Analisis Balok Bersusun Dari Kayu Lapis Dengan Menggunakan Paku Sebagai Shear Connector (Eksperimental)

(1)

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN

MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR

(EKSPERIMENTAL)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh

070424001

SRI ELFINA PANJAITAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN

MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Dalam

Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Dikerjakan oleh :

070 424 001

SRI ELFINA PANJAITAN

Pembimbing :

Nip. 19520901 198112 1 002 Ir. Sanci Barus, MT

Penguji I Penguji II Penguji III

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan Ir. Faizal Ezeddin, MS

Nip. 19561224 198103 1 002 Nip. 19490713 198003 1 001 Nip. 130 702 136 Ir. Syahril Dulman

Mengesahkan,

Koordinator PPE Ketua Departemen Teknik Sipil

Departemen Teknik Sipil Fak. Teknik USU

Fak. Teknik USU

Ir. Faizal Ezeddin, MS Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan

NIP. 19490713 198003 1 001 NIP. 19561224 198103 1 002

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

LEMBAR ASISTENSI TUGAS AKHIR

NAMA : SRI ELFINA PANJAITAN

NIM : 070 424 001

JUDUL : ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR

CONNECTOR (EKSPERIMENTAL)

DOSEN : Ir. SANCI BARUS, MT


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir.

Tugas akhir ini berjudul “Analisis Balok Bersusun dari Kayu Lapis dengan Eksperimen” disusun untuk melengkapi tugas-tugas syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Sipil pada Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua (Ajun Albertus Panjaitan dan Rosmayta Sinaga) beserta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan moril dan materil

2. Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku Dosen pembimbing dalam penyusunan Tugas Akhir ini;

3. Bapak Ir. Faizal Ezeddin MS selaku Koordinator Program Pendidikan Sarjana Ekstension Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

6. Bapak/Ibu Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

7. Rekan-rekan mahasiswa, serta semua pihak yang telah membantu saya dalam pengujian sehingga penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Medan, Mei 2010 Penulis,

NIM: 070 424 001 Sri Elfina Panjaitan


(5)

ABSTRAK

Kayu dikenal sebagai bahan konstruksi yang telah lama dikenal di Indonesia. Kemudahan mendapatkan kayu menjadikannya sebagai salah satu bahan konstruksi yang penting. Dengan perkembangan dan teknologi kayu (Timber Engineering) dewasa ini manusia cenderung membuat bahan-bahan kayu lebih terarah dengan memanfaatkan bahan kayu menjadi kayu lapis yang sangat berguna di dalam berbagai penggunaan kayu umumnya dan kehidupan manusia khususnya.

Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian physical dan mechanical properties kayu yang terdiri dari: pemeriksaan kadar air, berat jenis, kuat tekan sejajar serat, kuat lentur dan elastisitas serta pengujian lentur balok kayu. Balok kayu tersusun ada dua jenis yaitu balok disusun tanpa penahan geser dan balok disusun dengan penahan geser. Balok susun dengan penahan geser menjadikan balok menjadi satu kesatuan (geseran dapat dicegah), lendutan lebih kecil dan daya dukung lebih besar. Pengujian dilakukan terhadap dua jenis kayu yang berbeda yakni kayu sembarang dan kayu lapis (plywood). Dengan kayu sembarang untuk benda uji balok kayu utuh dan kayu lapis untuk benda uji balok bersusun dengan variasi jumlah paku sebagai shear connector yaitu 5 paku, 10 paku dan 15 paku. Pembebanan dilakukan secara bertahap sampai kondisi runtuh dan pada setiap tahap pembebanan dibaca besarnya lendutan yang terjadi.

Dari hasil pengujian ini diperoleh besarnya daya dukung balok kayu utuh adalah 200 kg, balok bersusun dari kayu lapis dengan 5 buah paku adalah 50 kg, balok bersusun dari kayu lapis dengan 10 buah paku adalah 70 kg dan balok bersusun dari kayu lapis dengan 10 buah paku adalah 90 kg. Dan dalam bentuk persentase berturut-turut adalah 25%, 35% dan 45%.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ··· iii

DAFTAR ISI ··· iv

DAFTAR TABEL··· vii

DAFTAR GAMBAR ··· x

DAFTAR GRAFIK ··· xi

DAFTAR NOTASI ··· xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Umum dan Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Perumusan Masalah... 3

1.4. Pembatasan Masalah ... 4

1.5. Metodelogi Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum ... 6

2.2. Teori-Teori Tentang Konstruksi Terlentur ... 9

2.3. Metode Penyelesaian untuk Aplikasi Prinsip Energi ... 13

2.3.1. Kalkulus variasi ... 13

2.3.2. Metode Rayleigh-Ritz ... 13

2.3.3. Metode Galerkin ... 14

2.4. Analisa Balok Bersusun dengan Metode Energi ... 14

2.4.1. Energi regangan akibat lentur dan aksial ... 15

2.4.2. Energi regangan akibat slip antar bidang ... 17

2.4.3. Energi potensial akibat gaya luar... 19

2.4.4. Total energi pada balok bersusun ... 19

2.4.5. Penyelesaian persamaan energi ... 20

2.4.6. Aplikasi dari penyelesaian persamaan energi ... 23


(7)

2.5.1. Sifat kayu secara umum ... 25

2.5.2. Berat jenis ... 26

2.5.3. Kadar air ... 26

2.5.4. Kekuatan kayu ... 28

2.6. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia Berdasarkan Revisi PKKI NI-5 ... 35

2.6.1. Persyaratan ... 35

2.6.2. Kuat acuan ... 36

2.6.3. Komponen Struktur Lentur, Momen dan Geser ... 39

2.6.4. Sambungan mekanis ... 41

BAB III PENGUJIAN DAN APLIKASI 3.1. Persiapan dan Perencanaan Pengujian ... 45

3.3.1. Pelaksanaan Penelitian ... 45

3.3.2. Rangka Dudukan Benda Uji ... 52

3.3.3. Perencanaan Benda Uji Balok Kayu ... 52

3.2. Hasil Pengujian ... 54

3.2.1. Pengujian Kadar Air ... 54

3.2.2. Pengujian Berat Jenis ... 55

3.2.3. Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 56

3.2.4. Pengujian Kuat Geser Langsung Paku-Kayu... 57

3.2.5. Pengujian Elastisitas Kayu ... 58

3.2.6. Pengujian Tegangan Lentur Izin Kayu ... 72

3.3. Implementasi Hasil Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Kayu pada Analisa Lendutan dan Regangan Balok Bersusun ... 78

3.3.1. Perhitungan Perpindahan Horizontal dan Vertikal pada balok Bersusun ... 79

3.4. Hasil Pengujian Balok Bersusun ... 85

3.5. Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Analisa Teori Lentur ... 91


(8)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan ... 95 4.2. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

Tabel 1.1 Variasi shear connector ... 5

Tabel 2.1 Perbandingan persentase kekuatan kayu basah terhadap kayu kering udara menurut Gardner dan Newlin/Wilson (PKKI NI-5) ... 26

Tabel 2.2 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan alat pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% ... 37

Tabel 2.3 Estimasi kuat acuan berdasarkan atas berat jenis pada kadar air 15% untuk kayu berserat lurus tanpa cacat kayu ... 38

Tabel 2.4 Nilai rasio tahanan ... 38

Tabel 2.5 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu ... 39

Tabel 2.6 Faktor tahanan, φ ... 40

Tabel 2.7 Faktor waktu, λ ... 40

Tabel 2.8 Keberlakuan faktor koreksi (FK) untuk sambungan... 41

Tabel 2.9 Berbagai dimensi paku ... 43

Tabel 3.1 Hasil pengujian kadar air kayu sembarang ... 54

Tabel 3.2 Hasil pengujian kadar air kayu lapis ... 54

Tabel 3.3 Hasil pengujian berat jenis kayu sembarang ... 55

Tabel 3.4 Hasil pengujian berat jenis kayu lapis ... 55

Tabel 3.5 Hasil pengujian kuat tekan sejajar serat ... 56


(10)

Tabel 3.7 Hasil pengujian elastisitas ... 58

Tabel 3.8 Perhitungan tegangan regangan kayu sembarang sampel 1 ... 59

Tabel 3.9 Perhitungan tegangan regangan kayu sembarang sampel 2 ... 60

Tabel 3.10 Perhitungan tegangan regangan kayu sembarang sampel 3 ... 62

Tabel 3.11 Perhitungan tegangan regangan kayu sembarang sampel 4 ... 63

Tabel 3.12 Perhitungan tegangan regangan kayu sembarang sampel 5 ... 65

Tabel 3.13 Perhitungan elastisitas lentur kayu dari grafik regresi linier kayu sembarang ... 66

Tabel 3.14 Perhitungan tegangan regangan kayu lapis sampel 1 ... 67

Tabel 3.15 Perhitungan tegangan regangan kayu lapis sampel 2 ... 68

Tabel 3.16 Perhitungan tegangan regangan kayu lapis sampel 3 ... 69

Tabel 3.17 Perhitungan tegangan regangan kayu lapis sampel 4 ... 70

Tabel 3.18 Perhitungan tegangan regangan kayu lapis sampel 5 ... 71

Tabel 3.19 Perhitungan elastisitas lentur kayu dari grafik regresi linier ... 72

Tabel 3.20 Hasil pengujian tegangan lentur kayu sembarang ... 73

Tabel 3.21 Perhitungan tegangan lentur karakteristik kayu sembarang ... 73

Tabel 3.22 Hasil pengujian tegangan lentur kayu lapis... 74

Tabel 3.23 Perhitungan tegangan lentur karakteristik kayu lapis ... 74

Tabel 3.24 Rekapitulasi pengujian mechanical properties kayu sembarang dan kayu lapis ... 75

Tabel 3.25 Hasil perhitungan balok B.5 ... 81


(11)

Tabel 3.27 Hasil perhitungan balok B.15 ... 85 Tabel 3.28 Hasil pengujian benda uji balok kayu utuh lendutan

di ¼L dan ½L ... 86 Tabel 3.29 Hasil pengujian kuat lentur kayu bersusun dengan kayu lapis

B.5 lendutan di ¼L dan ½L ... 87 Tabel 3.30 Hasil pengujian kuat lentur kayu bersusun dengan kayu lapis

B.10 lendutan di ¼L dan ½L ... 88 Tabel 3.31 Hasil pengujian kuat lentur kayu bersusun dengan kayu lapis

B.15 lendutan di ¼L dan ½L ... 89 Tabel 3.32 Pengujian lentur balok kayu solid tunggal, pengujian lentur

balok kayu bersusun B.5; B.10; B.15 pada lendutan ½L ... 90 Tabel 3.33 Hubungan antara beban, lendutan teori dan lendutan hasil

Pengujian pada balok kayu utuh ... 92 Tabel 3.34 Hubungan antara beban; lendutan teori balok utuh; lendutan

teori energi dan lendutan hasil pengujian pada balok B.5 ... 93 Tabel 3.35 Hubungan antara beban; lendutan teori balok utuh; lendutan

teori energi dan lendutan hasil pengujian pada balok B.10... 93 Tabel 3.36 Hubungan antara beban; lendutan teori balok utuh; lendutan

teori energi dan lendutan hasil pengujian pada balok B.15... 93 Tabel 3.37 Analisa daya dukung kayu lapis terhadap balok utuh ... 94


(12)

DAFTAR NOTASI

Ei Elastisitas balok kayu lapisan i Ii Inersia balok kayu lapisan i

Ai Luas penampang balok kayu lapisan i hi Tinggi balok kayu lapisan i

v1 Perpindahan arah sumbu datar suatu elemen struktur v2 Perpindahan arah sumbu vertikal suatu elemen struktur u Perpindahan axial pada pertengahan tinggi suatu lapisan w Perpindahan arah sumbu tegak pada pertengahan tinggi z Setengah tinggi suatu lapisan

Δ Slip pada pertemuan antar lapisan F Kekuatan penghubung geser

n Jumlah penghubung geser dalam satu baris s Jarak antar penghubung geser dalam satu baris P Beban pada balok bersusun

M Momen maksimum

W Momen tahanan terhadap garis netral

m Kadar air (%)

Gx Berat benda uji mula-mula

Gk Berat benda uji setelah di oven (gr) BJ Berat jenis kayu (gr/cm³)

Wx Berat benda uji dalam keadaan kering udara (gr) Vx Volume sampel (cm³)

P Beban maksimum (kg

A Luas bagian yang tertekan (cm²) µ Nilai rata-rata

ε Regangan

Ew adalah modulus elastisitas lentur, Mpa adalah momen terfaktor


(13)

adalah faktor tahanan lentur = 0,85 adalah faktor waktu

adalah gaya geser terfaktor V’ adalah tahanan geser terkoreksi

adalah faktor tahanan geser = 0,75 adalah momen puntir terfaktor

adalah tahanan puntir lentur terkoreksi RB Rasio kelangsingan

Panjang efektif kolom

I Momen inersia balok untuk arah geser nf adalah jumlah alat pengencang

ai jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i ni jumlah alat pengencang dengan spasi yang seragam

Z’ adalah tahanan terkoreksi sambungan Zu adalah gaya perlu pada sambungan

α adalah sudut antar sumbu penyambung terhadap arah serat (derajat) Ѳ adalah sudut antara garis kerja gaya dan arah serat kayu

φc// adalah faktor tahanan tekan sejajar serat

Cf adalah faktor bentuk

CL adalah faktor stabilitas balok

Ceg adalah faktor penetrasi, untuk memperhitungkan reduksi penetrasi alat pengencang sesuai Butir 10 (Revisi PKKI NI-2002)

Cg adalah faktor aksi kelompok, untuk memperhitungkan pembebanan yang tidak merata dari baris alat pengencang majemuk sesuai dengan Butir 10 (Revisi PKKI-NI 2002)

CM adalah faktor layan basah, untuk memperhitungkan kadar air masa layan yang lebih tinggi daripada 19% untuk kayu masif dan 16% untuk produk kayu yang dilem


(14)

Crt adalah faktor tahan api, untuk memperhitungkan pengaruh perlakuan tahan api terhadap produk-produk kayu dan sambungan. Ct adalah faktor temperatur, untuk memperhitungkan temperatur

layan lebih tinggi daripada 38°C secara berkelanjutan Cpt Faktor koreksi pengawetan kayu

CE adalah faktor koreksi aksi komposit Cr adalah faktor koreksi pembagi beban CL adalah faktor koreksi stabilitas balok Cp adalah faktor kestabilan kolom

CI adalah faktor koreksi interaksi tegangan tm Tebal komponen struktur utama

Fem Kuat tumpu komponen struktur utama Fes Kuat tumpu komponen struktur sekunder ts Tebal komponen struktur sekunder


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Detail pengujian balok kayu ... 4

Gambar 2.1 Perilaku balok yang dibebani P ... 6

Gambar 2.2 Perilaku dua balok yang tidak menyatu dibebani P ... 8

Gambar 2.3 Perilaku dua balok yang menyatu dibebani P ... 9

Gambar 2.4 Perilaku balok dalam melentur ... 10

Gambar 2.5 Suatu balok dengan lenturan murni ... 11

Gambar 2.6 Perpindahan geometrik dari balok ... 15

Gambar 2.7 Hubungan slip dengan perpindahan ... 18

Gambar 2.8 Hubungan antara beban tekan dan deformasi untuk tarikan dan tekanan ... 29

Gambar 2.9 Batang kayu menerima gaya tarik sejajar serat ... 32

Gambar 2.10 Batang kayu menerima gaya tekan sejajar serat ... 32

Gambar 2.11 Batang kayu menerima gaya tekan tegak lurus serat ... 32

Gambar 2.12 Batang kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat τ// (kg/cm²) ... 33

Gambar 2.13 Lendutan pada beban P terpusat ... 34

Gambar 2.14 Bahaya kayu yang menerima beban lengkung ... 35

Gambar 2.15 Penempatan paku sambungan horizontal dan vertikal ... 43

Gambar 3.1 Sampel penelitian kadar air ... 46


(16)

Gambar 3.3 Sampel penelitian kuat tekan ... 48

Gambar 3.4 Sampel kuat geser langsung paku-kayu ... 49

Gambar 3.5 Sampel penelitian kuat lentur ... 49

Gambar 3.6 Penempatan dial dan beban pada sampel ... 50

Gambar 3.7 Sampel penelitian elastisitas ... 51

Gambar 3.8 Penempatan dial dan beban pada benda uji ... 51

Gambar 3.9 Penampang balok persegi ... 53

Gambar 3.10 Variasi jumlah dan penempatan paku pada balok bersusun dari kayu lapis ... 78


(17)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 Tegangan regangan dari pengujian elastisitas kayu sembarang

sampel 1 ... 59 Grafik 3.2 Regresi linier tegangan regangan kayu sembarang sampel 1 ... 60 Grafik 3.3 Tegangan regangan dari pengujian elastisitas kayu sembarang

sampel 2 ... 61 Grafik 3.4 Regresi linier tegangan regangan kayu sembarang sampel 2 ... 61 Grafik 3.5 Tegangan regangan dari pengujian elastisitas kayu sembarang

sampel 3 ... 62 Grafik 3.6 Regresi linier tegangan regangan kayu sembarang sampel 3 ... 63 Grafik 3.7 Tegangan regangan dari pengujian elastisitas kayu sembarang

sampel 4 ... 64 Grafik 3.8 Regresi linier tegangan regangan kayu sembarang sampel 4 ... 64 Grafik 3.9 Tegangan regangan dari pengujian elastisitas kayu sembarang

sampel 5 ... 65 Grafik 3.10 Regresi linier tegangan regangan kayu sembarang sampel 5 ... 66 Grafik 3.11 Tegangan regangan dari pengujian elastisitas kayu lapis sampel 1 ... 67 Grafik 3.12 Regresi linier tegangan-regangan kayu lapis sampel 1 ... 67 Grafik 3.13 Tegangan regangan dari pengujian elastisitas kayu lapis sampel 2 ... 68 Grafik 3.14 Regresi linier tegangan-regangan kayu lapis sampel 2 ... 68 Grafik 3.15 Tegangan regangan dari pengujian elastisitas kayu lapis sampel 3 ... 69


(18)

Grafik 3.16 Regresi linier tegangan-regangan kayu lapis sampel 3 ... 69 Grafik 3.17 Tegangan regangan dari pengujian elastisitas kayu lapis sampel 4 ... 70 Grafik 3.18 Regresi linier tegangan-regangan kayu lapis sampel 4 ... 70 Grafik 3.19 Tegangan regangan dari pengujian elastisitas kayu lapis sampel 5 ... 71 Grafik 3.20 Regresi linier tegangan-regangan kayu lapis sampel 5 ... 71 Grafik 3.21 Hubungan pembebanan Vs lendutan pada balok kayu utuh ... 86 Grafik 3.22 Hubungan pembebanan Vs lendutan pada balok bersusun

dengan kayu lapis (B.5) ... 87 Grafik 3.23 Hubungan pembebanan Vs lendutan pada balok bersusun

dengan kayu lapis (B.10)... 88 Grafik 3.24 Hubungan pembebanan Vs lendutan pada balok bersusun

dengan kayu lapis (B.15)... 89 Grafik 3.25 Hubungan pembebanan Vs lendutan pada balok bersusun

dengan kayu lapis ... 91 Grafik 3.26 Hubungan antara beban Vs lendutan dari teori dan pengujian


(19)

ABSTRAK

Kayu dikenal sebagai bahan konstruksi yang telah lama dikenal di Indonesia. Kemudahan mendapatkan kayu menjadikannya sebagai salah satu bahan konstruksi yang penting. Dengan perkembangan dan teknologi kayu (Timber Engineering) dewasa ini manusia cenderung membuat bahan-bahan kayu lebih terarah dengan memanfaatkan bahan kayu menjadi kayu lapis yang sangat berguna di dalam berbagai penggunaan kayu umumnya dan kehidupan manusia khususnya.

Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian physical dan mechanical properties kayu yang terdiri dari: pemeriksaan kadar air, berat jenis, kuat tekan sejajar serat, kuat lentur dan elastisitas serta pengujian lentur balok kayu. Balok kayu tersusun ada dua jenis yaitu balok disusun tanpa penahan geser dan balok disusun dengan penahan geser. Balok susun dengan penahan geser menjadikan balok menjadi satu kesatuan (geseran dapat dicegah), lendutan lebih kecil dan daya dukung lebih besar. Pengujian dilakukan terhadap dua jenis kayu yang berbeda yakni kayu sembarang dan kayu lapis (plywood). Dengan kayu sembarang untuk benda uji balok kayu utuh dan kayu lapis untuk benda uji balok bersusun dengan variasi jumlah paku sebagai shear connector yaitu 5 paku, 10 paku dan 15 paku. Pembebanan dilakukan secara bertahap sampai kondisi runtuh dan pada setiap tahap pembebanan dibaca besarnya lendutan yang terjadi.

Dari hasil pengujian ini diperoleh besarnya daya dukung balok kayu utuh adalah 200 kg, balok bersusun dari kayu lapis dengan 5 buah paku adalah 50 kg, balok bersusun dari kayu lapis dengan 10 buah paku adalah 70 kg dan balok bersusun dari kayu lapis dengan 10 buah paku adalah 90 kg. Dan dalam bentuk persentase berturut-turut adalah 25%, 35% dan 45%.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. UMUM DAN LATAR BELAKANG

Sejak permulaan sejarah, manusia telah berusaha memilih bahan yang tepat untuk membangun tempat tinggalnya dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Pemilihan atas suatu bahan konstruksi tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis dan dari segi keindahan. Salah satu dari bahan tersebut adalah kayu. Kayu merupakan bahan konstruksi yang dapat diperoleh langsung dari alam. Bahan konstruksi pada saat ini juga mengalami peningkatan diantaranya ditemukannya beton ataupun baja yang mampu menahan kekuatan tarik dan tekan tanpa memerlukan volume yang besar. Akan tetapi hal itu tidak membuat kayu dilupakan orang karena dari segi manfaatnya bagi kehidupan manusia kayu dinilai memiliki sifat-sifat utama, diantaranya karena kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis-habisnya apabila dikelola dan diusahakan dengan cara baik. Disamping itu sifat kayu yang memiliki sifat elastis, awet dan mempunyai ketahanan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan serat kayunya dan sifat-sifat yang seperti ini tidak dimiliki oleh bahan-bahan yang lain yang dibuat oleh manusia. Bentuk struktur kayu bersifat Anisotropi, dimana sifat-sifatnya elastis tergantung dari arah gaya terhadap arah serat-serat dan cincin-cincin pertumbuhan. Tetapi untuk keperluan praktis kayu dapat dianggap bersifat orthotropis, yang artinya mmempunyai tiga bidang simetri elastis yang tegak lurus satu pada yang lain yaitu longitudinal (aksial), tangensial dan radial. Dimana sumbu longitudinal (aksial) adalah sejajar serat-serat, sumbu tangensial adalah garis singgung cincin pertumbuhan dan sumbu radial adalah tegal lurus pada cincin-cincin pertumbuhan.

Dengan meningkatnya perkembangan teknologi dewasa ini manusia cenderung membuat bahan-bahan kayu lebih terarah dengan memanfaatkan bahan kayu menjadi kayu lapis yang sangat berguna di dalam berbagai penggunaan kayu umumnya dan kehidupan manusia khususnya. Kayu lapis (plywood) adalah bahan buatan dengan ukuran tertentu yang terbuat dari berbagai lapisan finir yang


(21)

jumlahnya ganjil dipasang dengan arah serat bersilangan saling tegak lurus, kemudian direkat menjadi satu pada tekanan tinggi dengan perekat khusus sesuai tujuan penggunaan kayu lapis. Fingir adalah lembaran kayu yang tipis dari 0.24 mm sampai 6.00 mm yang diperoleh dari penyayatan (pengupasan) kayu. Kayu lapis dengan tiga lapisan disebut tripleks atau three-ply, lapis 5 (5 ply), lapis 7 (7 ply), lapis 9 (9 ply). Lapis 5 dan selebihnya disebut pula multipleks atau multiply.

Dalam pengujian ini digunakan multipleks yang disusun berlapis sedemikian sehingga membentuk satu balok dengan tinggi rencana 60 mm dan lebar rencana 40 mm dan panjang rencana 2000 mm. Pengujian dengan kayu lapis ini dilakukan karena kayu lapis memiliki beberapa keuntungan dibanding papan kayu biasa. Antara lain tidak mudah melengkung dan kuat.

Balok pada konstruksi kayu adalah gabungan dari elemen tarik dan elemen tekan. Balok umumnya dipandang sebagai batang yang terutama memikul beban gravitasi transfersal, termasuk momen ujung dan menempati posisi penting didalam sistem struktur bangunan. Kegagalan dari konstruksi balok akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengan balok tersebut. Hal ini dapat dipengaruhi penurunan dan pencapaian kekuatan lentur maksimum yang dapat diperkecil salah satunya adalah dengan menggunakan paku sebagai penghubung geser.

Dalam analisa perencanaan suatu konstruksi beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah batang memikul tarik, tekan, momen atau kombinasinya. Pada umumnya balok pada suatu konstruksi hanya mengalami kombinasi momen dengan tekan. Banyak orang yang telah mengemukakan teori tentang konstruksi terlentur berdasarkan penyelidikan di laboratorium dimana perubahan bentuk pada balok-balok yang terlentur telah diukur. Sehingga penulis ingin mengetahui sejauh mana keakuratan dan efisiennya, dengan didukung oleh adanya alat penguji konstruksi terlentur di laboratorium beton.

1.2. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.2.1. Mendapatkan Mechanical Properties yakni Kadar Air, Berat Jenis, Elastisitas Kayu, Tegangan Tekan Ijin sejajar kayu, Kuat Geser dan Tegangan Lentur ijin dari kayu yang digunakan


(22)

1.2.2. Melakukan perhitungan secara analitis balok bersusun yang menggunakan shear connector, dengan metode energi dan menggunakan variasi jarak shear connector seperti pada percobaan di laboratorium

1.2.3. Mengamati dan membandingkan lendutan yang diperoleh dari perhitungan analitis dengan hasil pengujian di laboratorium

1.2.4. Mengamati dan membandingkan daya dukung balok dari kayu utuh dan kayu lapis sampai pada kondisi runtuh

1.3. PERUMUSAN MASALAH

Kayu-kayu yang beredar di pasaran sebagian besar berasal dari hutan alam yang dikelompokkan atas jenis-jenis komersial seperti kamper, bangkirai, keruing, kayu campuran (borneo). Karena kecepatan antara pemanenan dan penanaman tidak seimbang, menyebabkan pasokan kayu dari hutan alam kian menurun baik volume maupun mutunya yang mengakibatkan harga kayu menjadi relatif mahal. Akan tetapi, balok monolit memiliki keterbatasan dari segi dimensi. Sangat sulit mendapatkan kayu monolit dengan dimensi yang besar. Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, melalui penelitian ini ingin dikembangkan analisis kekuatan balok monolit dari kayu lapis. Kayu lapis ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam menangani masalah keterbatasan dimensi balok monolit. Akhir dari penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar perbandingan daya dukung antara balok yang disusun dari kayu lapis dengan balok monolit/dari kayu utuh dengan mutu kayu, dimensi serta perlakuan yang sama (gambar 1.1)


(23)

Gambar 1.1 Detail pengujian balok kayu

1.4. PEMBATASAN MASALAH

Mengingat luasnya ruang lingkup yang timbul dan keterbatasan alat uji, maka penulis memcoba membuat pembatasan masalah yang akan dibahas, yaitu:

1.4.1. Kayu bersifat linier elastis sesuai hukum Hooke

1.4.2. Pembebanan yang dialami oleh balok kayu adalah pembebanan terpusat

1.4.3. Perletakan yang ditinjau adalah perletakan sendi-sendi

1.4.4. Kayu yang digunakan adalah jenis kayu sembarang dan kayu lapis tebal 20 mm dengan mutu A

1.4.5. Penampang batang balok kayu yang diuji adalah kayu lapis yang disusun dengan perencanaan sambungan penggunakan paku

1.4.6. Pengaruh gesekan antara lapisan balok pada balok bersusun diabaikan 1.4.7. Balok kayu yang digunakan adalah balok langsing dimana panjang

batang jauh lebih besar dari lebar dan tinggi balok 1.4.8. Jumlah lapisan balok bersusun adalah 3 (tiga lapis)

1.4.9. Analisa perhitungan berdasarkan syarat-syarat pada PKKI NI-5 2002 dan metode energi Rayleigh-Ray

1.4.10. Jumlah sampel adalah 4 (empat) sampel dengan ukuran penampang untuk keempat kondisi adalah sama, dimana ukuran penampang adalah:


(24)

1.4.10.1. Ukuran penampang untuk kondisi pengujian balok bersusun dari kayu lapis (setebal 20 mm) dan kayu utuh dibuat dengan dimensi lebar 4 cm dan tinggi 6 cm

1.4.10.2. Panjang batang yang diuji disesuaikan dengan panjang kayu yang tersedia di pasar yaitu 2000 mm

1.5. METODELOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah dengan menggunakan beberapa cara pendekatan yaitu:

1.5.1. Pengujian Physical dan Mechanical properties kayu dengan British Method untuk mendapatkan:

1.5.1.1. Kadar Air kayu yang digunakan 1.5.1.2. Berat Jenis kayu yang digunakan 1.5.1.3. Elastisitas kayu lentur

1.5.1.4. Tegangan tekan izin sejajar serat kayu 1.5.1.5. Tegangan lentur izin

1.5.2. Pengujian lentur balok kayu utuh dan balok kayu bersusun dari kayu lapis

1.5.3. Pada perhitungan secara analitis metode energi dan pengujian di laboratorium akan dilakukan dengan 4 macam model dengan ukuran seperti tertulis di atas, namun dengan perbedaan variasi jumlah dan jarak shear connector yang direncanakan sebagai berikut:

Tabel 1.1 Variasi shear connector

VARIASI SHEAR CONNECTOR

Nama Sampel B.5 B.10 B.15

Jumlah paku 5 10 15


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. UMUM

Kapasitas pikul beban batas pada elemen struktur yang mengalami pembebanan khususnya balok tergantung pada panjang relatif dan karakteristik dimensional penampang melintang elemen tersebut yaitu dimensi terkecil dari penampang melintang, selain itu juga bergantung pada sifat material yang digunakan.

Suatu balok pada umumnya akan mentransfer beban vertikal sehingga kemudian akan terjadi lenturan. Misalnya, balok dibebani P seperti yang terjadi pada Gambar 2.1, maka balok akan melentur dengan jari-jari R yang tidak konstan.

Bagian atas dari garis netral tertekan dan bagian bawah dari garis netral tertarik sehingga pada bagian atas garis netral terjadi perpendekan dan bagian bawah garis netral terjadi perpanjangan (Gambar 2.1). Di situ tampak bahwa suatu balok merupakan kombinasi antara elemen yang tertekan dengan elemen yang tertarik.

Hal ini sama perilakunya jika ditinjau konstruksi balok tersusun berlapis maupun konstruksi balok komposit.

garis netral mula-mula garis netral Gambar 2.1 : Perilaku yang dibebani P


(26)

Balok bersusun dapat disusun dengan balok kayu yang sama ukuran dan kekuatannya. Namun dapat juga disusun dengan balok kayu yang berbeda ukuran maupun kekuatannya. Penyusunan balok dengan mutu ataupun ukuran berbeda lebih menguntungkan karena penggunaan balok kayu disesuaikan dengan kebutuhan balok. Balok kayu yang lebih kuat dapat diletakkan di posisi yang memerlukan kekuatan lebih dan demikian juga sebaliknya, balok kayu yang lebih lemah dapat diletakkan pada posisi yang tidak memerlukan kekuatan tinggi. Dapat dikatakan penggunaan kualitas kayu disesuaikan dengan diagram tegangan dan regangan, jadi lebih rasional dan ekonomis.

Konstruksi balok tersusun berlapis adalah konstruksi kayu yang menggunakan papan-papan tipis yang diletakkan sejajar satu sama lain, dengan jenis material yang sama, dan arah serat kayu sejajar satu sama lain sehingga merupakan balok yang berukuran besar, sedangkan konstruksi balok komposit merupakan sebuah konstruksi yang bahan-bahan penyusunnya terdiri dari dua jenis material yang berbeda. Di mana sebelum menyatu, tiap-tiap bahan penyusun konstruksi balok berlapis maupun konstruksi balok komposit tersebut mampu memikul beban tertentu.

Dalam penelitian-penelitian yang telah dilakukan, terdapat faktor yang penting pada aksi perpaduan antara lapisan papan yaitu lekatan antara beberapa lapisan itu sendiri. Lekatan antara beberapa lapisan papan yang memiliki sifat dan jenis yang sama tersebut dapat dipertinggi dengan menggunakan alat penghubung geser. Misalnya, alat penghubung geser dengan sambungan paku yang dipakai pada papan yang tersusun berlapis sehingga nantinya akan membentuk suatu balok dengan ukuran yang relatif lebih besar.

Aksi dari papan-papan berlapis akan terjadi, apabila beberapa lapisan papan yang telah membentuk sebuah struktur ikut memikul beban. Misalnya, beberapa lapisan papan dengan sifat dan jenis yang sama diletakkan sejajar satu sama lain dengan menggunakan alat penghubung geser sehingga menjadi satu kesatuan balok, akan melentur secara menyatu. Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Andaikan dua buah balok maupun dua buah papan dilapiskan begitu saja seperti pada Gambar 2.2a, di mana balok/papan 1 terletak bebas di atas


(27)

balok/papan 2 (sisi kedua balok/papan yang saling berhubungan betul-betul licin). Apabila balok/papan tersebut dibebani dengan gaya P yang relatif besar maka akan terjadi lendutan kira-kira seperti pada Gambar 2.2b, di mana balok-balok itu seolah-olah akan bekerja sendiri-sendiri dan beban P di atasnya sebagian didukung oleh balok/papan sebelah atas (1) dan sebagian lainnya didukung oleh balok/papan sebelah bawah (2).

Akibat tegangan tarik dan tegangan tersebut, di mana balok/papan 1 dan 2 terpisah, akan terjadi perpanjangan dan perpendekan pada kedua

balok/papan sehingga terlihat nantinya δh dengan jelas, dan akan terlihat pula

bahwa balok/papan 2 akan menonjol keluar di bawah balokl/papan 1 sebesar δh

h = perpanjangan dan perpendekan balok/papan akibat adanya lengkungan ).

Andaikan balok/papan 1 dan 2 adalah satu kesatuan, maka tentu tidak akan

nampak penonjolan δh diantara kedua balok/papan karena telah menyatu

(monolit).

Diagram untuk gaya-gaya aksi dan reaksi untuk kejadian di atas, tentunya gaya-gaya yang ada hanyalah gaya-gaya yang tegak lurus pada sumbu balok (Gambar 2.2c). Perlawanan aksi horizontal di antara balok/papan 1 dan 2 akibat adanya lendutan tidak ada. Perlawanan aksi horizontal ini hanya di lawan oleh tegangan lentur dari masing-masing lapisan balok/papan sehingga adanya

lenturan telah menimbulkan δh tadi.

Gambar 2.2 : Perilaku dua balok yang tidak menyatu dibebani P Gambar 2.2.a

Gambar 2.2.b


(28)

Selanjutnya untuk keadaan lapisan balok/papan yang tersusun berlapis, di mana balok/papan 1 (satu) diletakkan di atas balok/papan 2 (dua) tetapi dengan menggunakan alat sambung penghubung geser seperti pada Gambar 2.3.a di bawah ini. pada Gambar 2.3.b, akibat beban P akan terjadi lendutan pada balok/papan 1 (satu) dan 2 (dua) telah disatukan dengan alat sambung penghubung geser, maka pada Gambar 2.3.b diperlihatkan gaya-gaya interaksi antara 2 (dua) balok/papan tadi. Tampak bahwa gaya-gaya tersebut merupakan gaya-gaya vertikal dan horizontal terhadap sumbu balok.

Dengan demikian bahwa penghubung balok/papan 1 dan 2 tadi akan memikul gaya horizontal H atau gaya-gaya sejajar dengan sumbu balok yang merupakan gaya-gaya geser. Itulah sebabnya penghubung/pemersatu kedua lapisan balok/papan tadi disebut dengan penghubung geser.

2.2. TEORI TENTANG KONSTRUKSI TERLENTUR

Setelah diketahui distribusi tegangan dalam daerah elastis pada suatu irisan balok, maka dapat dibuat pernyataan kuantitatif mengenai hubungan antara momen lentur dengan tegangan.


(29)

Dengan mengambil contoh suatu balok yang mengalami pembebanan terpusat sebesar P pada suatu perlekatan, maka akan terdapat momen lentur pada sepanjang batang seperti pada Gambar 2.4 di bawah ini:

Sesuai dengan hipotesa Navier bahwa bidang irisan sebelum pembebanan akan tetap rata (Gambar 2.4a), tetapi setelah pembebanan (setelah batang melentur) sesaat di atas garis netral akan memendek, sebaliknya sesaat di bawah garis netral akan memanjang (Gambar 2.4b).

Dari perbandingan segitiga pada Gambar 2.4b di atas diperoleh :

1 1 '

nn s s

= r y

= εx ………...………..(2.1)

Di mana : s’s1 = perpanjangan serat ss1, yang semulanya ss = nn = nn1, sehingga

1 1 '

nn s

s adalah perubahan panjang spesifik serat pada jarak y dari garis netral.

Sesuai dengan hukum Hooke, bahwa :

σ = E . ε

a. Batang lurus sebelum pembebanan b. Batang lurus setelah pembebanan Gambar 2.4 Perilaku balok dalam melentur [Popov E.P, 1994, Mechanics of Material]


(30)

maka : σx= E . εx = r

y E.

... (2.2)1

Pada konstruksi yang hanya menderita momen lentur murni sumbu netral terletak pada lapisan yang mengalami tegangan sama dengan nol, dengan kata lain:

rumus (2.2) menunjukkan bahwa tegangan pada tiap-tiap lapisan berbanding lurus dengan jarak dari sumbu netral, seperti pada gambar 2.4. Tegangan di atas sumbu netral bersifat desak dan tegangan di bawah sumbu netral bersifat tarik. Dari rumus tersebut tidak diketahui letaknya garis netral dan r.

Jika pada suatu lapisan y terdapat tegangan sebesar σy, maka gaya yang bekerja pada tampang dA pada lapisan tersebut adalah:

dT = σy . dA

atau dT = ...(2.3a) Dari persamaan (2.3a) dapat dihitung gaya tarik pada bagian tarik sebesar:

...(2.3b) Dengan cara yang sama didapat pula gaya desak:

...(2.3c)

Hal ini berarti ...(2.3d)2

1

Sumber: “Mekanika Bahan” Sidharta S. Karmawan, 1995: Hal. 48-49


(31)

Yang berarti pula sumbu netral didapat bila y = 0 atau berarti bahwa sumbu netral berimpit dengan sumbu batang. Persamaan (2.3d) disebut momen statik. Persamaan ini sering digunakan untuk mencari titik berat suatu tampang.

Selanjutnya gaya pada persamaan (2.3a) mengakibatkan momen terhadap sumbu netral sebesar:

...(2.4a) Dengan demikian dapat dihitung jumlah momen di seluruh tampang adalah:

...(2.4b) Berdasarkan keseimbangan maka momen pada persamaan (2.4b) ini melawan momen lentur . Selanjutnya bila persamaan (2.2) dan (2.4b) disatukan diperoleh:

atau ...(2.5) Maka tegangan yang terbesar pada jarak y ialah yang terjauh dari garis netral, yaitu serat terluar sejauh 1/2 h dari garis netral, jadi persamaan diatas

menjadi :

σmax = I

h M.1/2

σmax =

h I

M

2 1 /

……….(2.6)

= =W h I

2

1 momen tahanan terhadap garis netral, sehingga :

σmax = w m

………..(2.7)

2


(32)

2.3. METODE PENYELESAIAN UNTUK APLIKASI PRINSIP ENERGI

2.3.1. Kalkulus Variasi

Kalkulus variasi adalah generalisasi dari permasalahan maksimum dan minimum pada kalkulus biasa. Hal ini diperlukan untuk menentukan sebuah fungsi y = y(x) yang mengekstrimkan (nilai maksimum/ nilai minimum) sebuah integral yang terdefenisi.

3

Dimana integral tersebut terdiri atas y dan turunannya. Pada mekanika struktur hal ini untuk menemukan perubahan bentuk suatu sistem yang akan menyebabkan energi potensial total sistem tersebut memiliki nilai yang tetap. Perubahan bentuk yang memenuhi kriteria ini berhubungan dengan bentuk kesetimbangan dari sistem tersebut.

Walaupun kalkulus variasi memiliki kesamaan dengan permasalahan maksimum dan minimum pada kalkulus biasa, kedua metode tersebut berbeda pada satu aspek yang penting. Pada kalkulus biasa kita bisa menemukan nilai pasti dari suatu variabel pada tempat dimana fungsi yang diberikan mencapai titik ekstrimnya. Namun pada kalkulus variasi kita tidak dapat menemukan fungsi yang dapat memberikan nilai ekstrim pada integral, kita hanya bisa menemukan persamaan differensial yang harus dipenuhi oleh fungsi tersebut. Kalkulus variasi hanyalah alat untuk menemukan persamaan yang menentukan dari suatu permasalahan.

2.3.2. Metode Rayleigh-Ritz

Aplikasi yang paling ideal dari teori stasioner pada suatu sistem menerus memerlukan penggunaan kalkulus variasi. Pendekatan ini pada permasalahan untuk menemukan bentuk kesetimbangan dari suatu struktur memiliki dua kelemahan. Kelemahan pertama adalah kalkulus variasi yang harus

3

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:45


(33)

digunakan sangat kompleks. Kelemahan kedua adalah metode ini hanya menemukan persamaan differensial bukan jawabannya. Untuknya ada suatu metode dimana prinsip energi potensial stasioner dapat diterapkan dengan mendekati, dikenal dengan metode Rayleigh-Ritz. Pada metode ini kita mengasumsikan fungsi lendutan yang tepat dari suatu sistem dan kemudian mengurangi derajat kebebasan yang sangat banyak menjadi derajat kebebasan yang terhingga. Prinsip energi potensial stasioner kemudian akan langsung menuju bentuk kesetimbangannya, dan hanya kalkulus differensial biasa yang akan digunakan untuk memecahkan masalah.

2.3.3. Metode Galerkin

Metode Galerkin juga menggunakan analisa stabilitas dengan solusi pendekatan seperti pada metode Rayleigh-Ritz. Namun perbedaannya dengan metode Rayleigh-Ritz, bila metode Rayleigh-Ritz menyelesaikan dengan melihat energi dari sistem tersebut, metode Galerkin langsung menyelesaikan persamaan differensial dari sistem tersebut.

2.4. ANALISA BALOK KAYU BERSUSUN DENGAN METODE

ENERGI

Pada penelitian ini jumlah lapisan material kayu bersusun yang digabung dibatasi hanya untuk tiga material saja. Ketiga material kayu lapis tersebut akan digabungkan menjadi satu kesatuan balok bersusun dengan menggunakan alat penyambung geser (shear connector) berupa paku. Untuk mengetahui pengaruh jumlah dan jarak paku pada balok, maka akan dilakukan penurunan rumus untuk mencari pengaruh tersebut pada energi regangan total balok. Jumlah dan jarak paku akan divariasikan menjadi 3 (tiga) variasi untuk melihat perbedaan-perbedaan yang ada antara masing-masing variasi. Berikut ini akan diberikan proses penurunan rumus untuk mendapatkan energi regangan akibat lentur dan aksial balok, energi regangan akibat alat penyambung, serta energi potensial akibat gaya luar. Aplikasi dari hasil-hasil tersebut akan dibahas pada bab selanjutnya dengan memasukkan nilai Mechanical properties material kayu lapis yang akan diperoleh dari hasil pengujian laboratorium.


(34)

2.4.1. Energi Regangan Akibat Lentur dan Aksial

Penurunan untuk energi regangan diawali dengan asumsi bahwa regangan normal kearah sumbu datar setiap lapisan dapat menahan gaya-gaya luar yang bekerja. Untuk mendapatkan pengaruh dari regangan normal arah sumbu datar dari perpindahan arah sumbu datar dan juga sumbu tegak, dapat digunakan persamaan Lagrangian untuk regangan dan perpindahan, yaitu:

... (2.1)4

Gambar 2.6 Perpindahan geometrik dari balok Perpindahan dan dapat dihitung dengan:

Dimana adalah perpindahan arah sumbu datar dari elemen struktur dan adalah perpindahan arah sumbu tegak lurus dari elemen struktur. Untuk elemen struktur yang langsing, regangan ini dapat dihitung dengan melihat bentuk terdeformasi antara posisi awal dan posisi akhir setiap lapisan dalam elemen struktur tersebut. Pada gambar 2.6 berikut dapat dilihat perpindahan dari suatu titik umum yang dinamakan i.

4

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:48


(35)

...(2.2) ... (2.3) ... (2.4) u adalah perpindahan axial pada pertengahan tinggi suatu lapisan, w adalah perpindahan arah sumbu tegak pada pertengahan tinggi suatu lapisan dan z adalah setengah tinggi dari suatu lapisan. Subsitusikan persamaan (2.2), (2.3), dan (2.4) ke dalam persamaan (2.1), maka akan didapat:

...(2.5)5

Asumsi bahwa besaran perpindahan pada arah tegak lurus sumbu dapat mendekati ketinggian elemen, dan asumsi bahwa material-material berperilaku elastis akan menempatkan batasan dari besarnya rotasi ujung yang akan tercapai untuk setiap elemen untuk setiap kombinasi yang berguna dari ukuran dan bentang material. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk lantai, dinding dan atap (Kamiya 1987, 1988, Wheat 1986, dan wolf 1989, 1991) menunjukkan bahwa suatu sistem struktur akan mencapai batas ultimit sebelum rotasi ujung sebesar 10° tercapai. Pengamatan ini memungkinkan kita untuk menyederhanakan persamaan (2.5) , yang berlaku untuk rotasi setiap besaran. Suatu studi parameter terhadap persamaan (2.5) telah dilakukan dengan memeriksa setiap hubungan yang dianggap penting. Hasil dari studi tersebut menyatakan bahwa Persamaan ini menyatakan dengan lengkap hubungan antara regangan-perpindahan dan kebebasan dari besaran regangan dan perpindahan. Besaran terpenting diturunkan pada sumbu x.

5

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:49


(36)

hubungan regangan-perpindahan berikut ini cukup akurat untuk rotasi ujung elemen yang menjadi bagian dari struktur.

...(2.6)6

2.4.2. Energi Regangan Akibat Slip Antar Bidang

Dimana regangan internal arah sumbu tegak terdefenisikan secara lengkap dalam bentuk perpindahan. Dengan hanya mempertimbangkan regangan arah sumbu tegak pada setiap lapisan struktur, persamaan energi regangan untuk balok kayu yang mengalami perubahan bentuk dapat dinyatakan sebagai berikut:

...(2.7) Dimana bentuk penjumlahan diatas adalah untuk 3 lapisan struktur dimana E untuk setiap lapisan adalah sama. Subsitusikan persamaan (2.6) ke persamaan (2.7), kemudian disederhanakan bentuk integral kepada bentuk panjang bentang, dan kemudian dengan memasukkan parameter-parameter struktur untuk bentuk struktur persegi, maka bentuk persamaan diatas menjadi:

...(2.8) Persamaan diatas adalah energi regangan lentur dan aksial total untuk balok bersusun dengan tiga lapisan struktur.

Slip antara dua lapisan struktur pada titik sembarang sepanjang balok bersusun disebabkan oleh perubahan bentuk dari penghubung geser itu sendiri dan juga perubahan bentuk dari balok kayu yang diakibatkan tegangan kontak antara lapisan kayu dengan penghubung geser. Walaupun slip memiliki dua komponen yaitu perubahan bentuk kayu dan penghubung geser, slip akan dijabarkan secara analitis. Pada penghubung geser berupa paku, slip dijabarkan analitis sebagai gaya yang disalurkan dengan gaya geser yang dinyatakan sebagai suatu fungsi dari

6

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:50-51


(37)

perubahan bentuk titik secara keseluruhan. Slip pada bidang pertemuan antara kedua lapisan yang diukur pada bidang slip setelah pembebanan dapat dinyatakan dengan:

...(2.9)7

Gambar 2.7 Hubungan slip dengan perpindahan

Dengan menyatakan Δ sebagai slip pada arah tidak berubah bentuk

seperti yang tergambar pada gambar 2.7 diatas, dan dengan membatasi rotasi sudut sebesar 10° maka:

...(2.10) Dimana adalah perubahan bentuk aksial dari lapisan struktur i sejajar posisi tidak berubah bentuk, dan adalah ketebalan struktur lapisan i.

Penghubung geser diasumsikan berjarak cukup rappat sepanjang bentang balok dan dapat digantikan dengan penghubung geser yang menerus. Bila jumlah penghubung geser dalam satu baris adalah n, dan jarak antar penghubung

7

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:52


(38)

geser pada baris tersebut adalah s, maka gaya geser per unit panjang disetiap titik dapat ditulis dengan:

...(2.11)8

2.4.3. Energi Potensial Akibat Gaya Luar

Dimana F adalah kekuatan penghubung geser. Maka total usaha yang dilakukan oleh penghubung geser sepanjang bentang balok dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

...(2.12)

Dimana Δ adalah slip sesuai dengan persamaan (2.10)

Komponen ini sama dengan nilai negatif dari usaha yang dilakukan oleh gaya-gaya luar ketika balok mengalami perubahan bentuk. Gaya-gaya luar yang bekerja pada balok adalah sebuah gaya terpusat P di tengah bentang. Total panjang bentang yang direncanakan 200 cm. Perpindahan arah sumbu tegak dibawah beban P dinyatakan dalam w. Dalam penyelesaian persamaan secara matematis, jarak beban dinyatakan terhadap L.

Dengan demikian, energi akibat gaya luar yang bekerja pada balok, yaitu akibat gaya lentur dan gaya lintang dapat dinyatakan:

...(2.13)

2.4.4. Total Energi pada balok Bersusun

Persamaan untuk total energi yang terjadi pada suatu balok bersusun dengan dua lapisan struktur dapat diperoleh dengan menjumlahkan persamaan (2.8),(2.12) dan (2.13), atau dapat ditulis:

8

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:53-55


(39)

... (2.14) Persamaan (2.14) bila dijabarkan terhadap masing-masing struktur akan menjadi:

...(2.15)9

2.4.5. Penyelesaian Persamaan Energi

Persamaan (2.15) di atas akan diselesaikan dengan metode Rayleigh-Titz, yaitu metode yang menggunakan pendekatan fungsi matematis untuk mengasumsikan fungsi lendutan. Untuk balok diatas dua perletakan, fungsi untuk perpindahan arah sumbu tegak/lendutan (w), dan perpindahan arah sumbu datar (u) dapat diasumsikan sebagai berikut:

Turunan dan kuadrat turunan dari fungsi-fungsi perpindahan/ lendutan diatas adalah sebagai berikut:

9

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:55-56


(40)

10

10

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:57-

Hasil perkalian sesuai komponen-komponen penyusun persamaan (2.15) adalah sebagai berikut:

Untuk mendapatkan nilai dari persamaan (2.15), integral-integral dari persamaan tersebut diselesaikan sebagai berikut:

=


(41)

=

=

11

11

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:57-58

9 2 2 20 23

9 2 2 20 23

9 2 2 20 23


(42)

2 4 40 2 +18 4 40 3 +81 2 4 40 23

12

12

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:59-60

Dengan memasukkan nilai-nilai hasil integrasi yang telah dicari pada persamaan diatas, maka persamaan (2.15) menjadi:


(43)

2.4.6. Aplikasi dari Penyelesaian Persamaan Energi

Syarat dari suatu sistem persamaan mengalami keadaan setimbang adalah bila turunan pertama dari persamaan tersebut hilang. Pada persamaan (2.16) U adalah fungsi dari lima variabel, yaitu a,b,c,d dan e. Agar persamaan (2.16) mempunyai nilai stasioner maka turunan parsial persamaan (2.16) terhadap nilai a,b,c,d dan e nilainya harus sama dengan nol, maka:

13

Dengan memasukkan nilai l (panjang bentang), , E (elastisitas), A(luas penampang), I (inersia), F(gaya geser langsung), s(jarak antar paku) dan P (beban yang bekerja) maka persamaan-persamaan diatas dapat diselesaikan. Nilai

- -

13

Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:60-61


(44)

E,A,I dan F tersebut didapat dari hasil percobaan dan pengujian sampel di laboratorium.

2.5. SIFAT KAYU

Perkembangan dalam pengerjaan kayu serta pengolahannya berjalan dengan pesat. Lebih-lebih karena bumi Indonesia mengandung kekayaan yang luar biasa akan aneka jenis kayu. Karena itu pemerintah mencurahkan perhatiannya pada bidang itu, maupun pada penyiapan tenaga untuk industri kayu. Bila dibandingkan dengan bahan struktur bangunan yang lain kayu memiliki beberapa keunggulan diantaranya:

• Kayu memiliki berat jenis yang ringan sehingga berat sendiri struktur menjadi ringan

• Mudah dalam pelaksanaan pekerjaan dengan peralatan yang sederhana • Struktur bangunan dari kayu memiliki nilai estetika yang cukup tinggi • Kayu dapat dibudidayakan

Sebagai bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada istilah limbah pada konstruksi kayu

2.5.1. Sifat Kayu Secara Umum

Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang memiliki sifat yang berbeda-beda. Bahkan kayu berasal dari satu pohon memiliki sifat agak yang berbeda-beda pula jika dibandingkan bagian ujung dan pangkalnya. Dalam hubungan itu ada baiknya jika sifat-sifat kayu tersebut diketahui terlebih dahulu sebelum kayu itu dipergunakan. Sifat dimaksud antara lain yang bersangkutan dengan sifat-sifat anatomi kayu. Adapun beberapa sifat kayu itu secara umum sebagai berikut:

• Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial

• Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa selulosa dan helmiselulosa (unsur karbohidrat) serta berupa lignin (non-karbohidrat)


(45)

• Semua kayu bersifat anisotropic, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial dan radial). Hal ini disebabkan oleh struktur dan oriensi selulosanya dalam dinding sel, bentuk memanjang sel-sel kayu dan pengaturan sel terhadap sumbu vertical dan horizontalnya pada batang pohon.

• Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat hidgroskopik, yaitu dapat kehilangan atau bertambah kelembabannya akibat perubahan kelembaban dan suhu udara sekitarnya

• Kayu dapat diserang mahluk hidup perusak kayu, dapat juga terbakar terutama jika kondisi kering

2.5.2. Berat Jenis

Kayu memiliki berat jenis berbeda-beda, berkisar antara minimum antara 0,20 (ky.balsa) hingga 1,28 (Ky.nani). Berat jenis merupakan petunjuk penting bagi aneka sifat kayu. Makin berat kayu itu, umumnya makin kuat pula kayunya. Mengingat kayu terbentuk dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe, memungkinkan terjadinya suatu penyimpanan tertentu. Pada perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering udara, yaitu sekering-keringnya tanpa pengering udara.

Berat jenis didefinisikan sebagai angka berat dari satuan volume suatu material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat kepada volume benda tersebut. Berat diperoleh dengan cara menimbang suatu benda pada suatu timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan. Untuk lebih praktisnya, digunakan timbangan dengan ketelitian 20% yaitu sebesar 20 gr/kg. Sedangkan untuk menentukan volume dilakukan dengan mengukur panjang, lebar dan tingginya dan mengalikan ketiganya

Berat jenis juga didefinisikan berat relatif benda tersebut terhadap berat jenis standart, dalam hal ini berat jenis air (gr/cm³). Air dipakai sebagai bahan standard karena berat untuk 1 cm³ adalah 1 gr.

2.5.3. Kadar Air (Kadar Lengas)

Perbedaan kekuatan kayu yang masih basah dari kekuatan yang telah kering udara ditunjukkan pada tabel berikut:


(46)

Tabel 2.1 Perbandingan persentase kekuatan kayu basah terhadap kayu kering udara menurut Gardner dan Newlin/Wilson (PKKI NI-5)

Jenis Parameter Kekuatan Gardner Newlin/Wilson

Kuat Lentur 74% 54%

Kuat Lentur Absolut 89% 70.5%

Modulus Elastisitas 87.5% 83%

Kuat Hancur - 62%

Kuat Hancur Absolut 77% 76.5%

(Sumber: PKKI NI-V hal:65)

Kayu sebagai bahan bangunan dapat mengikat air dan juga melepaskan air yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada kelembaban suhu udara disekelilingnya, dimana kayu berada.

Kayu mempunyai sifat peka terhadap kelembaban karena pengaruh kadar airnya menyebabkan pengembang dan menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifat-sifat fisik dan mekanisnya. Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar serat dan juga tegak lurus arah serat kayu.

Sel-sel kayu mengandung air yang sebagian merupakan bebas yang mengisi dinding sel. Apabila kayu mengering, air bebas keluar dahulu dan saat air bebas tersebut habis keadaan tersebut dinamakan titik jenuh serat (Fiber

Saturation Point). Kadar air pada saat itu kira-kira 25% - 30%. Apabila kayu

mengering dibawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa turunnya kadar air mengakibatkan bertambahnya kekuatan kayu. Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air (kadar lengas) antara 12% - 18%, atau rata-rata 15%.

1. Kadar Air Kayu

Kayu bersifat higrokopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap ataupun cairan. Kemampuan kayu untuk menghisap dan mengeluarkan air tergantung kelembaban udara


(47)

disekelilingnya. Sehingga banyaknya air dalam kayu berubah-ubah menurut keadaan udara/atmosfer sekelilingnya.

2. Air di dalam kayu

Keadaan air yang terdapat di dalam kayu terdiri atas 2 macam yaitu: a. Air bebas, yaitu air yang terdapat dalam rongga-rongga sel, paling

mudah dan terdahulu keluar. Air bebas umumnya tidak mempengaruhi sifat dan bentuk kayu kecuali berat kayu

b. Air terikat, yaitu air yang berada dalam dinding-dinding sel kayu, sangat sulit dilepaskan. Zat cair pada dinding-dinding inilah yang berpengaruh kepada sifat-sifat kayu (penyusutan)

3. Penyusutan kayu

Penambahan air atau zat cair pada suatu zat dinding sel akan menyebabkan jaringan mikrofibril mengembang, keadaan ini berlangsung sampai titik jenuh serat tercapai. Dalam proses ini dikatakan bahwa kayu mengembang atau memuai. Penambahan air seterusnya pada kayu tidak akan mempengaruhi volume dinding sel, sebab air yang ditambahkan di atas titik jenuh serat akan ditampung dalam rongga sel. Pengurangan air selanjutnya dibawah titik jenuh serat akan menyebabkan dinding sel kayu itu menyusut atau mengerut. Dalam hal ini dikatakan menyusut atau mengerut. Perubahan dimensi dinyatakan dalam persen dari dimensi maksimum kayu itu. Dimensi maksimum adalah dimensi sebelum ada penyusutan. Maka pengembangan dan penyusutan umumnya dinyatakan dalam persen dari volume atau ukuran kayu dalam keadaan basah atau diatas titik jenuh serat.

2.5.4. Kekuatan Kayu

Sifat mekanik kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan muatan (beban) luar. Yang dimaksud dengan muatan luar adalah gaya-gaya di luar kayu yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk atau besarnya benda. Gaya ini disebut tegangan, yang dinyatakan dalam pound/ft². Di beberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem internasional (SI) yaitu N/mm².


(48)

Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal dengan deformasi. Jika beban yang bekerja pada material tersebut kecil maka deformasi yang terjadi pada material juga kecil begitupun sebaliknya. Jika beban kemudian dihilangkan, maka material akan kembali ke bentuk semula setelah gaya yang diberikan kepadanya dihilangkan disebut dengan elastisitas material. Dapat atau tidak suatu material kembali ke bentuk semula tergantung pada besarnya elastisitas material tersebut.

Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik. Titik ini adalah limit proporsional. Setelah melewati batas ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada Gambar 2.6 berikut. Jika beban yang diberikan melebihi daya kohesi antar jaringan-jaringan kayu maka akan terjadi keruntuhan.

Gambar 2.8 Hubungan antara beban tekan dan deformasi untuk tarikan dan tekanan

Kayu memiliki beberapa jenis kekuatan dan kekuatan kayu dalam satu hal bisa lemah dalam hal lain. Sifat kekuatan yang berbeda misalnya, juga berpengaruh dalam mempertahankan daya tahan terhadap gaya yang bekerja yang cenderung meretakkan kayu, terhadap gaya tarik yang cenderung memperpanjang ataupun gaya geser yang cenderung mengakibatkan suatu bagian bergeser ke bagian lain. Dalam praktiknya, kayu sering disubyekkan terhadap kombinasi gaya-gaya dan tegangan yang bekerja sekaligus. Namun sering satu bagian beban yang dominan bekerja dari bagian lainnya. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali ke bentuk semula tergantung elastisitas. Dan kemampuan untuk menahan terjadinya lenturan disebut dengan kekakuan.


(49)

Modulus Elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekuatan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas suatu kayu maka kayu tersebut akan semakin kaku. Untuk setiap jenis tegangan nilai modulus elastisitas akan berbeda.

Istilah getas digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi sebelum patah. Dapat diperhatikan bahwa sifat getas ini bukan menyatakan kelemahan. Sebagai contoh, besi tuang dan kapas adalah bahan yang getas, walaupun besarnya beban yang dibutuhkan untuk mengakibatkannya hancur sangat berbeda.

Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung dilapangan. Kedua, dengan eksperimen di laboratorium. Dengan melakukan pengujian langsung dilapangan biaya yang dibutuhkan sangat besar. Oleh karena itu pengujian dengan eksperimen di laboratorium merupakan alternatif pemilihan. Pada eksperimen di laboratorium ada dua jenis pengujian yang dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi sifat-sifat kekuatan kayu yang berbeda untuk setiap jenis kayu. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain. Hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor harus digunakan tegangan yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah-pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pengerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lama. Selain itu, pemilihan bahan dalam ukuran besar dengan kualitas seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil.

Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian. Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian


(50)

dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dengan angka-angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang dapat membuat variasi sifat kekuatan.

Pengujian dengan sampel kecil dari banyak jenis kayu yang berbeda-beda kini telah dilakukan dan banyak batasan data yang diperoleh, angka-angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandartkan. Angka-angka ini sering dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan.

Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalan N/mm², atau:

Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu:

Ada beberapa jenis tegangan yang dapat dialami oleh suatu material, yaitu tegangan tekan (Compression Strength), tegangan tarik (Tensile Strength), tegangan lentur (Bending Strength). Pada tegangan tekan, material mengalami tekanan pada luasan tertentu yang menyebabkan timbulnya tegangan pada material dalam menahan tekanan tersebut sampai batas keruntuhan diambil sebagai nilai tegangan tekan. Demikian pula dengan tarikan. Tegangan tarik timbul akibat adanya gaya dalam pada material yang berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum material menahan tarikan adalah sebagai tegangan tarik.

Kekuatan kayu berhubungan dengan kepadatan dan berat jenis kayu itu sendiri. Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya demikian pula sebaliknya.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak selalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama.

Dalam hal ini dibedakan beberapa macam kekuatan sebagai berikut: a. Kekuatan tarik


(51)

Kekuatan tarik jenis kayu adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha menarik kayu. Kekuatan kayu terbesar adalah sejajar arah serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat dan kekuatan ini mempunyai hubungan dengan ketahanan kayu terhadap pembelahan. Tegangan tarik yang diizinkan dimana tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu.

Gambar 2.9 Batang kayu menerima gaya tarik sejajar serat

b. Kekuatan tekan (kompresi)

Kekuatan kayu memikul gaya tekan dibedakan menjadi 2 macam: 1) Kekuatan kayu tekan tegak lurus arah serat. Kekuatan kayu ini

menentukan ketahanan kayu terhadap beban. Gaya tekan yang bekerja tegak lurus serat akan menimbulkan retak pada kayu.

2) Kekuatan kayu tekan sejajar arah serat. Gaya tekan yang bekerja sejajar serat akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut. Tekanan tekan yang terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi (kg/cm²).


(52)

Gambar 2.11Batang kayu menerima gaya tekan tegak lurus serat

c. Kekuatan geser

Yang dimaksud dengan kekuatan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian kayu tersebut bergeser atau bergelincir dari bagian lain didekatnya. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serta kayu disebut tegangan geser yang

diizinkan, dengan notasi τ // (kg/cm²). Dalam hubungan ini dibedakan 3 macam kekuatan geser yaitu:

1) Kekuatan geser sejajar arah serat 2) Kekuatan geser tegak lurus arah serat 3) Kekuatan geser miring

Gambar 2.12Batang kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat τ // (kg/cm²) d. Keteguhan belah

Sifat ini digunakan untuk menyatakan kekuatan kayu menahan gaya-gaya yang berusaha membelah kayu. Tegangan belah adalah suatu


(53)

tegangan yang terjadi karena adanya gaya berperan sebagai baji. Keteguhan belah rendah pada kayu sangat baik dalam membuat sirap dan kayu bakar, contohnya kayu ulin sedangkan keteguhan belah tinggi biasanya digunakan untuk membuat ukiran ataupun popor senjata. Perlu diketahui bahwa kebanyakan kayu lebih mudah terbelah sepanjang jari-jari (arah radial) daripada dalam arah sejajar lingkaran tahun (tangensial).

e. Kekakuan

Kekakuan kayu yang baik yang dipergunakan sebagai blandar ataupun tiang adalah suatu ukuran kekuatan untuk mampu menahan perubahan bentuk atau lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dengan istilah modulus elastis yang berasal dari pengujian-pengujian keteguhan lengkung statik.

Untuk benda yang bertumpu pada dua perletakan sendi rol yang dibebani beban terpusat pada tengah bentang, penurunan yang terjadi pada jarak x dari tumpuan untuk kondisi elastis adalah menurut persamaan.

Gambar 2.13 Lendutan pada beban P terpusat

14

Penurunan maksimum terjadi pada tengah bentang (x= ½ L) yang besarnya:

14


(54)

f. Kekuatan lentur

Ialah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban-beban mati maupun hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut. Dalam hal ini dibedakan keteguhan lengkung statik dan keteguhan lengkung pukul. Keteguhan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan keteguhan pukul adalah kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak seperti pukulan. Balok kayu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima beban berlebihan akan melengkung/melentur. Pada bagian sisi atas balok akan terjadi tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan tarik yang besar. Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya.

Gambar 2.14Bahaya kayu yang menerima beban lengkung

15

Tegangan lentur yang terjadi, yaitu hasil pembagian momen maksimum yang terjadi terhadap statis momen tampang material, dalam hal ini tampang persegi empat yaitu 1/6 bh².

1515


(55)

2.6. TATA CARA PERENCANAAN KONSTRUKSI KAYU INDONESIA BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5

2.6.1. Persyaratan

Dalam perencanaan struktur kayu harus dipenuhi syarat antara lain: a. Analisis struktur harus dilakukan dengan cara mekanika teknik yang

baku

b. Analisis dengan komputer, harus menunjukkan prinsip cara kerja dari program dan harus ditunjukkan dengan jelas data masukan serta penjelasan data keluaran

c. Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis

d. Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang menstimulasi keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur-unsurnya.

e. Bila cara perhitungan menyimpang dari tata cara ini, maka harus mengikuti persyaratan sebagai berikut:

a) Struktur yang dihasilkan dapat dibuktikan dengan perhitungan dan atau percobaan yang cukup aman

b) Tanggung jawab atas penyimpangan, dipikul oleh perencana dan pelaksana yang bersangkutan

c) Perhitungan dan atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang ditunjukkan oleh Pengawas Lapangan yang terdiri dari ahli-ahli yang diberi wewenang menentukan segala keterangan dan cara-cara tersebut. Bila perlu, panitia dapat meminta diadakan percobaan ulang, lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan tata cara ini.

2.6.2. Kuat Acuan

Untuk mendapatkan kuat acuan dari kayu yang akan dipakai, dapat dipergunakan 2 cara, yaitu kuat acuan berdasarkan atas pemilahan secara mekanis dan kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual.


(56)

2.6.2.1. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilahan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastisitas lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti Tabel 2.2 Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel 2.2 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.

Tabel 2.2 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15%

Kode Mutu

Modulus Elastisitas Lentur Ew

Kuat Lentur

Fb

Kuat Tarik Sejajar Serat Ft

Kuat Tekan Sejajar Serat

Fc

Kuat Geser Fv

Kuat Tekan Tegak Lurus

Serat Fc

E26 25000 66 60 46 6,6 24

E25 24000 62 58 45 6,5 23

E24 23000 59 56 45 6,4 22

E23 22000 56 53 43 6,2 21

E22 21000 54 50 41 6,1 20

E21 20000 50 47 40 5,9 19

E20 19000 47 44 39 5,8 18

E19 18000 44 42 37 5,6 17

E18 17000 42 39 35 5,4 16

E17 16000 38 36 34 5,4 15

E16 15000 35 33 33 5,2 14

E15 14000 32 31 31 5,1 13

E14 13000 30 28 30 4,9 12

E13 12000 27 25 28 4,8 11

E12 11000 23 22 27 4,6 11


(57)

E10 9000 18 17 24 4,3 9

2.6.2.2. Kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual

Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Kerapatan pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk

b) Kadar air, m % (m< 30), diukur dengan prosedur baku c) Hitung berat jenis pada m% (m) dengan rumus:

d) Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus:

e) Hitung berat jenis pada kadar air 15% (G15) dengan rumus:

f) Hitung estimasi kuat acuan dengan rumus-rumus pada Tabel 2.3 Dengan G =G15

Tabel 2.3 Estimasi kuat acuan berdasarkan atas berat jenis pada kadar air 15% untuk kayu berserat lurus tanpa cacat kayu

Kuat Acuan Rumus Estimasi

Modulus Elastisitas Lentur, Ew (Mpa)

16.000 G0,17

Catatan: G adalah berat jenis kayu pada kadar air 15%

Nilai kuat acuan lainnya dapat diperoleh dari tabel 2.2 Berdasarkan pada nilai modulus elstisitas lentur acuan dari Tabel 2.3 . Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Tabel 2.3 harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI


(58)

03-3527-1994 UDC 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan,” yaitu dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Tabel 2.3 tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel 2.4 yang bergantung pada Kelas Mutu Kayu. Kelas mutu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel 2.5

Tabel 2.4 Nilai rasio tahanan

Tabel 2.5 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu

Macam cacat Kelas mutu A Kelas mutu B Kelas mutu C

Mata kayu :

Terletak di muka lebar Terletak di muka sempit Retak Pingul Arah serat Saluran damar Gubal Lubang serangga

Cacat lain (lapuk, hati rapuh, retak melintang)

1/6 lebar kayu 1/8 lebar kayu 1/5 tebal kayu 1/10 tebal atau lebar kayu

1 : 13

1/5 tebal kayu eksudasi tidak diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda-tanda serangga hidup

Tidak diperkenankan

¼ lebar kayu 1/6 lebar kayu 1/6 tebal kayu 1/6 tebal atau lebar kayu 1 : 9

2/5 tebal kayu

Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda-tanda serangga hidup Tidak

diperkenankan

½ lebar kayu ¼ lebar kayu ½ tebal kayu ¼ tebal atau lebar kayu

1 : 6

½ tebal kayu

Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda-tanda serangga hidup

Tidak

diperkenankan

2.6.3. Komponen Struktur Lentur, Momen dan Geser

Kelas mutu Nilai rasio tahanan

A B C 0,80 0,63 0,50


(59)

Untuk komponen-komponen struktur dan elemen-elemen dari komponen struktur yang dibebani lentur murni atau geser lentur dan perhitungan tahanan komponen struktur berlaku ketentuan-ketentuan dibawah ini:

2.6.3.1. Perencanaan komponen struktur lentur

Komponen struktur lentur direncanakan sebagai berikut: − Untuk momen lentur

adalah momen terfaktor, M’ adalah momen tahanan lentur terkoreksi, adalah faktor tahanan lentur = 0,85, adalah faktor waktu.

− Untuk geser lentur

adalah gaya geser terfaktor, V’ adalah tahanan geser terkoreksi, adalah faktor tahanan geser = 0,75, adalah faktor waktu.

− Untuk puntir

adalah momen puntir terfaktor, adalah tahanan puntir lentur terkoreksi

− Tahanan lentur terkoreksi harus dikalikan dengan faktor bentuk (Cf) = 1,15 untuk struktur berpenampang bundar selain daripada untuk tiang dan pancang. Dan Cf = 1,40 untuk penampang persegi panjang yang terlentu terhadap sumbu diagonal.

Tabel 2.6 Faktor tahanan, φ

Tabel 2.7 Faktor waktu, λ

Jenis Simbol Nilai

Tekan 0,90

Lentur 0,85

Stabilitas 0,85

Tarik 0,80

Geser/ Puntir 0,75


(60)

Kombinasi pembebanan Faktor wakktu (λ) 1,4D

1,2D + 1,6L + 0,5 ( atau H) 1,2D + 1,6( atau H) + ( atau 0,8H)

1,2D + 1,3W + 0,5L + 0,5( atau H)

1,2D ± 1,0E + 0,5L 0,9D ± (1,3W atau 1,0E)

0,6

0,7 jika L dari gudang

0,8 jika L dari ruangan umum 1,25 jika L dari kejut

0,8 1,0 1,0 1,0

Catatan: Untuk sambungan, λ= 1,0 jika L dari kejut

2.6.4. Sambungan Mekanis

Sambungan pada komponen struktur kayu atau dari satu komponen struktur kayu ke komponen struktur kayu lainnya terdiri atas:

− Elemen penyambung misalnya: pelat buhul, pelat penyambung, pelat pengikat, siku dan pelat pendukung

− Alat penyambung misalnya: cincin belah, pelat geser

− Alat pengencang misalnya: paku, jepretan, pasak, sekrup, baut, sekrup kunci dan sistem alat pengencang lainnya

2.6.4.1. Perencanaan sambungan

Sambungan harus direncanakan sedemikian sehingga:

Dimana Zu adalah tahanan perlu sambungan, = 0,65 adalah faktor tahanan sambungan (sesuai Tabel 2.6), dan Z’ adalah tahanan koreksi sambungan, adalah faktor waktu, untuk tahanan tarik alat pengencang = 1,0. Keberlakuan faktor-faktor koreksi untuk setiap jenis sambungan harus sesuai dengan yang diisyaratkan pada Tabel 2.8

Tabel 2.8 Keberlakuan faktor koreksi (FK) untuk sambungan Kondisi Terkoreksi Kondisi Acuan FK Diafragma FK Aksi Kelompok FK Geometri FK Kedalaman FK Serat FK Pelat FK Paku


(61)

Penetrasi Ujung Sisi Miring Z’ =

Zw’ =

Z Zw

Cdi Paku,

Pasak

Cd Ceg

Ceg

Ctn Ctn Z’ =

Zw’ =

Z Zw

Sekrup Cd Ceg

Z’ = Z Cg Baut

C∆ Z’ =

Zw’ =

Z Zw

Cg Sekrup

Kunci, Pen C∆

Cd Ceg

Ceg Z’// =

Z’⊥ =

Z// Z⊥ Cg Cg Pelat Geser Cincin Belah C∆ C∆ Cd Cd Cst

2.6.4.2. Penempatan alat pengencang

Jarak tepi adalah jarak antara tepi suatu komponen struktur terhadap alat pengencang terdekat diukur dalam arah tegak lurus serat kayu. Bila suatu komponen struktur dibebani tegak lurus arah serat, tepi yang memikul beban didefinisikan sebagai tepi beban. Tepi yang tidak memikul beban didefinisikan sebagai tepi tanpa beban.

Jarak ukur adalah jarak yang diukur sejajar serat dari garis potong siku komponen struktur ke pusat alat pengencang yang terdekat.

Spasi adalah jarak antar pusat alat pengencang yang diukur sepanjang garis yang menghubungkan pusat-ke-pusat alat pengencang.

Spasi dalam baris alat pengencang adalah jarak antar alat pengencang di dalam satu baris, dan jarak antar baris alat pengencang adalah jarak antar baris-baris alat pengencang.

2.6.4.3. Sambungan paku

Ketentuan berikut ini berlaku untuk perencanaan sambungan yang menggunakan paku dan pasak polos atau pasak berulir serta sekrup. Ketentuan ini harus digunakan untuk perencanaan alat pengencang dan sambungan secara individual, yaitu:


(62)

Paku harus dipasang dengan cara dipukul. Paku miring harus dipasang dengan cara dipukul. Paku miring harus dipasang dengan membentuk sudut ± 30° terhadap komponen struktur dan dimulai pada lokasi sepertiga panjang paku diukur dari tepi komponen struktur dari tepi komponen struktur yang disambung.

0,90D untuk G > 0,60 dan 0,875D untuk G ≤ 0,60

Dimana G adalah berat jenis dan D adalah diameter batang paku.

b. Ukuran paku

Dimensi paku meliputi diameter, panjang dan angka kelangsingan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.9 Berbagai dimensi paku

Nama Paku Diameter paku

(mm)

Panjang paku (mm)

λ*

2” BWG12 2,8 51 18

2,5” BWG11 3,1 63 20

3” BWG10 3,4 76 22

3,5” BWG9 3,8 89 23

4” BWG8 4,2 102 24

4,5” BWG6 5,2 114 25

c. Geometrik sambungan paku

Spasi minimum untuk paku pada suatu sambungan tunggal diatur sebagai berikut:


(63)

Gambar 2.15 Penempatan paku sambungan horizontal dan vertikal

Spasi dalam satu baris. Pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah

serat kayu, spasi minimum antar alat pengencang dalam suatu baris diambil minimal 10 D bila digunakan pelat sisi dari kayu dan minimal 7D untuk pelat sisi dari baja.

Spasi antar baris. Pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat

kayu, spasi minimum antar baris adalah 5D

Jarak ujung. Jarak minimum dari ujung komponen struktur ke pusat alat

pengencang terdekat diambil sebesar: • Untuk beban tarik lateral

15D untuk pelat sisi dari kayu 10D untuk pelat sisi dari baja • Untuk beban tekan lateral

10D untuk pelat sisi dari kayu 5D untuk pelat sisi dari baja

Jarak tepi. Jarak minimum dari tepi kolom struktur ke pusat alat pengencang

terdekat diambil sebesar:

• 5D pada tepi yang tidak dibebani • 10D pada tepi yang dibebani


(64)

BAB III

PENGUJIAN DAN APLIKASI

3.1. PERSIAPAN DAN PERENCANAAN PENGUJIAN

Kayu akan diteliti sifat-sifat fisisnya sehingga diperoleh karakteristik yang diperlukan untuk pengujian yang diperlukan untuk pengujian nantinya.

Kayu batangan tersebut dibiarkan kering udara sehingga diperoleh kadar air untuk selanjutnya diambil untuk pengujian sesuai masing-masing jenis pengujian karakteristik.

3.1.1. Pelaksanaan Pengujian

Pengujian dan pemeriksaan yang akan dilakukan pada kayu tersebut mengacu kepada metode pengujian di Inggris BS 373 (1957) “Metode Pengujian


(65)

Contoh Kecil Kayu”. (Sumber: Desch, Ernest Harold; Timber: its structure,

properties and utilization). Pengujian tersebut meliputi:

• Pemeriksaan kadar air • Pemeriksaan berat jenis • Pengujian kuat tekan

• Pengujian kuat lentur pada penurunan izin • Pengujian elastisitas

3.1.1.1. Pengujian kadar air

Pengujian kadar air dilakukan untuk mendapat kadar air yang dikandung dari benda uji yang dilaksanakan sedemikian rupa sehingga sifat dari benda uji mendekati sifat rata-rata dari kayu yang akan diperiksa. Benda uji diambil secara acak dari masing-masing segmen kayu bawah, tengah dan atas dengan ketentuan benda uji diambil 60 cm dari pangkal kayu (sesuai ketentuan yang telah disyaratkan dalam PKKI).

Dalam hal ini benda uji yang digunakan adalah kayu yang sudah diketam ukuran (3 x 4,5 x 6,5) cm sebanyak 5 (lima) sampel.

Gambar 3.1 Sampel penelitian kadar air

Kemudian masing-masing kayu ditimbang dengan menggunakan timbangan merek ELE kapasitas 25 kg dengan ketelitian 0,01 gr dan dicatat sebagai berat awal. Kemudian kayu dimasukkan ke dalam oven selama 1 x 24 jam. Setelah itu kayu dikeluarkan dari dalam oven lalu ditimbang kembali dengan menggunakan timbangan yang sama dan dicatat sebagai berat akhir. Agar berat yang didapat konstan, jangan menimbang kayu dalam keadaan panas. Tetapi biarkan kayu berada dalam keadaan kering dahulu. Metode pengeringan yang digunakan adalah metode pengeringan udara, yaitu dibiarkan di dalam ruangan dengan suhu kamar dan sampel terlindung dari pengaruh cuaca seperti panas dan


(66)

hujan. Pada saat benda uji menunjukkan berat yang tetap dan tidak turun lagi maka berat benda uji dapat dianggap sebagai berat akhir dan kayu dapat dianggap telah kering udara. Apabila berat benda uji terus turun (berkurang), maka kayu belum dianggap kering udara atau kayu masih dianggap basah.

Untuk mencari kadar air kayu digunakan rumus:

w

= x100%

G G G

k k x

Dimana :

w = Kadar air kayu (%)

x

G

= Berat benda uji mula-mula (gr)

k

G

= Berat benda uji setelah di oven (gr)

3.1.1.2. Pengujian berat jenis

Pengujian berat jenis dilakukan untuk mendapatkan berat jenis yang dikandung dari benda uji. Dalam hal ini benda uji yang digunakan adalah kayu yang sudah diketam diambil dari masing-masing bagian yaitu dari atas, tengah dan bawah dengan ukuran (2,5x5x7,5) cm yang telah kering udara (kadar air 15 %) sebanyak 5 sampel.

Gambar 3.2 Sampel penelitian berat jenis

Kemudian masing-masing kayu ditimbang dengan menggunakan timbangan merek ELE kapasitas 25 kg dengan ketelitian 0,01 gr dan dicatat beratnya. Untuk perhitungan sebagai berat jenis kayu diambil angka rata-rata dari semua sampel dan perbedaan antara berat jenis yang tertinggi dan terendah tidak


(67)

boleh lebih dari 100% berat yang terendah. Sehingga dapat dikatakan berat jenis kayu adalah perbandingan berat kayu pada keadaan kering udara dengan volume kayu pada kondisi tersebut (dalam satuan gr/cm³) atau dalam bentuk rumus:

x x V W

BJ =

Dimana:

Bj = Berat jenis kayu (gr/cm³)

x

W

= Berat benda uji dalam keadaan kering udara (gr)

x

V

= Volume sampel (cm³)

3.1.1.3. Pengujian kuat tekan sejajar serat

Penelitian kuat tekan sejajar serat dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan yang mampu diterima oleh benda uji tersebut sampai batas keruntuhan. Dalam hal ini benda uji yang digunakan adalah kayu yang sudah diketam dengan ukuran (2x2x6)cm sebanyak 5 sampel. Pengujian dilakukan pada sampel kering udara (kadar air 15%).

Kemudian kayu tersebut dimasukkan kedalam mesin tekan merk ELE dengan kapasitas 200 ton dengan sisi (2x2)cm menghadap ke atas dan ke bawah. Kemudian dilakukan penekanan secara perlahan dengan kecepatan penekanan dilakukan sekitar 0,01 mm/dtk. Penekanan dilakukan sampai pembacaan dial berhenti atau turun dan menunjukkan angka yang tetap, yaitu saat terjadi keruntuhan pada benda uji.


(68)

Besarnya nilai pembacaan akhir kemudian dicatat sebagai beban tekan yang merupakan nilai P. Kekuatan tekan kayu arah sejajar serat dapat dihitung dengan rumus:

A P

tk// = σ

Dimana: //

tk

σ

= Tekanan sejajar serat (kg/cm³)

P = Beban maksimum (kg)

A = Luas bagian yang tertekan (cm²)

SD =

karakteristik =

izin =

3.1.1.4. Pengujian kuat geser langsung paku-kayu

Pengujian kuat geser langsung paku-kayu dilakukan dengan menggunakan mesin tekan dan dilakukan untuk mendapatkan nilai kekuatan geser dan besaran nilai pergeseran yang dialami oleh dua elemen kayu yang digabungkan dengan alat sambung paku sampai pada kondisi runtuh.

Sampel kayu 2 cm x 2 cm x 6 cm dengan arah sejajar serat arah memanjang sampel.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)