LAPORAN PRATIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN

(1)

LAPORAN PRATIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN V

REAKSI ASILASI PADA AMINA PRIMER

“PEMBUATAN ASETANILIDA”

Oleh :

Ruth Butar Butar (1507037672) Sandi Sudarsono (1507023571) Thita Oktaviana Hamelia (1507037577)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU 2016


(2)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 TEORI

1.1.1 Asam Karboksilat

Suatu asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil, –COOH. Gugus karboksil mengandung gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil; antar aksi dari kedua gugus ini mengakibatkan suatu kereaktifan kimia yang unik dan untuk asam karboksilat (Fessenden dan Fessenden, 1997).

Asam format terdapat pada semut merah (asal dari nama), lebah, jelatang dan sebagainya (juga sedikit dalam urine dan peluh). Sifat fisika; cairan, tak berwarna, merusak kulit, berbau tajam, larut dalam H2O dengan sempurna. Sifat kimia; asam paling kuat dari asam-asam karboksilat, mempunyai gugus asam dan aldehida (Riawan, 1990).

Asam asetat (CH3COOH) sejauh ini merupakan asam karboksilat yang paling penting di perdagangan, industri dan laboratorium. Bentuk murninya disebut asam asetat glasial karena senyawa ini menjadi padat seperti es bila di dinginkan. Asam asetat glasial tidak berwarna, cairan mudah terbakar (titik leleh 7ºC, titik didih 80ºC), dengan bau pedas menggigit. Dapat bercampur dengan air dan banyak pelarut organik (Fessenden dan Fessenden, 1997).

Adapun sifat-sifat yang dimiliki oleh asam karboksilat adalah (Fessenden dan Fessenden, 1997) :

a. Reaksi Pembentukan Garam

Garam organik yang membentuk dan memiliki sifat fisik dari garam anorganik padatannya, NaCl dan KNO3 adalah garam organik yang meleleh pada temperatur tinggi, larut dalam air dan tidak berbau. Reaksi yang terjadi adalah :


(3)

b. Reaksi Esterifikasi

Ester asam karboksilat ialah senyawa yang mengandung gugus – COOR dengan R dapat berbentuk alkil. Ester dapat dibentuk berkat reaksi langsung antara asam karboksilat dengan alkohol. Secara umum reaksinya adalah :

RCOOH + R’OH → RCOOR + H2O c. Reaksi Oksidasi

Reaksi ini terjadi pada pembakaran atau oleh reagen yang sangat kokoh dan kuat seperti asam sulfat, CrO3, panas. Gugus asam karboksilat teroksidasi sangat lambat.

d. Pembentukan Asam Karboksilat

Beberapa cara pembentukan asam karboksilat dengan jalan sintesa dapat di kelompokkan dalam 3 cara yaitu; reaksi hidrolisis turunan asam karboksilat, reaksi oksidasi, reaksi grignat.

Asam karboksilat, dengan basa akan membentuk garam dan dengan alkohol menghasilkan eter. Banyak di jumpai dalam lemak dan minyak, sehingga sering juga di sebut asam lemak. Pembuatannya antara lain melalui oksidasi alkohol primer, sekunder atau aldehida, oksidasi alkena, oksidasi alkuna hidrolisa alkil sianida (suatu nitril) dengan HCl encer, hidrolisa ester dengan asam, hidroilisa asil halida, dan reagen organolitium (Wilbraham, 1992).

Asam karboksilat mempunyai gugus fungsi –COOH yang merupakan produk oksidasi aldehida, sama seperti aldehida yang merupakan produk oksidasi alkohol primer. Perubahan anggur menjadi cuka ialah oksidasi dua langkah yang dimulai dari etanol berubah menjadi asetaldehida kemudian menjadi asam asetat. Dalam industri, asam asetat dapat di


(4)

produksi melalui oksidasi udara dari asetaldehida dengan katalis mangan asetat pada suhu 55°C - 800C. (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003)

Gambar 1.1 Pembentukan Asam Karboksilat (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003)

Reaksi yang sekarang di sukai untuk produksi asam asetat, karena alasan ekonomi ialah kombinasi dari metanol dengan karbon monoksida keduanya diturunkan dari gas alam dengan katalis yang mengandung rodium dan iodin (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003)


(5)

Gambar 1.2 Struktur Kimia Amina (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003)

Amina adalah turunan dari amonia dengan rumus umum R3N, R dapat berupa gugus hidrokarbon atau hidrogen. Jika hanya satu atom hidrogen dari amonia digantikan oleh satu gugus hidrokarbon, hasilnya ialah amina primer. Contohnya ialah etilamina dan anilin. Jika dua gugus hidrokarbon menggantikan atom-atom hidrogen dalam molekul amonia, senyawa ini ialah amina sekunder seperti dimetilamina dan tiga penggantian menghasilkan amina tersier (trimetilamina) amina bersifat basa sebab ada pasangan elektron menyendiri pada atom nitrogen yang dapat menerima satu ion hidrogen, sama seperti pasangan menyendiri pada nitrogen dalam amonia. Amina primer atau sekunder dapat bereaksi dengan asam karboksilat membentuk amida. Reaksi kondensasi yang lain dan analog dengan pembentukan ester dari reaksi alkohol dengan asam karboksilat. Contoh pembentukan asetamida ialah : (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003)

Gambar 1.3 Pembentukan Asetanilida (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003)

Jika amonia adalah reaktan, suka gugus –NH2 menggantikan gugus – OH dalam asam karboksilat dan amida terbentuk : Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003)


(6)

Gambar 1.4 Pembentukan Amida (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003) Ikatan amida ada dalam tulang punggung setiap molekul protein dan oleh karena itu, sangat penting dalam biokimia (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003).

Semakin banyak amina yang tersubsitusi oleh gugus alkil pelepas elektron, makin basa amina tersebut. Gugus pelepas elektron dapat menstabilkan muatan positif ion amonium yang digantikan. Jadi trimetil amina merupakan basa yang lebih kuat daripada amonia. Trimetil amina yaitu terdapat tiga gugus amina dalam suatu senyawa. Secara umum amina aromatik merupakan basa ynag lebih lemah daripada amonia akibat stabilitas resonansi yang dimiliki senyawa aromatik (Bresnick, 2003).

1.1.3 Reaksi Asilasi

Sebuah asil merupakan alkil yang terikat pada ikatan rangkap oksigen dan karbon. Jika R mewakili alkil, maka asil mempunyai formula. (Pudjaatmaka, 1992)


(7)

Gambar 1.2 Gugus asil (Pudjaatmaka, 1992)

Asil yang umum dipakai adalah CH3CO-. Ini disebut sebagai etanoil. Dalam kimia, asilasi (secara formal, namun jarang digunakan alkanoilasi) adalah proses adisi gugus asil ke sebuah senyawa. Senyawa yang menyediakan gugus asil disebut sebagai agen pengasil. Asil halida sering digunakan sebagai agen pengasil karena dapat membentuk elektrofil yang kuat ketika di berikan beberapa logam katalis. Sebagai contoh pada asilasi Friedel Crafts menggunakan asetil

klorida, C H3C O Cl, sebagai agen dan aluminium klorida (AlCl3) sebagai katalis untuk adisi gugus asetil ke benzena. (Pudjaatmaka, 1992)

Gambar 1.3 Contoh reaksi asilasi (Pudjaatmaka, 1992)

Asil halida dan anhidrida asam karboksilat juga sering di gunakan sebagai agen penghasil untuk mengasilasi amina menjadi amida atau mengasilasi alkohol menjadi ester. Dalam hal ini, amina dan alkohol adalah nukleofil, mekanismenya adalah adisi-eliminasi nukleofilik. Asam suksinat juga umumnya di gunakan pada beberapa tipe asilasi yang secara khusus disebut suksinasi. Oversuksinasi terjadi ketika lebih dari satu suksinat di adisi ke sebuah senyawa tunggal. Contoh industri asilasi


(8)

adalah sintesis aspirin, di mana asam salisilat di asilasi oleh asetat anhidrida.

1.1.4 Asetanilida

Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang di golongkan sebagai amida primer, di mana satu atom hidrogen pada anilin di gantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau sering di sebut phenil asetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16.

Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat di ubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat (Arsyad, 2001).

Ada beberapa proses pembuatan asetanilida, yaitu (Arsyad, 2001) : a. Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan anilin

Larutan benzene dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrad di refluk dalam sebuah kolom yang di lengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa.

2 C6H5NH2 + ( CH2CO )2O → 2C6H5NHCOCH3 + H2O

Campuran reaksi di saring, kemudian kristal di pisahkan dari air panasnya dengan pendinginan dan filtratnya di recycle kembali.


(9)

Pemakaian asam asetat anhidrad dapat di ganti dengan asetil klorida.

b. Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin

Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 100% di reaksikan dalam sebuah tangki yang di lengkapi dengan pengaduk.

C6H5NH2 + CH3COOH → C6H5NHCOCH3 + H2O

Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150oC–160oC. Produk dalam keadaan panas di kristalisasi dengan menggunakan kristalizer.

c. Pembuatan asetanilida dari ketene dan anilin

Ketene ( gas ) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang di perkenankan akan menghasilkan asetanilida.

C6H5NH2 + H2C=C=O → C6H5NHCOCH3 d. Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan anilin

Asam thioasetat di reaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S.

C6H5NH2 + CH3COSH → C6H5NHCOCH3 + H2S

Dalam pembuatan asetanilida di gunakan proses antara asam asetat dengan anilin. Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalah : (Arsyad, 2001)


(10)

2. Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk regenerasi katalis dan tidak perlu menambah biaya yang di gunakan untuk membeli katalis sehingga biaya produksi lebih murah.

Asetanilida banyak di gunakan dalam industri kimia, misalnya (Kirk, 1981) :

1. Sebagai bahan intermediet dalam sintesis obat-obatan. 2. Sebagai zat awal dalam sintesa penicillin.

3. Bahan pembantu pada industri cat, karet dan kapur barus. 4. Sebagai inhibitor hidrogen peroksida.

5. Stabiliser untuk pernis dari ester selulosa. 1.1.5 Rekristalisasi

Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat di mana zat-zat tersebut di larutkan dalam suatu pelarut kemudian di kristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu di perbesar. Konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang di murnikan. Bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).

Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu; memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, serta mengeringkan produknya (hasil) (Williamson, 1999).

Kemudahan suatu endapan dapat di saring dan di cuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan


(11)

ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat di saring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah di cuci setelah di saring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah di cuci dengan seksama. Endapan yang terdiri dari kristal-kristal, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979).

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).

Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris. Penampilan luar suatu partikel kristal besar tidak menentukan penataan partikel. Bila suatu zat dalam keadaan cair atau larutan


(12)

mengkristal, kristal dapat terbentuk dengan tumbuh lebih ke satu arah daripada ke lain arah. Kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan yang berfungsi membantu penyaringan (Syabatini, 2010).

Material padatan terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (padat atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan di dinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Di harapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh (Fary, 2009).

1.2 TUJUAN PERCOBAAN

1. Mempelajari pembuatan amida aromatic

2. Mempelajari reaksi amina dengan turunan asam karboksilat, yaitu anhidrida

BAB II. METODOLOGI 2.1 ALAT-ALAT

1. Corong 2. Desikator

3. Erlenmeyer 100ml 2bh 4. Gelas beaker 100ml 2bh 5. Gelas ukur 10ml, 100ml 1bh 6. Labu alas datar


(13)

1. Anilin

2. Asam asetat glasial 3. Anhidrida asetat 2.3 PROSEDUR PRAKTIKUM

1. Dimasukkan 7.5ml asam asetat glacial ke dalam labu alas datar

2. Ditambahkan 2.5 ml anilin ke dalam labu alas datar, kemudian di ikuti dengan anhidrida asetat sebanyak 3ml. Hati-hati, reaksi eksoterm. Dilakukan didalam lemari asam

3. Diaduk campuran dengan sempurna, dibiarkan larutan pada suhu kamar sekitar 15 menit

4. Diencerkan larutan dengan 3.5ml aquades, sehingga terbentuk kristalim dari produk

5. Jika pembentukan kristalin telah sempurna, Kristal disaring dengan kertas saring

6. Dikeringkan Kristal tak berwarna dari N-phenyl etanimida diudara. Ditimbang hasil yang didapat

7. Dilakukan rekristalisasi dengan etanol-air.

8. Disaring lagi kristal yang terbentuk, lalu dikeringkan di dalam desikator. Ditimbang hasil kering yang didapat dan dilaporkan


(14)

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL PERCOBAAN

3.2 PEMBAHASAN

3.2.1 Menurut Ruth Butar Butar

Reaksi pembentukan Acetanilida dapat di hasilkan dari reaksi antara asam asetat glasial dan aniline. Acetanilida berbentuk butiran bewarna putih, sering disebut phenilasetamida yang mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 (Priyatmo, 2008)

Pada reaksi pembuatan asetanilida ini anilin sebanyak 2.5 ml berfungsi sebagai reaktan dan asam asetat glasial berfungsi sebanyak 7.5 ml berfungsi sebagai pelarut asam (melepas H+), mempengaruhi agar reaksi membentuk garam amina dan untuk menetralkan. Proses pencampuran zat dilakukan di dalam lemari asam karena reaksi yang terjadi adalah reaksi eksoterm dan juga untuk menghindari tumpahan reaksi di dalam ruangan terbuka karena senyawa yang di reaksikan asam asetat murni yang sangat berbahaya jika terkena tubuh.pada pencampuran kedua larutan akan menghasilkan warna coklat.

Larutan aniline dan asam aseta glasial di encerkan dengan 35 ml aquades selama 15 sampai terbentuk butiran-butiran yang berbentuk kristal putih ke coklatan yang berarti masih ada pengotor di dalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi. Oleh karena itu perlu di lakukan pemurnian kembali. Kemudian endapan disaring dengan kertas saring dengan penyaring Bucher. Proses ini menggunakan prinsip sedimentasi dan di bantu menggunakan vacum pump, yaitu alat untuk menyedot udara, sehingga proses penyaringan cepat selesai. Setelah edapan sudah kering, di lakukan penimbangan dengan berat 2.47 gram.


(15)

Proses selanjutnya adalah rekkristalisasi untuk mendapatkan asetanilida yang lebih murni. Rekristalisasi di lakukan dengan penambahan alkohol-air (aquades) yang dipanaskan

Alkohol dan air dipanaskan bertujuan untuk meningkatkan kelarutan, jika kelarutan berbeda maka ksp akan berbeda. Perbedaan ksp inilah yang membuat asetanilida jadi mengendap di dasar labu didih. (Mawarni, 2013)

Air panas berguna untuk mempercepat pelarutan asetanilida tersebut sedangkan etanol akan mengikat pengotor-pengotor yang masih terdapat pada asetanilida pada hasil rekristalisasi. Hasil penyaringan kemudian di dinginkan di dalam wadah yang berisikan es batu selam kurang lebih 15 menit sampai terbentuk kristal. Kemudian di saring kembali menggunakan vacum Buchner, selanjutnya di keringkan dengan oven untuk menghilangkan uap air yang masih terdapat pada kristal. Dari hasil rekristalisasi ini di peroleh kristal asetanilida ke abu-abu an dan karena itu untuk memperoleh asetanilida yang putih dan murni di lakukan rekristalisasi selanjutnya 2-3 kali dan di dapat hasil akhir penimbangan 4.44 gr asetanilida murni. (Synyster, 2006)

3.2.2 Menurut Sandi Sudarsono

Percobaan ini di lakukan untuk membuat asetanilida dengan cara mereaksikan anilin dengan asam asetat glasial dan asam anhidrid kemudian di rekristalisasi sebanyak 3 kali. Reaksi antara aniline dengan asam asetat glasial merupakan reaksi eksoterm karena reaksi ini menghasilkan panas sehingga panas di lepaskan kelingkungan. Hal ini yang menyebabkan labu alas datar menjadi panas. Campuran aturan anilin dan asam asetat glasial berwarna kuning kecoklatan. Setelah larutan di biarkan selama 15 menit lalu di tambahkan aquades sehingga terbentuk kristal asetanilida yang masih terkontaminasi dari sisa reaktan


(16)

ataupun hasil samping reaksi (abu zink sisa garam aniline asetat, dll). Oleh karena itu, perlu di lakukan rekristalisasi asetanilida dengan etanol hangat dan aquade hangat agar kotoran yang terdapat di kristal asetanilida dapat menguap. Rekristalisasi ini di lakukan sebanyak 3 kali agar kristal asetanilida yang di dapat benar-benar bersih tanpa ada kotoran yang tercampur, sehingga hasil akhir yang di dapat berat sampel sebesar 0.22 gr.

3.2.3 Menurut Thita Oktaviana Hamelia

Pada percobaan ini, asetanilida di buat dengan cara mereaksikan 7.5 ml asam asetat glasial, aniline 2.5 ml dan asetat anhidrat 3 ml. Dimana asam asetat glasial berfungsi sebagai pelarut dan aniline berfungsi sebagai reaktan. Reaksi ini di lakukan di dalam lemari asam dikarenakan terjadinya reaksi eksoterm yang menimbulkan panas kelingkungan.

Pada saat dibiarkan pada suhu ruangan 15 menit dan ditambahkan aquades 35 ml, munculah endapan bewarna coklat kekuningan-kuningan. Endapan itulah yang di sebut asetanilida. Kemudian larutan tadi didinginkan didalam wadah yang berisikan es batu agar semua asetanilida benar-benar mengendap, sehingga terbentuklah kristal bewarna abu-abu yang berarti masih ada pengotor didalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi. Maka dari itu dilakukan lagi proses rekristalisasi. Berat kristal yang dihasilkan yaitu 2.47 gr.

Tujuan dari proses rekristalisasi yaitu untuk mendapatkan asetanilida yang lebih murni. Dengan penambahan etanol hangat dan air hangat dapat meningkatkan kelarutan, Dimana air panas dapat mempercepat pelarutan asetanilida, sedangkan etanol hangat akan mengikat pengotor-pengotor yang masih terdapat pada asetanilida pada hasil kristalisasi. Setelah melakukan proses rekristalisasi diperoleh hasil yaitu kristal bewarna keruh ataupun keabu-abuan.


(17)

Proses rekristalisasi tidak cukup hanya dengan satu kali saja untuk memperoleh asetanilida yang putih, namun dilakukan sebanyak 2-3 kali agar kristal asetanilida yang di dapat benar-benar bersih tanpa ada kotoran yang tercampur. Sehingga berat hasil akhir dari kristal asetanilida yaitu 4.44 gr.


(18)

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN


(19)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia. Bresnick, S. D. 2003. Intisari Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates.

Fary. 2009. Rekristalisasi, Pembuatan Aspirin dan Penentuan Titik Leleh

Aspirin.http://faryjackazz.blogspot.com/2009/03/rekristalisasi-pembuatan -aspirin-dan.html. Diakses pada 12 April 2015.

Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S.. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Bina Aksara.

Kirk and Othmer. 1982. Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. Vol. 17. Canada:John Wiley and Sons, Inc.

Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb. 2003. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.

Pudjaatmaka, A.H.. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisi Anorganik Kuntitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.

Syabatini, A.. 2010. Pemurnian Bahan secara Rekristalisasi. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.

Wilbraham, A.C.. 1992. Pengantar Kimia Organik 1. Bandung: ITB.

Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiment. USA: Houghton Mifflin Company.


(20)

(21)

LAMPIRAN B JAWABAN PERTANYAAN

1. Tuliskan reaksi lengkap pembuatan asetanilida pada percobaan ini. Jawaban :

2. Apa yang dimaksud dengan reaksi asilasi ?

Jawaban : Dalam kimia, asilasi adalah proses adisi gugus asil ke sebuah senyawa. Senyawa yang menyediakan gugus asil disebut sebagai agen pengasil. Asil halida sering digunakan sebagai agen pengasil karena dapat membentuk elektrofil yang kuat ketika di berikan beberapa logam katalis. 3. Apakah asetanilida larut dalam air ?

Jawaban : Asetanilida larut didalam air namun menggunakan bantuan dari kloral anhidrat karena ………

4. Apakah yang dimaksud dengan reaksi subsitusi elektrofilik ? Jawaban :


(1)

ataupun hasil samping reaksi (abu zink sisa garam aniline asetat, dll). Oleh karena itu, perlu di lakukan rekristalisasi asetanilida dengan etanol hangat dan aquade hangat agar kotoran yang terdapat di kristal asetanilida dapat menguap. Rekristalisasi ini di lakukan sebanyak 3 kali agar kristal asetanilida yang di dapat benar-benar bersih tanpa ada kotoran yang tercampur, sehingga hasil akhir yang di dapat berat sampel sebesar 0.22 gr.

3.2.3 Menurut Thita Oktaviana Hamelia

Pada percobaan ini, asetanilida di buat dengan cara mereaksikan 7.5 ml asam asetat glasial, aniline 2.5 ml dan asetat anhidrat 3 ml. Dimana asam asetat glasial berfungsi sebagai pelarut dan aniline berfungsi sebagai reaktan. Reaksi ini di lakukan di dalam lemari asam dikarenakan terjadinya reaksi eksoterm yang menimbulkan panas kelingkungan.

Pada saat dibiarkan pada suhu ruangan 15 menit dan ditambahkan aquades 35 ml, munculah endapan bewarna coklat kekuningan-kuningan. Endapan itulah yang di sebut asetanilida. Kemudian larutan tadi didinginkan didalam wadah yang berisikan es batu agar semua asetanilida benar-benar mengendap, sehingga terbentuklah kristal bewarna abu-abu yang berarti masih ada pengotor didalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi. Maka dari itu dilakukan lagi proses rekristalisasi. Berat kristal yang dihasilkan yaitu 2.47 gr.

Tujuan dari proses rekristalisasi yaitu untuk mendapatkan asetanilida yang lebih murni. Dengan penambahan etanol hangat dan air hangat dapat meningkatkan kelarutan, Dimana air panas dapat mempercepat pelarutan asetanilida, sedangkan etanol hangat akan mengikat pengotor-pengotor yang masih terdapat pada asetanilida pada hasil kristalisasi. Setelah melakukan proses rekristalisasi diperoleh hasil yaitu kristal bewarna keruh ataupun keabu-abuan.


(2)

Proses rekristalisasi tidak cukup hanya dengan satu kali saja untuk memperoleh asetanilida yang putih, namun dilakukan sebanyak 2-3 kali agar kristal asetanilida yang di dapat benar-benar bersih tanpa ada kotoran yang tercampur. Sehingga berat hasil akhir dari kristal asetanilida yaitu 4.44 gr.


(3)

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia. Bresnick, S. D. 2003. Intisari Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates.

Fary. 2009. Rekristalisasi, Pembuatan Aspirin dan Penentuan Titik Leleh

Aspirin.http://faryjackazz.blogspot.com/2009/03/rekristalisasi-pembuatan -aspirin-dan.html. Diakses pada 12 April 2015.

Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S.. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Bina Aksara.

Kirk and Othmer. 1982. Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. Vol. 17. Canada:John Wiley and Sons, Inc.

Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb. 2003. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.

Pudjaatmaka, A.H.. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisi Anorganik Kuntitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.

Syabatini, A.. 2010. Pemurnian Bahan secara Rekristalisasi. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.

Wilbraham, A.C.. 1992. Pengantar Kimia Organik 1. Bandung: ITB.

Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiment. USA: Houghton Mifflin Company.


(5)

(6)

LAMPIRAN B JAWABAN PERTANYAAN

1. Tuliskan reaksi lengkap pembuatan asetanilida pada percobaan ini. Jawaban :

2. Apa yang dimaksud dengan reaksi asilasi ?

Jawaban : Dalam kimia, asilasi adalah proses adisi gugus asil ke sebuah senyawa. Senyawa yang menyediakan gugus asil disebut sebagai agen pengasil. Asil halida sering digunakan sebagai agen pengasil karena dapat membentuk elektrofil yang kuat ketika di berikan beberapa logam katalis.

3. Apakah asetanilida larut dalam air ?

Jawaban : Asetanilida larut didalam air namun menggunakan bantuan dari kloral anhidrat karena ………

4. Apakah yang dimaksud dengan reaksi subsitusi elektrofilik ? Jawaban :