M
max
= M
b
= 4059,57 Kgmm
Momen lentur eki Mv =
�
max 2
+ �
� 2
. �
� 2
� 12 = 5868,18 Kgmm
b. Diameter poros
D
min
= 2,17 b
�
�
��
13 = 12,25 mm
Poros antara dibuat berdiameter, d = 20 mm
4.4.3 Perencanaan Poros Output
Poros output merupakan poros yang langsung dihubungkan dengan pulley penggerak melalui sebuah kopling flens. Dengan cara yang sama
seperti pada perhitungan sebelumnya, maka poros output dibuat berdiameter d = 24,0 mm
4.5 Perencanaan Pasak
Untuk memasang roda gigi pada porosnya dipermukaan pasak. Pada perencanaan ini dipilih pasak bilah benam. Dimensi pasak
tergantung dari dimensi poros dan momen torsi yang dipindahkan. Bahkan untuk pasak dipilih baja St. 60-1 yang memiliki kekuatan geser sebesar
λs = 330 Nmm
2
. Terdapat delapan buah roda gigi didalam gear box reduksi. Karena
diameter poros roda gigi sama besar, maka dimensi pasak untuk kedelapan roda gigi juga sama besar. Dari tabel 185 lihat lampiran dipilih pasak
menurut standart DIN 6255 dengan ukuran sebagai berikut -
Panjang pasak l
= 25 mm -
Tebal pasak t
= 6,4 mm -
Tinggi pasak t
2
= 2,4 mm -
Lebar pasak b
= 8,0 mm
Universitas Sumatera Utara
Kekuatan bahan pasak terhadap tekanan permukaan adalah sebesar P = 115 Nmm
2
a. Tekanan pada permukaan pasak
P =
2 . M
t
l.d h − t
1
III-50 =
2 . 4596,09 25 .20 7−4
= 6,128 Kgmm
2
Tekanan kerja ini lebih kecil daripada tekanan maksimum yang diijinkan yaitu sebesar P
Z
= 11,6, Kgmm
2
. Sehingga pasak aman terhadap tekanan permukaannya.
b. Tegangan geser pada pasak
τ =
2 . M
t
b . d . l
III-51 =
2 . 459,09 8,0 . 20 . 25
= 0,23 Kgmm
2
Dari pemeriksaan kekuatan pasak terhadap tegangan geser dan tekanan terhadap permukaan, memenuhi persyaratan. Hal ini berarti
pemilihan pasak dapat dipergunakan.
4.6 Perencanaan Kopling Flens
Untuk meneruskan daya dari poros output system transmisi menuju pulley penggerak, dipergunakan kopling tetap. Kopling ini terdiri dari
flens yang diikat dengan menggunakan enam buah baut. Bentuk dari kopling flems dapat dilihat pada gambar berikut:
Kesetiaan momen di titik A
M
A
= 0 M
p
= 6 F
d 2
III-52 F
=
M
P
3 . d
=
3687,2 3 .80
= 153,28 Kg
Tegangan geser karena momen puntir
Universitas Sumatera Utara
τ =
F A
III-53 d
b
= �
4 . F π .τ
� 12 pada perencanaan ini dipilih baut dengan bahan baja St. 38 . 11
yang memiliki tegangan geser ijin . τ
b
= 63 Nmm
2
d
b
= �
4 . 153,28 π .6,10
� 12 = 5,66 mm
Karena baut tidak hanya menerima beban tegangan geser melainkan juga tegangan normal karena pre load beban awal ,
maka diameter baut direncanakan d
b
= 8,0 mm
Gambar 4.11 Penampang kopling flens
Tegangan geser pada baut τ =
F A
=
F π . d
b 4 2
=
153,28 π .8 24
= 3,05 Kgmm
2
Tegangan normal
Agar kopling bekerja dengan baik, maka baut pada flens perlu diberi tegangan normal sebagai beban awal, yang besarnya
direncanakan, F = 25 kg. Dengan demikian tegangan normal
karena beban awal adalah: � =
F π d
b 2
4
=
25 π 8
2
4
= 0,5 kgmm
2
Tegangan ekivalen
�
v
= �
2
+ a �
2
½
Universitas Sumatera Utara
Dimana a merupakan perbandingan antara tarik terhadap geser. Untuk pengencangan buat standart, menurut Huber dan Hencky
besarnya konstanta, a = 3. Maka besarnya tegangan ekivalen adalah :
�
v
= 0,5
2
+ 3,0 . 3,05
2
½ = 5,31 Kgmm
2
Terlihat bahwa tegangan yang terjadi pada buat lebih kecil dari tegangan diijinkan. Dengan demikian, untuk kopling flens ini dapat
dipergunakan baut metric M-8, yang memiliki diameter luar d = 8,0 mm, diameter inti d
i
= 6,647 mm dan diameter efektif d
e
= 7,188 mm
4.7 Perencanaan Bantalan Poros Transmisi