hutan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung yang telah banyak memberi
hasil yang positif; 4.
Perlu ada suatu pola pengelolaan kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas yang merupakan zona penyangga bagi taman nasional dengan
melibatkan masyarakat; 5.
Meningkatkan kegiatan rehabilitasi lahan di luar kawasan hutan dengan berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dimasa yang akan
datang; 6.
Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan berbagai pola seperti pola hutan rakyat dengan sistem kerjasama dengan masyarakat;
7. Kegiatan lain yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat namun
berpihak kepada aspek pencegahan kebakaran hutan.
Universitas Sumatera Utara
Mitra kehutanan yang bergerak dibidang pengendalian kebakaran hutan masih tergolong sedikit dan pesan aktif dari mitra yang sudah ada juga belum maksimal,
sehingga dirasakan perlu untuk menentukan pola yang tepat dalam operasional dari mitra dan akhirnya dapat membantu kestabilan gangguan terhadap hutan khususnya
kejadian kebakaran hutan dan lahan yang setiap tahun terjadi. Berbagai upaya pengendalian kebakaran hutan yang pemerintah telah lakukan dalam menggalang
kekuatan diantaranya adalah kerja sama dengan pihak luar, baik atas nama pemerintah negara maupun organisasi yang bergerak di dunia internasional dimana beberapa
diantaranya telah beberapa lama melakukan kegiatan pengendalian kebakaran hutan di Indonesia.
Berbagai negara maupun organisasi yang telah mengambil bagian dalam pengendalian kebakaran hutan di Indonesia sejak lama dan beberapa diantaranya sudah
memberikan hasil yang nyata dan cukup menggembirakan, diantaranya JICA Jepang di TN Gunung Palung, Way Kambas, Berbak, Bukit Tiga Puluh serta pengadaan sapras
di berbagai propinsi, GTZ di Kalimantan Timur, Uni Eropa di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, UNDP, ADB di berbagai propinsi, USDA,
EU, CIDA Canada di Kalimantan Barat, ITTO di TN Betung Kerihun, Kalimantan Barat dan berbagai organisasi lainnya.
84
Bentuk-bentuk kegiatan yang telah dilakukan adalah berupa penyediaan sarana dan pra sarana pengendalian kebakaran hutan seperti pembangunan satelit pemantauan
hot spot maupun asap yang banyak membantu selama ini, pengadaan sarana pemadam
Universitas Sumatera Utara
kebakaran, peningkatan kuantitas dan kualitas petugas, pembinaan kepada masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan, penyuluhan pada media massa maupun pada
sekolah-sekolah, pilot project pencegahan kebakaran hutan pada beberapa daerah rawan kebakaran, kegiatan penelitian dan kegiatan pencegahan dini Beberapa jenis
kegiatan yang telah dilakukan oleh pihak luar yang patut ditiru oleh para pengambil kebijakan di tanah air yang diyakini mampu mencegah terjadinya kebakaran hutan
diantaranya peningkatan peran serta masyarakat dalam mengelola hutan serta pemberdayaan masyarakat dalam mengelola lahan mereka.
Bentuk kegiatan yang disponsori oleh pihak luar khususnya yang langsung terkait dengan masyarakat sekitar hutan adalah:
85
1. Pembuatan jalur hijau yang membatasi kawasan hutan dengan lahan miliknya
dengan menanam tanaman yang bermanfaat ganda seperti tanaman pinang, sengon, lamtoro, asam yang dapat membatasi meluasnya kebakaran dan dapat
pula dimanfaatkan tumbuhannya; 2.
Pembuatan parit tanggul yang berfungsi sebagai penghalang meluasnya kebakaran dan dapat pula sebagai sumber air untuk mengaliri kebun mereka;
3. Pembuatan pagar pengaman yang berfungsi sebagai pengaman hama binatang
agar tanaman masyarakat terhindar dari serangan hama; 4.
Pemberian bantuan berbagai macam bibit yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga masyarakat tidak tergantung kepada hutan yang sudah
barang tentu resiko terjadinya kebakaran yang cukup tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam upaya menggalang mitra kehutanan yang akan bekerja secara volunteer dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan, maka berbagai pihak harus duduk
bersama mendiskusikan secara terbuka langkah-langkah yang akan ditempuh dengan belajar dari pengalaman masa lalu. Peningkatan peran serta mitra kehutanan masih
membutuhkan peran pihak luar sebagai penyandang dana untuk penyempurnaan sarana dan pra sarana dan sebagai umpan dalam memotivasi kegiatan pengendalian kebakaran
hutan, disamping itu perlu penganekaragaman kegiatan yang positif yang berbasis, pencegahan kebakaran hutan. Penggalangan mitra kehutanan pada kegiatan
pengendalian kebakaran hutan sudah seharusnya direkrut dari lembaga atau perorangan dimana motivasi mereka pada basis kesadaran sendiri bukan karena
motivasi lain. Saat ini sebenarnya Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah
penanganan berupa Mekanisme Local Remedy yaitu suatu langkah dalam tingkat nasional yang dilakukan dalam upaya penanganan kabut asap akibat kebakaran hutan
dan mekanisme Diplomatic Channel. Mekanisme Local Remedy meliputi :
86
1. Membentuk Brigade Pengendalian kebakaran hutan di Provinsi Sumatera
Utara, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah melalui penetapan Surat Keputusan Direktur Jendral PErlindungan dan Konservasi Alam
No.22KPTDJ-IV2004; 2.
Menyiapkan anggaran sebesar Rp 100 Miliar untuk penanganan kebakaran hutan dan kabut asap;
Universitas Sumatera Utara
3. Instruksi upaya penanganan local oleh Pemerintah Daerah yang didaerahnya
terjadi kebakaran hutan dengan memberdayakan seluruh sarana, prasarana dan dana dari asset daerah dan pemberdayaan masyarakat;
4. Menindak tegas para pemegang izin HPH Hak Pengelolaan Hutan dan HTI
Hutan Tanaman Industri yang terbukti melakukan pembakaran hutan secara tidak bertanggungjawab sebagai upaya pembukaan lahan Land Clearing
secara cermat; 5.
Meratifikasi berbagai konvensi internasional yang terkait dengan masalah asap dari kebakaran hutan diantaranya UNFCC United Nations Convention
Framework on Climate Change kerangka PBB tentang perubahan iklim secara global dan Protokol Kyoto sebagai pelaksanannya.
Mekanisme Diplomatic Channel meliputi : 1.
Permintaan maaf Presiden RI atas asap kebakaran hutan Indonesia dan berjanji akan mengambil tindakan-tindakan progresif dalam upaya
menanggulangi masalah asap kebakaran hutan Indonesia; 2.
Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia Asia Tenggara lain untuk membahas koordinasi penanganan kabut asap;
3. Pertemuan Menteri Kehutanan se-Asia Tenggara untuk memberikan
masalah pengelolaan hutan yang baik.
Universitas Sumatera Utara
B. Kerja Sama Indonesia dengan Negara di Kawasan ASEAN Dalam