40 bulan. Pada umumnya memiliki 1 anak atau 2 anak di dalam
keluarganya, ada 3 ibu menyusui P1, P2, P6 yang memiliki 2 anak dalam keluarganya dan ada 3 ibu menyusui P3, P4, P5 yang
memiliki 1 anak dalam keluarganya. Rentang umur ibu menyusui diantara 20
– 35 tahun. Jumlah partisipan yang berpendidikan SMA ada 5 orang, dan SMP ada 1 orang. Keberadaan orang yang tinggal
serumah dengan partisipan juga beragam. Dari karakteristik partisipan penelitian diatas akan mempengaruhi secara signifikan
terhadap dukungan sosial dan pengambilan keputusan dalam pemberian ASI.
4.3 Hasil analisis data penelitian
Pada penelitian ini didapatkan 4 tema dari sub tema yang telah tersusun. Tema tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi 2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi
3. Masalah penting yang mendukung dalam pemberian susu formula 4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui
bayi. Tema diatas dan sub tema dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kategorisasi
Partisipan Sub tema
Tema
Sumber dukungan sosial partisipan selama masa menyusui berasal dari
keluarga yaitu suami, orangtua ayah dan ibu kandung, ibu mertua, ayah
Sumber dukungan sosial
selama masa menyusui
Dukungan sosial selama masa
menyusui bayi
41
mertua, dan saudara. P1-42, P2-38, P3-49, P4-45, P6-40
Setiap partisipan menerima dukungan sosial yang berbeda-beda. Bentuk
dukungan sosial dalam keluarga mempengaruhi
partisipan untuk
memberikan ASI. Dukungan instrumental merupakan
dukungan tindakan secara langsung yang dilakukan keluarga berupa
membantu
partisipan dalam
menggendong bayi, membawa sayur atau buah untuk memproduksi ASI,
menenangkan bayi
jika bayi
menangis, dan memberikan uang untuk pembelian susu formula.
P1-44, P6-41, P2-37, P2-40, P1-45, P5-37, P5-35
Dukungan sosial dalam bentuk
instrumental
Dukungan informatif dalam bentuk saran dari anggota keluarga untuk
harus segera memberi ASI jika bayi menangis dan saran untuk menjaga
kesehatan selama masa menyusui. P1-43, P4-46
Dukungan sosial dalam bentuk
informatif Setiap
partisipan memiliki
pengalaman yang
berbeda-beda sebagai seorang ibu.
P1-3, P2-3, P3-3, P4-3, P5-5, P6-3 Pengalaman
menjadi seorang ibu
Persepsi dan pengalaman ibu
dalam menyusui bayi
Partisipan dapat
mengungkapkan berbagai pengalaman manarik dalam
menyusui bayi. P1-4, P2-4, P3-4, P3-12, P3-18, P3-
20, P3-27, P4-4, P4-19, P4-20, P5-6 Pengalaman
menyusui bayi Partisipan memiliki persepsi terhadap
kondisi kesehatan pada diri ibu dan bayi yang dapat menghambat atau
mengganggu ibu dalam memberikan ASI. Jika ibu sakit akan menular
Persepsi ibu terhadap
kesehatan dan bayinya
42
kepada bayi yang disusuinya. P1-11, P1-13, P2-10, P3-16, P4-16,
P5-11, P6-7 Dukungan sosial didapat partisipan
selama masa menyusui berasal dari orang disekitar orangtua, ibu
mertua, saudara, tetangga dalam bentuk informasi tentang larangan
makan atau minum selama menyusui. P1-20, P2-19, P3-31, P4-30, P5-20,
P6-21
Sumber pemahaman ibu
tentang larangan makan
atau minum selama
menyusui Sumber
dukungan sosial
dalam bentuk infomatif tentang larangan
makan atau minum selama masa menyusui didapat dari orang sekitar.
Sehingga partisipan
memiliki pemahaman sendiri tentang larangan
makan atau minum selama menyusui seperti tidak boleh mengkonsumsi
makanan pedas,
ubi-ubian, dan
daging. Selain itu tidak boleh minum es dan soda.
P1-19, P2-18, P3-30, P4-29, P5-19, P6-20
Persepsi ibu tentang
larangan makan atau minum
selama menyusui
Larangan makan dan minum menjadi peringatan bagi ibu menyusui. Sikap
partisipan mengikuti larangan makan atau
minum untuk
menjaga kesehatan bayi.
P1-21, P2-20, P3-32, P4-30, P5-21, P6-22
Sikap ibu terhadap
larangan makan atau minum
selama menyusui
Frekuensi dan waktu ibu menyusui bayi dalam sehari berbeda-beda pada
partisipan menunjukan cara pandang berbeda dalam pemberian ASI yang
dipengaruhi oleh sumber dukungan sosial selama masa menyusui.
P1-22, P1-39, P1-40, P2-21, P3-33, P3-47, P3-48, P4-32, P5-22, P6-23
Frekuensi dan waktu ibu
terhadap kualitas bayi
dalam menyusui
43
Partisipan memiliki pemahaman bayi mendapat cukup ASI melalui respon
bayi sehingga membentuk persepsi terhadap
kualitas bayi
dalam menyusui.
P1-23, P1-28, P2-27, P3-43, P4-33, P5-23, P5-26, P6-28
Persepsi ibu terhadap
kualitas bayi dalam menyusui
Partisipan belajar untuk mengerti arti tangisan
bayi, sehingga
setiap partisipan memiliki cara tersendiri
untuk memberikan ketenangan pada bayi.
Seperti dengan
sentuhan, kondisi kenyang dengan ASI, atau
menidurkan bayi. P1-24, P2-22, P3-34, P4-32, P4-37,
P6-24 Pengalaman ibu
dalam memberikan
ketenangan pada bayi
Selama masa
menyusui ibu
dihadapkan dengan masalah dalam menyusui
bayi. Partisipan
mengungkapkan bahwa mengalami sakit pada puting karena puting susu
lecet. P1-7, P2-7, P3-10, P3-21, P4-13, P5-
8, P6-6, P6-11 Masalah dalam
menyusui bayi
Masalah penting yang
mendukung pemberian susu
formula pada bayi
Dukungan sosial untuk pemberian ASI selalu partisipan terima selama
masa menyusui.
Akan tetapi
keputusan pemberian susu formula merupakan solusi yang baik bagi
pemahaman partisipan
untuk mengatasi
masalah dalam
menyusuinya. P1-9, P1-10, P1-14, P1-35, P2-13,
P2-14, P2-32, P3-13, P3-15, P4-7, P4-21, P4-27, P4-28, P4-34, P5-9,
P5-10, P6-14, P6-15 Keputusan
pemberian susu formula pada
bayi
Tenaga kesehatan yang bekerja di desa
sangat dipercayai
oleh partisipan
karena mempunyai
keahlian khusus. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif
Saran bidan kepada bayi
dalam memberikan
susu formula
44
melalui saran
bidan untuk
memberikan susu formula pada bayi dapat membantu partisipan melewati
masalah menyusui. P1-15, P3-40, P5-12
pada bayi
Dari bulan
pertama kelahiran
partisipan sudah memberikan susu formula pada bayi untuk mengatasi
masalah menyusui. P1-18, P2-23, P6-13
Bulan pertama kelahiran bayi
mendapat ASI dan susu
formula Sumber
dukungan sosial
mempengaruhi persepsi ibu tentang awal
pemberian makanan
pendamping pada bayi. P1-17, P2-16, P3-25, P4-22
Pemberian makanan pendampingan ASI sebelum waktunya merupakan
masalah pemberian ASI. Umumnya partisipan memberi makan bayi saat
umur 4 bulan dengan telur ayam kampung.
P2-15, P2-16, P3-15, P3-24, P4-25, P5-16, P6-16, P6-17, P6-18
Pada partisipan multipara memiliki keinginan
memberikan makanan
pendamping sama
seperti anak
sebelumnya, P4-26, P5-15, P3-25
Persepsi ibu tentang awal
pemberian makan
pendamping pada bayi
Masalah yang mendukung pemberian susu formula karena partisipan tidak
dibekali dengan pengetahuan tentang ASI
eksklusif. Partisipan
mengungkapkan tenaga kesehatan tidak memberi penjelasan tentang ASI
eksklusif. P1-29, P1-30, P1-33, P1- 34, P2-28, P2-29, P4-6, P4-38, P5-7,
P4-28, P6-29 Ibu tidak
mendapat penjelasan
tentang ASI eksklusif dari
tenaga kesehatan
45
Salah satu peran tenaga kesehatan sebagai
educator. Partisipan
mengungkapkan tenaga kesehatan menjelaskan tentang cara menyusui
dan cara merawat bayi. Hal ini mendukung
untuk partisipan
memutuskan untuk menyusui. P1-5, P2-6, P3-6
Penjelasan tentang
menyusui oleh tenaga
kesehatan
Faktor yang mempengaruhi
ibu dalam memutuskan
untuk menyusui bayi
Pendidikan kesehatan
tentang menyusui penting untuk mendukung
partisipan memutuskan
untuk memberikan ASI. Tenaga kesehatan
memberikan pendidikan kesehatan tentang pola menyusui bayi.
P1-6, P3-7, P3-42 Peran tenaga
kesehatan dalam
memberikan pendidikan
kesehatan Fenomena
yang terjadi
pada partisipan adalah pemberian ASI
merupakan kewajiban seorang ibu. P1-25, P2-30, P3-39, P5-4, P6-12
Fenomena
pemberian ASI
oleh partisipan dilakukan karena dilihat
dari manfaat ASI seperti ASI baik untuk bayi, lebih hemat, dan lebih
baik dari susu formula. P3-44, P5-33, P6-35
Fenomena pemberian ASI
pada bayi
Partisipan dapat
memprioritaskan pemberian ASI pada bayi. Partisipan
sebagai ibu rumah tangga lebih mengutamakan
pemberian ASI
daripada menyelesaikan pekerjaan sehari-hari di rumah.
P1-26, P2-25, P3-35, P3-45, P3-46, P4-35, P5-25, P6-27
Pemahaman ibu dalam
memprioritaskan pemberian ASI
pada bayi Partisipan
memiliki pemahaman
tentang pemberian ASI tetapi belum mampu memaknai ASI lebih baik dari
susu formula. P1-31, P4-40
Pemahaman ibu tentang ASI
eksklusif
46
Partisipan mengungkapkan
pemberian ASI bersamaan dengan susu formula.
P2-12, P3-29, P5-18 Upaya yang dilakukan partisipan
untuk belajar menyusui melalui diri sendiri.
P1-37, P2-33, P5-32 Partisipan mempunyai motivasi dalam
diri sendiri untuk memberikan ASI. P1-38, P5-29, P5-31
Upaya yang dilakukan ibu
untuk belajar menyusui bayi
dan motivasi ibu dalam
memberikan ASI Dalam masa menyusui partisipan
mendapat dukungan
sosial dari
keluarga. P1-42, P2-36, P2-38, P3-49, P4-45,
P6-40 Partisipan
dalam memutuskan
memberikan ASI kepada bayi bukan karena mendapat dukungan sosial
saja tetapi lebih dari itu motivasi internaldari dirinya sendiri sangat
berpengaruh
dalam memutuskan
untuk memberikan ASI. P1-47, P3-51, P4-47, P5-38, P5-34
Adanya dukungan
sosial termanifestasi
dalam bentuk
dukungan sosial yang didapat oleh partisipan melalui informasi untuk
memproduksi banyak ASI. P2-36, P2-39, P3-50, P5-36
Faktor pendukung
pengambilan keputusan
dalam pemberian ASI
47 Hasil yang diperoleh dari pengelompokkan sub tema hingga
menjadi tema akan dibahas secara keseluruhan sebagai berikut : 1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi
Sub temanya adalah a. Sumber dukungan sosial selama masa menyusui
b. Dukungan sosial dalam bentuk instrumental c. Dukungan sosial dalam bentuk informatif
Tanggung jawab menjadi seorang ibu mengharuskan partisipan dan anggota keluarga harus menyesuaikan diri satu sama lain. Ibu
mengandalkan keluarga sebagai sumber dukungan sosial selama masa menyusui. Berikut ungkapan partisipan :
P1-42 : ” Dari semua. Dari suami ayah mertua, ibu mertua, dan ibu
kandung. ”
P2-38 : ” Mertua saya sudah meninggal dan ibu kandung saya juga sudah
meninggal. Kebanyakan dukungan saya dapat dari kakak ipar saudara perempuan suami saya. Usinya suami saya.
” P3-49 :
” Yang paling besar dukungan dari suami.” P4-45 :
” Orangtua khusus mama kandung ibu kandung.” P6-40 :
” Kalau saya tinggal serumah dengan suami. Mertua, ayah kandung, ibu kandung, semuanya sudah meninggal jadi dukungan
untuk menyusui semua dari suami. ”
Data diatas menunjukan bahwa sumber dukungan sosial partisipan selama masa menyusui berasal dari orangtua ayah dan ibu
kandung, ibu mertua, ayah mertua, saudara dan yang terbesar dari suami.
48 Dukungan sosial dalam bentuk instrumental yang diterima ibu
selama masa menyusui ditunjukkan dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:
P1-44 : ” Kalau bayi sudah menangis, kakeknya gendong sampai diam,
kalau tidak ada neneknya, kakeknya gendong sampai saya selesai masak baru saya ambil buat diberi ASI. Kalau ada
neneknya, saya ambil dia sebutan untuk bayi ibu EN lalu mereka yang ganti saya untuk masak.
” P6-41 :
” Suami mengatakan harus menyusui. Kalau dengar anak menangis suami saya cepat-cepat ke kamar terus angkat anak dari tempat
tidur, digendong sambil dibujuk. ”
P2-37 : ” Iya saya lakukan. Alasannya supaya tambah banyak air susu.
Saya lakukan sampai sekarang. Tetapi tergantung dari sayurnya. Kalau suami saya dapat sayur katuk, ya saya masak, kalau sayur
matel juga ipar saya kasih atau ke hutan ya saya bikin. Cuman makan sa itu kacang-kacangan, kaya kacang hijau, kacang tanah
yang digoreng, untuk menambah air susu.
” P2-40 :
” Iya benar pisang 40 hari. Iya sama papaya juga. Tetapi makannya tidak setiap hari kalo suami bawakan atau ipar bawakan kalo ada
ya makan. Yang penting ada. ”
P5-37 : ” Kalau saya lagi masak dan belum sempat makan. Bayi saya
bangun dan menangis, biasanya mertua yang angkat dari tempat tidur dan menenangkan bayi saya. Saya tidak langsung beri ASI,
biasanya mertua buat susu botol dan beri pada bayi saya. ”
P5-35 : ” Suami dan mertua tidak banyak bicara. Mereka hanya melihat
saja. Suami saya biasanya beri uang untuk beli susu bantu.
Kadang juga kalau sudah habis langsung suami yang pergi beli susu bantu. Kalau ibu kandung saya hanya mengingatkan bahwa
harus menyusui. Itu saja. ”
P4-46 : ”. . . . .Dia kalau lihat susu sudah habis, langsung dia pergi membeli
susu. Dia cinta anak perempuan. Kalau anak laki-laki itu adoooh tidak jadi. Anak laki-laki otaknya seperti dia ayahnya. Dia kalau
lihat anak- anak susu habis, “mari kasi uang lalu saya beli mereke
berdua susu” dia bilang begitu. Dia sayang dia anak-anaknya. “
Data penelitian diatas menunjukan bahwa dalam aktivitas keseharian ibu mendapat dukungan instrumental yaitu tindakan
49 secara langsung seperti menggendong bayi, membawa sayur atau
buah untuk memproduksi ASI, menenangkan bayi jika bayi menangis, dan memberikan uang untuk pembelian susu formula.
Ibu juga mendapat dukungan sosial dalam bentuk informatif ditunjukkan dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:
P1-43 : ” Kalau misalnya bayi sudah lapar tidak boleh lama, harus langsung
beri ASI, tidak boleh membujuk untuk tenang. Harus langsung beri ASI.
” P4-46 :
” Dia begitu-begitu saja. Dia bilang begini “kamu menyusui anak- anak yang baik. Jangan pegang dingin terlalu. Jangan pegang air
dingin malam-malam. Soalnya saya suka mandi malam. Suka cuci piring malam-malam. Makanya dia sering mengingatkan. Karena
saya masih kasi susu ana, jangan sampai anak sakit. . . .”
Data penelitian diatas menunjukan bahwa dukungan informatif dalam bentuk saran dari anggota keluarga untuk harus segera
memberi ASI jika bayi menangis dan saran untuk menjaga kesehatan selama masa menyusui.
Hasil triangulasi yang dilakukan dengan suami partisipan adalah sebagai berikut:
S1 :
” Dukungan juga dari semua orang di rumah. Misalnya kalau masak dibantu oleh ibu saya, jadi istri saya cuman jaga anak,
menyusui anak,
memandikan anak.
Saya juga
sering mengingatkan istri untuk pergi posyandu.
” S5
: ” Jika susu anak-anak sudah habis saya langsung pergi belikan
susu. ”
S6 :
” Dukungan itu tetap. Saya bilang harus menyusui.”
Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa ibu mendapat dukungan dari keluarga yaitu ibu dibantu dalam tanggung jawab
untuk mengurus pekerjaan rumah, dukungan instrumental untuk
50 membeli susu formula dan dukungan informatif untuk tetap
memberikan ASI.
2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi Sub temanya adalah:
a. Pengalaman menjadi seorang ibu b. Pengalaman ibu menyusui bayi
c. Persepsi ibu terhadap kesehatan dan bayinya d. Sumber pemahaman ibu tentang larangan makan atau minum
selama menyusui e. Persepsi ibu tentang larangan makan atau minum
f. Sikap ibu terhadap larangan makan atau minum selama menyusui
g. Frekuensi dan waktu ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui
h. Persepsi ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui i. Pengalaman ibu dalam memberikan ketenangan pada bayi
Sub tema diatas merupakan hasil dari wawancara. Beberapa ibu mempunyai pengalaman bagaimana menjadi seorang ibu. Suka
duka berperan sebagai ibu dijalani dengan perasaan tegar. Hal ini diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut :
P2-3 : “Menjadi seorang ibu itu, baru saya rasakan saat harus
bangunnya tengah malam karena bayi menangis, harus bangun tengah malam untuk ganti popok, harus bangun tengah malam
51
untuk menyusui bayi, menyusui pada saat bayi merasa lapar. Disitulah saya merasa menjadi seorang ibu.”
P4-3 : “Ya seperti ibu-ibu biasa saja. Kalau seperti urus anak, dia mau
ini mau itu. Harus ikut. Kalau tidak ikut bagaimana.” P5-5
: “Menjadi seorang ibu bagi saya yang masih muda kadang sulit kadang mudah. Apalagi usia saya dan suami saya masih muda
tetapi sudah memiliki 2 orang anak. Kadang temui masalah. Masalah dengan suami bisa lampiaskan ke anak. Masalah yang
sedikit saja kadang bisa stres.”
Ungkapan partisipan diatas menunjukkan data penelitian bahwa pengalaman menjadi seorang ibu adalah perjuangan tanpa kenal
waktu dalam merawat bayi. Menjadi seorang ibu harus pandai mengurus anak bahkan di usia yang relatif muda pun jika sudah
menyandang peran ibu maka mampu menjalankan perannya dengan baik. Namun demikian, sering kali dalam menjalankan
tugasnya sebagai ibu menemui masalah yang terkadang jika ibu tidak mempunyai mekanisme koping yang baik maka anak akan
menjadi sasaran dan hal tersebut membuat ibu mempunyai perasaan gagal dalam berperan menjadi ibu.
Ibu juga mempunyai pengalaman menyusui bayi. Berikut adalah ungkapan partisipan :
P1-4 : “Pengalaman dalam menyusui juga belum ada. Menyusui untuk
pertama kali, saya merasakan sakit pada puting susu karena pada saat itu puting susu saya belum keluar.”
P2-4 : “Pengalaman menyusui bayi itu kadang biasa bayi saya main
pentil puting susu, kadang juga dia biasa menggigit.” P3-4
: “Anak pertama menyusui. Anak pertama menyusui sampai 2 tahun. Yang anak pertama ASI kurang. Mungkin yang dikatakan
orang anak yang pertama air susu belum terlalu banyak. Dari lahir sampai
3 bulan susu botol tetapi sambil ASI juga.”
52
P4-19 : “Anak pertama dapat air susu pertama, kedua juga. Kalau yang
pertama itu khan dari hamil 8 bulan sudah ada air susu. Air susu kuning sekali. Waktu lahir langsung dia hisap susu. Yang kedua ini
waktu lahir belum. Itu tidak sampai 1 hari. Ini anak kedua lahirkan jam 6. Jam 6 khan rencananya beli susu bantu tapi dia
tidak mau dia tidak hisap. Akhirnya susu sudah bengkak saya paksa harus kasi masuk susu, air susu harus hisap. Lalu main-
main susu di dia mulut haa akhirnya hisap. Kalau tidak hisap khan demam dengan susu, sakit. Itu jua saya demam 1 hari sebab dia
tidak susu.”
P5-6 : “Menyusui itu harus bangun tengah malam. Untuk anak pertama
saya bisa bangun tengah malam sampai 5 kali. Kalau anak yang kedua hanya 2 kali saja.”
Ungkapan partisipan diatas menunjukkan data adanya berbagai pengalaman menarik dari ibu dalam menyusui bayi. Ibu dengan
status primipara mengungkapkan belum mempunyai pengalaman yang
signifikan tentang
menyusui bayi.
Partisipan lain
mengungkapkan pengalamannya dalam menyusui bayi adalah terdapatnya sugesti bahwa kelahiran anak pertama ASI kurang
sehingga bayi diberi susu formula. Bayi mempunyai reflek hisap ketika disusui. Ibu mengalami mastitis karena bayi tidak mau
disusui yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Adanya pengorbanan waktu bagi ibu untuk menyusui bayinya.
Menjalani masa kehamilan, proses melahirkan, masa postpartum sampai dengan menyusui bayi, banyak hal yang dialami
oleh ibu terutama tentang kesehatannya. Ibu mempunyai pandangan atau persepsi terhadap kesehatan. Berikut adalah
ungkapan partisipan :
P1-13 :
” Tidak sakit juga. Cuman sakit biasa seperti batuk atau flu dan demam. Tetapi tidak ke dokter tapi cuma minum obat saja. Cuman
53
kalau batuk flu biasanya menular ke anak akhirnya anak lagi ikut batuk flu.”
Partisipan mengungkapkan bahwa ketika ia sakit maka akan menular ke bayi karena bayi menyusu ke ibu.
ASI merupakan makanan ideal bagi bayi karena mengandung nutrisi-nutrisi
yang diperlukan
untuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi. Sehingga menyusui merupakan langkah tepat
bagi ibu memberikan suplai nutrisi secara adekuat. Namun terkadang saat ibu akan menyusui terhalang oleh aturan atau
norma budaya setempat tentang makanan dan minuman yang harus dikonsumsi oleh ibu. Data penelitian ini menunjukkan adanya
beberapa sumber pemahaman yang didapatkan ibu tentang larangan makan dan minum selama menyusui. Berikut ungkapan
partisipan :
P1-20 :” Dari orangtua. Ibu kandung yang sering melarang.”
P2-19 :” Ipar sama orangtua disini.”
P5-20 :” Dari ibu mertua, ibu kandung, dan saudara yang bilang.”
P6-21 :” Ibu dokter ada. Tetangga-tetangga. Itu saja.”
Partisipan mengungkapkan bahwa sumber pemahaman tentang larangan makan dan minum selama menyusui didapat dari ibu
kandung, ibu mertua, ipar, saudara, tetangga, bahkan tenaga kesehatan yaitu dokter juga memberikan pemahaman tersebut.
Ibu juga mempunyai persepsi sendiri tentang larangan makan dan minum selama menyusui, yaitu diungkapkan oleh partisipan:
54
P1-19 :” Ada. Tidak boleh makan talas nanti perut bayi bengkak. Tidak
boleh makan makanan yang pedis sambal nanti anak buang- buang air tertawa kecil. Tidak boleh makan ubi jalar nanti
tenggorokan bayi gatal dan menyebabkan batuk berlendir. Apalagi e sambil mengingat tidak boleh minum air es. Itu
saja
…”
Dalam hal ini ibu beranggapan bahwa selama masih menyusui tidak boleh makan makanan talas yang mengakibatkan perut bayi
bengkak, tidak boleh makan pedas supaya bayi tidak diare, tidak boleh makan ubi jalar yang mengakibatkan tenggorokan bayi gatal
dan akhirnya batuk berlendir, serta tidak boleh minum es. Menyikapi pandangan dan sumber pemahaman tentang
larangan makan dan minum selama menyusui, ibu mempunyai sikap yang harus dia tentukan untuk terus dapat beradaptasi diri
dalam memberikan ASI kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut:
P1-21 :” Kadang-kadang ikut kadang-kadang tidak. Sambal saja yang
saya terus makan. Tapi yang lain saya tidak makan sama sekali.” P2-20
:” Ikut sambil mengangkuk. Untuk kekebalan tubuh. Karena untuk kesehatan takutnya kembung
perut, takut buang air cair.” P3-32
:” Ikut. Supaya anak jangan sakit, jangan anak perut bengkak.” P4-30
:” Ya karena kita semua dari orangtua. Orangtua bilang kita ikut.” P5-21
:” Iya. Ikut sambil mengangkuk. Supaya anak-anak jangan sakit.”
Data dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa partisipan bersikap mengikuti untuk menjauhi larangan makan dan minum
atas anjuran sumber-sumber yang didapat dengan alasan supaya anak tetap sehat, tidak sakit, dan tubuh anak menjadi kebal
terhadap penyakit.
55 Pemahaman ibu terhadap respon bayi yang mendapat ASI
cukup juga penting karena erat kaitannya terhadap frekuensi dan waktu ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui. Sehingga
implikasi bagi ibu adalah adanya pengalaman dalam memberikan ketenangan pada bayi. Berikut ungkapan partisipan:
P1-22 :” Kalau sekarang biasanya pagi 3 kali, siang 3 kali, malam 3 kali.
Jadi dalam sehari bisa sampai 9 kali. Itu belum pakai susu bantu. Itu hanya ASI. Lamanya kira-kira bisa sampai lebih dari 1 jam,
sampai bayi saya kenyang baru dia membalikan wajah. Karena hanya menyusui sebelah jadi harus lama. Kalau kedua payudara
bisa bergantian. Dia hanya mau susu di kanan, di kiri dia tidak mau sama sekali. Mungkin sebelah manis sebalah asin. Tetapi
kalau dia lagi malas tidak sampai 1 jam.”
P2-21 :” Biasa kalau 1 hari itu biasa. sambil mengingat Biasanya kalau
pagi 1 kali waktu bangun tidur. Nanti selesai saya makan siang lagi 1 kali saya menyusui lagi. Nanti kalau sore saya bantu dengan
susu botol. Kalau malam biasanya 2 kali saya bangun ka sih ASI.”
P3-47 :” Waktu bayi lapar saja baru diberi ASI.”
P4-32 :” Hitung dari subuh jam jam 5 ASI 1 kali, nanti jam jam 8 begitu 1
kali lagi, itu baru jam jam 9 dia susu botol 1 kali. Jam 12 siang susu saya ASI. Kalau hitung-hitung dia bisa susu botol 3 kali.
Jam jam 3 sore saya kasi dia susu botol 1 lagi. Lalu sisanya dia susu saya. Malam kasi susu tergantung dia bangun, dia tidur juga
beda-beda jam tidur. Dia ini biasa tidur di ayunan, jadi lama kalau goyang dia tidak bangun. Kalau sudah dipindah di tempat tidur itu
jam jam 12. Atau tidak jam 11 baru susu saya. Saya sering keluar buang air kecil jam jam 3, lihat dia sudah bangun. Itu karena dia
menangis. Soalnya bayi punya jam tidur ganti-ganti. Lama menyusui saya tidak bisa mengkira-kira. Soalnya sampai dia lepas
sendiri.”
P6-23 :” Tidak bisa hitung begitu. Soalnya kalau menangis langsung
diberi ASI. Kadang menyusui sampai bayi tertidur. Kadang lama kadang menyusui cepat.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa frekuensi dan waktu ibu menyusui bayi dalam sehari sangat bervariasi. Sehari menyusui
bayi ada yang 9 kali, 5 kali, 4 kali, ada yang tidak terhitung dalam
56 memberikan ASI bahkan ada juga bayi disusui kalau lapar saja. Hal
ini menunjukkan keberagaman dan cara pandang yang berbeda dalam pemberian ASI.
Sedangkan persepsi ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusu ditunjukkan dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:
P1-23 :” Waktu melahirkan, bayi saya sudah digendong-gendong jadi
sudah keenakan ditangan. Jadinya tidak mau lama-lama dipangkuan paha. Sudah tidak mau lagi. Jadi kalau gendong terus
menyusui lama, tetapi kalau tidak gendong malas untuk menyusui.”
P3-43 :” Kalau lagi menyusui, lalu bayi melepas hisapan dari puting susu.
Terus waktu diberi ASI dia anak kedua tidak mau lagi. Itu berarti sudah kenyang.
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa bayi akan tenang menyusu jika posisi menyusu tepat dan bayi merasa aman dan
nyaman dalam gendongan. Bayi akan melepas puting susu jika sudah kenyang dan tidak berusaha mencari puting lagi.
Kualitas bayi dalam menyusu memberikan pengalaman ibu dalam memberikan ketenangan pada bayi. Berikut ungkapan
partisipan:
P2-22 :” Kalau saya menyusui, bayi saya menangis biasanya saya kasih
buju-buju miii, ayun-ayun, kalau dia merasa masih menangis terus-terus berarti saya harus tambah lagi susu botol. Kalau saya
pencet begini tangan partisipan mempraktekan cara pencet puting air susu ndak keluar berarti habis. Berarti saya coba lagi
pake susu botol. Habis susu botol, saya ayun-ayun dia hingga tenang, terus saya kasih tidur. Baru saya pergi minum teh panas,
isi lagi makanan untuk selanjutnya persiapan untuk menyusui lagi.”
P4-37 :” Kalau susu dia kenyang. Dia diam. Dia bermain-bermain. Itu
khan kenyang karena ASI. Itu dari kita. Kita makan kenyang, anak juga kenyang. Kalau saya makan, saya kuat dengan teh gula. Teh
gula terus. Saya ajar dari mama. Kita belajar tidak dari orang lain,
57
semua mama kandung. Kalau tidak belajar dari orang yang lebih tua dari kita. Pasti khan ada pelajaran yang mereka kasi.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat keberagaman dari partisipan dalam memberikan ketenangan pada bayi. Bayi akan
merasa tenang jika mendapat sentuhan dan dalam kondisi kenyang dengan ASI.
Hasil triangulasi yang dilakukan dengan suami partisipan adalah sebagai berikut:
S1 : “ ASI membuat bayi sehat.. Supaya bayi sehat, supaya anak
sehat” S2
:” Menyusui itu bagus. Dan karena semua orangtua ingin supaya anaknya sehat
”
Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa dengan memberikan ASI pada bayi akan membuat bayi sehat.
3. Masalah penting yang mendukung dalam pemberian susu formula. Sub temanya adalah:
a. Masalah dalam menyusui bayi b. Keputusan pemberian susu formula pada bayi
c. Saran bidan kepada ibu dalam memberikan susu formula pada bayi
d. Bulan pertama kelahiran bayi hanya mendapat ASI dan susu formula
e. Persepsi ibu tentang awal pemberian makan pendamping pada bayi
58 f. Ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang ASI eksklusif dari
tenaga kesehatan ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi karena
mengandung semua zat gizi untuk membangun dan memperoleh energi. Namun, bila ada faktor-faktor lain yang menghambat dalam
pemberian ASI kepada bayi maka masalah nutrisi bayi akan menjadi sulit. Masalah penting yang mendukung pemberian susu
formula pada bayi adalah masalah dalam menyusui bayi. Berikut ungkapan partisipan:
P1-7 :” Karena baru pertama kali menyusui jadi rasanya seperti sakit-
sakit sampai 1 minggu baru sakitnya hilang.” P2-7
:” Cuma itu kadang biasa itu apa terkadang menggigit saat menyusui. Sehingga luka. Cara mengatasinya, biasanya saya
pakai baby oil untuk kasih kering luka. Saya biarkan selama 1 jam atau lebih terus saya kasih hangat dengan air panas atau handuk
panas, supaya
kotorannya keluar, baru saya menyusui lagi.” P3-10
:” Kalau anak pertama, puting susu sakit. Pecah-pecah lecet. Hanya cuci pakai air hangat tetapi tetap menyusui. Pertama kali
hari pertama menyusui tidak sakit tetapi lama kelamaan baru sakit.”
P6-6 :” Puting susu luka lecet. Seperti retak-retak. ASI saya juga
banyak. Saya terus menyusui bayi saya walaupun puting susu sakit.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa masalah ibu dalam menyusui bayi adalah puting susu yang lecet menyebabkan
rasa sakit pada puting. Namun demikian ibu mempunyai cara untuk mengatasinya yaitu dicuci dengan air hangat dan bayi tetap disusui.
Ada partisipan lain yang menyebutkan dalam mengatasi puting
59 yang lecet dengan diolesi baby oil kemudian dibiarkan selama 1
jam kemudian di cuci dengan air hangat dan bayi disusui lagi. Triangulasi yang dilakukan dengaan suami partisipan,
diangkapkan sebagai berikut:
S1:” Cuma kadang ibu EN Partisipan 1 sering mengatakan puting susu sakit.
”
Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa ibu mengalami sakit pada puting saat menyusui.
Masalah penting lainnya yang mendukung pemberian susu formula pada bayi adalah adanya keputusan dari ibu untuk memberi
susu formula. Berikut ungkapan partisipan:
P1-9 :” Tidak. Rasanya sakit pada saat menyusui sehingga saya
memberikan susu bantu.” P1-14
:” Tidak ada. Hanya susu bantu. Pada saat melahirkan hari itu puting susu belum keluar. Bayi menghisap payudara tetapi ASI
keluar sedikit, bayi tidak kenyang. Jadinya mereka suruh beri susu bantu.”
P3-13 :” Inisiatif sendiri. Supaya buat bantu-bantu. Kalau air susu khan
masih kurang jadi dia belum kenyang, makanya bantu dengan susu botol.”
P4-21 :” Dari diri sendiri. Takutnya bayi lapar.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa keputusan ibu dalam memberikan susu formula pada bayi karena ibu masih
merasakan sakit pada puting yang lecet. Partisipan lain mengatakan bahwa susu keluar sedikit dan puting susu belum
keluar sehingga bayi belum bisa menyusu dengan maksimal. Susu formula diberikan atas inisiatif ibu karena ibu menganggap ASI
60 masih sedikit sehingga bayi belum kenyang kalau hanya minum ASI
saja. Tenaga kesehatan dalam hal ini bidan juga memberikan
saran untuk bayi diberikan susu formula. Berikut ungkapan partisipan:
P1-15 :
” Bidan yang membantu melahirkan menyarankan untuk pemberian susu bantu.
” P3-40 :
” Tanya. Pertama air susu belum keluar jadi kasi susu botol. Bidan suruh kasi untuk sementara. Anak pertama minum tapi anak
kedua kasi lagi tapi tidak minum. ”
P5-12 :” Khan kalau anak yang pertama lahirnya jam 4 sore di rumah
sakit. Pada saat dilahirkan ASI belum keluar. Saya makan sayur- sayuran penambah ASI, saat saya merasakan payudara sudah
penuh pada malam sekitar jam 7 baru saya menyusui pertama kali responden menyusui anak pertama. ASI yang keluar pertama
kali kuning dan kental. Untuk anak kedua lahirnya di rumah jam 10 pagi dibantu oleh bidan W, siangnya setelah selesai makan baru
ASI yang kuning kental keluar baru saya menyusui. Bidan W menyarankan susu bantu karena ASI belum keluar sehingga pada
waktu lahir anak kedua sudah diberi susu bantu.
”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa partisipan mengikuti saran bidan karena masalah ASI belum keluar.
Bulan pertama kelahiran, bayi mendapat ASI dan sudah diberi susu formula. Berikut ungkapan partisipan :
P1-18 :” Tidak ada. Tidak pernah beri air putih. Cuman ASI dan susu
botol.” P6-13
:” Pagi-pagi baru kasi dia susu bantu. Karena belum makan. Kalau dia bangun kasi susu bantu, setelah itu susu saya ASI. Cuma
pagi hari saja. Tetapi kalau terlambat makan, siang-siang ada lagi beri susu bantu. Kasi susu bantu soalnya saya terlambat makan.
Tetapi tetap ASI.
”
61 Data penelitian diatas mengungkapkan bahwa bayi sudah
mendapat ASI dan susu formula saat bulan pertama kelahiran. Ibu terlambat makan sehingga pagi hari bayi diberi susu formula.
Masalah penting lain yang membuat pemberian ASI tidak adekuat adalah pemberian makanan pendamping ASI sebelum
waktunya. Berikut adalah ungkapan partisipan:
P1-16 :” Pada saat bayi berumur 4 bulan. Ajar makan dengan kuning
telur ayam kampung setelah itu dikasih makan SUN. Nanti pagi 1 kali dan sore 1 kali.”
P3-25 :” Telur ayam kampung yang kuningnya. Orang mengatakan
pertama cako dulu buat mengeluarkan lendir. Biasanya orang pakai daun papari. Tapi saya untuk anak pertama pakai tomat,
tomat direbus lalu airnya disaring lalu minum. Nanti anak muntah lendir-lendir. Terus besoknya baru diberi makan anak. Anak kedua
ingin seperti begitu lagi.”
P3-28 :” Menyusui. Makan ikut bulan. Umur 6 bulan makan 1 kali. Umur 9
bulan makan 3 kali. Umur 6 bulan itu 1 kali SUN, ASI, terus susu botol.”
P4-23 :” Kalau anak pertama itu ajar makan dengan kuning telur ayam
kampung. Saat dia 4 bulan.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat keberagaman pemahaman dan persepsi ibu dalam memberikan
makanan pendamping ASI MPASI, yang mempengaruhi ibu dalam memberikan makanan pendamping tersebut. Pemberian MPASI
dimulai dari bayi berumur 4 bulan. Menu MPASI yang diberikan adalah kuning telur ayam kampung, SUN, kemudian tetap diberikan
susu botol dan ASI. Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif juga
merupakan masalah bagi ibu dan bayi. Ibu tidak mendapatkan
62 penjelasan tentang ASI eksklusif dari tenaga kesehatan. Berikut
ungkapan partisipan:
P1-29 :” Tidak dapat penjelasan hanya bidan beri semacam buku
posyandu. Bidan mengatakan harus memiliki buku tersebut. Sebentar nona, saya masuk ambil bukunya masuk ke kamar
kemudian mengeluarkan KMS bayi. Kira-kira 4 menit ibu EN keluar dan menunjukan buku KMS untuk peneliti.”
P1-33 :” Tidak pernah. Saya hanya rutin membawa bayi saya ke
posyandu. Tetapi tidak ada penjelasan tentang ASI eksklusif.” P2-28
:” Tidak pernah ada penjelasan tentang ASI eksklusif. Saya tidak tahu tentang tentang ASI eksklusif.”
P4-38 :” Tidak pernah. Selama saya pergi puskesmas. Periksa darah,
timbang, ukur tinggi, mereka tidak pernah jelaskan. Itu selama saya periksa disini. Saya belum pernah belajar-balajar ASI
eksklusif. Dan saya juga tidak tahu tentang ASI eksklusif. Cuman tahu baca-baca sedikit-sedikit saja. Kurang paham dengan itu.
” P5-7
:” Bidan atau dokter tidak pernah menjelaskan tentang menyusui. Saya rutin ke posyandu, tetapi tidak pernah dijelaskan tentang
menyusui. Selama kehamilan, saya rajin periksa di dokter praktek. Di dokter praktek hanya memeriksakan kehamilan, kadang suntik,
kadang beri obat. Hanya itu saja.”
P6-29 :” Saya tidak pernah mendapat penjelasan tentang ASI eksklusif.
Cuman waktu itu pernah bidan mengatakan harus rajin beri ASI pada bayi. Jangan beri susu botol.”
Data penelitiaan diatas menunjukkan bahwa tenaga kesehatan kurang berperan dalam memberikan pendidikan
kesehatan tentang ASI eksklusif. Hal ini dibuktikan dengan ungkapan partisipan, yaitu ibu tidak tahu tentang ASI eksklusif,
bidan atau dokter tidak menjelaskan tentang menyusui, sehingga partisipan hanya membaca sedikit dari buku dan belum memahami
secara keseluruhan mengenai ASI.
63 4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui
bayi. Sub temanya adalah:
a. Penjelasan tentang menyusui oleh tenaga kesehatan b. Peran tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan
kesehatan c. Fenomena pemberian ASI pada bayi
d. Pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian ASI pada bayi
e. Pemahaman ibu tentang ASI eksklusif f. Upaya yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui bayi dan
motivasi ibu dalam memberikan ASI g. Faktor pendukung pengambilan keputusan dalam pemberian
ASI Kemampuan menyusui merupakan tindakan nyata dari
seorang ibu kepada bayinya. Tidak semua ibu mau dan mampu memberikan ASI kepada bayinya dengan berbagai alasan.
Berbagai faktor yang mempengaruhi ibu untuk memutuskan menyusui bayinya adalah karena adanya penjelasan tentang
menyusui oleh tenaga kesehatan. Berikut adalah ungkapan partisipan:
P1-5 :” Ya pernah.. Saya pertama kali mendapat penjelasan tentang
menyusui itu ... di Posyandu Allang. Bidan di posyandu Allang menjelaskan tentang cara menyusui yang baik dan cara merawat
bayi.”
64
P2-6 :” Waktu setelah melahirkan…kira-kira setengah jam saya
langsung disuruh menyusui. Disaat itu susu saya khan belum keluar cuman bidan bilang “biar saja… coba bayi untuk tetap
dihisap supaya mengeluarkan ASI”. Begitu saja.” P3-6
:” Iya bidan disini di Puskesmas Lilibooi. Waktu anak pertama. Pada saat pemeriksaan kehamilan, saat setelah melahirkan ada
bidan yang menjelaskan cara menyusui begini dan begitu.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa tenaga kesehatan memberikan penjelasan tentang cara menyusui yang baik dan cara
merawat bayi. Tenaga kesehatan berperan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada partisipan. Berikut ungkapan
partisipan:
P1-6 :” Bidan mengatakan cara menyusui yang baik itu, sebelum
menyusui harus minum air, setelah itu sebelum memberikan ASI ke mulut bayi harus pencet puting supaya kotoran pada ASI keluar
baru menyusui bayi. Cara merawat bayi, harus perhatikan pola menyusui bayi, misalnya dari jam 6 sampai jam 8 harus menyusui,
setiap 2 jam sekali harus
menyusui lagi.” P3-7
:”Sering bersihkan puting susu. Biar puting susu keluar jangan masuk kedalam.”
P3-42 :” Biasa bidan jaga datang cek-cek anak-anak, jadi bidan suruh
menyusui, bidan yang ajar cara menyusui.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa tenaga kesehatan memberikan pendidikan kesehatan dengan baik kepada partisipan.
Bidan mengajari bagaimana cara menyusui yang baik, cara merawat bayi dengan memperhatikan pola pemberian ASI setiap 2
jam sekali dan mengajari untuk sering membersihkan puting susu. Setelah melahirkan, seorang ibu tidak mempunyai pilihan lain
kecuali harus menyusui bayinya. Hal ini juga diyakini oleh budaya yang ada di masyarakat bahwa akan sempurna menjadi seorang
65 ibu jika sudah mengandung, melahirkan, dan menyusui. Fenomena
pemberian ASI kepada bayi mewarnai kehidupan partisipan. Berikut ungkapan partisipan:
P1-25 :” Biasanya yang lain kerja, saya masih bisa beri ASI tidak pikir
kerja di rumah. Kadang kalau saya lagi kerja, neneknya yang dukung dia sampai saya selesai kerja atau dia menangis baru
mereka beri ke saya.”
P2-23 :” Dari lahir saya kasih.”
P3-44 :” Bagus. Selain itu lebih hemat tidak perlu beli susu kaleng. Lebih
gampang.”
Data penelitian diatas menunjukkan fenomena yang terjadi pada partisipan adalah pemberian ASI merupakan kewajiban dari
seorang ibu. Partisipan mempunyai justifikasi bahwa pemberian ASI lebih mudah, lebih hemat, dan tidak perlu membeli susu formula.
Hasil wawancara juga menunjukkan adanya pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian ASI kepada bayi, ibu
mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif. Berikut ungkapan partisipan:
P1-26 :” Biasa kalau ada kerja apa-apa begitu, kasi tinggal kerja dulu.
Beri ASI dulu, nanti kerja dari belakang yang penting beri ASI jangan sampai dia lapar.”
P3-45 :” ASI menyusui bayi dari 0 bulan sampai 6 bulan.”
P4-35 :” Perasaannya kacau. Karena khan mau kerja cepat. Tapi anak
mau susu terus. Bertahan dengan anak sajalah. Bertahan dengan dia punya susu saja. Biar kerja terhambat. Kalau saya sendiri saya
tidak kasi susu boto l. Macam pekerjaan ada saya tinggalin saja.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa ibu sudah mempunyai pemahaman bagaimana memprioritaskan pemberian
ASI eksklusif kepada bayi. Setiap kali ibu harus bekerja maka ibu
66 akan memberikan ASI dulu dan ASI diberikan dari usia 0-6 bulan. Ibu
juga mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif. Berikut ungkapan partisipan:
P1-31 :” Yang saya tahu ASI eksklusif lebih baik dari susu bantu. ASI
eksklusif seperti …. semacam susu saja. Seperti susu ibu ASI dan susu
botol.” P4-40
:” Setelah melahirkan saya menyusui.”
Pemahaman partisipan tentang ASI eksklusif adalah bahwa ASI lebih baik dari susu bantu dan setelah melahirkan ibu langsung
menyusui. Pengertian dan pemahaman yang masih superfisial dari ibu tentang ASI eksklusif, namun ibu mampu memaknai bahwa ASI
lebih baik bagi dari pada susu formula. Setelah ibu mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif
dan mampu memprioritaskan pemberian ASI pada bayinya, ibu mempunyai motivasi dan melakukan upaya untuk belajar menyusui
bayi berikut ungkapan partisipan:
P1-38 :”Supaya gizi tambah, lebih sehat, supaya tumbuh besar. Saya
ingin menyusui terus sampai bayi saya umur 6 bulan atau 1 tahun.”
P2-34 :” Alasannya supaya bayi sehat, perkembangan baik, katanya
bagus menyusui itu ba gus. Saya ingin terus menyusui.”
P4-43 :” Kalau kita menyusui anak khan, supaya sehat, dia punya badan
khan bagus dengan itu juga. Saya ini juga sebenarnya tidak mau kasi dia susu bantu. Saya mau cuma ASI, cuma dia makan sudah
banyak, susu sudah terlalu banyak. Saya rasa susu ASI yang bagus buat anak-anak saya. Anak pertama sampai anak kedua.
Karena anak pertama itu khan itu belum lepas susu lai, karena sudah tahu ada dia punya adik, makanya lepas berhenti
menyusui. Kasi susu bantu buat dia anak pertama
.” P5-31
:” Tidak ada. Cuman ASI saja.” P1-37
:” Belajar sendiri sambil tersenyum.”
67
P5-32 :” Belajar sendiri saja. Tidak belajar dari siapa-siapa.”
Data penelitian diatas menunjukkan motivasi ibu dalam memberikan ASI adalah bayi sehat, mendapat kecukupan gizi, bayi
dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sedangkan upaya yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui berasal dari diri sendiri,
termotivasi sendiri. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi ibu dalam
memutuskan untuk menyusui bayi adalah adanya dukungan sosial yang termanifestasi dalam bentuk dukungan sosial sehingga ibu
mampu mengambil keputusan untuk memberikan ASI kepada bayinya. Berikut adalah ungkapan partisipan:
P1-42 :” Dari semua. Dari suami ayah mertua, ibu mertua, dan ibu
kandung.” P2-46
:” Suami saya dan ipar-ipar dari suami saya. Contohnya dia suruh makan sayur katuk, katanya menambah air susu, atau sayur katuk
dicampur terong, atau sayur matel yang bikin tambah kencang susu, atau juga makan kacang-
kacangan.” P3-49
:” Yang paling besar dukungan dari suami.” P2-39
:” Di suruh makan sayuran dan buah-buah. Buah-buah kalo orang makasar bilang pisang burung-burung yang kecil-kecil kalo di
ambon ndak tidak tau itu namanya tertawa kecil.”
P3-50 :” Kalau suami dorong untuk makan sayur-sayuran, ikan supaya
dapat menyusui. Maksudnya selalu diingatkan untuk makan sayur, begitu-
begitu saja. Suami juga jaga kasi uang untuk beli susu.” P5-36
:” Ya mertua hanya melihat saja. Tidak banyak bicara. Waktu ASI belum keluar, mertua menyarankan untuk makan sayur-sayuran
seperti daun matel, daun singkong, sayur jantung pisang, semuanya untuk penambah ASI. Kadang juga mertua yang
memasak sayuran tersebut untuk saya makan. sambil mengingat.”
68
P1-47 :” Itu dari diri saya sendiri ingin menyusui. Tetapi ditambah lagi
dengan seperti yang tadi itu nenek saya mengatakan air susu ibu itu bagus.”
P3-51 :” Pengambilan keputusan untuk menyusui dari diri sendiri.”
P4-48 :” Semua tergantung dari diri sendiri.”
P5-38 :” Pengambilan keputusan untuk menyusui dari diri saya sendiri.
Kalau susu bantu, untuk anak pertama susu bantu dari diri saya sendiri. Kalau yang kedua dari bidan W. Pada waktu anak kedua
lahir ASI belum keluar. Bidan W yang membantu saya dalam melahirkan di rumah menyarankan untuk beri susu bantu.
”
Data penelitiaan diatas menunjukkan bahwa sumber dukungan sosial dalam memberikan ASI berasal dari suami, ayah
mertua, ibu mertua, ibu kandung, dan ipar dari suami. Bentuk dukungan dalam memberikan ASI adalah ibu disuruh makan sayur,
ikan, buah supaya produksi ASI banyak. Faktor pendukung pengambilan keputusan dalam pemberian ASI adalah berasal dari
diri sendiri. Triangulasi yang dilakukan dengan suami dan orang tua
partisipan adalah sebagai berikut:
S2 : “Diskusi antara saya dan juga istri. Tapi kalau soal menyusui semuanya istri.
” OT3:” Selalu mengingatkan untuk makan sayur-sayuran, ikan, makanan
yang sehat-sehat supaya dapat menyusui dengan baik. ”
Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa pengambil keputusan dalam menyusui adalah dilakukan diskusi antara suami
dan isteri. Selain itu, orang tua juga mengingatkan kepada ibu supaya mempunyai nutrisi yang adekuat dengan makan sayur, ikan,
dan makanan sehat lainnya supaya ibu dapat menyusui dengan baik.
69
4.4 Pembahasan