SEBELUM ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA

Andri Candra Siahaan : Peramalan Penduduk Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2008-2010 Dengan Menggunakan Pertumbuhan Eksponensial, 2009. BAB 3 SEJARAH SINGKAT KABUPATEN LABUHAN BATU

3.1 SEJARAH SINGKAT

3.1.1 SEBELUM ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA

Sistem pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhanbatu sebelum penjajahan Belanda adalah bersifat monarkhi. Kepala pemerintahan disebut Sultan dan Raja yang dibantu oleh seorang yang bergelar Bendahara Paduka Sri Maharaja dan bertugas sebagai kepala pemerintahan sehari-hari semacam Perdana Menteri. Selanjutnya dibawah Bendahara Sri Paduka Maharaja ada Tumenggung yang menjadi Jaksa merangkap kepala polisi. Kemudian ada Laksamana yaitu Panglima Angkatan Laut Panglima Perang. Di bawah Laksamana ada Hulu Balang atau Panglima Angkatan Darat kemudian ada pula Bentara Kanan bertugas sebagai Ajudan Sultan dan Bentara Kiri yang menjadi Penghulu Istana dan Penghulu Para Bangsawan. Kesultanan kerajaan yang terdapat di wilayah Kabupaten Labuhanbatu pada waktu itu terdiri 4 Kesultanan yaitu: 1. Kesultanan Kota Pinang berkedudukan di Kota Pinang. 2. Kesultanan Kualuh berkedudukan di Tanjung Pasir. Andri Candra Siahaan : Peramalan Penduduk Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2008-2010 Dengan Menggunakan Pertumbuhan Eksponensial, 2009. 3. Kesultanan Bilah berkedudukan di Negeri Lama 4. Kesultanan Panai berkeduduka n di Labuhan Bilik Ditambah 1 Half-bestuur, yaitu Kerajaan Kampung Raja berkedudukan di Tanjung Medan.

3.1.2 ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA

Secara pasti tidak diketahui kapan Belanda masuk ke Labuhanbatu, dari berbagai keterangan yang dihimpun diperoleh keterangan bahwa Belanda masuk ke Labuhanbatu berkisar tahun 1825. Namun ada pula keterangan yang mengatakan bahwa kedatangan Belanda ke Labuhanbatu setelah Perang Paderi berkisar tahun 1831. Pada tahun 1862 kesatuan Angkatan Laut Belanda dibawah pimpinan ”Bevel Hebee” datang ke kampung Labuhanbatu di Hulu kota Labuhan Bilik sekarang melalui sungai Barumun. Di kampung Labuhanbatu tersebut Belanda membuat tempat pendaratan dari batu beton. Lama kelamaan tempat pendaratan tersebut berkembang menjadi tempat pendaratan persinggahan kapal-kapal yang kemudian menjadi sebuah kampung Desa yang lebih besar, namanya menjadi ”Pelabuhan Batu”, akhirnya nama Pelabuhan Batu ini dipersingkat sebutannya menjadi ”Labuhanbatu”. Kemudian nama itu melekat dan menjadi nama wilayah Kabupaten Labuhanbatu. Andri Candra Siahaan : Peramalan Penduduk Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2008-2010 Dengan Menggunakan Pertumbuhan Eksponensial, 2009. Dalam perkembangan selanjutnya Pemerintah Kolonial Belanda secara juridis formal menetapkan Gouverment Bisluit Nomor 2 Tahun 1867 tertanggal 30 September tentang Pembentukan Afdeling Asahan yang meliputi 3 Onder Afdeling yaitu : 1. Onder Afdeling Batu Bara dengan Ibu kota Labuhan Ruku. 2. Onder Afdeling Asahan dengan Ibu kota Tanjung Balai. 3. Onder Afdeling Labuhanbatu dengan Ibu kota Kampung Labuhanbatu. Dengan demikian secara Administratif pada mulanya pemerintahan wilayah Labuhanbatu adalah merupakan bagian dari wilayah Afdeling Asahan. Pada masa itu Afdeling dipimpin oleh seorang Asisten Residen Bupati, sedangkan Onder Afdeling dipimpin oleh seorang Controleur Wedana. Controleur Labuhanbatu pertama kali berkedudukan dikampung Labuhanbatu kemudian pada tahun 1895 dipindahkan ke Labuhan Bilik. Tahun 1924 di pindahkan Marbau, tahun 1928 dipindahkan ke Aek Kota Batu dan pada tahun 1932 dipindahkan ke Rantauprapat sampai Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 kedudukan Controleur tetap di Rantauprapat.

3.1.3 ZAMAN PENJAJAHAN JEPANG