Pengujian Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Kelapa Sawit(Elaeis guineensis Jacq.) Sebagai Obat Luka Bakar

(1)

PENGUJIAN SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN

KELAPA SAWIT(Elaeis guineensis Jacq.) SEBAGAI OBAT

LUKA BAKAR

SKRIPSI

OLEH : WAHYUDI NIM 121524175

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGUJIAN SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN

KELAPA SAWIT(Elaeis guineensis Jacq.) SEBAGAI OBAT

LUKA BAKAR

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH : WAHYUDI NIM 121524175

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGUJIAN SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SEBAGAI OBAT

LUKA BAKAR

OLEH:

WAHYUDI

NIM 121524175

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195709091985112001 NIP195409091982011001

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. Pembimbing II, NIP 195709091985112001

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. Drs. Suryadi Ahmad, M.Sc., Apt. NIP 195504241983031003 NIP 195109081985031002

Dra. Marianne, S.Si., , M.Si., Apt. NIP 198005202005012006

Medan, Desember 2015 Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala limpahan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Pengujian Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Sebagai Obat Luka Bakar.

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati dan hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., dan Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga M.S., Apt., yang telah membimbing dengan sangat baik, memberikan petunjuk, saran-saran dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini, Bapak Prof. Karsono, Apt., selaku ketua penguji, Bapak Drs. Suryadi Ahmad, M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai, serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada kedua orang tua, Pelda. Hasballah dan Juridah, Amd.Keb., yang selalu


(5)

mendukung, mendoakan dan memberikan semangat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, November 2015 Penulis,

Wahyudi


(6)

PENGUJIAN SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SEBAGAI OBAT LUKA BAKAR

Abstrak

Daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) mengandung alkaloid yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri, flavonoid yang memiliki aktivitas astringen dan saponin yang dapat memacu pembentukan kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas sediaan gel ekstrak etanol daun kelapa sawit terhadap penyembuhan luka bakar.

Serbuk daun kelapa sawit diekstraksi dengan pelarut etanol 80% secara maserasi selama 5 hari, diserkai, ampasnya dicuci dengan etanol. Filtrat didiamkan selama 2 hari kemudian dienap tuangkan. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan rotary evaporator (±500C) dan di freeze dryer (-40oC). Serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun kelapa sawit (EEDKS) dikarakterisasi dan diformulasi menjadi sediaan gel berbasis HPMC dengan konsentrasi 2,5, 5, dan 7,5%. Selanjutnya diuji efektivitasnya terhadap kelinci yang dibuat luka bakar (diameter 2,2 cm) dengan pengolesan sediaan gel EEDKS satu kali sehari dimulai dari hari ke-0 sampai luka bakar sembuh, sebagai pembanding digunakan bioplacenton, kemudian sediaan gel diuji stabilitasnya.

Hasil karakterisasi serbuk simplisia dan EEKDS masing-masing diperoleh kadar air (6,64% dan 2,65%), kadar sari larut air (13,49% dan 19,57%), kadar sari larut etanol (16,98% dan 43,88%), kadar abu total (3,75% dan 2,43%) dan kadar abu yang tidak larut asam (0,78% dan 0,24%). Hasil pemeriksaan sediaan gel EEDKS mampu menyembuhkan luka bakar dengan konsentrasi 7,5% (18 hari), 5% (20 hari), 2,5% (21 hari). Konsentrasi yang paling efektif adalah 7,5% memberikan hasil yang signifikan dengan bioplacenton (18 hari). Hasil uji stabilitas gel EEDKS stabil selama 28 hari penyimpanan, hasil sediaan gel homogen, dengan nilai pH 6,6-6,9, nilai viskositas basis gel (3500cps), gel EEDKS 2,5% (3200cps), gel EEDKS 5% (3000cps), gel EEDKS 7,5% (2800cps).


(7)

EFFECTIVENESS TEST THE ETHANOL EXTRACT GEL OF OIL PALM LEAF (Elaeis guineensis Jacq.) FOR BURNS HEALING

Abstract

Leaves of palm (Elaeis guineensis Jacq.) Contain alkaloids that have the ability as an antibacterial, astringent activity of flavonoids and saponins that can stimulate the formation of collagen, which plays a role in wound healing process and. This study aimed to test the effectiveness of the ethanol extract gel palm leaves for the healing of burns.

Palm’ leaf powder macerated by ethanol 80% for 5 days, filtered, the residue has extraction by ethanol, then the filtrate leave for 2 day and poured ponder. The maserat has evaporated by using rotary evaporator (±500C) and dried by freeze dryer

(±-40oC). Simplicia powder and ethanol extract of palm’s leaf have executed in characteristic and then has formulated to gel preparations that have HPMC for the basic with its concentration 2.2, 5, and 7.5%. Subsequently, gel preparations tested its effectiveness on the backs of rabbit made burns with a diameter 2.2 cm by measuring diameter and applying ethanol extract gel of oil palm leaf once a day starting from 0 day until the burns healed, then gel preparations tested his stability which include examining homogenity, pH and viscosity.

The result from characteristic simplicia powder and extract respectively have obtained by water level (6.64% and 2.65%), water soluble extract (13,49% and 19.57%), ethanol soluble extract level (16.98% and 43.88%), total ash content (3.75% and 2.43%), and ash level which insoluble in acid (0.78% and 0.24%). The results of examination have significant correlation to healing the wound with each concentration 7.5% (18 days), 5.0% (20 days), 2.5% (21 days), the most effective concentration is 7.5% which can provide significant results with Bioplacenton as a comparison (18 days). Results of stability test of ethanol extract of oil palm’s leaf is stable in storage for 28 days. Homogenity examination of gel preparation have showed homogenous, the pH value of gel preparation is 6.6-6.9, viscosity value of basic gel is 3500 sentipoise, 3200 sentipoise for gel 2.5% , 3000 sentipoise for gel 5%, and 2800 sentipoise for gel 7.5%.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... ... iv

ABSTRACT ... ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Habitat ... 5

2.1.2 Morfologi ... 5

2.1.3 Nama lain ... 5

2.1.4 Sistematika tumbuhan ... 6


(9)

2.1.6 Khasiat tumbuhan ... 6

2.2 Ekstraksi ... 7

2.3 Gel ... ... 8

2.3.1 Hidroksi propil metil selulosa (HPMC) ... 10

2.3.2 Propilen glikol ... 10

2.3.3 Metil paraben ... 11

2.3.4 Propil paraben ... 12

2.4 Kulit ... 12

2.4.1 Epidermis ... 13

2.4.2 Dermis ... 15

2.4.3 Lapisan subkutis ... 16

2.5 Luka Bakar ... 16

2.6 Pemberian Obat Melalui Kulit ... 18

2.7 Senyawa Kimia Tumbuhan Berkhasiat Penyembuh Luka ... 19

2.7.1 Tanin ... 19

2.7.2 Flavonoid ... 20

2.7.3 Tanin ... 20

2.7.4 Saponin ... 20

2.7.5 Triterpenoid/steroid ... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan ... 22

3.1.1 Alat- alat ... 22

3.1.2 Bahan-bahan ... 22

3.2 Hewan Percobaan ... 23

3.3 Prosedur ... 23


(10)

3.3.1.1 Pengambilan bahan tumbuhan ... 23

3.3.1.2 Identifikasi tumbuhan ... 23

3.3.1.3 Pengolahan bahan tumbuhan ... 23

3.3.1.4 Pembuatan ekstrak etanol daun kelapa sawit ... 24

3.3.2 Karakterisasi simplisia dan ekstrak ... 24

3.3.2.1 Penetapan kadar air ... 24

3.3.2.2 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 25

3.3.2.3 Penetapan kadar sari larut etanol ... 25

3.3.2.4 Penetapan kadar abu total ... 26

3.3.2.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 26

3.3.3 Pembuatan formula sediaan ... 26

3.3.3.1 Pembuatan basis gel ... 26

3.3.3.2 Komposisi formula ... 27

3.3.4 Uji stabilitas sediaan ... 27

3.3.4.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ... 28

3.3.4.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 28

3.3.4.3 Penentuan pH sediaan ... 28

3.3.4.4 Penentuan viskositas sediaan ... 28

3.3.5 Pengujian gel terhadap penyembuhan luka bakar ... 29

3.3.6 Analisa data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 31

4.2 Hasil Ekstraksi ... 31

4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak . ... 31

4.4 Hasil Uji Stabilitas Sediaan ... 32


(11)

4.4.2 Hasil pengamatan homogenitas sediaan ... 33

4.4.3 Hasil penentuan pH sediaan ... 34

4.4.4 Hasil penentuan viskositas sediaan ... 34

4.5 Hasil Uji Efektivitas Penyembuhan Luka Bakar ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Komposisi formula gel EEDKS ... ... 27

4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak ... ... 32

4.2 Data pemeriksaan stabilitas fisik sediaan gel EEDKS ... ... 33

4.3 Data pengamatan homogenitas sediaan ... ... 33

4.4 Data pengukuran pH ... ... 34

4.5 Data pengukuran viskositas ... ... 34

4.6 Data rata-rata hasil pengukuran diameter luka ... ... 36


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.1 Kerangka penelitian ... ... 4

2.1 Gambar rumus bangun HPMC ... ... 10

2.2 Gambar rumus bangun Propilen Glikol ... .. 11

2.3 Gambar rumus bangun metil paraben ... .. 11

2.4 Gambar rumus bangun propil paraben ... .. 12

2.5 Struktur kulit ... .. 13

3.1 Gambaran perhitungan diameter luka bakar ... .. 30

4.1 Grafik perubahan diameter luka bakar ... .. 35


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan kelapa sawit ... ... 46

2 Gambar tumbuhan dan daun segar kelapa sawit ... ... 47

3 Gambar simplisia dan serbuk daun kelapa sawit ... ... 48

4 Bagan penelitian ... ... 49

5 Perhitungan hasil karakterisasi simplisia ... 51

6 Gambar sediaan gel EEDKS ... ... 56

7 Gambar homogenitas sediaan EEDKS ... .. 57

8 Perhitungan viskositas sediaan gel EEDKS ... . 58

9 Surat persetujuan etik ... ... 59

10 Gambar alat yang digunakan ... ... 60

11 Data pengukuran diameter luka bakar ... ... 61

12 Gambar penyembuhan luka bakar ... ... 62

13 Hasil variansi ANAVA ... ... 70


(15)

PENGUJIAN SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SEBAGAI OBAT LUKA BAKAR

Abstrak

Daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) mengandung alkaloid yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri, flavonoid yang memiliki aktivitas astringen dan saponin yang dapat memacu pembentukan kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas sediaan gel ekstrak etanol daun kelapa sawit terhadap penyembuhan luka bakar.

Serbuk daun kelapa sawit diekstraksi dengan pelarut etanol 80% secara maserasi selama 5 hari, diserkai, ampasnya dicuci dengan etanol. Filtrat didiamkan selama 2 hari kemudian dienap tuangkan. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan rotary evaporator (±500C) dan di freeze dryer (-40oC). Serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun kelapa sawit (EEDKS) dikarakterisasi dan diformulasi menjadi sediaan gel berbasis HPMC dengan konsentrasi 2,5, 5, dan 7,5%. Selanjutnya diuji efektivitasnya terhadap kelinci yang dibuat luka bakar (diameter 2,2 cm) dengan pengolesan sediaan gel EEDKS satu kali sehari dimulai dari hari ke-0 sampai luka bakar sembuh, sebagai pembanding digunakan bioplacenton, kemudian sediaan gel diuji stabilitasnya.

Hasil karakterisasi serbuk simplisia dan EEKDS masing-masing diperoleh kadar air (6,64% dan 2,65%), kadar sari larut air (13,49% dan 19,57%), kadar sari larut etanol (16,98% dan 43,88%), kadar abu total (3,75% dan 2,43%) dan kadar abu yang tidak larut asam (0,78% dan 0,24%). Hasil pemeriksaan sediaan gel EEDKS mampu menyembuhkan luka bakar dengan konsentrasi 7,5% (18 hari), 5% (20 hari), 2,5% (21 hari). Konsentrasi yang paling efektif adalah 7,5% memberikan hasil yang signifikan dengan bioplacenton (18 hari). Hasil uji stabilitas gel EEDKS stabil selama 28 hari penyimpanan, hasil sediaan gel homogen, dengan nilai pH 6,6-6,9, nilai viskositas basis gel (3500cps), gel EEDKS 2,5% (3200cps), gel EEDKS 5% (3000cps), gel EEDKS 7,5% (2800cps).


(16)

EFFECTIVENESS TEST THE ETHANOL EXTRACT GEL OF OIL PALM LEAF (Elaeis guineensis Jacq.) FOR BURNS HEALING

Abstract

Leaves of palm (Elaeis guineensis Jacq.) Contain alkaloids that have the ability as an antibacterial, astringent activity of flavonoids and saponins that can stimulate the formation of collagen, which plays a role in wound healing process and. This study aimed to test the effectiveness of the ethanol extract gel palm leaves for the healing of burns.

Palm’ leaf powder macerated by ethanol 80% for 5 days, filtered, the residue has extraction by ethanol, then the filtrate leave for 2 day and poured ponder. The maserat has evaporated by using rotary evaporator (±500C) and dried by freeze dryer

(±-40oC). Simplicia powder and ethanol extract of palm’s leaf have executed in characteristic and then has formulated to gel preparations that have HPMC for the basic with its concentration 2.2, 5, and 7.5%. Subsequently, gel preparations tested its effectiveness on the backs of rabbit made burns with a diameter 2.2 cm by measuring diameter and applying ethanol extract gel of oil palm leaf once a day starting from 0 day until the burns healed, then gel preparations tested his stability which include examining homogenity, pH and viscosity.

The result from characteristic simplicia powder and extract respectively have obtained by water level (6.64% and 2.65%), water soluble extract (13,49% and 19.57%), ethanol soluble extract level (16.98% and 43.88%), total ash content (3.75% and 2.43%), and ash level which insoluble in acid (0.78% and 0.24%). The results of examination have significant correlation to healing the wound with each concentration 7.5% (18 days), 5.0% (20 days), 2.5% (21 days), the most effective concentration is 7.5% which can provide significant results with Bioplacenton as a comparison (18 days). Results of stability test of ethanol extract of oil palm’s leaf is stable in storage for 28 days. Homogenity examination of gel preparation have showed homogenous, the pH value of gel preparation is 6.6-6.9, viscosity value of basic gel is 3500 sentipoise, 3200 sentipoise for gel 2.5% , 3000 sentipoise for gel 5%, and 2800 sentipoise for gel 7.5%.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan suatu organ yang kompeten secara imunologis dan berperan penting bagi pertahanan tubuh (Brown dan Burns, 2005). Fungsi kulit bagi tubuh sangat banyak, diantaranya adalah melindungi bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis dan kimiawi, mengontrol suhu tubuh dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot pembuluh darah kulit, serta mensekresikan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan ammonia (Hetharia, 2009). Fungsi kulit yang penting bagi tubuh dapat terganggu akibat suatu cedera, salah satu diantaranya luka bakar (Muttaqin dan Sari, 2011).

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak antara kulit dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2003). Hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar dapat menyebabkan terganggunya kemampuan tubuh untuk mengatur suhunya, sehingga seseorang dapat mengalami penurunan suhu tubuh pada beberapa jam pertama setelah mengalami luka bakar (Smeltzer, 2001). Kerusakan jaringan akibat luka bakar bukan hanya terjadi pada permukaan kulit saja, juga jaringan bagian bawah kulit. Jaringan yang terbakar akan rusak, sehingga cairan tubuh bisa keluar melalui kapiler pembuluh darah pada jaringan yang mengalami pembengkakan akibat luka bakar (Guyton, 2007).

Dipasaran obat luka bakar telah banyak beredar dalam bentuk gel dan krim, namun jenis sediaan bentuk gel lebih banyak digunakan karena rasa dingin dikulit,


(18)

kulit (Suardi, dkk., 2008). Pemilihan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) sebagai dasar gel karena tidak berbau dan tidak berasa, mudah larut dalam air panas dan sebagai penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep sedangkan propilen glikol dapat digunakan sebagai pelarut dan pengawet (Rowe, dkk., 2005). Penggunaan HPMC yang bersifat netral sebagai basis gel dapat menghasilkan sediaan gel dengan pH yang stabil serta tahan terhadap pengaruh asam dan basa (Rogers, dkk., 2009).

Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan. Menurut Chong et all (2008), semua bagian dari tanaman kelapa sawit memiliki banyak manfaat, misalnya ramuan akar di Nigeria digunakan untuk penyembuhan sakit kepala. Ekstrak daun dan jus dari tangkai muda digunakan sebagai obat luka. Minyak dari inti kelapa sawit digunakan sebagai penangkal racun yang digunakan secara topikal dengan kombinasi beberapa herbal lain sebagai lotion untuk penyakit kulit. Daun dari tanaman kelapa sawit dapat digunakan dalam beberapa pengobatan seperti kanker, sakit kepala dan rematik dan sebagai afrodisiak, diuretik, dan obat gosok. Menurut Sashidaran et all (2012) menyebutkan bahwa daun kelapa sawit mengandung alkaloid, flavonoid, gula reduksi, saponin, steroid, terpenoid, dan tanin. Menurut Barku et all (2013), flavonoid memiliki aktivitas antimikroba dan astringen yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi. Banyaknya kandungan senyawa kimia yang dimiliki daun kelapa sawit sangat berpotensi sebagai obat luka, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas sediaan gel ekstrak etanol daun kelapa sawit sebagai obat luka bakar.


(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah ekstrak etanol daun kelapa sawit dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel menggunakan basis gel HPMC?

b. Apakah sediaan gel ekstrak etanol daun kelapa sawit mempunyai efek penyembuhan luka bakar?

c. Berapakah konsentrasi yang paling efektif dalam penyembuhan luka bakar?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Ekstrak etanol daun kelapa sawit dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel menggunakan basis gel HPMC.

b. Sediaan gel ekstrak etanol daun kelapa sawit mempunyai efek penyembuhan luka bakar.

c. Diperoleh konsentrasi yang paling efektif dalam penyembuhan luka bakar.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Memformulasikan ekstrak etanol daun kelapa sawit dalam bentuk sediaan gel. b. Mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak etanol daun

kelapa sawit.

c. Mengetahui konsentrasi yang paling efektif dalam penyembuhan luka bakar.


(20)

Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi tentang efektivitas penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak etanol daun kelapa sawit.

1.6 Kerangka Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka penelitian

Simplisia daun kelapa sawit

Ekstrak etanol daun kelapa sawit

- (Kelompok kontrol) Basis gel HPMC

-(Kelompok uji) Sediaan gel EEDKS konsentrasi 2,5%, 5% dan 7,5%

- (Kelompok pembanding) Bioplacenton®

Kelinci

Uji stabilitas gel

Penyembuhan luka bakar

- Stabilitas fisik (bentuk, warna, bau) - pH

- Homogenitas - Viskositas

- Diameter luka bakar - Hari kesembuhan


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Habitat

Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Afrika Barat (Fauzi, dkk., 2002). Habitat asli kelapa sawit adalah di hutan dekat dengan sungai di Guinea Savanna Afrika Barat yang kering. Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan baik pada daerah di luar habitat aslinya, yaitu 16o lintang utara hingga 15o lintang selatan. Penyebarannya di Indonesia meliputi daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa dan Sulawesi (Adlin, 2008).

2.1.2 Morfologi

Ciri-ciri morfologi tumbuhan kelapa sawit yaitu merupakan pohon yang tingginya dapat mencapai 24 meter, mempunyai akar serabut yang mengarah kebawah dan kesamping. Selain itu terdapat beberapa akar yang tumbuh mengarah kesamping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Daunnya tersusun majemuk menyirip, bewarna hijau tua dan pelepah bewarna sedikit lebih muda. Batang

tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun dan kemudian pelepah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa

(Sastrosayono, 2008).


(22)

Nama lain dari tumbuhan kelapa sawit adalah afrikaanse oliepalm (Belanda), oelpalme (Jerman), oilpalm (Inggris), kelapa bali (Melayu), salak minyak (Sunda) dan kelapa sawit (Jawa) (Heyne, 1987).

2.1.4 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledona

Ordo : Arecales

Famili : Aracaceae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Nama lokal : Kelapa sawit

2.1.5 Kandungan kimia

Daun kelapa sawit mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, steroid/triterpenoid, saponin dan tanin (Sreenivasan, dkk., 2010).

2.1.6 Khasiat tumbuhan

Semua bagian tumbuhan ini memiliki manfaat, daging buahnya dapat digunakan untuk mengobati infeksi kulit, minyak dari buah dan bijinya digunakan


(23)

untuk memasak, membuat sabun, krim, dan kosmetik lainnya. Kayunya sebagai bahan bangunan rumah, getah digunakan sebagai bahan pencahar (Chong et, all., 2008). Akar digunakan untuk mengobati sakit kepala, bubuk akar ditambahkan ke minuman sebagai obat untuk gonore dan menorrhagia dan bronchitis (Sreenivasan et, all., 2010). Daunn ya merupakan obat tradisional untuk kanker, sakit kepala dan rematik. Ekstrak daun dan jus dari tangkai daun muda dapat mengobati luka (Balick, 1996). Hasil penelitian Sashidaran et all (2008), menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kelapa sawit dapat menyembuhkan luka yang terinfeksi.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diserap oleh pelarut sehingga pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap oleh pelarut maka perlu diserbuk sampai halus (Ditjen POM, 2000).

Ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu:

1. Maserasi

Maserasi berasa dari kata “macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi. Maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari (Syamsuni,


(24)

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi adalah pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi berasal dari kata “percolare” yang artinya penetesan (Voigt, 1995). Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau

dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari sekurang-kurangnya selama 3 jam (Ditjen POM, 2000).

2.3 Gel

Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Ditjen POM, 1995). Sediaan gel memilik sifat yang lunak, lembut, mudah dioleskan, serta tidak meninggalkan lapisan berminyak pada permukaan kulit (Mammone dan Gan, 2002). Pembuatan gel dilakukan dengan proses peleburan atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman., dkk, 1994).

Massa gel yang terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, digolongkan sebagai sistem dua fase, sedangkan massa gel yang terdiri dari makromolekul


(25)

organik yang tersebar merata dalam suatu cairan hingga tidak terlihat ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan digolongkan sebagai sistem fase tunggal (Ditjen POM, 1995). Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel meliputi gom alam, tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintesis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa,

karboksimetilselulosa, dan karbopol (Aulton, 2007).

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambhakan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989: Aulton, 2007).

2. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989: Aulton, 2007). Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt, 1995).


(26)

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1995) adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan penyebarannya baik pada kulit

2. Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat pada kulit

3. Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

4. Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

5. Pelepasan obatnya baik

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet. Upaya stabilisasi dari segi mikrobial disamping penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis ini sangat cocok untuk pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan (Voigt, 1995: Aulton, 2007).

2.3.1 Hidroksi propil metil selulosa (HPMC)

Hidroksi propil metil selulosa adalah turunan selulosa eter semisintetik yang telah digunakan secara luas sebagai polimer hidrofilik dalam sistem pemberian obat oral dan topikal (Rogers, 2009). HPMC memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton, mudah larut dalam air panas dan segera menggumpal membentuk koloid. HPMC sebagai pengemulsi, pensuspensi dan sebagai penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam


(27)

aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe., dkk, 2005: Reynold, 1989). Rumus bangun HPMC dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Rumus bangun HPMC

2.3.2 Propilen glikol

Propilen glikol adalah cairan kental, jernih, tidak bewarna, tidak berbau, rasa agak manis. Dapat bercampur dengan air, etanol, kloroform dan minyak lemak (Departemen Kesehatan, 1979). Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam berbagai formulasi parental dan non parental. Propilen glikol secara umum merupakan pelarut yang lebih baik dari gliserin dan dapat melarutkan berbagai bahan seperti kortikosteroid, obat-obatan sulfa, barbiturat, vitamin A dan D, alkaloid dan banyak anastetik lokal (Rowe., dkk, 2005: Reynold, 1989). Rumus bangun propilen glikol dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(28)

Gambar 2.2 Rumus bangun propilen glikol

2.3.3 Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur kecil, tidak bewarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau khas lemah dan mempunyai sedikit rasa terbakar (Ditjen POM , 1995).

Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi, digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Soni, 2002). Rumus bangun metil paraben dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Rumus bangun metil paraben

2.3.4 Propil paraben

Propil paraben merupakan serbuk putih atau hablur kecil tidak bewarna (Ditjen POM, 1995). Bentuknya kristalin putih, tidak berbau, dan tidak berasa serta berfungsi sebagai pengawet (Steinberg, 2005). Konsentrasi propil paraben yang digunakan pada sediaan topikal adalah 0,01-0,06 %. Propil paraben efektif sebagai


(29)

pengawet pada rentang pH 4-8. Peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas antimikrobanya. Propil paraben sangat larut dalam aseton dan etanol, larut dalam 250 bagian gliserin dan sukar larut di dalam air (Wade and Weller, 1994; Reynold, 1989). Rumus propil paraben dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Rumus bangun propil paraben

2.4 Kulit

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi tubuh dari lingkungan luar, kulit tidak bisa terpisah dari kehidupan manusia yang

merupakan organ esensial dan vital, kulit juga merupakan cermin kesehatan dari kehidupan seseorang. Keadaan kulit sangat kompleks, elastis, sensitif dan bervariasi dan dipengaruhi oleh iklim, umur, seks dan ras (Hetharia, 2009).

Kulit bekerja melindungi struktur-struktur di bawahnya, kulit juga

mencerminkan emosi dan stres yang kita alami, serta berdampak pada penghargaan orang lain terhadap kita. Selama hidup, kulit dapat terpotong, tergigit, mengalami iritasi, terbakar, atau terinfeksi. Akan tetapi, kulit memiliki kapasitas dan daya tahan yang luar biasa untuk pulih (Muttaqin dan Sari, 2011).

Fungsi-fungsi kulit sangat banyak bagi tubuh kita, beberapa fungsi kulit :


(30)

2. Melindungi dari masuknya zat-zat kimia beracun dari lingkungan dan

mikroorganisme

3. Fungsi-fungsi imunologis

4. Melindungi dari kerusakan akibat radiasi UV

5. Mengatur suhu tubuh

6. Sintesis vitamin D

7. Berperan penting dalam daya tarik seksual dan interaksi sosial ( Brown and

Burns, 2005).

Kulit terdiri dari atas tiga lapisan, yang masing-masing memiliki berbagai jenis sel dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah epidermis, dermis dan subkutis (Muttaqin dan Sari, 2011).


(31)

2.4.1 Epidermis

Epidermis adalah bagian terluar dari kulit. Bagian ini tersusun dari jaringan epitel skuamosa bertingkat yang mengalami keratinasi; jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah; dan sel-selnya sangat rapat. Bagian epidermis yang paling tebal dapat ditemukan pada telapak tangan dan telapak kaki (Sloane, 2004). Sel-sel epidermis terus-menerus mengalami mitosis, dan berganti dengan yang baru sekitar 30 hari. lapisan ini mengandung reseptor-reseptor sensorik sentuhan, suhu, getaran dan nyeri (Muttaqin dan Sari, 2011).

Lapisan epidermis merupakan epitel gepeng (skuamosa) berlapis, dengan beberapa lapisan yang jelas terlihat. Jenis sel yang utama disebut keratinosit, yang merupakan hasil pembelahan sel pada lapisan epidermis yang paling dalam (stratum basale), tumbuh terus kearah permukaan kulit dan sewaktu bergerak ke atas

keratinosit mengalami proses yang disebut diferensiasi terminal untuk membentuk sel-sel lapisan permukaan atau stratum korneum (Brown and Burns, 2005).

Menurut (Sloane, 2004), lapisan epidermis terdiri dari 5 lapisan berikut:

1. Stratum basale, adalah lapisan tunggal sel-sel yang melekat pada jaringan ikat dari lapisan kulit dibawahnya (dermis). Pembelahan sel yang cepat berlangsung pada lapisan ini, dan sel baru didorong masuk ke lapisan berikutnya.

2. Stratum spinosum, adalah lapisan sel spina atau tanduk, disebut demikian karena sel-sel tersebut disatukan oleh tonjolan yang menyerupai spina. Spina adalah bagian penghubung intraseluler yang disebut desmosom.


(32)

3. Stratum granulosum, terdiri dari tiga atau lima lapisan atau barisan sel dengan granula-granula keratohialin yang merupakan prekursor pembentukan keratin. Keratin adalah protein keras dan resilien, anti air serta melindungi permukaan kulit yang terbuka.

4. stratum lusidum, adalah lapisan jernih dan tembus cahaya dari sel-sel gepeng tidak bernukleus yang mati atau hampir mati dengan ketebalan empat sampai tujuh lapisan sel.

5. Stratum korneum, adalah lapisan epidermis teratas, terdiri dari 25 sampai 30 lapisan sisik tidak hidup yang sangat terkeratinisasi dan semakin gepeng saat mendekati permukaan kulit.

2.4.2 Dermis

Dermis atau kutan merupakan lapisan kulit dibawah epidermis yang membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit (Muttaqin dan Sari, 2011). Lapisan ini jauh lebih tebal daripada epidermis dan terdiri dari lapisan elastis dan fibriosa padat (Hetharia, 2009).

Lapisan dermis dipisahkan dari lapisan epidermis dengan adanya membran dasar atau disebut dengan lamina. Membran ini tersusun dari dua lapisan jaringan ikat, yaitu:

1. Lapisan papilar adalah jaringan ikat areolar renggang dengan firoblas, sel mast, dan makrofag. Lapisan ini mengandung banyak pembuluh darah, yang memberi nutrisi pada epidermis diatasnya.


(33)

2. Lapisan retikular terletak lebih dalam dari lapisan papilar, lapisan ini tersusun dari jaringan ikat reguler yang rapat, kolagen dan serat elastik (Sloane, 2004).

Pembuluh darah di dermis menyuplai makanan dan oksigen pada dermis dan epidermis, serta membuang produk-produk sisa. Aliran darah dermis memungkinkan tubuh mengontrol temperaturnya. Pada penurunan suhu tubuh, saraf-saraf simpatis ke pembuluh darah meningkatkan pelepasan norepinefrin. Pelepasan norepinefrin menyebabkan kontriksi pembuluh sehingga panas tubuh dapat dipertahankan. Apabila suhu tubuh terlalu tinggi, maka rangsangan simpatis terhadap pembuluh darah berkurang sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah sehingga panas tubuh akan dipindahkan ke lingkungan Muttaqin dan Sari, 2011).

2.4.3 Lapisan subkutis

Lapisan ini adalah kelanjutan dari dermis dan terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak yang disebut panikulus adipose yang berfungsi sebagai cadangan makanan (Hetharia, 2009). Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya Lapisan ini mengandung jumlah sel lemak yang beragam, tergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembulu darah dan ujung saraf (Sloane, 2004)

2.5 Luka Bakar

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,

ledakan, sengatan listrik ataupun gigitan hewan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Salah satu jenis luka adalah luka bakar, yang merupakan suatu bentuk traumatis


(34)

dengan luka yang unik dan dapat menimbulkan jaringan mati yang menetap pada lokasi dalam jangka waktu lama. Penyebab dari luka bakar antara lain adalah api, benda-benda panas, air panas, minyak yang panas, udara yang panas, bahan kimia dan listrik (Hetharia, 2009).

Jenis umum sebagian besar luka bakar adalah luka bakar akibat panas. Jaringan lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu diatas 46oC. Luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak. Cedera luka bakar dapat menyebabkan keadaan hipermetabolik dimanifestasikan dengan adanya demam, peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan curah jantung, peningkatan glukoneogenesis, serta meningkatkan katabolisme otot viseral dan rangka (Muttaqin dan Sari, 2011).

Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah

penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali jaringan.

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari

kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi homeostatis. Homeostatis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Pada fase ini terjadi reaksi inflamasi. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi dan disertai dengan vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan.


(35)

Tanda dan gejalan klinis reaksi radang menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Firoblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini luka dipenuhi dengan sel radang, fibroplast dan kolagen yang membentuk

jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut dengan jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka, tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis, proses migrasi hanya terjadi kearah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru terhenti setelah epitel saling menyentuh dan menatap seluruh permukaan luka, dengan tertutupnya luka maka proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan.

Fase selanjutnya adalah fase penyudahan, pada fase ini terjadi proses

pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung lama bahkan sampai berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir jika semua tanda radang sudah hilang. Tubuh berusaha


(36)

diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar kulit (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

2.6 Pemberian Obat Melalui Kulit

Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis. Absorbsi perkutan didefenisikan sebagai absorbsi yang dapat menembus lapisan stratum korneum (lapisan tanduk) dan berlanjut menembus lapisan di bawahnya dan akhirnya masuk ke sirkulasi darah (Lachman., dkk, 1994; Hunter 2003).

Absorbsi perkutan suatu obat umumnya disebabkan oleh penetrasi obat melalui stratum korneum. Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semi permeabel, dan molekul obat berpenetrasi dengan cara difusi pasif, jadi jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat atau airnya. Bahan-bahan yang mempunyai sifat larut dalam keduanya, minyak dan air, merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum korneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-lapisan kulit (Ansel, 1989; David, 2007).

Prinsip absorbsi obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses dimana suatu substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi

penurunan kadar gradien yang diikuti bergeraknya molekul. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans-membran bagi umumnya obat. Daya dorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel.


(37)

Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi, viskositas dan ketebalan membran (Martin, 1993: Rassner, 1995).

2.7 Senyawa Kimia Tumbuhan Berkhasiat Penyembuh Luka Bakar

Senyawa kimia tumbuhan yang dapat berkhasiat terhadap penyembuhan luka bakar antara lain alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan steroid/triterpenoid.

2.7.1 Alkaloid

Alkaloid diduga memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan mekanisme mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Paju, dkk., 2013).

2.7.2 Flavonoid

Flavonoid bertindak sebagai penampung radikal hidroksi dan superhidroksi atau memperlambat timbulnya sel nekrosis tetapi juga dengan meningkatkan vaskularisasi dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Flavonoid dapat menghambat pendarahan (Robinson, 1995; Barku, dkk., 2013). Flavonoid juga dikenal untuk mempercepat proses penyembuhan luka

terutama karena memiliki aktivitas antimikroba dan adstringen, yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku, dkk., 2013).

2.7.3 Tanin

Tanin merupakan komponen yang banyak terdapat dalam ekstrak tanaman yang berkhasiat sebagai adstringen dan mampu menciutkan luka, menghentikan


(38)

pendarahan dan mengurangi peradangan (Mun’im, dkk., 2010). Menurut Masduki (1996) menyatakan bahwa tanin bermanfaat sebagai antiseptik dan juga

menyembuhkan luka bakar dengan cara mempresipitasikan protein karena ada daya antibakterinya.

2.7.4 Saponin

Menurut Mackay dan Miller (2003), saponin yang terdapat dalam tumbuhan dapat memacu pembentukan kolagen yang berperan dalam penyembuhan luka, mampu menurunkan fibrosis pada luka sehingga mencegah pembentukan bekas luka. Menurut Yenti, dkk., (2011), saponin juga memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi membunuh atau mencegah pertumbuhan

mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat.

2.7.5 Steroid/Triterpenoid

Steroid/Triterpenoid dikenal untuk mempercepat proses penyembuhan luka terutama karena memiliki aktivitas antimikroba dan adstringen, yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku, dkk., 2013).


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan ekstrak, karakterisasi simplisia, pembuatan sediaan gel ekstrak etanol daun kelapa sawit dengan menggunakan HPMC sebagai basis gel, pengujian efektivitas sediaan gel terhadap penyembuhan luka bakar dan uji stabilitas sediaan gel. Pengamatan efek penyembuhan luka bakar dilakukan secara visual terhadap pengurangan diameter luka bakar dan analisis data statistik.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, blender (national), jangka sorong, kandang kelinci, lemari pengering, lempeng besi berdiameter 2,2 cm, mortir dan stamfer, neraca analitis (vibra), pH meter (HANNA instrument), rotary evaporator (Heidolph Wb 2000), spuit 1 ml (Terumo), stopwatch, termometer, viskometer Brookfield dengan spindle nomor 4,

waterbath.

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang masih dalam keadaan baik dengan usia dewasa, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Bahan kimia yang digunakan adalah air suling (akuades), etanol 96% (hasil destilasi), hidroksi propil metil selulosa (HPMC),


(40)

larutan dapar pH 4 dan netral pH 7, lidokain HCl, metil paraben, natrium klorida 0,9% , propilen glikol, propil paraben.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci dengan berat 1,5-2 kg. Hewan kelinci ditempatkan dalam kandang yang terpisah yaitu 1 ekor setiap kandang.

3.3 Prosedur

3.3.1 Penyiapan bahan tumbuhan 3.3.1.1 Pengambilan bahan tumbuhan

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dari daerah lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kelapa sawit yang diambil dari perkebunan kelapa sawit PTPN Nusantara II di Tanjung Morawa Provinsi Sumatera Utara.

3.3.1.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense (MEDA), Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara (Bate’e, 2013).

3.3.1.3 Pengolahan bahan tumbuhan

Sampel yang diperoleh dipisahkan dari tulang daunnya, dicuci hingga bersih, ditiriskan, ditimbang, lalu dikeringkan di dalam lemari pengering pada suhu 40-50oC. Selanjutnya sampel dihaluskan atau diserbukkan menggunakan blender, dimasukkan ke dalam wadah plastik, kemudian disimpan pada suhu kamar.


(41)

Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol. Sebanyak 1200 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam suatu bejana, dituangi dengan 9 L (75 bagian) etanol, ditutup. Dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk lalu diserkai. Ampas dimaserasi dengan etanol secukupnya hingga diperoleh 12 L (100 bagian). Pindahkan maserat ke dalam bejana tertutup, dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari, enap tuangkan. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator pada suhu ± 50oC hingga diperoleh ekstrak kental, selanjutnya di freeze dryer pada suhu -40oC hingga diperoleh ekstrak kering (Depkes RI, 1979).

3.3.2 Karakterisasi simplisia dan ekstrak 3.3.2.1 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik.

Cara kerja:

Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian kedalam labu tersebut dimasukkan 5 g sampel yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan


(42)

toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.3.2.2 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g sampel dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama. Kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama yang diperoleh selanjutnya diuapkan sampai kering ke dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998).

3.3.2.3 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g sampel dimaserasi selama 24 jam di dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat yang diperoleh selanjutnya diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998).

3.3.2.4 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g sampel dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus pijar perlahan-lahan sampai arang habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan ditambahkan air panas saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke


(43)

dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu total dalam persen dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998).

3.3.2.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu didihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didingankan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998).

3.3.3 Pembuatan formula sediaan 3.3.3.1 Pembuatan basis gel

Pembuatan basis gel menurut Soeratri (2004), adalah sebagai berikut: R/ Hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) 2,75 g

Propilen glikol 20 g

Metil paraben 0,15 g

Propil paraben 0,05 g

Akuades 77,05 g (ad 100 g)

Cara pembuatan: HPMC didispersikan terlebih dahulu dengan menaburkan secara merata ke dalam air panas, lalu didiamkan beberapa saat hingga HPMC mengembang. Metil paraben dan propil paraben dilarutkan ke dalam propilen glikol. Campuran yang diperoleh ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam HPMC yang telah mengembang dan terdispersi dengan baik, lalu ditambahkan dengan sisa akuades hingga 100 g dan digerus perlahan sampai homogen.


(44)

Sediaan gel yang dibuat menggunakan basis gel HPMC kemudian dibuat dalam 4 formula dengan komposisi masing-masing 10 g yang terlihat pada Tabel 3.1 di bawah ini

Tabel 3.1 Komposisi formula gel EEDKS

No Formula Komposisi

Basis gel (g) EEDKS (g)

1 F1 10 -

2 F2 9,75 0,25

3 F3 9,5 0,5

4 F4 9,25 0,75

Keterangan: F1: basis gel tanpa EEDKS, F2: gel EEDKS 2,5%, F3: gel EEDK 5% F4: gel EEDKS 7,5%.

Cara pembuatan: pada lumpang yang panas dimasukkan EEDKS masing-masing dengan konsentrasi 2,5, 5 dan 7,5%, lalu ditambahkan sedikit demi sedikit basis gel sambil di gerus sampai homogen.

3.3.4 Uji stabilitas sediaan gel

Uji stabilitas sediaan gel meliputi pemeriksaan stabilitas fisik sediaan, pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan pH dan pemeriksaan viskositas yang dilakukan selama 28 hari penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar, yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28 hari (Abdassah, dkk., 2009).

3.3.4.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan

Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual (Suardi, dkk., 2008). Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau dan penampilan tidak berubah secara visual selama penyimpanan.


(45)

Cara: sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada keping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen, dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1985).

3.3.4.3 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan gel ekstrak etanol daun kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara: alat pH meter yang akan digunakan terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7,0) dan larutan dapar pH asam (pH 4,0) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut, elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Sediaan gel yang akan di uji dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu dengan menimbang 1 g sediaan gel lalu dilarutkan dalam 100 ml air suling, kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut, sampai alat menunjukkan harga yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.3.4.4 Penentuan viskositas sediaan

Penentuan viskositas sediaan gel menggunakan viskometer Brookfield dengan cara: sediaan gel dimasukkan ke dalam beaker glass sampai mencapai volume 100 ml, lalu spindel diturunkan hingga spindel tercelup ke dalam formulasi. Selanjutnya alat dihidupkan dengan menekan tombol ON. Kecepatan spindel diatur, kemudian dibaca skalanya (dial reading) dimana jarum merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas dalam sentipoise (cps) diperoleh dari hasil perkalian skala baca (dial reading) dengan faktor koreksi (f) khusus untuk masing-masing kecepatan spindel.


(46)

D1

D2

D3

D4

Kelinci terlebih dahulu dicukur bagian punggungnya, kemudian dibuat luka bakar pada kelinci dengan cara menempelkan lempeng besi berdiameter 2,2 cm yang telah dipanaskan dalam air mendidih dengan suhu 100oC selama 15 menit dan ditempelkan pada punggung kelinci yang telah dianastesi dengan lidokain HCl selama 15 detik, selanjutnya diameter luka diukur dengan menggunakan jangka sorong dan dianggap sebagai diameter hari ke-0. Selanjutnya pada kulit yang melepuh atau yang mengalami luka bakar, dioleskan sediaan gel EEDKS satu kali sehari secara merata pada luka bakar untuk semua kelompok. Pengamatan dilakukan secara visual setiap hari sampai luka bakar sembuh dengan mengukur pengurangan diameter luka menggunakan jangka sorong. Luka dianggap sembuh jika diameter luka sama dengan nol.

Diameter luka dihitung rumus:

Keterangan: d : diameter rata-rata d1 : diameter pertama d2 : diameter kedua d3 : diameter ketiga d4 : diameter keempat


(47)

3.3.6 Analisa data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS (statistic Product and Service Solution) 16. Data dianalisis menggunakan metode One Way

ANAVA untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan.


(48)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Ekstrak etanol daun kelapa sawit dapat dibuat dalam bentuk sedian gel EEDKS 2,5, 5 dan 7,5%.

b. Ketiga sediaan gel EEDKS dapat menyembuhkan luka bakar

c. Sediaan gel EEDKS yang paling efektif adalah gel EEDKS 7,5% yang dapat menyembuhkan luka pada hari ke-18.

4.2 Saran

a. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya melakukan uji aktivitas biologi lainnya dari ekstrak etanol daun kelapa sawit.

b. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya melakukan pengambilan sampel dilokasi yang berbeda.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdassah, M., Rusdiana, T., Subghan, A., Hidayati, G. (2009). Formulasi Gel Pengelupas Kulit Mati yang Mengandung Etil Vitamin C dalam Sistem Penghantaran Macrobead. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 107.

Adlin, L. (2008). Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Edisi 2. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Halaman 24-25.

Ansel, C.H. (1989). Penghantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Halaman 390, 489.

Arisanty, L. P. (2013). Konsep Dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 1-7, 29.

Aulton, M.E. (2007). Aulton’s Pharmaceutics. The Design and Manufactures of

Medicine. Third Edition. New York. Churcill Livingstone Elsevier. Halaman 70-72.

Balick, M.A. (1996). Plant, People and Culture: The Science Of Ethnobotany. New York: Scientific American Library W.H Freeman and Company. Halaman 12. Barku, V.Y.A. Boye, A., dan Ayaba, S. (2013). Phytochemical Screening and

Assessment of Wound Healing Activity of The Leaves of Anogeissus leiocarpus. European Journal of experimental Biology. 3(4):25.

Brown, G.R., dan Burns, T., (2005). Dermatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 1, 8.

Chong, K.H., Zuraini, Z., Sasidharan, S., Devi, K., Latha, Y.L., dan Ramanathan, S. (2008). Antimicrobial of Elaeis guineensis leaf. Pharmacology online. 3: 379-386.

David, P.S. (2007). Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 1.

Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Tiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 7, 33, 534, 744, 748.

Direktoral Jenderal POM, (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Halaman 32-36.

Direktoral Jenderal POM, (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 551, 712-713.


(50)

Direktoral Jendral POM, (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 10-17. MIMS, (2009). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta : PT Bhuana Ilmu

Populer. Halaman 356.

Fauzi, Y., Widyastuti, Y.E., Setyawibawa, I., Hartono, R. 2002. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil Limbah, Analisa Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 1.

Ganong, W.F., (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku EGC. Halaman 609-610.

Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg, dan S.K. Sigla. (2002). Spreading of Semisolid Formulation. USA: Pharmaceutical Technology. Halaman 84-1-4.

Guyton, A, C. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 122.

Hetharia, R., (2009). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Trans Info Media. Halaman 1, 4-5, 54.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Halaman 465.

Hunter, J. (2003). Clinical Dermatology. 3rd edition. Massachusetts, USA: Blackwell Science. Halaman 208-209.

Ida, N., dan Noer, S.F. (2012). Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera L.,) Majalah Farmasi dan Farmakologi. 16(2):82.

Lachman, L., Herbet, A. L. and Joseph, L.K. (1994).Teori dan Praktek Farmasi Industri.Terjemahan Siti Suyatmi. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 1095, 1117.

Mackay, D., dan Miller, A.L. (2003). Nutritional Support For Wound Healing.

Alternative Medicine Review. (8)369-370.

Mammone, T., dan Gan, D.C. (2002). Methods of Exfoliation Using N-acetyl Glucosamine. United States Patent. No.6413525.

Mappa.T., Edy, H.J., dan Kojong, N. (2013). Formulasi Gel Ekstrak Daun Sasaladahan (Pereromia Pellucida (L) H.B.K) dan Uji Efektivitasnya Terhadap Luka Bakar Pada Kelinci (OryctologusCuniculus). Pharmacon. Jurnal Ilmiah Farmasi.2(2); 52.


(51)

Martin, A. (1993). Farmasi Fisik. Edisi Ketiga. Jilid I. Jakarta: Penerbit UI Press. Halaman 888-889.

Moenadjat, Y. (2001). Luka Bakar Masalah Dan Tatalaksana. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 34.

Mun’im, A., Azizahwati, dan Finani, A. (2010).Pengaruh Pemberian Infusa Daun Sirih Merah (Paper Cf. Fragile, Benth) Secara Topical Terhadap Penyembuhan Luka Pada Tikus Putih Diabet. Depok: Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Departemen Farmasi FMIPA UI, Kampus UI dan Laboratorium Farmakologi-Toksikologi, Departemen Farmasi FMIPA UI Kampus UI. Halaman 8.

Muttaqin, A ., dan Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 1-4, 200-201.

Paju, N., Yamlean, P. V.Y., dan Kojang , N. (2013). Uji Efektivitas Salep Ektrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten). Steenis) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus) yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus.Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi. 2 (1): 9.

Rassner. (1995). Dermatology. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 93-98.

Rawlins, E.A. (2003). Bentleys of Pharmaceutics.Edition 18. London Baillierre Tindall. Halaman 22, 35.

Reynold, J.E.F. (1989). Martindale: The Extra Pharmacopeia. Twenty-seventh Edition. London. The Pharmaceutical Press. Halaman 925, 1285.

Rismana, E., Rosidah, I., Prasetyawan., Bunga, O., Erna. (2012). Efektivitas Khasiat Pengobatan Luka Bakar Sediaan Gel Mengandung Fraksi Ekstrak Pegagan Berdasarkan Analisis Hidroksipolin Dan Histopatologi Pada Kulit Kelinci.

Pusat Teknologi Farmasi Dan Medika.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi VI. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 193.

Rogers, T.L., Rowe, R.C., Paul, J.S. dan Marian E.Q. (2009). Hypromellose.

Handbook of Pharmaceutical Excipient. USA: Pharmaceutical Press. Halaman 326.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C. (2005). Handbook of Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press, American Pharmaceutical Association. 5rd edition.Halaman 346, 466 and 624.


(52)

Sashidaran, S., Logeswaran, S., Yoga L, L. (2012). Wound Healing Activity of

Elaeisguineensis Leaf Extract Ointment. International Journal of molecular Sciences. 13(1): 336-347.

Sastrosayono, S. (2008). Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Halaman 6.

Sjamsuhidajat, R., dan Jong, D.W., (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 67-68.

Sloane, E. ( 2004). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 85-86.

Smeltzer, S, C. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 1916.

Soeratri, W. (2004). Pengaruh Penambahan Asam Glikolat Terhadap Efektivitas Sediaan Tabir Surya Kombinasi Anti UV-A dan Anti UV-B Dalam Basis Gel.

Surabaya: Majalah Farmasi Airlangga. 4(3): 76.

Soni, M.G. (2002). Evaluation of The Health Aspect of Methyl Paraben. Food Chem. Toxicol. 40(10): 1335.

Sreenivasan, S., Rajoo, N., Rathinam, X., Lachimanan, Y. L., dan Rajoo, A. (2010). Wound Healing Potential of Elaeis Guineensis Jacq Leaves in an Infected Albino Rat Model. Molecules. 1(5). 3186-3199.

Steinberg, D.C. (2005). Preservatives Use Frequency Report and Registration. Cosmetic and Toiletries. 121(71):65-69.

Suardi, M., Armenia, dan Murhayati, A. (2008). Formulasi dan Uji Klinik Gel Anti Jerawat Benzoil Peroksida-HPMC. Jurnal. Padang: Fakultas Farmasi FMIPA UNAND.

Sulaiman, T.N., dan Kuswahyuning, R., (2008). Teknologi dan Formulasi Sediaan Semi Padat.Yogyakarta : Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. 110-111.

Voigt, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Cetakan Kedua. Yogyakarta: UGM Press. Halaman 335, 565, 568.

Wade, A., and Weller, P.J. (1994). Handbook of Pharmaceutical Exicipients. 2nd edition. Washington D.C: American Pharmaceutical Association Publ. Halaman 13,89 257, 390, 526, 663.

World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medical Plant Materils. Journal of WHO. 92(4):25-28.


(53)

Yenti, R., Afrianti, R., dan Afriani, L. (2011). Formulasi Krim Ekstrak Etanol Daun Kirinyuh (Euphatorium odoratum. L) untuk Penyembuhan Luka. Majalah Kesehatan Pharmamedika. 3(1):1, 227.


(54)

(55)

Lampiran 2. Gambar tumbuhan dan daun segar kelapa sawit

Tumbuhan kelapa sawit


(56)

Lampiran 3. Simplisia daun kelapa sawit

Simplisia daun kelapa sawit


(57)

Lampiran 4. Bagan penelitian

1. Bagan pembuatan ekstrak etanol daun kelapa sawit (EEDKS)

Daun kelapa sawit

Simplisia

Simplisia serbuk

Ampas Maserat I

Ekstrak kental

Ekstrak kental Maserat II

Ampas

Dicuci sampai bersih Ditiriskan dan dirajang Ditimbang

Dikeringkan di dalam lemari pengering

Dihaluskan

Dimaserasi dengan etanol 80% selama 5 hari

Diremaserasi 2 hari

Di rotary evaporator


(58)

Lampiran 4. (Lanjutan)

2. Bagan pembuatan sediaan gel EEDKS

EEDKS HPMC

Dilarutkan dengan beberapa tetes etanol sampai larut

Didispersikan secara merata ke dalam lumpang panas yang telah berisi air panas dan tunggu sampai

mengental.

Ditambahkan metil paraben dan propil paraben yang dilarutkan dalam propilen glikol dan ditambahkan sisa akuades

Digerus perlahan hinga homogen

Dasar gel

Sediaan gel EEDKS


(59)

Lampiran 5. Perhitungan hasil karakterisasi serbuk simplisia dan EEDKS

1. Perhitungan penetapan kadar air simplisia

No Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml) Simplisia Ekstrak Simplisia Ekstrak Simplisia Ekstrak 1 5,0000 5,0000 2,2 2,0 1,8 1,8 2 5,0400 5,0200 2,5 2,1 2,2 2,0 3 5,0200 5,0320 2,8 2,2 2,5 2,1

% Kadar air =

x 100%

Kadar air simplisia % Kadar air =

x 100% = 8,00%

% Kadar air =

x 100% = 5,95%

% Kadar air =

x 100% = 5,98%

% Kadar air rata-rata = = 6,64% Kadar air ekstrak

% Kadar air =

x 100% = 4,00%

% Kadar air =

x 100% = 1,99%

% Kadar air =

x 100% = 1,98%


(60)

Lampiran 5. (Lanjutan)

II. Perhitungan penetapan kadar sari yang larut dalam air

No

Berat sampel (g) Berat sari air (g) Simplisia Ekstrak Simplisia Ekstrak

1 5,0153 5,0000 0,1230 0,2000

2 5,0260 5,0200 0,1450 0,1890

3 5,0243 5,0020 0,1386 0,1998

% Kadar sari yang larut dalam air

=

x

x 100%

Kadar sari simplisia

Kadar sari larut dalam air

=

x

x 100% = 12,26%

Kadar sari larut dalam air

=

x

x 100% = 14,42%

Kadar sari larut dalam air

=

x

x 100% = 13,79%

% Kadar sari larut dalam air rata-rata =

=

13,49%

Kadar sari ekstrak

Kadar sari larut dalam air

=

x

x 100% = 20,00%

Kadar sari larut dalam air

=

x

x 100% = 18,82%

Kadar sari larut dalam air

=

x

x 100% = 19,90%


(61)

Lampiran 5. (Lanjutan)

III. Perhitungan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

No Berat sampel (g) Berat sari etanol (g) Simplisia Ekstrak Simplisia Ekstrak

1 5,0030 5,0210 0,1650 0,5000

2 5,0035 5,0052 0,1710 0,4001

3 5,0050 5,0130 0,1740 0,4200

% Kadar sari yang larut dalam etanol

=

x

x 100%

Kadar sari simplisia

Kadar sari larut dalam etanol

=

x

x 100% = 16,49%

Kadar sari larut dalam etanol

=

x

x 100% = 17,08%

Kadar sari larut dalam etanol

=

x

x 100% = 17,38%

% Kadar sari larut dalam etanol rata-rata =

=

16,98%

Kadar sari ekstrak

Kadar sari larut dalam etanol

=

x

x 100% = 49,79%

Kadar sari larut dalam etanol

=

x

x 100% = 39,96%

Kadar sari larut dalam etanol

=

x

x 100% = 41,89%


(62)

Lampiran 5. (Lanjutan)

IV. Perhitungan penetapan kadar abu total

No Berat sampel (g) Berat abu (g) Simplisia Ekstrak Simplisia Ekstrak

1 2,0002 2,0005 0,0748 0,0450

2 2,0004 2,0003 0,0751 0,0500

3 2,0006 2,0002 0,0758 0,0515

% Kadar abu total

=

x 100%

Kadar abu total simplisia Kadar abu total

=

x 100% = 3,73%

Kadar abu total

=

x 100% = 3,75%

Kadar abu total

=

x 100% = 3,78%

% Kadar abu total rata-rata =

=

3,75%

Kadar abu total ekstrak Kadar abu total

=

x 100% = 2,24%

Kadar abu total

=

x 100% = 2,49%

Kadar abu total

=

x 100% = 2,57%


(63)

Lampiran 5. (Lanjutan)

V. Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

No Berat sampel (g) Berat abu tidak larut asam (g) Simplisia Ekstrak Simplisia Ekstrak

1 2,0002 2,0002 0,0140 0,0065

2 2,0004 2,0003 0,0160 0,0041

3 2,0006 2,0002 0,0174 0,0045

% Kadar abu tidak larut asam

=

x 100%

Kadar abu simplisia

Kadar abu tidak larut asam

=

x 100% = 0,69%

Kadar abu tidak larut asam

=

x 100% = 0,79%

Kadar abu tidak larut asam

=

x 100% = 0,86%

% Kadar abu tidak larut asam rata-rata =

=

0,78% Kadar abu ekstrak

Kadar abu tidak larut asam

=

x 100% = 0,32%

Kadar abu tidak larut asam

=

x 100% = 0,20%

Kadar abu tidak larut asam

=

x 100% = 0,22%


(64)

A B C D

Lampiran 6. Sediaan gel dengan variasi konsentrasi EEDKS

Keterangan : A : Gel EEDKS 7,5% B : Gel EEDKS 5% C : Gel EEDKS 2,5% D : Gel tanpa EEDKS


(65)

F1

F2

F4

F3

Lampiran 7. Gambar homogenitas sediaan gel EEDKS

Keterangan : F1: Basis gel, F2: Gel EEDKS 2,5%, F3: Gel EEDKS 5%, F4: Gel EEDKS 7,5%


(66)

Lampiran 8. Contoh perhitungan viskositas sediaan gel EEDKS

Perhitungan viskositas = faktor koreksi x skala = cp Nomor spindel : 64

Nomor speed : 30 Faktor koreksi : 200

1. F1 : 200 x 17.5 = 3500cp 2. F2 : 200 x 16,0 = 3200cp 3. F3 : 200 x 15,0 = 3000cp 4. F4 : 200 x 14,0 = 2800cp

Keterangan : F: Formula, 1: gel tanpa EEDKS, 2: gel EEDKS 2,5%, 3: gel EEDKS 5%, 4: gel EEDKS 7,5%


(67)

(68)

Lampiran 10. Gambar alat-alat yang digunakan

pH meter Viskometer brookfield


(69)

Lampiran 11. Data pengukuran diameter luka bakar sediaan gel EEDKS hari ke-0 sampai

hari ke-25

Hari Ke-

Diameter Luka (cm)

K1 K2 K3 K4 K5 K6

0 2,20±0,00 2,20±0,00 2,20±0,00 2,20±0,00 2,20±0,00 2,20±0,00 1 2,15±0,00 2,17±0,00 2,17±0,00 2,16±0,01 2,17±0,00 2,16±0,01 2 1,95±0,00 2,07±0,00 2,12±0,03 2,06±0,01 2,04±0,03 1,97±0,00 3 1,84±0,03 2,01±0,01 2,07±0,00 1,91±0,01 1,87±0,02 1,82±0,00 4 1,70±0,00 1,86±0,01 1,91±0,01 1,85±0,02 1,74±0,02 1,63±0,04 5 1,62±0,04 1,72±0,00 1,80±0,00 1,75±0,00 1,63±0,01 1,54±0,02 6 1,51±0,01 1,70±0,00 1,73±0,02 1,63±0,01 1,59±0,03 1,34±0,02 7 1,46±0,01 1,66±0,01 1,71±0,01 1,61±0,01 1,54±0,02 1,32±0,02 8 1,41±0,01 1,64±0,02 1,68±0,02 1,54±0,02 1,48±0,02 1,27±0,00 9 1,24±0,01 1,59±0,02 1,63±0,02 1,48±0,03 1,39±0,04 1,13±0,03 10 1,19±0,01 1,56±0,03 1,59±0,02 1,44±0,02 1,28±0,04 1,04±0,04 11 1,12±0,00 1,50±0.01 1,56±0,01 1,36±0,01 1,19±0,02 0,92±0,02 12 1,00±0,02 1,46±0,02 1,51±0,04 1,24±0,01 1,08±0,03 0,85±0,00 13 0,93±0,02 1,39±0,03 1,46±0,01 1,15±0,00 0,99±0,01 0,77±0,02 14 0,83±0,02 1,30±0,02 1,37±0,01 1,04±0,01 0,86±0,04 0,62±0,02 15 0,60±0,00 1,21±0,01 1,24±0,02 0,84±0,01 0,74±0,01 0,45±0,02 16 0,41±0,01 1,09±0,02 1,12±0,02 0,71±0,01 0,62±0,00 0,23±0,03 17 0,17±0,00 0,98±0,01 1,01±0,01 0,54±0,01 0,45±0,00 0,11±0,01 18 0,00±0,00 0,86±0,01 0,92±0,03 0,43±0,02 0,31±0,01 0,00±0,00 19 0,00±0,00 0,73±0,01 0,81±0,01 0,29±0,01 0,17±0,00 0,00±0,00 20 0,00±0,00 0,59±0,01 0,71±0,01 0,16±0,01 0,00±0,00 0,00±0,00 21 0,00±0,00 0,43±0,01 0,59±0,02 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 22 0,00±0,00 0,31±0,01 0,43±0,04 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 23 0,00±0,00 0,16±0,01 0,31±0,01 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 24 0,00±0,00 0,00±0,00 0,15±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 25 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00


(70)

Lampiran 12. Gambar penyembuhan luka bakar setelah pemberian sediaan gel

EEDKS

1. Kontrol positif (bioplacenton)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7

Hari 8 Hari 9 Hari 10 Hari 11


(71)

Hari 16 Hari 17 Hari 18

Lampiran 12. (Lanjutan)

2. Kontrol negatif (basis gel)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7


(72)

Hari 12 Hari 13 Hari 14 Hari 15

Hari 16 Hari 17 Hari 18 Hari 19

Lampiran 12. (Lanjutan)

Hari 20 Hari 21 Hari 22 Hari 23


(73)

3. Gel EEDKS 2,5%

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7

Hari 8 Hari 9 Hari 10 Hari 11

Lampiran 12. (Lanjutan)


(74)

Hari 16 Hari 17 Hari 18 Hari 19

Hari 20 Hari 21

4. Gel EEDKS 5%

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3


(75)

Lampiran 12. (Lanjutan)

Hari 8 Hari 9 Hari 10 Hari 11

Hari 12 Hari 13 Hari 14 Hari 15

Hari 16 Hari 17 Hari 18 Hari 19


(76)

4. Gel EEDKS 7,5%

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Lampiran 12. (Lanjutan)

Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7

Hari 8 Hari 9 Hari 10 Hari 11


(77)

Hari 16 Hari 17 Hari 18

6. Tanpa perlakuan

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Lampiran 12. (Lanjutan)


(78)

Hari 8 Hari 9 Hari 10 Hari 11

Hari 12 Hari 13 Hari 14 Hari 15

Hari 16 Hari 17 Hari 18 Hari 19

Hari 20 Hari 21 Hari 22 Hari 23


(79)

(80)

Lampiran 13. Hasil uji variansi (ANAVA) terhadap diameter luka bakar menggunakan

sediaan EEDKS

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

H0 Between Groups .000 5 .000 . .

Within Groups .000 12 .000

Total .000 17

H1 Between Groups .004 5 .001 9.412 .001

Within Groups .001 12 .000

Total .006 17

H2 Between Groups .057 5 .011 35.490 .000

Within Groups .004 12 .000

Total .061 17

H3 Between Groups .147 5 .029 114.874 .000

Within Groups .003 12 .000

Total .150 17

H4 Between Groups .177 5 .035 75.106 .000

Within Groups .006 12 .000

Total .183 17

H5 Between Groups .115 5 .023 45.046 .000

Within Groups .006 12 .001

Total .121 17

H6 Between Groups .298 5 .060 162.327 .000

Within Groups .004 12 .000

Total .302 17

H7 Between Groups .298 5 .060 198.967 .000

Within Groups .004 12 .000

Total .302 17

H8 Between Groups .348 5 .070 250.772 .000

Within Groups .003 12 .000

Total .352 17

H9 Between Groups .572 5 .114 177.510 .000


(81)

Total .580 17

H10 Between Groups .694 5 .139 193.730 .000

Within Groups .009 12 .001

Total .703 17

H11 Between Groups .880 5 .176 442.854 .000

Within Groups .005 12 .000

Total .884 17

H12 Between Groups 1.018 5 .204 327.186 .000

Within Groups .007 12 .001

Total

1.025 17

H13 Between Groups 1.071 5 .214 470.363 .000

Within Groups .005 12 .000

Total 1.077 17

H14 Between Groups 1.252 5 .250 321.819 .000

Within Groups .009 12 .001

Total

1.261 17

H15 Between Groups 1.550 5 .310 416.312 .000

Within Groups .003 12 .000

Total 1.553 17

H16 Between Groups 1.917 5 .383 896.117 .000

Within Groups .005 12 .000

Total 1.922 17

H17 Between Groups 2.234 5 .447 309.33 .000

Within Groups .002 12 .000

Total 2.235 17

H18 Between Groups 2.422 5 .484 307.63 .000

Within Groups .003 12 .000

Total 2.425 17

H19 Between Groups .912 3 .304 165.93 .000

Within Groups .001 8 .000


(82)

H20 Between Groups 1.038 3 .346 244.13 .000

Within Groups .001 8 .000

Total 1.039 11

H21 Between Groups .559 2 .279 396.3 .000

Within Groups .001 6 .000

Total .560 8

H22 Between Groups .020 1 .020 28.488 .006

Within Groups .003 4 .001

Total .023 5

H23 Between Groups .031 1 .031 231.125 .000

Within Groups .001 4 .000

Total .031 5

H24 Between Groups .034 1 .034 .031 .

Within Groups .000 4 .000 .000

Total .034 5

H25 Between Groups .000 1 .034 . .

Within Groups .000 4 .000

Total .000 5

H24 Between Groups .034 1 .034 . .

Within Groups .000 4 .000


(1)

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 .317

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 14. (Lanjutan)

H17

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Gel EEDKS 7,5% 3 .1133

Bioplacenton (Kontrol positif) 3 .1700

Gel EEDKS 5% 3 .4500

Gel EEDKS 2,5% 3 .5400

Basis gel (Kontrol negatif) 3 .8667

Tanpa perlakuan 3 1.0067

Sig. .704 .269 1.000 1.000


(2)

H18

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5

Bioplacenton (Kontrol positif) 3 .0000

Gel EEDKS 7,5% 3 .0000

Gel EEDKS 5% 3 .3133

Gel EEDKS 2,5% 3 .4300

Basis gel (Kontrol negatif) 3 .8633

Tanpa perlakuan 3 .9167

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 14. (Lanjutan)

H19

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5


(3)

Gel EEDKS 7,5% 3 .0000

Gel EEDKS 5% 3 .1700

Gel EEDKS 2,5% 3 .2900

Basis gel (Kontrol negatif) 3 .7300

Tanpa perlakuan 3 .8133

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

H20

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Bioplacenton (Kontrol positif) 3 .0000

Gel EEDKS 5% 3 .0000

Gel EEDKS 7,5% 3 .0000

Gel EEDKS 2,5% 3 .1633


(4)

Tanpa perlakuan 3 .7133

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 14. (Lanjutan)

H21

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Bioplacenton (Kontrol positif) 3 .0000

Gel EEDKS 2,5% 3 .0000

Gel EEDKS 5% 3 .0000

Gel EEDKS 7,5% 3 .0000

Basis gel (Kontrol negatif) 3 .4300

Tanpa perlakuan 3 .5900

Sig. 1.000 1.000 1.000


(5)

H22

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Bioplacenton (Kontrol positif) 3 .0000

Gel EEDKS 2,5% 3 .0000

Gel EEDKS 5% 3 .0000

Gel EEDKS 7,5% 3 .0000

Basis gel (Kontrol negatif) 3 .3133

Tanpa perlakuan 3 .4300

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 14. (Lanjutan)

H23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05


(6)

Bioplacenton (Kontrol positif) 3 .0000

Gel EEDKS 2,5% 3 .0000

Gel EEDKS 5% 3 .0000

Gel EEDKS 7,5% 3 .0000

Basis gel (Kontrol negatif) 3 .1633

Tanpa perlakuan 3 .3067

Sig. 1.000 1.000 1.000