Beberapa Regulasi terkait Upaya Pemenuhan Beban Kerja Guru

Desi Dahlan, M.Pd. 7

D. Beberapa Regulasi terkait Upaya Pemenuhan Beban Kerja Guru

Untuk memenuhi beban kerja bagi Guru dalam Permendiknas nomor 36 tahun 2007 dan Permediknas nomor 39 tahun 2009, disamping jam tatap muka dikelas, Menteri menetapkan ekuivalensi beban kerja, seperti : a. Beban kerja kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi adalah paling sedikit 6 enam jam tatap muka dalam 1 satu minggu atau membimbing 40 empat puluh peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor. b. Beban kerja wakil kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi adalah paling sedikit 12 dua belas jam tatap muka dalam 1 satu minggu atau membimbing 80 delapan puluh peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor. c. Beban kerja ketua program keahlian satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi adalah paling sedikit 12 dua belas jam tatap muka dalam 1 satu minggu. d. Beban kerja kepala perpustakaan satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi adalah paling sedikit 12 dua belas jam tatap muka dalam 1 satu minggu. e. Beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi adalah paling sedikit 12 dua belas jam tatap muka dalam 1 satu minggu. f. Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 seratus lima puluh peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. g. Beban kerja pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu yang memperoleh tunjangan profesi adalah paling sedikit 6 enam jam tatap muka dalam 1 satu minggu. Bagi guru yang tidak dapat memenuhi beban kerja sebagai mana yang dibicarakan sebelumnya, diberi tugas mengajar pada satuan pendidikan formal yang bukan satuan administrasi pangkalnya sebagai guru kelas atau guru mata pelajaran yang sesuai dengan sertifikat pendidik dengan kewajiban melaksanakan tatap muka paling sedikit 6 jam tatap muka pada satuan administrasi pangkalnya. Guna memenuhi beban kerja guru dan pengawas sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, pemerintah kembali meluncurkan regulasi baru yaitu Permendiknas No.39 Tahun 2009 tentang Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan. Permendiknas ini ini terdiri dari 8 pasal yang didalamnya memuat berbagai ketentuan tentang beban kerja guru, guru BKkonselor, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru pembimbing khusus Desi Dahlan, M.Pd. 8 dan pengawas sekolah. Dalam Permendiknas ini dikemukakan pula tentang ketentuan bagi guru yang tidak dapat memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka dengan cara: a. mengajar mata pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya danatau mengajar mata pelajaran lain yang tidak ada guru mata pelajarannya pada satuan administrasi pangkal atau satuan pendidikan lain; b. menjadi tutor program Paket A, Paket B, Paket C, Paket C Kejuruan atau program pendidikan keaksaraan; c. menjadi guru bina atau guru pamong pada sekolah terbuka d. menjadi guru intiinstrukturtutor pada kegiatan Kelompok Kerja GuruMusyawarah Guru Mata Pelajaran KKGMGMP; e. membina kegiatan ektrakurikuler dalam bentuk kegiatan Praja Muda Karana Pramuka, OlimpiadeLomba Kompetensi Siswa, Olahraga, Kesenian, Karya Ilmiah Remaja KIR, Kerohanian, Pasukan Pengibar Bendera Paskibra, Pecinta Alam PA, Palang Merah Remaja PMR, JurnalistikFotografi, Usaha Kesehatan Sekolah UKS, dan sebagainya; f. membina pengembangan diri peserta didik dalam bentuk kegiatan pelayanan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, sikap dan perilaku siswa dalam belajar serta kehidupan pribadi, sosial, dan pengembangan karir diri; g. melakukan pembelajaran bertim team teaching danatau; h. melakukan pembelajaran perbaikan remedial teaching. Tepat dua tahun setelah digulirkannya Permendiknas nomor 39 tahun 2009, maka dikeluarkan aturan bahwa ketentuan yang telah dinyatakan pada Permendiknas sebelumnya diperpanjang hingga tanggal 31 Desember 2011, dan dalam jangka waktu tersebut, dinas pendidikan provinsikabupatenkota dan Kantor Wilayah Departemen Agama dan Kantor Departemen Agama KabupatenKota harus selesai melakukan perencanaan kebutuhan dan redistribusi guru baik di tingkat satuan pendidikan maupun di tingkat kabupatenkota. Namun, dengan tidak diberlakukannya Permendiknas nomor 39 tahun 2009 ini memunculkan kembali permasalahan pada waktu yang lalu. Pendistribusian guru yang belum sepenuhnya berjalan, mengakibatkan banyak guru yang tidak dapat memenuhi beban kerja minimal 24 jam. Untuk menjamin pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten, antarkota, dan antarprovinsi serta dalam upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional telah ditetapkan Peraturan Bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama Nomor Desi Dahlan, M.Pd. 9 05XPB2011, SPB03M.PAN-RB102011, 48 Tahun 2011, 158PMK.012011, 11 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. SKB lima menteri diharapkan mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia dengan menarik kembali urusan penataan guru dari kabupatenkota ke propinsi dan pusat. Pada suatu sisi, SKB ini dirasa sangat positif karena memungkinkan peningkatan mobilitas guru, khususnya ketika ingin memenuhi syarat minimal 24 jam tatap muka dalam seminggu untuk mendapatkan tunjangan profesi. Setelah diketahui daerah yang memiliki kelebihan guru, akan dilakukan penataan dan pemerataan sesuai kebutuhan. Namun, sekali lagi solusi yang digulirkan oleh pemerintah ini menuai banyak kritikan karena mengalami banyak kendala. Salah satu batu sandungan dari pelaksanaan SKB lima menteri adalah otonomi daerah yang dinyatakan dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004. Euforia reformasi tahun 1998 telah mendorong otonomisasi daerah yang terkesan dilakukan secara tergesa-gesa, dan dalam hal tertentu dapat dikatakan sebagai terlalu dipaksakan, atau bahkan kebablasan. Akibatnya, setelah lebih dari satu dasa warsa pelaksanaan otonomi daerah, maka banyak pihak yang menyerukan perlunya peninjauan kembali, khususnya dalam hal otonomi pendidikan. SKB akan berbenturan dengan ego pejabat birokrat di KabupatenKota yang masih merasa memiliki hak untuk memindahkan atau memutasi guru berdasarkan kepentingannya. Skala kebutuhan akan guru mata pelajaran tertentu, terkadang diabaikan karena Diknas setempat tidak mempunyai akurasi data terkait kebutuhan guru disebuah sekolah. Diperlukan pengangkatan pejabat yang memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan dan menanggalkan kepentingan pribadi dan golongan. Untuk itu pejabat misalnya kepala dinas pendidikan yang diangkat selayaknya adalah mereka yang betul-betul memahami tentang pendidikan. Hal ini baru saja diantisipasi dengan pemetaan guru pada masing-masing satuan pendidikan, kabupatenkota, hingga tingkat propinsi. Hanya saja langkah penataan dan pemerataan guru bukanlah sesuatu yang mudah seperti membalik telapak tangan, karena bagaimanapun memindahkan guru ke satuan pendidikan atau KabupatenKota lain membutuhkan banyak pertimbangan. Selain itu terdapat daerah dengan jumlah guru yang terlalu kegemukan dan sebaliknya ada juga daerah yang terlalu kekurangan guru, sehingga penataan dan pemerataan guru melibatkan lebih banyak guru. Desi Dahlan, M.Pd. 10

E. Permasalahan yang Terkait Regulasi SKB Lima Menteri Sehubungan dengan Pemenuhan Beban Kerja Guru