10
Flavonoid dapat menghambat enzim DNA gyrase sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat. Flavonoid juga dapat berperan sebagai antiinflamasi.
Flavonoid dapat mengganggu transduksi sinyal dan aktivasi sel imun dengan cara menghambat enzim kinase dan fosfodiesterase.
18
Binahong juga mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai kofaktor hidroksilasi prolin dalam pembentukan kolagen. Vitamin C dapat menstimulasi
angiogenesis. Terdapat perbedaan kadar vitamin C pada daun binahong segar dan
ekstrak daun binahong. Kadar vitamin C pada daun binahong segar sebesar 13.05±0.64mg100gr dan pada ekstrak daun binahong sebesar 6.76±0.77
mg100gr.
16,17
2.1.2 Kulit
Kulit merupakan organ terbesar tubuh.
19
Proporsi kulit sebesar 16 dari berat tubuh total. Luas area kulit tubuh sebesar 1,5
– 2 m
2
. Kulit merupakan pertahanan tubuh pertama yang melawan organisme patogen dari luar.
20
Kulit memiliki dua komponen utama yaitu :
1. Membran kutaneus, yang terdiri atas 2 komponen yaitu : epidermis epitel
superfisial dan dermis jaringan ikat yang terletak dibawah epidermis 2.
Struktur tambahan, antara lain : rambut, kuku, dan kelenjar eksokrin multiseluler. Struktur
– struktur tersebut terletak di dermis dan menonjol ke permukaan kulit melalui epidermis.
Terdapat lapisan hipodermis atau lapisan subkutan yang terletak di bawah lapisan dermis. Lapisan hipodermis memisahkan antara fasia dalam organ yaitu
otot dan tulang dengan sistem integumen.
20
Fungsi kulit dan hipodermis, antara lain : 1.
Proteksi jaringan yang terdapat dibawahnya dan organ terhadap aberasi, kehilangan cairan dan zat kimia
2. Ekskresi garam, air, dan zat sisa organik oleh kelenjer integumen
3. Mempertahankan suhu tubuh normal melalui insulasi maupun pendinginan
evaporasi
11
4. Produksi melanin yang melindungi jaringan dari radiasi ultraviolet
5. Sintesis vitamin D
6. Tempat penyimpanan lipid di dalam adiposit pada lapisan dermis dan
dalam jaringan adiposa di lapisan subkutan. 7.
Mendeteksi rangsangan sentuhan, tekanan, nyeri dan suhu dan menyampaikan informasi rangsangan tersebut ke sistem saraf pusat.
Gambar 2.2 Komponen Sistem Integumen
Sumber : Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF, 2012
2.1.2.1 Epidermis
Lapisan epidermis tersusun atas sel epitel skuamosa berlapis dan berkeratin. Epitel ini berperan sebagai proteksi mekanik dan menjaga agar
mikroorganisme tetap di luar tubuh. Epidermis bersifat avaskular. Sel – sel yang
terletak di lapisan epidermis mendapat nutrisi dan oksigen dari kapiler dermis melalui difusi. Epidermis di dominasi oleh keratinosit yang menghasilkan
keratin.
20
12
Gambar 2.3 Struktur Epidermis
Sumber : Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF, 2012
Keratinosit yang terdapat di dalam epidermis tersusun berlapis –
lapis. Lapisan epidermis disebut stratum. Lapisan – lapisan tersebut dari membran
basal ke permukaan antara lain : stratum basalis, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum. Pada kulit yang tipis,
terdapat 4 lapisan keratinosit dengan ketebalan 0.08 mm dan tidak terdapat stratum lusidum sedangkan pada kulit yang tebal terdapat 5 lapisan keratinosit
dengan ketebalan 0.5 mm dan terdapat stratum lusidum. Kulit tebal terletak pada telapak tangan dan telapak kaki.
20
Stratum basalis merupakan lapisan paling dalam epidermis. Sel yang terletak pada lapisan ini memiliki hemidesmosom yang menempel pada
membran basalis yang memisahkan epidermis dengan jaringan ikat longgar yang berdekatan dengan dermis. Stratum basalis membentuk lekukan epidermis
epidermal ridge yang meluas hingga ke bagian dermis dan dekat dengan papila dermis yang meluas hingga ke bagian epidermis. Pola lekukan epidermis setiap
orang berbeda – beda dan tidak pernah berubah. Pola – pola lekukan epidermis
pada ujung jari membentuk sidik jari dan sering digunakan unutk proses identifikasi.
20
Sel yang terdapat di stratum basalis merupakan stem cell dan memiliki daya regenerasi yang tinggi. Selain itu, pada bagian permukaan kulit
yang memiliki sedikit rambut, terdapat sel Merkel di stratum basalis. Terdapat sel taktil yang berfungsi untuk menghantarkan rangsangan sentuhan dan sel melanosit
yang menghasilkan melanin.
20
13
Stratum spinosum tersusun atas 8 – 10 lapis keratinosit. Lapisan ini
terletak di bagian atas stratum basalis. Keratinosit pada lapisan ini mengalami proses kimiawi. Sitoplasma sel mengkerut namun menyisakan komponen
sitoskeleton dan desmosom yang masih intak. Selain itu juga terdapat sel Langerhans sel dendritik yang berperan untuk respon imun.
20
Stratum granulosum terdiri atas 3 -5 lapis keratinosit yang merupakan derivat dari stratum spinosum yang terletak dibawahnya. Keratinosit
pada lapisan ini mulai berhenti membelah dan menghasilkan keratin dan keratohialin yang banyak. Ketika keratin yang dihasilkan semakin banyak maka
keratinosit akan semakin tipis dan datar. Membran sel akan menebal dan permeabilitasnya berkurang. Keratohialin membentuk granula sitoplasmik yang
menyebabkan sel dehidrasi. Akibat dehidrasi tersebut, nukleus dan organel sel mengalami disintegrasi sehingga sel menjadi mati.
20
Stratum lusidum terletak pada telapak tangan dan telapak kaki. Sel pada lapisan ini berbentuk datar, tanpa organel dan terisi oleh keratin.
20
Stratum korneum terletak pada bagian epidermis yang paling luar. Lapisan ini tersusun atas 15
– 30 lapis keratinosit. Pada keadaan normal, stratum korneum bersifat kering dan water resistent. Air yang berasal cairan interstitial
dapat berpenetrasi ke permukaan kulit dan mengalami evaporasi. Proses tersebut dinamakan perspirasi. Perspirasi ada yang dapat dilihat dan dirasakan secara sadar
Sensible Perspiration dan ada juga yang tidak dapat dilihat dan dirasakan Insensible Perspiration. Jika terjadi kerusakan pada stratum korneum yang
mengganggu efektifitasnya sebagai penahan air, maka frekuensi insensible perspiration akan meningkat dan tubuh akan kehilangan lebih banyak cairan. Pada
luka bakar yang parah dapat menyebabkan terjadinya kulit kering yang berlebihan xerosis.
20
2.1.2.2 Dermis
Dermis terletak di antara epidermis dan hipodermis. Lapisan ini banyak mengandung jaringan ikat, kelenjar, dan pembuluh darah.
27
Dermis memiliki dua komponen utama yaitu :
1. Lapisan papilar pada bagian superfisial
14
2. Lapisan retikular pada bagian dalam
Lapisan papilar merupakan papila dermis yang berproyeksi diantara lekukan epidermal. Lapisan ini tersusun atas jaringan ikat longgar yang
mengandung kapiler, pembuluh limfatik, dan neuron sensori yang menyuplai permukaan kulit.
20
Jaringan ikat longgar yang menyusun lapisan ini terdiri atas serat kolagen tipe III dan serat kolagen. Sel
– sel yang terdapat pada lapisan ini, antara lain : sel fibroblas, makrofag, sel plasma, dan sel mast. Pada beberapa
bagian papilla dermis terdapat korpuskel Meissner. Korpuskel Meissner merupakan mekanoreseptor yang berespon terhadap deformasi ringan epidermis.
Reseptor ini banyak terdapat di daerah yang peka terhadap rangsangan taktil, seperti bibir, genitalia eksterna, dan puting susu. Mekanoreseptor lain yang
terletak pada papilla dermis adalah bulbus akhir Krause Krause end bulb. Fungsi dari mekanoreseptor ini adalah untuk merespon rangsangan dingin.
45
Lapisan retikular tersusun atas anyaman jaringan ikat yang tidak beraturan yang mengandung serat kolagen dan serat elastin. Serat kolagen terletak
pada bagian superfisial lapisan retikular dan masuk kedalam lapisan papilar, sehingga batas antara lapisan papilar dan lapisan retikular tidak dapat dibedakan.
20
Pada bagian intersitisial lapisan retikular terdapat proteoglikan yang banyak mengandung dermatan sulfat. Sel yang terdapat pada lapisan ini, antara lain: sel
fibroblas, sel mast, limfosit, makrofag dan sel lemak pada bagian dalam lapisan retikular. Pada lapisan ini terdapat 2 mekanoreseptor, yaitu korpuskel pacini dan
korpuskel ruffini. Korpuskel pacini berfungsi untuk merespon rangsangan tekanan dan getaran sedangkan korpuskel ruffini berfungsi untuk merespon regangan.
45
Sel Fibroblas Fibroblas merupakan sel terbanyak yang terdapat di jaringan ikat.
Sel ini berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi. Fibroblas dapat berada dalam keadaan aktif maupun inaktif. Fibroblas yang aktif memiliki bentuk
memanjang dengan sitoplasma lebih pucat dan biasanya sulit dibedakan dengan serat kolagen pada pewarnaan hematoxylin eosin. Bagian sel yang dapat terlihat
dengan jelas adalah nukleus yang berbentuk oval, lebih gelap, besar dan mengandung nukleolus. Pada mikroskop elektron, apparatus golgi terlihat lebih
15
menonjol dan retikulum endoplasma kasar lebih banyak terutama saat sel sedang aktif memproduksi matriks seperti pada penyembuhan luka.
45
Sel fibroblas yang tidak aktif memiliki bentuk lebih kecil dan lebih oval. Nukleusnya lebih kecil dan memanjang. Pada mikroskop elektron akan
terlihat retikulum endoplasma yang jarang namun banyak terdapat ribosom bebas. Sel fibroblas yang tidak aktif disebut juga sel fibrosit. Pembelahan sel fibroblas
jarang terlihat pada jaringan normal. Namun, saat terjadi luka, sel tersebut akan berproliferasi dan menjadi lebih aktif untuk memproduksi matriks ekstraseluler.
Saat penyembuhan luka, sel menjadi lebih besar dan bersifat basofilik.
45
Kolagen Serat kolagen terletak pada seluruh jaringan ikat. Pada potongan
histologi, serat kolagen yang bersifat asidofilik akan berwarna merah muda pada pewarnaan eosin, berwarna biru pada pewarnaan Mallory trichrome, dan berwarna
hijau pada pewarnaan Mas son’s trichrome. Serat kolagen tersusun atas subunit
tropokolagen yang memiliki sekuens asam amino rantai alfa. Serat kolagen menyusun 20 protein tubuh dan merupakan serat yang fleksibel dan memiliki
kekuatan regangan yang besar.
45
Serat kolagen dibentuk dari agregat serat tipis yang berdiameter 10 sampai 300 nm. Serat tipis tersebut merupakan molekul tropokolagen dengan
panjang 280 nm dan berdiameter 1,5 nm. Molekul tropokolagen tersusun atas 3 rantai polipeptida yang disebut rantai alfa yang saling berpilin dan membentuk
konfigurasi triple helical. Setiap rantai alfa memiliki 1000 asam amino. Setiap 3 asam amino terdapat asam amino glisin. Asam amino lain yang menyusun rantai
alfa adalah prolin, hidroksiprolin, dan hidroksilisin. Ikatan hidrogen yang terdapat pada hidroksiprolin menjaga agar ketiga rantai alfa tetap bersama sedangkan
hidroksilisin memberikan bentuk serat karena dapat saling mengikat molekul kolagen.
45
Setiap rantai alfa dikode oleh mRNA messanger Ribonucleic Acid yang berbeda. Sekuens asam amino pada rantai alfa tersebut membagi
kolagen menjadi 15 tipe kolagen yang berbeda, yaitu:
45
a. Kolagen Tipe 1
- Tipe kolagen yang paling banyak ditemukan
16
- Membentuk serat yang tebal
- Terdapat di dermis, tendon, ligamen, kapsula organ, tulang, dentin, dan
sementum -
Dapat disintesis oleh sel fibroblas, osteoblas, odontoblas, dan cementoblas
- Fungsi : menahan tekanan
b. Kolagen Tipe II
- Membentuk serat yang ramping
- Hanya ditemukan pada matriks kartilago hialin dan elastin
- Fungsi : menahan tekanan
- Dapat diproduksi oleh sel kondroblas
c. Kolagen Tipe III serat retikular
- Merupakan kolagen yang terglikosilasi tinggi
- Membentuk serat tipis dengan diameter 0,5 – 2,0
- Serat kolagen ini banyak terdapat di sistem limfatik, limpa, hati, sistem
kardiovaskular, paru, dan kulit. -
Membentuk struktur rangka limpa, otot polos, jaringan adiposa, hati, dan nodus limfatik
- Dapat diproduksi oleh sel fibroblas, sel retikular, sel otot polos, dan
hepatosit d.
Kolagen Tipe IV -
Tidak membentuk serat, namun membentuk anyaman molekul prokolagen yang melapisi lamina basalis
- Diproduksi oleh sel epitel, sel otot, dan sel Schwann
e. Kolagen Tipe V
- Membentuk serat yang sangat tpis
- Terdapat di dermis, ligamen, tendon, kapsul organ, tulang, plasenta, dan
sementum -
Berasosiasi dengan kolagen tipe 1 dan matriks dasar plasenta -
Diproduksi oleh sel fibroblas dan mesenkim f.
Kolagen Tipe VII -
Membentuk agregat kecil yang disebut anchoring fibril
17
- Terletak pada pertemuan antara epidermis dan dermis
- Diproduksi oleh sel epidermis
Sintesis Kolagen Sintesis kolagen terjadi di retikulum endoplasma kasar dalam
bentuk rantai preprokolagen. Molekul preprokolagen yang telah disintesis masuk ke dalam sisterna retikulum endoplasma kasar. Di dalam sisterna RE kasar,
molekul tersebut dimodifikasi. Asam amino prolin dan lisin akan terhidroksilasi oleh enzim peptidil prolin hidroksilase dan peptidil lisin hidroksilase untuk
membentuk hidroksiprolin dan hidroksilisin. Proses ini disebut modifikasi post translasi. Beberapa hidroksilisin mengalami glikosilasi dengan penambahan gugus
glukosa dan galaktosa.
45
Tiga molekul preprokolagen membentuk konfigurasi heliks yang disebut molekul prokolagen. Terdapat propeptida yang menjaga ikatan kolagen
tersebut dan mencegah agregasi spontan serat kolagen di dalam sel. Molekul prokolagen meninggalkan RE kasar melalui vesikel transfer yang memindahkan
molekul tersebut ke apparatus golgi. Di apparatus golgi, molekul tersebut dimodifikasi dengan penambahan oligosakarida. Molekul prokolagen yang telah
dimodifikasi kemudian dikemas di dalam jaringan trans golgi dan langsung dikeluarkan dari sel.
45
Saat prokolagen masuk ke dalam lingkungan ekstraseluler, enzim prokolagen peptidase akan memecah ikatan antara propeptida dengan kolagen.
Molekul kolagen akan terbentuk lebih kecil dan disebut molekul tropokolagen. Ikatan kovalen yang dibentuk oleh lisin dan hidroksilisin molekul tropokolagen
akan membentuk struktur serat. Pada kolagen tipe IV, propeptida yang terdapat pada prokolagen tidak dihilangkan sehingga struktur kolagennya tidak
membentuk serat.
45
2.1.2.3 Hipodermis
Hipodermis terletak dibawah lapisan retikular dermis. Namun, secara umum antara lapisan retikular dengan hipodermis tidak dapat dibedakan
dengan jelas karena jaringan ikat pada kedua lapisan saling bertautan. Fungsi hipodermis adalah untuk stabilisasi kulit terhadap jaringan yang terdapat
18
dibawahnya yaitu otot dan tulang.
28
Hipodermis tersusun atas jaringan ikat longgar dan jaringan adiposa. Pada bagian superfisial terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang besar.
20,27
2.1.3 Jaringan Granulasi 2.1.3.1 Definisi Jaringan Granulasi
Jaringan vaskular yang baru terbentuk secara normal pada proses penyembuhan luka jaringan lunak dan membentuk sikatrik, terdiri atas masa yang
kecil, translusen, merah dan bernodul.
19
Jaringan granulasi merupakan salah satu komponen dari proses penyembuhan luka. Jika suatu luka mengenai area yang
luas atau luka tersebut mengenai daerah yang dilapisi dengan kulit yang tipis, perbaikan jaringan terjadi pada bagian dermis dan epitel.
Pembelahan fibroblas dan sel mesenkim menghasilkan sel yang mobile yang masuk ke dalam area luka. Sel endotel pembuluh darah yang rusak mulai
membelah, membentuk kapiler baru yang memperlancar sirkulasi. Kombinasi bekuan darah, fibroblas, dan jaringan kapiler yang luas disebut sebagai jaringan
granulasi.
21
Secara makroskopis, jaringan granulasi berwarna merah, lembut, dan bergranul, seperti yang terlihat di bawah keropeng pada kulit luka. Secara
histologi ditandai dengan proliferasi sel fibroblas dan kapiler baru yang halus dan berdinding tipis di dalam matriks ekstraseluler yang longgar.
21
19
Gambar 2.4 Gambaran Histologis Jaringan Granulasi A.
Jaringan granulasi yang menunjukkan banyak pembuluh darah, edema, dan suatu ekstraseluler matriks yang longgar yang kadang mengandung sel
radang. Hasil pewarnaan trikrom yang mewarnai biru kolagen. B.
Pewarnaan trikrom jaringan parut matur, kolagen padat, hanya disertai saluran vaskular yang tersebar.
Sumber : Kumar et al, 2007
2.1.3.2 Proses Penyembuhan Luka
Proses perbaikan jaringan akibat luka sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Setiap jaringan yang rusak dapat mengalami
perbaikan, namun kemampuannya sangat bervariasi. Proses penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks, namun terjadi secara teratur. Proses tersebut
terdiri atas serangkaian proses berikut :
21
1. Induksi respon peradangan akut
2. Regenerasi sel parenkim
3. Migrasi dan proliferasi sel parenkim dan sel jaringan ikat
4. Sintesis protein ekstraseluler
5. Remodeling unsur parenkim untuk mengembalikan fungsi jaringan
6. Remodeling jaringan ikat untuk memperkuat luka.
Secara umum,
proses penyembuhan
luka juga
dapat diklasifikasikan menjadi 3 fase, yaitu: fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase
remodeling.
22
Selain itu, berdasarkan keparahan lukanya, proses penyembuhan luka ada yang bersifat primer maupun sekunder.
21
20
Gambar 2.5 Tahap Penyembuhan Luka Primer kiri dan Sekunder kanan.
Sumber : Kumar et al, 2007
Penyembuhan primer terjadi pada luka fokal pada kontinuitas membran basalis epitel dan menyebabkan kematian sel dalam jumlah yang sedikit
sedangkan penyembuhan sekunder terjadi pada luka yang menyebabkan kehilangan sel atau jaringan luas sehingga merangsang pertumbuhan jaringan
granulasi dan menyebabkan pertumbuhan jaringan parut.
21
Perbedaan antara penyembuhan primer dan penyembuhan sekunder, antara lain: secara intrinsik, jika terjadi kerusakan jaringan yang luas
maka jumlah debris jaringan nekrosis dan fibrin lebih banyak sehingga reaksi radang menjadi lebih hebat dan berpotensi besar mengalami cedera sekunder
akibat radang, jaringan granulasi yang terbentuk lebih besar sehingga jaringan parut yang terbentuk juga lebih besar, dan penyembuhan sekunder menunjukkan
adanya kontraksi luka.
21
a. Fase Inflamasi
Fase inflamasi merupakan fase awal proses penyembuhan luka. Fase ini terdiri atas 2 komponen, yaitu respon vaskular dan hemostasis, serta respon
seluler. Perdarahan terjadi segera setelah jaringan luka akibat disrupsi pembuluh
21
darah. Hemostasis terdiri atas 2 proses, yaitu pembentukan bekuan fibrin dan koagulasi. Trombosit memiliki peran yang sangat penting dalam proses
hemostasis tersebut. Trombosit diaktivasi oleh matriks ekstraseluler di dinding pembuluh darah sehingga membentuk agregat dan pada saat yang bersamaan
mengeluarkan mediator serotonin, adenosine difosfat, dan tromboksan A2 dan protein pengikat fibrinogen, fibronektin, trombospodin, dan Von Willebrand
Factor VIII . Dalam proses ini, terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin oleh trombin sehingga akan terbentuk bekuan fibrin.
22
Respon seluler dari fase inflamasi ditandai dengan datangnya leukosit, neutrofil dan monosit ke tempat luka. Sel
– sel tersebut mengeluarkan zat sitokin yang merupakan faktor kemotaksis untuk memanggil sel
– sel leukosit lain dan mengeluarkan faktor pertumbuhan sedangkan monosit akan berubah menjadi
makrofag dan memfagositosis sisa – sisa kotoran di tempat luka tersebut. Proses
ini berlangsung dalam waktu 24 jam setelah terjadinya luka.
21, 22
b. Fase Proliferasi
Dalam fase proliferasi akan terjadi proses reepitelisasi, migrasi keratinosit, proliferasi keratinosit, pembentukan Basement Membrane Zone
BMZ, rekonstitusi dermis, fibroplasia, dan angiogenesis. Reepitelisasi merupakan proses pengembalian epidermis intak setelah terjadi luka. Proses ini
dapat terjadi karena adanya migrasi sel keratinosit ke daerah luka, diferensiasi neoepitel menjadi stratum epidermis, restorasi BMZ yang intak yang
menghubungkan dermis dan epidermis di bawahnya. Keratinosit bermigrasi dalam waktu 24 jam setelah terjadi luka. Faktor yang mempengaruhi migrasi keratinosit
antara lain: matriks ekstraseluler, reseptor integrin, metalloprotease MMP, dan faktor pertumbuhan.
22
Rekonstitusi dermis terjadi pada hari ke 3 – 4 setelah terjadinya
luka. Proses ini dicirikan dengan terbentuknya jaringan granulasi, yang terdiri atas pembentukan pembuluh darah baru neovaskularisasi dan akumulasi fibroblas
dan bahan dasar matriks. Pada hari ke-4, fibroblas mulai berploriferasi dan bermigrasi ke dalam bekuan fibrin serta menghasilkan kolagen baru dan protein
matriks lainnya. Molekul struktural matriks ekstraseluler, fibronektin dan kolagen berperan untuk pembentukan jaringan granulasi. Fibronektin membantu fibroblas
22
berikatan dengan matriks ekstraseluler dan menyediakan tempat adhesi saat migrasi sel. Fibronektin juga berperan sebagai penyangga serat kolagen dan
memediasi kontraksi luka. Migrasi fibroblas dapat distimulasi oleh PDGF dan TGF-beta yang dihasilkan oleh makrofag.
22
Jumlah fibroblas mencapai puncaknya pada minggu ke 1-2 setelah terbentuknya luka.
28
Proses pembentukan pembuluh darah baru neovaskularisasi melalui dua proses, yaitu: vaskulogenesis, yang jaringannya berasal dari angioblas
prekursor sel endotel selama perkembangan embrionik dan angiogenesis atau neovaskularisasi yaitu pembuluh darah yang telah ada mengeluarkan tunas kapiler
untuk menghasilkan pembuluh darah baru. Berikut tahapan – tahapan umum
perkembangan pembuluh kapiler yang baru :
21
1. Terjadi degradasi proteolitik pada membran basal pembuluh darah induk
dan degradasi matriks ekstraseluler di sekitar pembuluh darah induk
Gambar 2.6 Langkah – langkah Proses Angiogenesis
Sumber : Kumar et al, 2007
2. Migrasi sel endotel dari kapiler induk ke arah rangsangan angiogenik
3. Proliferasi sel endotel
4. Maturasi sel endotel untuk menyokong pembuluh endotel berupa
rekrutmen dan proliferasi sel perisit untuk kapiler dan sel otot polos untuk pembuluh darah yang lebih besar.
Pembuluh darah baru tidak membentuk interendothelial junction dan meningkatnya transitosis sehingga mudah mengalami kebocoran dan
menyebabkan jaringan granulasi mengalami edema. Faktor yang menginduksi angiogenesis, antara lain : FGF Fibroblast Growth Factor dan VEGF Vascular
Endothelial Growth Factor. Kedua zat tersebut disekresikan oleh sel stroma. Selain itu juga terdapat aktivitas kinase intrinsik sel endotel yang menginduksi sel
23
endotel untuk menyekresi proteinase untuk mendegradasi membran basalis, meningkatkan migrasi sel endotel, dan mengarahkan pembentukan pembuluh
darah baru.
21
Kontraksi luka terjadi pada puncak minggu kedua. Selama pembentukan jaringan granulasi fibroblas secara bertahap bermodulasi menjadi miofibroblas
yang memiliki berkas mikrofilamen aktin. Pseudopodia miofibroblas memanjang dan aktin sitoplasma berikatan dengan fibronektin ekstraseluler, menempel pada
serat kolagen dan retraksi, menghubungkan serat kolagen dengan sel sehingga membentuk kontraksi luka. Kontraksi miofibroblas dipengaruhi oleh PGF1, 5-
hidroksitriptamin, angiotensin,
vasopressin, bradikinin,
epinefrin, dan
norepinefrin.
22
c. Fase Remodeling
Perubahan jaringan granulasi menjadi jaringan parut melibatkan perubahan dalam komposisi matriks ekstraseluler. Pada dermis orang dewasa
normal, komposisi kolagen tipe I sebesar 80 sedangkan komposisi kolagen tipe III sebesar 10. Sedangkan pada fase penyembuhan luka, kolagen tipe III lebih
dominan. Muncul pada hari ke 2 – 3 setelah luka, dan bertahan hingga hari ke 7 –
8. Perubahan tersebut terjadi untuk mencapai keseimbangan antara sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler.
21,22
Degradasi matriks ekstraseluler dan kolagen dilakukan oleh kelompok metalloproteinase bergantung pada ion Zn. Metaloproteinase terdiri
atas kolagenase interstitial yang memecah kolagen fibril tipe I, II, dan III, gelatinase kolagenase tipe IV, yang memecah kolagen amorf dan fibronektin,
dan stromelisin yang mengatabolisasi proteoglikan, laminin, fibronektin, dan kolagen amorf. Enzim dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh zat
– zat yang muncul pada daerah luka. Metaloproteinase yang aktif dapat dihambat
dengan TIMP Tissue Inhibitor Metalloproteinase yang dihasilkan oleh sel mesenkim untuk mencegah terjadinya kerusakan. Aktivasi kolagenase dan
inhibitornya diatur secara spasial dan temporal dan sangat penting untuk remodeling ekstraseluler matriks untuk pemulihan jaringan.
21,22
24
2.1.4 Luka Bakar 2.1.4.1 Epidemiologi Luka Bakar
Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004 diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30 pasien berusia
kurang dari 20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak berusia 1
– 9 tahun. Anak – anak berisiko tinggi terhadap kematian akibat luka bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka
bakar dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup.
2
Di Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari
50.000 pasien di rawat inap.
21
Di Indonesia, menurut RISKESDAS 2013 prevalensi luka bakar di Indonesia sebesar 0,7.
1
Secara global, 96.000 anak – anak yang berusia di bawah usia 20 tahun
mengalami kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi kematian lebih tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan rendah dan menengah
dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi sebesar 4,3 per 100.000 orang dan 0,4 per 100.000 orang.
2
Kebanyakan kematian terjadi pada daerah yang miskin, seperti Afrika, Asia Tenggara, dan daerah Timur Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi
pada daerah dengan pendapatan tinggi , seperti Eropa dan Pasifik Barat.
2
Gambar 2.7 Frekuensi Mortalitas Akibat Luka Bakar karena Api per 100.000 anak -anak di daerah WHO berdasarkan Tingkat Pendapatan Negara, 2004
Sumber : WHO 2008, Global Burden of Disease: 2004 Update
25
2.1.4.2 Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, antara lain: penyebab, luasnya luka, dan keparahan luka bakar.
a. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab
Luka bakar termal
Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bisa disebabkan oleh cairan panas,berkontak dengan benda padat
panas, terkena lilin atau rokok, terkena zat kimia, dan terkena aliran listrik.
Luka bakar inhalasi
Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas, cairan panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran
yang tidak sempurna. Luka bakar ini penyebab kematian terbesar pada pasien luka bakar.
2
b. Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka Bakar
Derajat I atau Luka bakar superfisial
Luka bakar hanya mengenai epidermis dan menimbulkan respon inflamasi sederhana. Biasanya disebabkan oleh paparan terhadap
radiasi sinar matahari atau kontak terhadap benda padat. Luka bakar tipe ini dapat sembuh dalam seminggu dan tidak
menimbulkan perubahan permanen pada warna, tekstur, dan ketebalan kulit.
Gambar. 2.8 Ilustrasi Kedalaman Luka Bakar dan Hubungannya dengan Lapisan Kulit
Sumber : Senarath-Yapa K Enoch S, 2009
26
Derajat II atau Luka bakar parsialdalam Pada luka bakar derajat II, kerusakan jaringan meliputi
epidermis dan dermis. Luka bakar derajat II dibagi menjadi 2, yaitu luka bakar derajat II superfisial dan luka bakar derajat II
dalam. Pada luka bakar derajat II superfisial, kerusakan terjadi pada bagian epidermis dan permukaan dermis namun struktur
tambahan kulit masih utuh sedangkan pada luka bakar derajat II dalam terjadi kerusakan pada seluruh epidermis dan dermis serta
struktur tambahan kulit. Luka bakar derajat II superfisial dapat sembuh dalam waktu kurang dari 3 minggu, sedangkan luka
bakar derajat II dalam sembuh dalam waktu lebih dari 3 minggu.
Derajat III atau Luka bakar penuh Pada luka bakar ini, kerusakan terjadi pada seluruh lapisan
epidermal, meliputi epidermis, dermis dan jaringan subkutan serta folikel rambut yang dalam. Luka bakar jenis ini
menimbulkan kerusakan pada lapisan kulit yang luas.
2
c. Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka
Luas luka bakar ditentukan berdasarkan area permukaan tubuh total Total Body Surface AreaTBSA. Metode yang digunakan
adalah Rule of Nine Wallace. Metode ini digunakan untuk orang dewasa dan anak
– anak berusia lebih dari 10 tahun, sedangkan Grafik Lund dan Browder digunakan untuk anak berusia kurang dari
10 tahun. Pada metode rule of nine, proporsi bagian kepala dan daerah leher sebesar 9, setiap bagian lengan termasuk tangan
sebesar 9, setiap bagian tungkai dan kaki sebesar 18 , bagian batang tubuh punggung, toraks, dan abdomen pada satu sisi sebesar
18.
24
27
Gambar. 2.9 Rules of Nine Wallace
Sumber: Senarath-Yapa K Enoch S, 2009
2.1.4.3 Patofisiologi Luka Termal
Respon inflamasi secara dapat terjadi secara lokal maupun sistemik akibat luka termal. Proses tersebut terjadi secara kompleks. Respon
inflamasi terjadi segera setelah terjadinya luka, sedangkan respons sistemik bersifat progresif dan mencapai puncaknya pada hari ke 5
– 7 setelah terjadinya luka.
23
Respon Sistemik Terhadap Luka Bakar
Tabel 2.1 Respon Sistemik terhadap Luka Bakar
Sumber: Cakir B Yegen C, 2004
2.1.5 Penanganan Luka Bakar
Luka bakar dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan baik. Pasien luka bakar sama prioritasnya dengan pasien trauma sehingga perlu
28
dilakukan penanganan secara primer maupun sekunder lanjutan . Pada penanganan luka bakar perlu dilakukan penilaian terhadap hal
– hal berikut :
29,30
1. Jalan Nafas Airway
Luka bakar yang luas dapat menimbulkan edema massif dan menimbulkan obstruksi pada saluran nafas. Tanda
– tanda obstruksi saluran nafas, yaitu : perubahan suara, penggunaan otot
– otot pernafasan, dan kecemasan yang tinggi. Selain itu, terdapat beberapa
kondisi pada pasien luka bakar yang meningkatkan resiko terjadinya obstruksi saluran pernafasan, antara lain : luka bakar yang luas, semua
pasien dengan luka bakar jenis deep burn 35-40 TBSA sebaiknya dipasang endotracheal tube ETT.
30
Pemasangan ETT dapat dilakukan lebih awal jika pasien mengalami obstruksi saluran nafas. Selain itu,
ETT juga dapat dipasang jika memerlukan waktu yang cukup lama untuk merujuk pasien. Trakeostomi tidak dibutuhkan pada penanganan
resusitasi.
30
2. Pernapasan Breathing
Periksa frekuensi pernafasan. Hati – hati pada pernafasan yang cepat
atau lambat.
29
3. Sirkulasi Circulation
Luka bakar dapat menyebabkan hilangnya cairan yang cukup banyak bergantung pada luas luka dan kedalamannya. Oleh karena itu, perlu
cairan pengganti berupa larutan Ringer Laktat yang diberikan secara intravena. Perlu dilakukan pemasangan foley kateter untuk memonitor
respon fisiologis tubuh terhadap cairan yang diberikan. Target urine output pada orang dewasa sebesar 0.5 mlkgjam, sedangkan pada anak
– anak sebesar 1 mlkgjam.
30
4. Kecacatan Disability
Nilai apakah ada compartment syndrome atau tidak.
29
5. Paparan Exposure
Persentase area yang terkena luka bakar
29
Morbiditas dan mortalitas luka bakar bergantung pada luas permukaan luka bakar . Selain itu, morbiditas dan mortalitas luka bakar akan meningkat
29
seiring bertambahnya usia. Luka bakar yang kecil pada lansia dapat menimbulkan kematian.
29
2.1.5.1 Pertolongan Pertama First aid Perawatan Luka
Pada 6 jam pertama luka bakar merupakan fase kritis. Rujuk segera pasien yang mengalami luka bakar parah ke rumah sakit. Berikut
langkah – langkah yang dilakukan untuk pertolongan pertama pada luka
bakar, antara lain:
29
a. Jika pasien belum mendapatkan pertolongan pertama, alirkan
air dingin pada luka bakar pasien untuk mencegah kerusakan lebih jauh dan melepaskan pakaian yang terbakar.
b. Jika luka bakar terbatas, kompres dengan air dingin selama
30 menit untuk mengurangi nyeri dan edema dan meminimalisasi kerusakan jaringan.
c. Jika luka bakar luas, setelah dialirkan air dingin, pasang pembalut yang bersih pada daerah luka untuk mencegah
hipotermia.
2.1.5.2 Initial Treatment Wound Care
a. Luka bakar harus steril
b. Pemberian profilaksis tetanus c. Bersihkan semua bulla, kecuali pada luka bakar yang sangat
kecil. Eksisi dan lakukan debridement pada jaringan nekrosis yang menempel.
d. Setelah di-debridement, bersihkan luka bakar dengan larutan chlorhexidine 0.25 2.5gliter, 0.1 1gliter larutan
cetrimide, atau antiseptik lain yang berbahan dasar air.
30
e. Jangan menggunakan larutan berbahan dasar alkohol f. Gosok dengan hati
– hati jaringan nekrotik yang longgar. Berikan lapisan tipis krim antibiotik silver sulfadiazine
g. Balutkan kain kasa pada luka. Gunakan kasa kering yang tebal untuk mencegah terjadinya kebocoran pada lapisan luar.
2.1.5.3 Daily Treatment Wound Care
30
a. Ganti balutan kasa setiap hari dua kali sehari jika memungkinkan atau sesering mungkin untuk mencegah
terjadinya kebocoran cairan. b. Inspeksi luka, ada perubahan warna atau tidak yang
mengindikasikan adanya infeksi c. Demam dapat muncul hingga luka tertutup
d. Adanya selulitis mengindikasikan adanya infeksi e. Berikan antibiotik sistemik jika mengalami infeksi
Streptococcus hemolyticus f.
Infeksi Pseudomonas aeruginosa sering menimbulkan septicemia dan kematian. Berikan aminoglikosida sistemik.
g. Pemberian antibiotik topikal setiap hari. Jenis antibiotik topikal yang dapat diberikan antara lain :
- Nitrat silver 0.5 aqueous, paling murah, diaplikasikan pada balutan kassa oklusif namun tidak dapat penetrasi ke
dalam jaringan parut. Obat ini dapat menyebabkan deplesi elektrolit dan menyebabkan noda.
- Silver sulfadiazine 1 ointment, diaplikasikan pada
selapis balutan kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke dalam jaringan parut yang terbatas, dan dapat menyebabkan
neutropenia. -
Mafenide acetate 11 ointment, diaplikasikan tanpa balutan kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke dalam
jaringan parut yang lebih baik, dapat menyebabkan asidosis.
29
2.1.5.4. Antibiotik Topikal Silver Sulfadiazine
Silver sulfadiazine merupakan antibiotik topikal pilihan untuk luka bakar. Komponen aktif silver sulfadiazine terdiri atas silver nitrat
dan sodium sulfadiazine. Atom silver menggantikan atom hidrogen pada molekul sulfadiazine. Obat ini sering digunakan pada luka bakar
permukaan superficial burn dan dalam deep burn. Silver sulfadiazine memiliki spektrum antimikroba yang luas Gram +, Gram -, dan ragi
dan bersifat bakterisidal.
31
31
Komponen silver akan berikatan dengan DNA bakteri sehingga akan menghambat proses sintesis protein bakteri dan
menyebabkan pertumbuhan bakteri terhambat. Silver sulfadiazine memiliki kemampuan disosiasi sedang sehingga dapat berperan sebagai
reservoir silver yang sangat mudah berdisosiasi jika dalam berbentuk garam.
32
. Ion silver dapat berikatan dengan enzim yang terdapat di dalam bakteri sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan metabolisme
bakteri. Selain itu, ion silver juga dapat terdeposit dinding sel dan membran plasma bakteri sehingga menyebabkan struktur luar bakteri
tersebut menjadi abnormal.
42
Sulfadiazine merupakan
antibiotik golongan
sulfonamide. Sulfadiazine dapat menghambat sintesis asam folat bakteri dengan cara
menghambat enzim dihydropteroat sintase sehingga pembentukan asam dihidrofolik dari PABA p-aminobenzoic acid akan menurun. Penurunan
pembentukan asam dihidrofolik akan menghambat pembentukan purin dan DNA bakteri sehingga pertumbuhan bakteri akan berkurang.
43
Pemberian silver sulfadiazine kontraindikasi untuk penderita alergi sulfa daan ibu hamil. Pada ibu hamil, komponen sulfonamide
menyebabkan kernikterik pada bayi. Selain itu, obat ini tidak boleh diberikan pada luka bakar di daerah wajah karena dapat menimbulkan
iritasi mata. Efek samping obat ini adalah dapat menyebabkan leukopenia pada hari ke 3 dan ke 5 setelah terjadi luka bakar. Namun, beberapa
dokter menyakini bahwa leukopeni tersebut terjadi karena penurunan migrasi leukosit ke daerah luka dan tidak disebabkan oleh supresi pada
sumsum tulang.
31
2.1.6 Pemberian Topikal Ekstrak Daun Binahong
Cara pemberian obat untuk luka bakar dapat melalui topikal maupun sistemik bergantung jenis obatnya dan efek terapi yang diinginkan. Cara
pemberian obat juga bergantung pada pembawa zat aktif obat tersebut. Salah satu cara pemberian obat luka bakar pada kulit adalah dengan pemberian obat topikal.
Bentuk obat topikal kulit bermacam – macam, seperti salep, bubuk, krim, gel,
32
larutan, hidrogel, lotion dan salep. Bentuk obat tersebut bergantung pada sifat kelarutan zat aktif dan zat pembawa yang digunakan.
25
Pada bentuk obat topikal kulit salep, zat pembawa yang digunakan adalah vaselin album dan adeps lanae. Kedua zat tersebut bersifat lipofilik. Oleh
karena itu, kedua zat tersebut dapat menahan uap air sehingga keringat tidak dapat menembus kulit dan tertahan pada kulit sehingga menimbulkan hidrasi pada kulit
di bawah pembawa. Pembawa yang bersifat lipofilik umumnya cenderung baik bagi absorpsi obat.
26
Gambar 2.10 Bentuk Sediaan Obat Topikal
Sumber : Lullman H., et al, 2000
2.1.7 Tikus Sprague dawley
Tikus Sprague dawley adalah salah satu jenis tikus putih Rattus novergicus yang sering digunakan untuk penelitian. Hampir 20 penelitian
menggunakan hewan ini untuk kepentingan ilmiah. Berat tikus Sprague dawley saat lahir sebesar 5 gr dan sangat aktif. Hewan ini dapat tumbuh dengan cepat
hingga minggu ke – 3. Berat tikus jantan dewasa sebesar 400 – 500 gr. Tikus ini
dapat bertahan hidup hingga usia 2 tahun dan merupakan hewan yang jinak. Penelitian mengenai struktur anatomi tikus telah banyak dilakukan.
Lambung tikus memiliki bagian aglandular yang lebih besar yaitu 13 bagian dari total mukosa gaster. Kelenjar lambung tidak memiliki kelenjar kardiak dan kaya
33
sel mast yang menghasilkan histamin. Sekum yang luas membantu untuk pencernaan selulosa.
Suhu dan kelembaban lingkungan yang sesuai untuk tikus yaitu 20 C- 25
C dan 50
– 55. Tikus dapat beradaptasi sesuai suhu dan kelembaban lingkungan di sekitarnya. Kelembaban pada jangkauan 40
– 70 masih dapat ditoleransi oleh tikus. Namun, saat penelitian, suhu dan kelembaban lingkungan tikus harus dijaga
relatif konstan untuk meminimalisasi efek fluktuasi pada data penelitian melalui perubahan konsumsi makan dan minum, serta kerentanan terhadap penyakit.
Ventilasi merupakan bagian yang penting pada kandang tikus. Kondisi ventilasi ini berkaitan dengan kerentanan terhadap infeksi saluran pernapasan.
Frekuensi pertukaran udara segar 100 yang direkomendasikan bervariasi yaitu 10-20 pertukaran per jam, bergantung pada kepadatan populasi dan penggunaan
filter udara. Penggunaan filter portable yang murah direkomendasikan untuk menghilangkan zat
– zat toksik dan patogen. Pencahayaan juga merupakan bagian terpenting pada perawatan tikus.
Kerusakan retina akibat paparan cahaya yang berlebih dapat terjadi pada tikus albino tikus putih. Tikus juga memiliki pendengaran yang sensitif. Kadar
kebisingan 160 dB dapat menyebabkan kerusakan mekanik pada telinga tikus. Oleh karena itu, kadar kebisingan di sekitar kandang tikus harus dijaga kurang
dari 85 dB. Paparan kebisingan sebesar 107 – 112 dB selama 1 ½ jam selama 5
hari berturut – turut dapat menyebabkan pembesaran pada kelenjar adrenal,
eosinopenia, leukositosis, dan peningkatan nafsu makan pada tikus. Tikus Sprague dawley sering digunakan untuk penelitian mengenai uji
efikasi, keamanan, dan toksisitas obat, penelitian mengenai reproduksi, perkembangan, penuaan, nutrisi, onkologi, dan teratologi. Tikus ini memiliki
kemampuan reproduksi yang sangat baik. Kulit hewan pengerat sering digunakan untuk penelitian mengenai per
cutaneus permeation secara in vitro dan in vivo. Hewan pengerat yang sering digunakan adalah tikus, mencit, dan marmut. Keuntungan dari penggunaan hewan
ini adalah ukurannya yang kecil, perawatan mudah, dan harga yang lebih murah. Diantara hewan pengerat lain, kulit tikus memiliki struktur yang mirip dengan
34
jaringan manusia. Permeation rate pada kulit hewan pengerat lebih tinggi dibandingkan
dengan kulit
manusia, kecuali
pada kulit
tikus.
51
35
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan secara deskriptif analitik.
39
Penelitian ini menggunakan evaluasi histopatologi untuk melihat efek salep ekstrak daun binahong terhadap pembentukan jaringan
granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Agustus 2014 di
Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Proses determinasi tanaman dilakukan oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia LIPI Bogor, sedangkan proses ekstraksi dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat BALITRO. Pembuatan preparat
dilakukan oleh Laboratorium Patologi Anatomi FKUI sedangkan pengamatan preparat histopatologi jaringan luka dilakukan di Laboratorium Histologi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Proses pembuatan salep ekstrak daun binahong dilakukan di Laboratorium Farmakologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3 Bahan yang diuji
Bahan yang diuji adalah daun binahong Anredera cordifoliaTenore Steenis yang dideterminasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI
Bogor. Berat daun binahong basah sebesar 4 kg dan berat daun yang telah dikeringkan sebesar 530,6 gr. Daun binahong yang telah kering diekstraksi oleh
Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat BALITRO.
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah tikus putih strain Sprague dawley yang didapatkan dari penyedia fasilitas dan model hewan coba iRATco yang
disertai surat keterangan sehat dari Rumah Sakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan FKH Institut Pertanian Bogor IPB. Sampel yang diambil adalah tikus
yang memenuhi kriteria berikut :
36
3.4.1 Kriteria Inklusi
Tikus Sprague dawley, berjenis kelamin jantan, kondisi sehat, berusia 12
– 16 minggu dengan berat 350 - 450 gr.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Tikus Sprague dawley yang memiliki bekas luka di daerah dorsal atau memiliki kelainan pada kulit di bagian dorsal
3.4.3 Besar Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus Federer, yaitu :
46
T – 1 N – 1 ≥ 15
Keterangan : T = jumlah perlakuan , N = jumlah sampel Dalam penelitian ini terdapat 5 perlakuan, sehingga jumlah sampel
yang dibutuhkan yaitu : 5
– 1 N - 1 ≥ 15 4 N
– 1 ≥ 15 N
– 1 ≥ 154 N
– 1 ≥ 3,75 N ≥ 4,75 , dibulatkan menjadi 5.
Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel yang dibutuhkan minimal 5 ekor tikus untuk setiap kelompok perlakuan. Pada penelitian ini sampel yang
digunakan adalah 5 ekor tikus dalam setiap kelompok penelitian sehingga jumlah keseluruhan sampel yang digunakan adalah sebanyak 25 ekor tikus. Seluruh
sampel diberikan makanan dan minuman secara ad libitum. Secara random, sampel dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan, 1
kelompok kontrol positif, dan 1 kelompok negatif, dengan rincian sebagai berikut: Kelompok Kontrol Positif K+ yang diberikan salep Silver Sulfadiazin: 5
ekor tikus Kelompok Kontrol Negatif K- yang hanya diberikan basis salep: 5 ekor
tikus Kelompok Perlakuan 1 P1 yang diberikan salep ekstrak daun Binahong
dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong sebesar 10: 5 ekor tikus
37 Kelompok Perlakuan 2 P2 yang diberikan salep ekstrak daun Binahong
dengan konsentrasi ekstrak sebesar 20: 5 ekor tikus Kelompok Perlakuan 3 P3 yang diberikan salep ekstrak daun Binahong
dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong sebesar 40: 5 ekor tikus
3.5 Identifikasi Variabel
3.5.1 Variabel Bebas Ekstrak daun binahong Anredera cordifoliaTenoreSteenis
dengan konsentrasi sebesar 10, 20, dan 40. 3.5.2 Variabel Terikat
Kepadatan deposit kolagen, jumlah sel fibroblas, dan neovaskularisasi
3.6 Definisi Operasional
No. Variabel
Definisi Operasional Alat Ukur
Hasil Ukur Skala Ukur
1 Kepadatan
Deposit Kolagen
Kolagen yang terbentuk di jaringan granulasi
- Mikroskop
Olympus BX41
- Program
Adobe Photoshop
6.0 Intensitas
deposit kolagen pada jaringan
granulasi Numerik
3 Jumlah
Fibroblas Fibroblas adalah sel
yang memiliki inti lonjong ketika dipotong
memanjang dan memiliki inti berwarna
lebih pucat - Mikroskop
Olympus BX41 - Program
ImageJ 1.48v Jumlah sel
fibroblas Numerik
4 Neovaskula-
Risasi Pembuluh darah yang
terdapat dalam jaringan granulasi
- - Mikroskop
Olympus BX41
- - Program
Adobe Photoshop
CS3 Jumlah
pembuluh darah Numerik
5 Salep ekstrak
daun binahong Salep ekstrak daun
binahong dengan konsentrasi ekstrak daun
binahong sebesar 10, 20, dan 40
- -
Kategorik
6 Basis Salep
Salep yang berisi vaselin album dan adeps lanae
tanpa ekstrak daun binahong
- -
Kategorik
7 Kontrol Positif
Salep silver sulfadiazine -
- Kategorik
38
3.7 Alat dan Bahan
3.7.1 Alat Penelitian 1. Plat besi berukuran 4 x 2 cm
2. Hot Plate Magnetic stirrer 3. Beker glass
4. Gunting dan Pinset 5. Pisau cukur
6. Karton 7. Staples
8. Pot obat 9. Kandang hewan coba
10. Timbangan elektronik 11. Termometer
12. Lumpang dan Alu 13. Cawan porselen
14. Spatula 15. Stopwatch
16. Mikroskop 3.7.2 Bahan Penelitian
1. Ekstrak daun binahong Anredera cordifoliaTenoreSteenis 2. Adeps lanae
3. Vaselin album 4. Formalin
5. Eter 6. Pelarut etanol 96 .