Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendekatan Kualitatif: Dukungan Sosial dan Pengambilan Keputusan untuk Pemberian ASI di Desa Lilibooi, Kabupaten Maluku Tengah T1 462011034 BAB IV

(1)

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian

4.1.1 Gambaran Desa Lilibooi

Kabupaten Maluku Tengah terdiri atas 17 Kecamatan yang terdiri dari 161 Desa dan 6 Kelurahan. Secara topografis Desa Lilibooi merupakan desa di Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Secara administratif batas wilayah Desa Lilibooi sebelah timur berbatasan dengan Desa Hatu, sebelah barat berbatasan dengan Desa Allang, sebelah utara berbatasan dengan Gunung Wawani, dan sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Ambon.

Gambar 4.1 PETA DESA LILIBOOI

Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah

Sumber: Kantor Kepala Desa Lilibooi, Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah


(2)

38

4.1.2 Fasilitas Kesehatan di Desa Lilibooi

Desa Lilibooi memiliki satu Puskesmas Pembantu yang berada di samping kantor kepala Desa Lilibooi. Tenaga kesehatan di puskesmas pembantu Desa Lilibooi berjumlah 4 orang. Puskesmas Pembantu di Desa Lilibooi merupakan cabang dari Puskesmas Allang di Kecamatan Leihitu Barat yang berjarak ± 500 m dari Desa Lilibooi. Pelaksanaan Posyandu dilakukan oleh kader yang merupakan anggota masyarakat yang bersedia untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu secara sukarela. Jumlah kader dari masing-masing posyandu yaitu berjumlah 4 orang. Puskesmas pembantu Lilibooi menyelenggarakan posyandu 4 kali dalam sebulan pada 4 sektor, yaitu sektor I, sektor II, sektor III, dan sektor IV. Setiap sektor dalam sebulan mengikuti posyandu 1 kali di rumah warga yang bersedia rumahnya dipakai untuk penyelengaraan posyandu (Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah, 2014).

Adapun bentuk kegiatan dari masing-masing posyandu yakni cek kesehatan ibu dan anak (KIA), imunisasi, penimbangan berat badan balita, ukur tinggi badan balita dan memberikan program tambahan kepada lansia seperti cek gula darah, cek tekanan darah, dan konsultasi kesehatan.


(3)

39

1.2 Gambaran Umum Partisipan

Pengambilan data dilakukan oleh peneliti dimulai pada tanggal 22 Juni 2015 sampai dengan 31 Agustus 2015 di Desa Lilibooi, Kabupaten Maluku Tengah. Teknik pengambilan data menggunakan depth interview dan observasi pada 6 partisipan yang sedang menyusui bayi. Karakteristik partisipan secara umum dapat dilihat dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik partisipan dukungan sosial dan pengambilan keputusan untuk pemberian ASI di Desa Lilibooi,

Kabupaten Maluku Tengah tahun 2014-2015

Pemilihan riset partisipan sesuai dengan kriteria inklusi penelitian yaitu ibu menyusui yang memiliki bayi umur 0 sampai 6

Item P1 P2 P3 P4 P5 P6

Usia saat ini (tahun) 20 35 24 23 24 35

Usia saat menikah

(tahun) 19 34 20 20 22 34

Lama menikah 1 1 4 3 2 1

Status obstetri G1P1A0 G1P1A0 G2P2A0 G2P2A0 G2P2A0 G1P1A0

Jumlah anak yang

dilahirkan 1 1 2 2 2 1

Agama Kristen Kristen Kristen Kristen Kristen Kristen

Suku Ambon Ambon Ambon Ambon Ambon Ambon

Pendidikan terakhir SMA SMA SMA SMA SMA SMP

Pekerjaan IRT IRT IRT IRT IRT IRT

Pendapatan rumah tangga per bulan (Rp)

500.000 – 1.000.00

1.000.000 – 1.500.00

500.000 – 1.500.00

500.000 – 1.500.00

500.000 – 1.500.00

500.000 – 1.000.00

Orang yang tinggal serumah Suami Anak Ibu Mertua Suami Anak Suami Anak Ibu Mertua Suami Anak Ibu Mertua Suami Anak Ibu Mertua Ayah Mertua Suami Anak


(4)

40 bulan. Pada umumnya memiliki 1 anak atau 2 anak di dalam keluarganya, ada 3 ibu menyusui (P1, P2, P6) yang memiliki 2 anak dalam keluarganya dan ada 3 ibu menyusui (P3, P4, P5) yang memiliki 1 anak dalam keluarganya. Rentang umur ibu menyusui diantara 20 – 35 tahun. Jumlah partisipan yang berpendidikan SMA ada 5 orang, dan SMP ada 1 orang. Keberadaan orang yang tinggal serumah dengan partisipan juga beragam. Dari karakteristik partisipan penelitian diatas akan mempengaruhi secara signifikan terhadap dukungan sosial dan pengambilan keputusan dalam pemberian ASI.

4.3 Hasil analisis data penelitian

Pada penelitian ini didapatkan 4 tema dari sub tema yang telah tersusun. Tema tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi 2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi

3. Masalah penting yang mendukung dalam pemberian susu formula 4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui

bayi.

Tema diatas dan sub tema dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kategorisasi

Partisipan Sub tema Tema

Sumber dukungan sosial partisipan selama masa menyusui berasal dari keluarga yaitu suami, orangtua (ayah dan ibu kandung), ibu mertua, ayah

Sumber dukungan sosial

selama masa menyusui

Dukungan sosial selama masa menyusui bayi


(5)

41 mertua, dan saudara.

(P1-42, P2-38, P3-49, P4-45, P6-40) Setiap partisipan menerima dukungan sosial yang berbeda-beda. Bentuk dukungan sosial dalam keluarga mempengaruhi partisipan untuk memberikan ASI.

Dukungan instrumental merupakan dukungan tindakan secara langsung yang dilakukan keluarga berupa membantu partisipan dalam menggendong bayi, membawa sayur atau buah untuk memproduksi ASI, menenangkan bayi jika bayi menangis, dan memberikan uang untuk pembelian susu formula. (P1-44, P6-41, P2-37, P2-40, P1-45, P5-37, P5-35)

Dukungan sosial dalam bentuk

instrumental

Dukungan informatif dalam bentuk saran dari anggota keluarga untuk harus segera memberi ASI jika bayi menangis dan saran untuk menjaga kesehatan selama masa menyusui. (P1-43, P4-46)

Dukungan sosial dalam bentuk

informatif

Setiap partisipan memiliki pengalaman yang berbeda-beda sebagai seorang ibu.

(P1-3, P2-3, P3-3, P4-3, P5-5, P6-3)

Pengalaman menjadi seorang ibu Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi Partisipan dapat mengungkapkan

berbagai pengalaman manarik dalam menyusui bayi.

(P1-4, P2-4, 4, 12, 18, P3-20, P3-27, P4-4, P4-19, P4-P3-20, P5-6)

Pengalaman menyusui bayi

Partisipan memiliki persepsi terhadap kondisi kesehatan pada diri ibu dan bayi yang dapat menghambat atau mengganggu ibu dalam memberikan ASI. Jika ibu sakit akan menular

Persepsi ibu terhadap kesehatan dan


(6)

42 kepada bayi yang disusuinya.

(P1-11, P1-13, P2-10, P3-16, P4-16, P5-11, P6-7)

Dukungan sosial didapat partisipan selama masa menyusui berasal dari orang disekitar (orangtua, ibu mertua, saudara, tetangga) dalam bentuk informasi tentang larangan makan atau minum selama menyusui. (P1-20, P2-19, P3-31, P4-30, P5-20, P6-21) Sumber pemahaman ibu tentang larangan makan atau minum selama menyusui Sumber dukungan sosial dalam

bentuk infomatif tentang larangan makan atau minum selama masa menyusui didapat dari orang sekitar. Sehingga partisipan memiliki pemahaman sendiri tentang larangan makan atau minum selama menyusui seperti tidak boleh mengkonsumsi makanan pedas, ubi-ubian, dan daging. Selain itu tidak boleh minum es dan soda.

(P1-19, P2-18, P3-30, P4-29, P5-19, P6-20) Persepsi ibu tentang larangan makan atau minum selama menyusui

Larangan makan dan minum menjadi peringatan bagi ibu menyusui. Sikap partisipan mengikuti larangan makan atau minum untuk menjaga kesehatan bayi.

(P1-21, P2-20, P3-32, P4-30, P5-21, P6-22) Sikap ibu terhadap larangan makan atau minum selama menyusui Frekuensi dan waktu ibu menyusui

bayi dalam sehari berbeda-beda pada partisipan menunjukan cara pandang berbeda dalam pemberian ASI yang dipengaruhi oleh sumber dukungan sosial selama masa menyusui. (P1-22, P1-39, P1-40, P2-21, P3-33, P3-47, P3-48, P4-32, P5-22, P6-23)

Frekuensi dan waktu ibu

terhadap kualitas bayi dalam menyusui


(7)

43 Partisipan memiliki pemahaman bayi

mendapat cukup ASI melalui respon bayi sehingga membentuk persepsi terhadap kualitas bayi dalam menyusui.

(P1-23, P1-28, P2-27, P3-43, P4-33, P5-23, P5-26, P6-28)

Persepsi ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui

Partisipan belajar untuk mengerti arti tangisan bayi, sehingga setiap partisipan memiliki cara tersendiri untuk memberikan ketenangan pada bayi. Seperti dengan sentuhan, kondisi kenyang dengan ASI, atau menidurkan bayi.

(P1-24, P2-22, P3-34, P4-32, P4-37, P6-24) Pengalaman ibu dalam memberikan ketenangan pada bayi

Selama masa menyusui ibu dihadapkan dengan masalah dalam menyusui bayi. Partisipan mengungkapkan bahwa mengalami sakit pada puting karena puting susu lecet.

(P1-7, P2-7, P3-10, P3-21, P4-13, P5-8, P6-6, P6-11)

Masalah dalam menyusui bayi Masalah penting yang mendukung pemberian susu formula pada bayi Dukungan sosial untuk pemberian

ASI selalu partisipan terima selama masa menyusui. Akan tetapi keputusan pemberian susu formula merupakan solusi yang baik bagi pemahaman partisipan untuk mengatasi masalah dalam menyusuinya.

(P1-9, P1-10, P1-14, P1-35, P2-13, P2-14, P2-32, P3-13, P3-15, P4-7, P4-21, P4-27, P4-28, P4-34, P5-9, P5-10, P6-14, P6-15)

Keputusan pemberian susu

formula pada bayi

Tenaga kesehatan yang bekerja di desa sangat dipercayai oleh partisipan karena mempunyai keahlian khusus. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif

Saran bidan kepada bayi

dalam memberikan susu formula


(8)

44 melalui saran bidan untuk

memberikan susu formula pada bayi dapat membantu partisipan melewati masalah menyusui.

(P1-15, P3-40, P5-12)

pada bayi

Dari bulan pertama kelahiran partisipan sudah memberikan susu formula pada bayi untuk mengatasi masalah menyusui.

(P1-18, P2-23, P6-13)

Bulan pertama kelahiran bayi mendapat ASI

dan susu formula Sumber dukungan sosial

mempengaruhi persepsi ibu tentang awal pemberian makanan pendamping pada bayi.

(P1-17, P2-16, P3-25, P4-22)

Pemberian makanan pendampingan ASI sebelum waktunya merupakan masalah pemberian ASI. Umumnya partisipan memberi makan bayi saat umur 4 bulan dengan telur ayam kampung.

(P2-15, P2-16, P3-15, P3-24, P4-25, P5-16, P6-16, P6-17, P6-18)

Pada partisipan multipara memiliki keinginan memberikan makanan pendamping sama seperti anak sebelumnya,

(P4-26, P5-15, P3-25)

Persepsi ibu tentang awal pemberian makan pendamping pada bayi

Masalah yang mendukung pemberian susu formula karena partisipan tidak dibekali dengan pengetahuan tentang ASI eksklusif. Partisipan mengungkapkan tenaga kesehatan tidak memberi penjelasan tentang ASI eksklusif. (29, 30, 33, P1-34, P2-28, P2-29, P4-6, P4-38, P5-7, P4-28, P6-29) Ibu tidak mendapat penjelasan tentang ASI eksklusif dari tenaga kesehatan


(9)

45 Salah satu peran tenaga kesehatan

sebagai educator. Partisipan mengungkapkan tenaga kesehatan menjelaskan tentang cara menyusui dan cara merawat bayi. Hal ini mendukung untuk partisipan memutuskan untuk menyusui.

(P1-5, P2-6, P3-6)

Penjelasan tentang menyusui oleh tenaga kesehatan Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui bayi Pendidikan kesehatan tentang

menyusui penting untuk mendukung partisipan memutuskan untuk memberikan ASI. Tenaga kesehatan memberikan pendidikan kesehatan tentang pola menyusui bayi.

(P1-6, P3-7, P3-42)

Peran tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan Fenomena yang terjadi pada

partisipan adalah pemberian ASI merupakan kewajiban seorang ibu. (P1-25, P2-30, P3-39, P5-4, P6-12) Fenomena pemberian ASI oleh partisipan dilakukan karena dilihat dari manfaat ASI seperti ASI baik untuk bayi, lebih hemat, dan lebih baik dari susu formula.

(P3-44, P5-33, P6-35)

Fenomena pemberian ASI

pada bayi

Partisipan dapat memprioritaskan pemberian ASI pada bayi. Partisipan sebagai ibu rumah tangga lebih mengutamakan pemberian ASI daripada menyelesaikan pekerjaan sehari-hari di rumah.

(P1-26, P2-25, P3-35, P3-45, P3-46, P4-35, P5-25, P6-27)

Pemahaman ibu dalam memprioritaskan

pemberian ASI pada bayi

Partisipan memiliki pemahaman tentang pemberian ASI tetapi belum mampu memaknai ASI lebih baik dari susu formula.

(P1-31, P4-40)

Pemahaman ibu tentang ASI


(10)

46 Partisipan mengungkapkan

pemberian ASI bersamaan dengan susu formula.

(P2-12, P3-29, P5-18)

Upaya yang dilakukan partisipan untuk belajar menyusui melalui diri sendiri.

(P1-37, P2-33, P5-32)

Partisipan mempunyai motivasi dalam diri sendiri untuk memberikan ASI. (P1-38, P5-29, P5-31)

Upaya yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui bayi dan motivasi ibu

dalam memberikan ASI Dalam masa menyusui partisipan

mendapat dukungan sosial dari keluarga.

(P1-42, P2-36, P2-38, P3-49, P4-45, P6-40)

Partisipan dalam memutuskan memberikan ASI kepada bayi bukan karena mendapat dukungan sosial saja tetapi lebih dari itu motivasi internal(dari dirinya sendiri) sangat berpengaruh dalam memutuskan untuk memberikan ASI.

(P1-47, P3-51, P4-47, P5-38, P5-34) Adanya dukungan sosial termanifestasi dalam bentuk dukungan sosial yang didapat oleh partisipan melalui informasi untuk memproduksi banyak ASI.

(P2-36, P2-39, P3-50, P5-36)

Faktor pendukung pengambilan

keputusan dalam pemberian ASI


(11)

47 Hasil yang diperoleh dari pengelompokkan sub tema hingga menjadi tema akan dibahas secara keseluruhan sebagai berikut :

1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi Sub temanya adalah

a. Sumber dukungan sosial selama masa menyusui b. Dukungan sosial dalam bentuk instrumental c. Dukungan sosial dalam bentuk informatif

Tanggung jawab menjadi seorang ibu mengharuskan partisipan dan anggota keluarga harus menyesuaikan diri satu sama lain. Ibu mengandalkan keluarga sebagai sumber dukungan sosial selama masa menyusui. Berikut ungkapan partisipan :

P1-42 :” Dari semua. Dari suami ayah mertua, ibu mertua, dan ibu kandung.”

P2-38 :” Mertua saya sudah meninggal dan ibu kandung saya juga sudah meninggal. Kebanyakan dukungan saya dapat dari kakak ipar saudara perempuan suami saya. Usinya suami saya.”

P3-49 :” Yang paling besar dukungan dari suami.” P4-45 :” Orangtua khusus mama kandung (ibu kandung).”

P6-40 :” Kalau saya tinggal serumah dengan suami. Mertua, ayah kandung, ibu kandung, semuanya sudah meninggal jadi dukungan untuk menyusui semua dari suami.”

Data diatas menunjukan bahwa sumber dukungan sosial partisipan selama masa menyusui berasal dari orangtua (ayah dan ibu kandung), ibu mertua, ayah mertua, saudara dan yang terbesar dari suami.


(12)

48 Dukungan sosial dalam bentuk instrumental yang diterima ibu selama masa menyusui ditunjukkan dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:

P1-44 :” Kalau bayi sudah menangis, kakeknya gendong sampai diam, kalau tidak ada neneknya, kakeknya gendong sampai saya selesai masak baru saya ambil buat diberi ASI. Kalau ada neneknya, saya ambil dia (sebutan untuk bayi ibu EN) lalu mereka yang ganti saya untuk masak.”

P6-41 :” Suami mengatakan harus menyusui. Kalau dengar anak menangis suami saya cepat-cepat ke kamar terus angkat anak dari tempat tidur, digendong sambil dibujuk.”

P2-37 :” Iya saya lakukan. Alasannya supaya tambah banyak air susu. Saya lakukan sampai sekarang. Tetapi tergantung dari sayurnya. Kalau suami saya dapat sayur katuk, ya saya masak, kalau sayur matel juga ipar saya kasih atau ke hutan ya saya bikin. Cuman makan sa itu kacang-kacangan, kaya kacang hijau, kacang tanah yang digoreng, untuk menambah air susu.”

P2-40 :” Iya benar pisang 40 hari. Iya sama papaya juga. Tetapi makannya tidak setiap hari kalo suami bawakan atau ipar bawakan kalo ada ya makan. Yang penting ada.”

P5-37 :” Kalau saya lagi masak dan belum sempat makan. Bayi saya bangun dan menangis, biasanya mertua yang angkat dari tempat tidur dan menenangkan bayi saya. Saya tidak langsung beri ASI, biasanya mertua buat susu botol dan beri pada bayi saya.”

P5-35 :” Suami dan mertua tidak banyak bicara. Mereka hanya melihat saja. Suami saya biasanya beri uang untuk beli susu bantu. Kadang juga kalau sudah habis langsung suami yang pergi beli susu bantu. Kalau ibu kandung saya hanya mengingatkan bahwa harus menyusui. Itu saja.”

P4-46 :”. . . . .Dia kalau lihat susu sudah habis, langsung dia pergi membeli susu. Dia cinta anak perempuan. Kalau anak laki-laki itu adoooh tidak jadi. Anak laki-laki otaknya seperti dia ayahnya. Dia kalau lihat anak-anak susu habis, “mari kasi uang lalu saya beli mereke berdua susu” dia bilang begitu. Dia sayang dia anak-anaknya. “ Data penelitian diatas menunjukan bahwa dalam aktivitas keseharian ibu mendapat dukungan instrumental yaitu tindakan


(13)

49 secara langsung seperti menggendong bayi, membawa sayur atau buah untuk memproduksi ASI, menenangkan bayi jika bayi menangis, dan memberikan uang untuk pembelian susu formula.

Ibu juga mendapat dukungan sosial dalam bentuk informatif ditunjukkan dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:

P1-43 :” Kalau misalnya bayi sudah lapar tidak boleh lama, harus langsung beri ASI, tidak boleh membujuk untuk tenang. Harus langsung beri ASI.”

P4-46 :” Dia begitu-begitu saja. Dia bilang begini “kamu menyusui anak-anak yang baik. Jangan pegang dingin terlalu. Jangan pegang air dingin malam-malam. Soalnya saya suka mandi malam. Suka cuci piring malam-malam. Makanya dia sering mengingatkan. Karena saya masih kasi susu ana, jangan sampai anak sakit. . . .”

Data penelitian diatas menunjukan bahwa dukungan informatif dalam bentuk saran dari anggota keluarga untuk harus segera memberi ASI jika bayi menangis dan saran untuk menjaga kesehatan selama masa menyusui.

Hasil triangulasi yang dilakukan dengan suami partisipan adalah sebagai berikut:

S1 :” Dukungan juga dari semua orang di rumah. Misalnya kalau masak dibantu oleh ibu saya, jadi istri saya cuman jaga anak, menyusui anak, memandikan anak. Saya juga sering mengingatkan istri untuk pergi posyandu.”

S5 :” Jika susu anak-anak sudah habis saya langsung pergi belikan susu.”

S6 :” Dukungan itu tetap. Saya bilang harus menyusui.”

Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa ibu mendapat dukungan dari keluarga yaitu ibu dibantu dalam tanggung jawab untuk mengurus pekerjaan rumah, dukungan instrumental untuk


(14)

50 membeli susu formula dan dukungan informatif untuk tetap memberikan ASI.

2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi Sub temanya adalah:

a. Pengalaman menjadi seorang ibu b. Pengalaman ibu menyusui bayi

c. Persepsi ibu terhadap kesehatan dan bayinya

d. Sumber pemahaman ibu tentang larangan makan atau minum selama menyusui

e. Persepsi ibu tentang larangan makan atau minum

f. Sikap ibu terhadap larangan makan atau minum selama menyusui

g. Frekuensi dan waktu ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui

h. Persepsi ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui

i. Pengalaman ibu dalam memberikan ketenangan pada bayi Sub tema diatas merupakan hasil dari wawancara. Beberapa ibu mempunyai pengalaman bagaimana menjadi seorang ibu. Suka duka berperan sebagai ibu dijalani dengan perasaan tegar. Hal ini diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut :

P2-3 : “Menjadi seorang ibu itu, baru saya rasakan saat harus bangunnya tengah malam karena bayi menangis, harus bangun tengah malam untuk ganti popok, harus bangun tengah malam


(15)

51 untuk menyusui bayi, menyusui pada saat bayi merasa lapar. Disitulah saya merasa menjadi seorang ibu.”

P4-3 : “Ya seperti ibu-ibu biasa saja. Kalau seperti urus anak, dia mau ini mau itu. Harus ikut. Kalau tidak ikut bagaimana.”

P5-5 : “Menjadi seorang ibu bagi saya yang masih muda kadang sulit kadang mudah. Apalagi usia saya dan suami saya masih muda tetapi sudah memiliki 2 orang anak. Kadang temui masalah. Masalah dengan suami bisa lampiaskan ke anak. Masalah yang sedikit saja kadang bisa stres.”

Ungkapan partisipan diatas menunjukkan data penelitian bahwa pengalaman menjadi seorang ibu adalah perjuangan tanpa kenal waktu dalam merawat bayi. Menjadi seorang ibu harus pandai mengurus anak bahkan di usia yang relatif muda pun jika sudah menyandang peran ibu maka mampu menjalankan perannya dengan baik. Namun demikian, sering kali dalam menjalankan tugasnya sebagai ibu menemui masalah yang terkadang jika ibu tidak mempunyai mekanisme koping yang baik maka anak akan menjadi sasaran dan hal tersebut membuat ibu mempunyai perasaan gagal dalam berperan menjadi ibu.

Ibu juga mempunyai pengalaman menyusui bayi. Berikut adalah ungkapan partisipan :

P1-4 : “Pengalaman dalam menyusui juga belum ada. Menyusui untuk pertama kali, saya merasakan sakit pada puting susu karena pada saat itu puting susu saya belum keluar.”

P2-4 : “Pengalaman menyusui bayi itu kadang biasa bayi saya main pentil (puting) susu, kadang juga dia biasa menggigit.”

P3-4 : “Anak pertama menyusui. Anak pertama menyusui sampai 2 tahun. Yang anak pertama ASI kurang. Mungkin yang dikatakan orang anak yang pertama air susu belum terlalu banyak. Dari lahir sampai 3 bulan susu botol tetapi sambil ASI juga.”


(16)

52 P4-19 : “Anak pertama dapat air susu pertama, kedua juga. Kalau yang pertama itu khan dari hamil 8 bulan sudah ada air susu. Air susu kuning sekali. Waktu lahir langsung dia hisap susu. Yang kedua ini waktu lahir belum. Itu tidak sampai 1 hari. Ini (anak kedua) lahirkan jam 6. Jam 6 khan rencananya beli susu bantu tapi dia tidak mau dia tidak hisap. Akhirnya susu sudah bengkak saya paksa harus kasi masuk susu, air susu harus hisap. Lalu main-main susu di dia mulut haa akhirnya hisap. Kalau tidak hisap khan demam dengan susu, sakit. Itu jua saya demam 1 hari sebab dia tidak susu.”

P5-6 : “Menyusui itu harus bangun tengah malam. Untuk anak pertama saya bisa bangun tengah malam sampai 5 kali. Kalau anak yang kedua hanya 2 kali saja.”

Ungkapan partisipan diatas menunjukkan data adanya berbagai pengalaman menarik dari ibu dalam menyusui bayi. Ibu dengan status primipara mengungkapkan belum mempunyai pengalaman yang signifikan tentang menyusui bayi. Partisipan lain mengungkapkan pengalamannya dalam menyusui bayi adalah terdapatnya sugesti bahwa kelahiran anak pertama ASI kurang sehingga bayi diberi susu formula. Bayi mempunyai reflek hisap ketika disusui. Ibu mengalami mastitis karena bayi tidak mau disusui yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Adanya pengorbanan waktu bagi ibu untuk menyusui bayinya.

Menjalani masa kehamilan, proses melahirkan, masa postpartum sampai dengan menyusui bayi, banyak hal yang dialami oleh ibu terutama tentang kesehatannya. Ibu mempunyai pandangan atau persepsi terhadap kesehatan. Berikut adalah ungkapan partisipan :

P1-13 : ” Tidak sakit juga. Cuman sakit biasa seperti batuk atau flu dan demam. Tetapi tidak ke dokter tapi cuma minum obat saja. Cuman


(17)

53 kalau batuk flu biasanya menular ke anak akhirnya anak lagi ikut batuk flu.”

Partisipan mengungkapkan bahwa ketika ia sakit maka akan menular ke bayi karena bayi menyusu ke ibu.

ASI merupakan makanan ideal bagi bayi karena mengandung nutrisi-nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Sehingga menyusui merupakan langkah tepat bagi ibu memberikan suplai nutrisi secara adekuat. Namun terkadang saat ibu akan menyusui terhalang oleh aturan atau norma budaya setempat tentang makanan dan minuman yang harus dikonsumsi oleh ibu. Data penelitian ini menunjukkan adanya beberapa sumber pemahaman yang didapatkan ibu tentang larangan makan dan minum selama menyusui. Berikut ungkapan partisipan :

P1-20 :”Dari orangtua. Ibu kandung yang sering melarang.” P2-19 :”Ipar sama orangtua disini.”

P5-20 :” Dari ibu mertua, ibu kandung, dan saudara yang bilang.” P6-21 :” Ibu dokter ada. Tetangga-tetangga. Itu saja.”

Partisipan mengungkapkan bahwa sumber pemahaman tentang larangan makan dan minum selama menyusui didapat dari ibu kandung, ibu mertua, ipar, saudara, tetangga, bahkan tenaga kesehatan yaitu dokter juga memberikan pemahaman tersebut. Ibu juga mempunyai persepsi sendiri tentang larangan makan dan minum selama menyusui, yaitu diungkapkan oleh partisipan:


(18)

54 P1-19 :” Ada. Tidak boleh makan talas nanti perut bayi bengkak. Tidak boleh makan makanan yang pedis (sambal) nanti anak buang-buang air (tertawa kecil). Tidak boleh makan ubi jalar nanti tenggorokan bayi gatal dan menyebabkan batuk berlendir. Apalagi e (sambil mengingat) tidak boleh minum air es. Itu saja…”

Dalam hal ini ibu beranggapan bahwa selama masih menyusui tidak boleh makan makanan talas yang mengakibatkan perut bayi bengkak, tidak boleh makan pedas supaya bayi tidak diare, tidak boleh makan ubi jalar yang mengakibatkan tenggorokan bayi gatal dan akhirnya batuk berlendir, serta tidak boleh minum es.

Menyikapi pandangan dan sumber pemahaman tentang larangan makan dan minum selama menyusui, ibu mempunyai sikap yang harus dia tentukan untuk terus dapat beradaptasi diri dalam memberikan ASI kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut:

P1-21 :” Kadang-kadang ikut kadang-kadang tidak. Sambal saja yang saya terus makan. Tapi yang lain saya tidak makan sama sekali.” P2-20 :” Ikut (sambil mengangkuk). Untuk kekebalan tubuh. Karena

untuk kesehatan takutnya kembung perut, takut buang air cair.” P3-32 :”Ikut. Supaya anak jangan sakit, jangan anak perut bengkak.” P4-30 :”Ya karena kita semua dari orangtua. Orangtua bilang kita ikut.” P5-21 :” Iya. Ikut (sambil mengangkuk). Supaya anak-anak jangan sakit.” Data dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa partisipan bersikap mengikuti untuk menjauhi larangan makan dan minum atas anjuran sumber-sumber yang didapat dengan alasan supaya anak tetap sehat, tidak sakit, dan tubuh anak menjadi kebal terhadap penyakit.


(19)

55 Pemahaman ibu terhadap respon bayi yang mendapat ASI cukup juga penting karena erat kaitannya terhadap frekuensi dan waktu ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui. Sehingga implikasi bagi ibu adalah adanya pengalaman dalam memberikan ketenangan pada bayi. Berikut ungkapan partisipan:

P1-22 :” Kalau sekarang biasanya pagi 3 kali, siang 3 kali, malam 3 kali. Jadi dalam sehari bisa sampai 9 kali. Itu belum pakai susu bantu. Itu hanya ASI. Lamanya kira-kira bisa sampai lebih dari 1 jam, sampai bayi saya kenyang baru dia membalikan wajah. Karena hanya menyusui sebelah jadi harus lama. Kalau kedua payudara bisa bergantian. Dia hanya mau susu di kanan, di kiri dia tidak mau sama sekali. Mungkin sebelah manis sebalah asin. Tetapi kalau dia lagi malas tidak sampai 1 jam.”

P2-21 :” Biasa kalau 1 hari itu biasa. (sambil mengingat) Biasanya kalau pagi 1 kali waktu bangun tidur. Nanti selesai saya makan siang lagi 1 kali saya menyusui lagi. Nanti kalau sore saya bantu dengan susu botol. Kalau malam biasanya 2 kali saya bangun kasih ASI.” P3-47 :”Waktu bayi lapar saja baru diberi ASI.”

P4-32 :” Hitung dari subuh jam jam 5 ASI 1 kali, nanti jam jam 8 begitu 1 kali lagi, itu baru jam jam 9 dia susu botol 1 kali. Jam 12 siang susu saya (ASI). Kalau hitung-hitung dia bisa susu botol 3 kali. Jam jam 3 sore saya kasi dia susu botol 1 lagi. Lalu sisanya dia susu saya. Malam kasi susu tergantung dia bangun, dia tidur juga beda-beda jam tidur. Dia ini biasa tidur di ayunan, jadi lama kalau goyang dia tidak bangun. Kalau sudah dipindah di tempat tidur itu jam jam 12. Atau tidak jam 11 baru susu saya. Saya sering keluar buang air kecil jam jam 3, lihat dia sudah bangun. Itu karena dia menangis. Soalnya bayi punya jam tidur ganti-ganti. Lama menyusui saya tidak bisa mengkira-kira. Soalnya sampai dia lepas sendiri.”

P6-23 :” Tidak bisa hitung begitu. Soalnya kalau menangis langsung diberi ASI. Kadang menyusui sampai bayi tertidur. Kadang lama kadang menyusui cepat.”

Data penelitian diatas menunjukkan bahwa frekuensi dan waktu ibu menyusui bayi dalam sehari sangat bervariasi. Sehari menyusui bayi ada yang 9 kali, 5 kali, 4 kali, ada yang tidak terhitung dalam


(20)

56 memberikan ASI bahkan ada juga bayi disusui kalau lapar saja. Hal ini menunjukkan keberagaman dan cara pandang yang berbeda dalam pemberian ASI.

Sedangkan persepsi ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusu ditunjukkan dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:

P1-23 :” Waktu melahirkan, bayi saya sudah digendong-gendong jadi sudah keenakan ditangan. Jadinya tidak mau lama-lama dipangkuan paha. Sudah tidak mau lagi. Jadi kalau gendong terus menyusui lama, tetapi kalau tidak gendong malas untuk menyusui.”

P3-43 :” Kalau lagi menyusui, lalu bayi melepas hisapan dari puting susu. Terus waktu diberi ASI dia (anak kedua) tidak mau lagi. Itu berarti sudah kenyang.

Data penelitian diatas menunjukkan bahwa bayi akan tenang menyusu jika posisi menyusu tepat dan bayi merasa aman dan nyaman dalam gendongan. Bayi akan melepas puting susu jika sudah kenyang dan tidak berusaha mencari puting lagi.

Kualitas bayi dalam menyusu memberikan pengalaman ibu dalam memberikan ketenangan pada bayi. Berikut ungkapan partisipan:

P2-22 :” Kalau saya menyusui, bayi saya menangis biasanya saya kasih buju-buju miii, ayun-ayun, kalau dia merasa masih menangis terus-terus berarti saya harus tambah lagi susu botol. Kalau saya pencet begini (tangan partisipan mempraktekan cara pencet puting) air susu ndak keluar berarti habis. Berarti saya coba lagi pake susu botol. Habis susu botol, saya ayun-ayun dia hingga tenang, terus saya kasih tidur. Baru saya pergi minum teh panas, isi lagi makanan untuk selanjutnya persiapan untuk menyusui lagi.”

P4-37 :” Kalau susu dia kenyang. Dia diam. Dia bermain-bermain. Itu khan kenyang karena ASI. Itu dari kita. Kita makan kenyang, anak juga kenyang. Kalau saya makan, saya kuat dengan teh gula. Teh gula terus. Saya ajar dari mama. Kita belajar tidak dari orang lain,


(21)

57 semua mama kandung. Kalau tidak belajar dari orang yang lebih tua dari kita. Pasti khan ada pelajaran yang mereka kasi.”

Data penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat keberagaman dari partisipan dalam memberikan ketenangan pada bayi. Bayi akan merasa tenang jika mendapat sentuhan dan dalam kondisi kenyang dengan ASI.

Hasil triangulasi yang dilakukan dengan suami partisipan adalah sebagai berikut:

S1 : “ ASI membuat bayi sehat.. Supaya bayi sehat, supaya anak sehat”

S2 :” Menyusui itu bagus. Dan karena semua orangtua ingin supaya anaknya sehat”

Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa dengan memberikan ASI pada bayi akan membuat bayi sehat.

3. Masalah penting yang mendukung dalam pemberian susu formula. Sub temanya adalah:

a. Masalah dalam menyusui bayi

b. Keputusan pemberian susu formula pada bayi

c. Saran bidan kepada ibu dalam memberikan susu formula pada bayi

d. Bulan pertama kelahiran bayi hanya mendapat ASI dan susu formula

e. Persepsi ibu tentang awal pemberian makan pendamping pada bayi


(22)

58 f. Ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang ASI eksklusif dari

tenaga kesehatan

ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi karena mengandung semua zat gizi untuk membangun dan memperoleh energi. Namun, bila ada faktor-faktor lain yang menghambat dalam pemberian ASI kepada bayi maka masalah nutrisi bayi akan menjadi sulit. Masalah penting yang mendukung pemberian susu formula pada bayi adalah masalah dalam menyusui bayi. Berikut ungkapan partisipan:

P1-7 :” Karena baru pertama kali menyusui jadi rasanya seperti sakit -sakit sampai 1 minggu baru -sakitnya hilang.”

P2-7 :” Cuma itu kadang biasa itu apa terkadang menggigit saat menyusui. Sehingga luka. Cara mengatasinya, biasanya saya pakai baby oil untuk kasih kering luka. Saya biarkan selama 1 jam atau lebih terus saya kasih hangat dengan air panas atau handuk panas, supaya kotorannya keluar, baru saya menyusui lagi.” P3-10 :” Kalau anak pertama, puting susu sakit. Pecah-pecah (lecet).

Hanya cuci pakai air hangat tetapi tetap menyusui. Pertama kali (hari pertama) menyusui tidak sakit tetapi lama kelamaan baru sakit.”

P6-6 :” Puting susu luka (lecet). Seperti retak-retak. ASI saya juga banyak. Saya terus menyusui bayi saya walaupun puting susu sakit.”

Data penelitian diatas menunjukkan bahwa masalah ibu dalam menyusui bayi adalah puting susu yang lecet menyebabkan rasa sakit pada puting. Namun demikian ibu mempunyai cara untuk mengatasinya yaitu dicuci dengan air hangat dan bayi tetap disusui. Ada partisipan lain yang menyebutkan dalam mengatasi puting


(23)

59 yang lecet dengan diolesi baby oil kemudian dibiarkan selama 1 jam kemudian di cuci dengan air hangat dan bayi disusui lagi.

Triangulasi yang dilakukan dengaan suami partisipan, diangkapkan sebagai berikut:

S1:” Cuma kadang ibu EN (Partisipan 1) sering mengatakan puting susu sakit.”

Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa ibu mengalami sakit pada puting saat menyusui.

Masalah penting lainnya yang mendukung pemberian susu formula pada bayi adalah adanya keputusan dari ibu untuk memberi susu formula. Berikut ungkapan partisipan:

P1-9 :” Tidak. Rasanya sakit pada saat menyusui sehingga saya memberikan susu bantu.”

P1-14 :” Tidak ada. Hanya susu bantu. Pada saat melahirkan hari itu puting susu belum keluar. Bayi menghisap payudara tetapi ASI keluar sedikit, bayi tidak kenyang. Jadinya mereka suruh beri susu bantu.”

P3-13 :” Inisiatif sendiri. Supaya buat bantu-bantu. Kalau air susu khan masih kurang jadi dia belum kenyang, makanya bantu dengan susu botol.”

P4-21 :”Dari diri sendiri. Takutnya bayi lapar.”

Data penelitian diatas menunjukkan bahwa keputusan ibu dalam memberikan susu formula pada bayi karena ibu masih merasakan sakit pada puting yang lecet. Partisipan lain mengatakan bahwa susu keluar sedikit dan puting susu belum keluar sehingga bayi belum bisa menyusu dengan maksimal. Susu formula diberikan atas inisiatif ibu karena ibu menganggap ASI


(24)

60 masih sedikit sehingga bayi belum kenyang kalau hanya minum ASI saja.

Tenaga kesehatan dalam hal ini bidan juga memberikan saran untuk bayi diberikan susu formula. Berikut ungkapan partisipan:

P1-15 :” Bidan yang membantu melahirkan menyarankan untuk pemberian susu bantu.”

P3-40 :” Tanya. Pertama air susu belum keluar jadi kasi susu botol. Bidan suruh kasi untuk sementara. Anak pertama minum tapi anak kedua kasi lagi tapi tidak minum.”

P5-12 :” Khan kalau anak yang pertama lahirnya jam 4 sore di rumah sakit. Pada saat dilahirkan ASI belum keluar. Saya makan sayur-sayuran penambah ASI, saat saya merasakan payudara sudah penuh pada malam sekitar jam 7 baru saya menyusui (pertama kali responden menyusui anak pertama). ASI yang keluar pertama kali kuning dan kental. Untuk anak kedua lahirnya di rumah jam 10 pagi dibantu oleh bidan W, siangnya setelah selesai makan baru ASI yang kuning kental keluar baru saya menyusui. Bidan W menyarankan susu bantu karena ASI belum keluar sehingga pada waktu lahir anak kedua sudah diberi susu bantu.”

Data penelitian diatas menunjukkan bahwa partisipan mengikuti saran bidan karena masalah ASI belum keluar.

Bulan pertama kelahiran, bayi mendapat ASI dan sudah diberi susu formula. Berikut ungkapan partisipan :

P1-18 :” Tidak ada. Tidak pernah beri air putih. Cuman ASI dan susu botol.”

P6-13 :” Pagi-pagi baru kasi dia susu bantu. Karena belum makan. Kalau dia bangun kasi susu bantu, setelah itu susu saya (ASI). Cuma pagi hari saja. Tetapi kalau terlambat makan, siang-siang ada lagi (beri susu bantu). Kasi susu bantu soalnya saya terlambat makan. Tetapi tetap ASI.”


(25)

61 Data penelitian diatas mengungkapkan bahwa bayi sudah mendapat ASI dan susu formula saat bulan pertama kelahiran. Ibu terlambat makan sehingga pagi hari bayi diberi susu formula.

Masalah penting lain yang membuat pemberian ASI tidak adekuat adalah pemberian makanan pendamping ASI sebelum waktunya. Berikut adalah ungkapan partisipan:

P1-16 :” Pada saat bayi berumur 4 bulan. Ajar makan dengan kuning telur ayam kampung setelah itu dikasih makan SUN. Nanti pagi 1 kali dan sore 1 kali.”

P3-25 :” Telur ayam kampung yang kuningnya. Orang mengatakan pertama cako dulu buat mengeluarkan lendir. Biasanya orang pakai daun papari. Tapi saya untuk anak pertama pakai tomat, tomat direbus lalu airnya disaring lalu minum. Nanti anak muntah lendir-lendir. Terus besoknya baru diberi makan anak. Anak kedua ingin seperti begitu lagi.”

P3-28 :” Menyusui. Makan ikut bulan. Umur 6 bulan makan 1 kali. Umur 9 bulan makan 3 kali. Umur 6 bulan itu 1 kali SUN, ASI, terus susu botol.”

P4-23 :” Kalau anak pertama itu ajar makan dengan kuning telur ayam kampung. Saat dia 4 bulan.”

Data penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat keberagaman pemahaman dan persepsi ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI (MPASI), yang mempengaruhi ibu dalam memberikan makanan pendamping tersebut. Pemberian MPASI dimulai dari bayi berumur 4 bulan. Menu MPASI yang diberikan adalah kuning telur ayam kampung, SUN, kemudian tetap diberikan susu botol dan ASI.

Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif juga merupakan masalah bagi ibu dan bayi. Ibu tidak mendapatkan


(26)

62 penjelasan tentang ASI eksklusif dari tenaga kesehatan. Berikut ungkapan partisipan:

P1-29 :” Tidak dapat penjelasan hanya bidan beri semacam buku posyandu. Bidan mengatakan harus memiliki buku tersebut. Sebentar nona, saya masuk ambil bukunya (masuk ke kamar kemudian mengeluarkan KMS bayi. Kira-kira 4 menit ibu EN keluar dan menunjukan buku KMS untuk peneliti).”

P1-33 :” Tidak pernah. Saya hanya rutin membawa bayi saya ke posyandu. Tetapi tidak ada penjelasan tentang ASI eksklusif.” P2-28 :” Tidak pernah ada penjelasan tentang ASI eksklusif. Saya tidak

tahu tentang tentang ASI eksklusif.”

P4-38 :” Tidak pernah. Selama saya pergi puskesmas. Periksa darah, timbang, ukur tinggi, mereka tidak pernah jelaskan. Itu selama saya periksa disini. Saya belum pernah belajar-balajar ASI eksklusif. Dan saya juga tidak tahu tentang ASI eksklusif. Cuman tahu baca-baca sedikit-sedikit saja. Kurang paham dengan itu.” P5-7 :” Bidan atau dokter tidak pernah menjelaskan tentang menyusui.

Saya rutin ke posyandu, tetapi tidak pernah dijelaskan tentang menyusui. Selama kehamilan, saya rajin periksa di dokter praktek. Di dokter praktek hanya memeriksakan kehamilan, kadang suntik, kadang beri obat. Hanya itu saja.”

P6-29 :” Saya tidak pernah mendapat penjelasan tentang ASI eksklusif. Cuman waktu itu pernah bidan mengatakan harus rajin beri ASI pada bayi. Jangan beri susu botol.”

Data penelitiaan diatas menunjukkan bahwa tenaga kesehatan kurang berperan dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang ASI eksklusif. Hal ini dibuktikan dengan ungkapan partisipan, yaitu ibu tidak tahu tentang ASI eksklusif, bidan atau dokter tidak menjelaskan tentang menyusui, sehingga partisipan hanya membaca sedikit dari buku dan belum memahami secara keseluruhan mengenai ASI.


(27)

63 4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui

bayi.

Sub temanya adalah:

a. Penjelasan tentang menyusui oleh tenaga kesehatan

b. Peran tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan

c. Fenomena pemberian ASI pada bayi

d. Pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian ASI pada bayi

e. Pemahaman ibu tentang ASI eksklusif

f. Upaya yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui bayi dan motivasi ibu dalam memberikan ASI

g. Faktor pendukung pengambilan keputusan dalam pemberian ASI

Kemampuan menyusui merupakan tindakan nyata dari seorang ibu kepada bayinya. Tidak semua ibu mau dan mampu memberikan ASI kepada bayinya dengan berbagai alasan. Berbagai faktor yang mempengaruhi ibu untuk memutuskan menyusui bayinya adalah karena adanya penjelasan tentang menyusui oleh tenaga kesehatan. Berikut adalah ungkapan partisipan:

P1-5 :” Ya pernah.. Saya pertama kali mendapat penjelasan tentang menyusui itu ... di Posyandu Allang. Bidan di posyandu Allang menjelaskan tentang cara menyusui yang baik dan cara merawat bayi.”


(28)

64 P2-6 :” Waktu setelah melahirkan…kira-kira setengah jam saya langsung disuruh menyusui. Disaat itu susu saya khan belum keluar cuman bidan bilang “biar saja… coba bayi untuk tetap dihisap supaya mengeluarkan ASI”. Begitu saja.”

P3-6 :” Iya bidan disini di Puskesmas Lilibooi. Waktu anak pertama. Pada saat pemeriksaan kehamilan, saat setelah melahirkan ada bidan yang menjelaskan cara menyusui begini dan begitu.”

Data penelitian diatas menunjukkan bahwa tenaga kesehatan memberikan penjelasan tentang cara menyusui yang baik dan cara merawat bayi. Tenaga kesehatan berperan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada partisipan. Berikut ungkapan partisipan:

P1-6 :” Bidan mengatakan cara menyusui yang baik itu, sebelum menyusui harus minum air, setelah itu sebelum memberikan ASI ke mulut bayi harus pencet puting supaya kotoran pada ASI keluar baru menyusui bayi. Cara merawat bayi, harus perhatikan pola menyusui bayi, misalnya dari jam 6 sampai jam 8 harus menyusui, setiap 2 jam sekali harus menyusui lagi.”

P3-7 :”Sering bersihkan puting susu. Biar puting susu keluar jangan masuk kedalam.”

P3-42 :” Biasa bidan jaga datang cek-cek anak-anak, jadi bidan suruh menyusui, bidan yang ajar cara menyusui.”

Data penelitian diatas menunjukkan bahwa tenaga kesehatan memberikan pendidikan kesehatan dengan baik kepada partisipan. Bidan mengajari bagaimana cara menyusui yang baik, cara merawat bayi dengan memperhatikan pola pemberian ASI setiap 2 jam sekali dan mengajari untuk sering membersihkan puting susu.

Setelah melahirkan, seorang ibu tidak mempunyai pilihan lain kecuali harus menyusui bayinya. Hal ini juga diyakini oleh budaya yang ada di masyarakat bahwa akan sempurna menjadi seorang


(29)

65 ibu jika sudah mengandung, melahirkan, dan menyusui. Fenomena pemberian ASI kepada bayi mewarnai kehidupan partisipan. Berikut ungkapan partisipan:

P1-25 :” Biasanya yang lain kerja, saya masih bisa beri ASI tidak pikir kerja di rumah. Kadang kalau saya lagi kerja, neneknya yang dukung dia sampai saya selesai kerja atau dia menangis baru mereka beri ke saya.”

P2-23 :”Dari lahir saya kasih.”

P3-44 :” Bagus. Selain itu lebih hemat tidak perlu beli susu kaleng. Lebih gampang.”

Data penelitian diatas menunjukkan fenomena yang terjadi pada partisipan adalah pemberian ASI merupakan kewajiban dari seorang ibu. Partisipan mempunyai justifikasi bahwa pemberian ASI lebih mudah, lebih hemat, dan tidak perlu membeli susu formula.

Hasil wawancara juga menunjukkan adanya pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian ASI kepada bayi, ibu mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif. Berikut ungkapan partisipan:

P1-26 :” Biasa kalau ada kerja apa-apa begitu, kasi tinggal kerja dulu. Beri ASI dulu, nanti kerja dari belakang yang penting beri ASI jangan sampai dia lapar.”

P3-45 :” ASI menyusui bayi dari 0 bulan sampai 6 bulan.”

P4-35 :” Perasaannya kacau. Karena khan mau kerja cepat. Tapi anak mau susu terus. Bertahan dengan anak sajalah. Bertahan dengan dia punya susu saja. Biar kerja terhambat. Kalau saya sendiri saya tidak kasi susu botol. Macam pekerjaan ada saya tinggalin saja.” Data penelitian diatas menunjukkan bahwa ibu sudah mempunyai pemahaman bagaimana memprioritaskan pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Setiap kali ibu harus bekerja maka ibu


(30)

66 akan memberikan ASI dulu dan ASI diberikan dari usia 0-6 bulan. Ibu juga mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif. Berikut ungkapan partisipan:

P1-31 :” Yang saya tahu ASI eksklusif lebih baik dari susu bantu. ASI eksklusif seperti …. semacam susu saja. Seperti susu ibu (ASI) dan susu botol.”

P4-40 :”Setelah melahirkan saya menyusui.”

Pemahaman partisipan tentang ASI eksklusif adalah bahwa ASI lebih baik dari susu bantu dan setelah melahirkan ibu langsung menyusui. Pengertian dan pemahaman yang masih superfisial dari ibu tentang ASI eksklusif, namun ibu mampu memaknai bahwa ASI lebih baik bagi dari pada susu formula.

Setelah ibu mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif dan mampu memprioritaskan pemberian ASI pada bayinya, ibu mempunyai motivasi dan melakukan upaya untuk belajar menyusui bayi berikut ungkapan partisipan:

P1-38 :”Supaya gizi tambah, lebih sehat, supaya tumbuh besar. Saya ingin menyusui terus sampai bayi saya umur 6 bulan atau 1 tahun.”

P2-34 :” Alasannya supaya bayi sehat, perkembangan baik, katanya bagus menyusui itu bagus. Saya ingin terus menyusui.”

P4-43 :” Kalau kita menyusui anak khan, supaya sehat, dia punya badan khan bagus dengan itu juga. Saya ini juga sebenarnya tidak mau kasi dia susu bantu. Saya mau cuma ASI, cuma dia makan sudah banyak, susu sudah terlalu banyak. Saya rasa susu ASI yang bagus buat anak-anak saya. Anak pertama sampai anak kedua. Karena anak pertama itu khan itu belum lepas susu lai, karena sudah tahu ada dia punya adik, makanya lepas (berhenti menyusui). Kasi susu bantu buat dia (anak pertama).”

P5-31 :”Tidak ada. Cuman ASI saja.” P1-37 :”Belajar sendiri (sambil tersenyum).”


(31)

67 P5-32 :” Belajar sendiri saja. Tidak belajar dari siapa-siapa.”

Data penelitian diatas menunjukkan motivasi ibu dalam memberikan ASI adalah bayi sehat, mendapat kecukupan gizi, bayi dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sedangkan upaya yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui berasal dari diri sendiri, termotivasi sendiri.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui bayi adalah adanya dukungan sosial yang termanifestasi dalam bentuk dukungan sosial sehingga ibu mampu mengambil keputusan untuk memberikan ASI kepada bayinya. Berikut adalah ungkapan partisipan:

P1-42 :” Dari semua. Dari suami ayah mertua, ibu mertua, dan ibu kandung.”

P2-46 :” Suami saya dan ipar-ipar dari suami saya. Contohnya dia suruh makan sayur katuk, katanya menambah air susu, atau sayur katuk dicampur terong, atau sayur matel yang bikin tambah kencang susu, atau juga makan kacang-kacangan.”

P3-49 :” Yang paling besar dukungan dari suami.”

P2-39 :” Di suruh makan sayuran dan buah-buah. Buah-buah kalo orang makasar bilang pisang burung-burung yang kecil-kecil kalo di ambon ndak (tidak) tau itu namanya (tertawa kecil).”

P3-50 :” Kalau suami dorong untuk makan sayur-sayuran, ikan supaya dapat menyusui. Maksudnya selalu diingatkan untuk makan sayur, begitu-begitu saja. Suami juga jaga kasi uang untuk beli susu.” P5-36 :” Ya mertua hanya melihat saja. Tidak banyak bicara. Waktu ASI

belum keluar, mertua menyarankan untuk makan sayur-sayuran seperti daun matel, daun singkong, sayur jantung pisang, semuanya untuk penambah ASI. Kadang juga mertua yang memasak sayuran tersebut untuk saya makan. (sambil mengingat).”


(32)

68 P1-47 :” Itu dari diri saya sendiri ingin menyusui. Tetapi ditambah lagi dengan seperti yang tadi itu nenek saya mengatakan air susu ibu itu bagus.”

P3-51 :”Pengambilan keputusan untuk menyusui dari diri sendiri.” P4-48 :”Semua tergantung dari diri sendiri.”

P5-38 :” Pengambilan keputusan untuk menyusui dari diri saya sendiri. Kalau susu bantu, untuk anak pertama susu bantu dari diri saya sendiri. Kalau yang kedua dari bidan W. Pada waktu anak kedua lahir ASI belum keluar. Bidan W yang membantu saya dalam melahirkan di rumah menyarankan untuk beri susu bantu.”

Data penelitiaan diatas menunjukkan bahwa sumber dukungan sosial dalam memberikan ASI berasal dari suami, ayah mertua, ibu mertua, ibu kandung, dan ipar dari suami. Bentuk dukungan dalam memberikan ASI adalah ibu disuruh makan sayur, ikan, buah supaya produksi ASI banyak. Faktor pendukung pengambilan keputusan dalam pemberian ASI adalah berasal dari diri sendiri.

Triangulasi yang dilakukan dengan suami dan orang tua partisipan adalah sebagai berikut:

S2 : “Diskusi antara saya dan juga istri. Tapi kalau soal menyusui semuanya istri.”

OT3:” Selalu mengingatkan untuk makan sayur-sayuran, ikan, makanan yang sehat-sehat supaya dapat menyusui dengan baik.”

Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa pengambil keputusan dalam menyusui adalah dilakukan diskusi antara suami dan isteri. Selain itu, orang tua juga mengingatkan kepada ibu supaya mempunyai nutrisi yang adekuat dengan makan sayur, ikan, dan makanan sehat lainnya supaya ibu dapat menyusui dengan baik.


(33)

69

4.4 Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya dukungan sosial mampu mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui bayi yang didapatkan dari 4 tema, yaitu :

1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi 2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi

3. Masalah penting yang mendukung pemberian susu formula pada bayi

4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui bayi

Berikut adalah pemaparan dari tema-tema yang telah ditemukan dalam penelitian ini:

1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi

Hasil penelitian ini menunjukan adanya dukungan sosial bagi partisipan selama masa menyusui yaitu sumber dukungan sosial selama masa menyusui, dukungan sosial dalam bentuk instrumental, dan dukungan sosial dalam bentuk informatif. Sedangkan dukungan sosial dalam bentuk emosional dan penghargaan tidak didapat pada penelitian ini.

Dukungan sosial berasal dari keluarga dan dukungan suami merupakan sumber dukungan sosial terbesar bagi partisipan (Sherriff et al, 2014 ; Brown & Davies, 2014). Hal ini sejalan dengan teori Sarafino (2006) dimana sumber dukungan


(34)

70 sosial yang berasal dari orang-orang yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dengannya dan mendukungnya yaitu keluarga dekat, pasangan (suami atau istri), atau teman dekat.

Dukungan sosial instrumental berupa tindakan langsung seperti keluarga mengurus bayi jika ibu sedang melakukan pekerjaan rumah (Lester, 2014). Sedangkan dukungan sosial informatif yang diberikan keluarga berupa informasi tentang menyusui, pemberian nasihat agar menjaga kesehatan, dan komunikasi suami-istri. Hal ini sesuai dengan teori House (Lihat Setiadi, 2008) dimana bantuan instrumental mempermudah aktivitas dan bantuan informatif untuk menambahkan informasi. Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mazza et al, 2014 berjudul Influence of social support networks for adolescent breastfeeding mothers in the process of breastfeeding, menyebutkan dukungan sosial primer berasal dari pengaruh keluarga dan orang terdekat.

2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi

Data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan partisipan menunjukkan adanya persepsi dan pengalaman dari beberapa ibu dalam menyusui bayinya, yaitu pengalaman menjadi seorang ibu, pengalaman ibu menyusui bayi, persepsi ibu terhadap kesehatan dan bayinya, sumber pemahaman ibu


(35)

71 tentang larangan makan atau minum selama menyusui, persepsi ibu tentang larangan makan dan minum, sikap ibu terhadap larangan makan dan minum selama menyusui, pemahaman ibu terhadap respon yang mendapatkan ASI yang cukup, persepsi ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui, serta pengalaman ibu dalam memberikan ketenangan pada bayi.

Dalam proses menyusui tentunya ibu juga mempunyai pengalaman bagaimana menyusui bayi. Pengalaman menyusui ini memberikan suatu pemahaman kepada ibu bahwa menyusui memberikan keuntungan banyak hal dalam nutrisi, imunologi, dan psikologis kepada bayi. Sedangkan pengalaman ibu menjadi seorang ibu adalah kemampuan dirinya berperan menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang ibu kepada bayinya, yaitu mampu memberikan ASI kepada bayi. Hal ini sejalan dengan penelitian Arora et al, 2000 berjudul Major Factors Influencing Breastfeeding Rates : Mother’s Perception of

Father’s Attitude and Milk Supply, menyebutkan alasan terbesar

ibu memilih untuk memberikan ASI karena keuntungan kesehatan bayi, unsur alamiah (naturalness), dan ikatan emosional dengan bayinya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menyusui sangat penting karena mempunyai manfaat yang sangat besar bagi bayi. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan partisipan bahwa


(36)

72 dengan menyusui ibu mempunyai pengalaman yang sangat berharga tentang memberikan ASI, ibu juga mempunyai pemahaman tentang larangan makan dan minum selama menyusui sehingga tidak mengganggu produksi. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Uchenna, 2012 berjudul Problem Encountered by Breastfeeding Mothers in Their Practice of Exclusive Breast Feeding in Tertiary Hospitals in Enugu State, South-east Nigeria, menyebutkan bahwa adanya larangan makanan bagi ibu menyusui sesuai dengan mitos budaya agar tidak mengganggu produksi ASI.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan pengalaman ibu tentang menyusui dan pemahaman ibu terhadap kesehatan diri dan bayinya, serta ibu mempunyai pemahaman terhadap respon bayi yang mendapatkan ASI dengan cukup, yaitu dengan menyusui bayi mendapatkan nutrisi yang baik dan membantu perkembangan bayi (Eidelman & Schanler, 2012 ; Ip et al, 2007).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lööf-Johansson et al, 2013 berjudul Breastfeeding as A Specific Value in Woman’s Lives: The Experiences and Decision of Breastfeeding Women, menyebutkan bahwa kemauan untuk menyusui karena ibu serta naluri sebagai seorang ibu dan menyusui memiliki keuntungan secara biologi, sensual,


(37)

73 relasional, dan unsur-unsur sosial yang menguatkan keputusan untuk menyusui.

3. Masalah penting yang mendukung pemberian susu formula pada bayi.

Hal penting yang didapatkan dari dukungan pemberian susu formula karena ada berbagai masalah yang dialami ibu. Hasil dari penelitian ini adalah ibu mengalami masalah menyusui bayi, yaitu adanya perlukaan atau lecet pada puting susu, puting susu tidak mau keluar yang menyebabkan ibu berkeputusan untuk memberikan susu formula pada bayi.

Saat menyusui, puting susu dapat mengalami lecet-lecet, retak atau terbentuk celah. Masalah puting susu lecet biasanya terjadi dalam minggu pertama setelah bayi lahir dengan insiden sekitar 23% ibu primipara dan 31% ibu multipara. Masalah ini dapat hilang dengan sendirinya jika ibu merawat payudara dengan baik dan teratur. Pada keadaan ini sering kali seorang ibu menghentikan menyusui karena putingnya sakit. Penyebab puting susu lecet adalah karena posisi dan kelekaatan bayi yang buruk pada payudara, adanya pembengkakan sehingga perlekatan terganggu, penyebab fisiologis seperti bayi dengan lidah pendek atau palatum tinggi, menarik bayi dari payudara tanpa melonggarkan kuncian mulut bayi pada payudara ibu, penggunaan zat yang dapat memicu reaksi kulit, infeksi


(38)

74 sariawan, dan memompa terlalu kuat dengan pompa payudara (Astutik, 2014).

Susu formula diberikan pada bayi karena ibu mengalami pembengkakan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak dan kadangkala diikuti rasa nyeri, panas, serta suhu tubuh meningkat. Keadaan ini disebabkan karena kurangnya ASI dihisap atau dikeluarkan atau penghisapan yang kurang efektif, kebiasaan menekan payudara dengan jari atau tekanan baju atau BH, pengeluaran ASI yang kurang baik pada payudara yang besar terutama pada bagian bawah payudara yang menggantung, adanya lecet pada puting dan trauma pada kulit juga dapat mengundang infeksi bakteri (Restuning, 2008).

ASI merupakan suatu kondisi terbaik antara ibu dan bayi karena akan terjalin ikatan batin ibu-anak yang kuat. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa ibu memilih memberikan susu formula pada bayinya. Astutik (2014), menjelaskan bahwa beberapa ibu ada yang memilih untuk memberikan susu formula sebagai pengganti ASI dengan berbagai alasan. Padahal sebenarnya susu formula tidak dapat disejajarkan dengan ASI karena ASI adalah yang terbaik bagi bayi.

WHO/UNICEF (2009), menyebutkan beberapa kondisi yang merupakan alasan medis untuk menggunakan pengganti ASI adalah:


(39)

75 a. Kondisi bayi

1. Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu lainnya kecuali formula khusus adalah sebagai berikut bayi dengan galaktosemia klasik diperlukan susu formula bebas galaktosa, bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup mapel (mapel syrup urine disease) diperlukan susu formula khusus bebas leusin, isoleusin, dan valin. Bayi dengan fenilketouria diperlukan formula khusus berbau fenilalanin.

2. Bayi dengan ASI tetap merupakan pilihan makanan terbaik tetapi mungkin membutuhkan makanan lain untuk jangka waktu terbatas. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 gram, bayi lahir kurang dari 32 minggu usia kehamilan, bayi baru lahir yang beresiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa, seperti bayi prematur, stres iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi yang sakit, dan bayi-bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes.

b. Kondisi ibu

Ibu-ibu yang memiliki salah satu dari kondisi yang disebutkan dibawah ini harus mendapat pengobatan sesuai dengan standar pedoman.


(40)

76 1. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui secara permanen, yaitu infeksi HIV.

2. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui untuk sementara waktu adalah penyakit parah yang menghalangi ibu untuk merawat bayi misalnya sepsis, virus herpes simplek tipe 1, pengobatan ibu.

3. Kondisi ibu yang masih dapat melanjutkan menyusui walaupun mungkin terdapat masalah kesehatan yang menjadi perhatian. Yaitu abses payudara, hepatitis B, hepatitis C, mastitis, tuberkulosis, penggunaan zat nikotin dan alkohol.

Hasil penelitian juga menunjukkan masalah penting lainnya sehingga bayi diberikan susu formula adalah karena pada bulan pertama kelahiran bayi mendapatkan susu formula, ibu mempunyai pemahaman tentang pemberian makanan pendamping ASI, dan ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang ASI eksklusif dari tenaga kesehatan. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Trickey & Nuwburn (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Goals, dilemmas and assumptions in infant feeding education and support. Applying theory of constraints thinking tools to develop new priorities for


(41)

77 action, menyebutkan bahwa ada tiga masalah penting yang menyebabkan bayi mendapatkan susu tambahan, yaitu ibu memberikan susu formula karena tidak mendapatkan dukungan yang baik, ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang masalah dalam menyusui, kebanyakan ibu tidak mengetahui tentang manfaat dari menyusui dan tidak mendapatkan bantuan untuk mengakses pengetahuan pemberian ASI.

4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui bayi

Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu untuk memutuskan menyusui bayinya adalah adanya penjelasan tentang menyusui oleh tenaga kesehatan, peran pendidikan kesehatan oleh tenaga kesehatan, fenomena pemberian ASI pada bayi, pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian ASI pada bayi, pemahaman ibu tentang ASI eksklusif, upaya yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui bayi dan motivasi ibu dalam memberikan ASI, faktor pendukung pengambilan keputusan dalam pemberian ASI.

Hasil penelitian menunjukkan peran penting tenaga kesehatan untuk mendukung dan mendorong kelangsungan pemberian ASI yaitu adanya penjelasan tentang menyusui oleh tenaga kesehatan dan peran tenaga kesehatan dalam


(42)

78 memberikan pendidikan kesehatan (Labarere et al, 2005 ; Mulcahy et al, 2011 ; Purdy, 2010).

Fenomena pemberian ASI dibuktikan dengan ungkapan partisipan bahwa ASI merupakan kewajiban seorang ibu dan adanya justifikasi ASI lebih hemat (Schardosim et al, 2013). Selain itu, keuntungan ASI membuat ibu termotivasi dan berupaya untuk memberikan ASI kepada bayinya (Pinto et al, 2016).

Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui bayi lainnya ialah pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian ASI pada bayi dan pemahaman ibu tentang ASI eksklusif. Pemberian ASI diprioritas oleh diri ibu supaya kebutuhan makan bayi terpenuhi (Tully & Ball, 2013).

Menyusui adalah hak bayi yang harus dipenuhi oleh ibu yang melahirkan, tetapi kenyataannya menyusui tidak semudah seperti yang dibayangkan. Kontinuitas menyusui dapat dipengaruhi oleh dukungan sosial dari orang lain yang berinteraksi dengan ibu, sehingga ibu merasakan kenyamanan secara fisik dan psikologis. Orang lain ini terdiri atas pasangan hidup (suami), orang tua, saudara, kerabat, teman, tenaga kesehatan lain, serta anggota dalam kelompok kemasyarakatan (Villar et al, 2009 ; Rowe et al, 2013 ; Kohan et al, 2016).


(43)

79 Peran suami untuk mendukung keberhasilan menyusui dapat dimulai sejak masa kehamilan. Keikutsertaan suami secara aktif dalam masa kehamilan membantu keberhasilan isteri dalam mencukupi kebutuhan ASI untuk bayi. Hal ini sangat ditentukan oleh seberapa besar peran dan keterlibatan suami dalam masa-masa kehamilannya (Roesli, 2006). Suami mempunyai peran memberi dukungan memberi dukungan dan ketenangan bagi ibu yang sedang menyusui. Dalam praktik sehari-hari, peran suami ini justru sangat menentukan keberhasilan menyusui. Hal ini mencakup seberapa jauh keterampilan masing-masing maupun ibu dalam menata dirinya. Dengan melatih menata diri secara lahir batin, maka produksi ASI pun menjadi lancar dengan kualitas yang makin baik. Perlu diingat bahwa ASI yang diproduksi tidak terlepas dari keselarasan pikiran dan jiwa dari kedua orangtua. Melalui ASI, pikiran dan jiwa bayi ditumbuhkembangkan menjadi karakter yang kuat, cerdas, dan bijaksana (Harwood, 2011).

Keputusan untuk menyusui berasal dari diri ibu. Keluarga memberikan kontribusi yang besar terhadap keinginan ibu untuk menyusui bayi selain memberikan pengaruh yang kuat untuk pengambilan keputusan untuk tetap menyusui (Kong & Lee, 2004).


(44)

80 Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nesbitt et al, 2012 dalam penelitiannya yang berjudul Canadian adolescent mothers perception of influence on breastfeeding decisions: a qualitative descriptive study, menyebutkan bahwa ibu mempunyai motivasi sendiri untuk menyusui karena dengan menyusui ada keuntungan bagi bayi, faktor-faktor yang mempengaruhi menyusui secara berkesinambungan adalah dampak menyusui pada situasi sosial dan terdapat hubungan yang erat antara ibu dan bayi, kemampuan dukungan sosial, bertambahnya pengetahuan ibu tentang praktik menyusui dan manfaatnya, serta ibu mempunyai intuisi yang lembut kepada bayi saat menyusui.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah sesuai data puskesmas yang diberikan pada peneliti terdapat 10 calon partisipan sesuai dengan kriteria inklusi yang peneliti gunakan. Peneliti hanya dapat mengambil 6 partisipan. Dengan alasan, ada calon partisipan setelah selesai melahirkan pindah rumah sehingga peneliti mengalami kesulitan untuk menemui partisipan. Kurangnya kesadaran dari calon partisipan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Ada calon partisipan yang menolak untuk menjadi partisipan dan tidak mau berkontribusi dalam penelitian ini dengan alasan tidak suka diwawancarai.


(1)

75 a. Kondisi bayi

1. Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu lainnya kecuali formula khusus adalah sebagai berikut bayi dengan galaktosemia klasik diperlukan susu formula bebas galaktosa, bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup mapel (mapel syrup urine disease) diperlukan susu formula khusus bebas leusin, isoleusin, dan valin. Bayi dengan fenilketouria diperlukan formula khusus berbau fenilalanin.

2. Bayi dengan ASI tetap merupakan pilihan makanan terbaik tetapi mungkin membutuhkan makanan lain untuk jangka waktu terbatas. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 gram, bayi lahir kurang dari 32 minggu usia kehamilan, bayi baru lahir yang beresiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa, seperti bayi prematur, stres iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi yang sakit, dan bayi-bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes.

b. Kondisi ibu

Ibu-ibu yang memiliki salah satu dari kondisi yang disebutkan dibawah ini harus mendapat pengobatan sesuai dengan standar pedoman.


(2)

76 1. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui secara permanen, yaitu infeksi HIV.

2. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui untuk sementara waktu adalah penyakit parah yang menghalangi ibu untuk merawat bayi misalnya sepsis, virus herpes simplek tipe 1, pengobatan ibu.

3. Kondisi ibu yang masih dapat melanjutkan menyusui walaupun mungkin terdapat masalah kesehatan yang menjadi perhatian. Yaitu abses payudara, hepatitis B, hepatitis C, mastitis, tuberkulosis, penggunaan zat nikotin dan alkohol.

Hasil penelitian juga menunjukkan masalah penting lainnya sehingga bayi diberikan susu formula adalah karena pada bulan pertama kelahiran bayi mendapatkan susu formula, ibu mempunyai pemahaman tentang pemberian makanan pendamping ASI, dan ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang ASI eksklusif dari tenaga kesehatan. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Trickey & Nuwburn (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Goals, dilemmas and assumptions in infant feeding education and support. Applying theory of constraints thinking tools to develop new priorities for


(3)

77 action, menyebutkan bahwa ada tiga masalah penting yang menyebabkan bayi mendapatkan susu tambahan, yaitu ibu memberikan susu formula karena tidak mendapatkan dukungan yang baik, ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang masalah dalam menyusui, kebanyakan ibu tidak mengetahui tentang manfaat dari menyusui dan tidak mendapatkan bantuan untuk mengakses pengetahuan pemberian ASI.

4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui bayi

Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu untuk memutuskan menyusui bayinya adalah adanya penjelasan tentang menyusui oleh tenaga kesehatan, peran pendidikan kesehatan oleh tenaga kesehatan, fenomena pemberian ASI pada bayi, pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian ASI pada bayi, pemahaman ibu tentang ASI eksklusif, upaya yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui bayi dan motivasi ibu dalam memberikan ASI, faktor pendukung pengambilan keputusan dalam pemberian ASI.

Hasil penelitian menunjukkan peran penting tenaga kesehatan untuk mendukung dan mendorong kelangsungan pemberian ASI yaitu adanya penjelasan tentang menyusui oleh tenaga kesehatan dan peran tenaga kesehatan dalam


(4)

78 memberikan pendidikan kesehatan (Labarere et al, 2005 ; Mulcahy et al, 2011 ; Purdy, 2010).

Fenomena pemberian ASI dibuktikan dengan ungkapan partisipan bahwa ASI merupakan kewajiban seorang ibu dan adanya justifikasi ASI lebih hemat (Schardosim et al, 2013). Selain itu, keuntungan ASI membuat ibu termotivasi dan berupaya untuk memberikan ASI kepada bayinya (Pinto et al, 2016).

Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui bayi lainnya ialah pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian ASI pada bayi dan pemahaman ibu tentang ASI eksklusif. Pemberian ASI diprioritas oleh diri ibu supaya kebutuhan makan bayi terpenuhi (Tully & Ball, 2013).

Menyusui adalah hak bayi yang harus dipenuhi oleh ibu yang melahirkan, tetapi kenyataannya menyusui tidak semudah seperti yang dibayangkan. Kontinuitas menyusui dapat dipengaruhi oleh dukungan sosial dari orang lain yang berinteraksi dengan ibu, sehingga ibu merasakan kenyamanan secara fisik dan psikologis. Orang lain ini terdiri atas pasangan hidup (suami), orang tua, saudara, kerabat, teman, tenaga kesehatan lain, serta anggota dalam kelompok kemasyarakatan (Villar et al, 2009 ; Rowe et al, 2013 ; Kohan et al, 2016).


(5)

79 Peran suami untuk mendukung keberhasilan menyusui dapat dimulai sejak masa kehamilan. Keikutsertaan suami secara aktif dalam masa kehamilan membantu keberhasilan isteri dalam mencukupi kebutuhan ASI untuk bayi. Hal ini sangat ditentukan oleh seberapa besar peran dan keterlibatan suami dalam masa-masa kehamilannya (Roesli, 2006). Suami mempunyai peran memberi dukungan memberi dukungan dan ketenangan bagi ibu yang sedang menyusui. Dalam praktik sehari-hari, peran suami ini justru sangat menentukan keberhasilan menyusui. Hal ini mencakup seberapa jauh keterampilan masing-masing maupun ibu dalam menata dirinya. Dengan melatih menata diri secara lahir batin, maka produksi ASI pun menjadi lancar dengan kualitas yang makin baik. Perlu diingat bahwa ASI yang diproduksi tidak terlepas dari keselarasan pikiran dan jiwa dari kedua orangtua. Melalui ASI, pikiran dan jiwa bayi ditumbuhkembangkan menjadi karakter yang kuat, cerdas, dan bijaksana (Harwood, 2011).

Keputusan untuk menyusui berasal dari diri ibu. Keluarga memberikan kontribusi yang besar terhadap keinginan ibu untuk menyusui bayi selain memberikan pengaruh yang kuat untuk pengambilan keputusan untuk tetap menyusui (Kong & Lee, 2004).


(6)

80 Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nesbitt et al, 2012 dalam penelitiannya yang berjudul Canadian adolescent mothers perception of influence on breastfeeding decisions: a qualitative descriptive study, menyebutkan bahwa ibu mempunyai motivasi sendiri untuk menyusui karena dengan menyusui ada keuntungan bagi bayi, faktor-faktor yang mempengaruhi menyusui secara berkesinambungan adalah dampak menyusui pada situasi sosial dan terdapat hubungan yang erat antara ibu dan bayi, kemampuan dukungan sosial, bertambahnya pengetahuan ibu tentang praktik menyusui dan manfaatnya, serta ibu mempunyai intuisi yang lembut kepada bayi saat menyusui.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah sesuai data puskesmas yang diberikan pada peneliti terdapat 10 calon partisipan sesuai dengan kriteria inklusi yang peneliti gunakan. Peneliti hanya dapat mengambil 6 partisipan. Dengan alasan, ada calon partisipan setelah selesai melahirkan pindah rumah sehingga peneliti mengalami kesulitan untuk menemui partisipan. Kurangnya kesadaran dari calon partisipan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Ada calon partisipan yang menolak untuk menjadi partisipan dan tidak mau berkontribusi dalam penelitian ini dengan alasan tidak suka diwawancarai.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial pada Ibu Bersalin (Primipara) di Desa Lilibooi Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial pada Ibu Bersalin (Primipara) di Desa Lilibooi Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku T1 462012038 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial pada Ibu Bersalin (Primipara) di Desa Lilibooi Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku T1 462012038 BAB II

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial pada Ibu Bersalin (Primipara) di Desa Lilibooi Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku T1 462012038 BAB IV

0 0 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial pada Ibu Bersalin (Primipara) di Desa Lilibooi Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku T1 462012038 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendekatan Kualitatif: Dukungan Sosial dan Pengambilan Keputusan untuk Pemberian ASI di Desa Lilibooi, Kabupaten Maluku Tengah T1 462011034 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendekatan Kualitatif: Dukungan Sosial dan Pengambilan Keputusan untuk Pemberian ASI di Desa Lilibooi, Kabupaten Maluku Tengah T1 462011034 BAB II

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendekatan Kualitatif: Dukungan Sosial dan Pengambilan Keputusan untuk Pemberian ASI di Desa Lilibooi, Kabupaten Maluku Tengah T1 462011034 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendekatan Kualitatif: Dukungan Sosial dan Pengambilan Keputusan untuk Pemberian ASI di Desa Lilibooi, Kabupaten Maluku Tengah

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendekatan Kualitatif: Dukungan Sosial dan Pengambilan Keputusan untuk Pemberian ASI di Desa Lilibooi, Kabupaten Maluku Tengah

0 1 109