BAB II PRINSIP-PRINSIP ASURANSI SYARIAH YANG MELANDASI SISTEM
OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH
A. Pengertian Prinsip, Sistem Operasonal dan Asuransi Syariah
Prinsip dalam bahasa inggris adalah principle yang berarti asas, dasar atau pendirian, sistem system berarti cara atau jaringan, dan operasional
operational berarti cara kerja.
1
Sedangkan istilah asuransi dalam bahasa arab adalah ta’min, tadhamun dan takaful. At-ta’min diambil dari kata amina atau amman yang
memiliki arti menjamin, menenangkan atau merasa aman,
2
sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Quraisy 106 : 4,
Artinya: “Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan.” Q.S. Quraisy106 : 4
Istilah lainnya adalah tadhamun dari asal kata dhaman yang berarti jaminan atau tanggungan.
3
Sedangkan istilah yang paling sering dijumpai atau digunakan untuk asuransi syariah adalah Takaful. Kata takaful berasal dari
1
William D. Powel, Linguist, software Jakarta: PT. Atlantis Programa Prima, T.th
2
Abd. bin Nuh dan Oemar Bakry, Kamus Indonesia Arab Inggris Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001, cet. Ke-13, h. 17
3
Ibid., h. 167
akar kata kafila, kaflan, kufuulan, yang secara etimologis berarti menjamin.
4
Seperti yang terkandung dalam QS. An-Nisaa 4 ayat 85:
Artinya: “Barangsiapa yang memberi syafaat melindungi hak-hak orang dari kemudharatannya yang buruk, niscaya ia akan memikul
resiko bagian daripadanya.” Q.S. An-Nisaa4 : 85
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI
5
dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syari’ah, memberi definisi tentang asuransi. Menurutnya, Asuransi Syari’ah Ta’min, Takaful,
Tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk mengahadapi resiko tertentu melalui akad perikatan yang sesuai dengan syari’ah.
Dari definisi diatas tampak bahwa asuransi syari’ah bersifat saling melindungi dan tolong-menolong yang disebut dengan “ta’awun”. Yaitu,
prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota peserta asuransi syariah dalam menghadapi
malapetaka resiko.
6
4
Ibid., h. 231
5
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21DSN-MUIX2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
6
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah Life and General Konsep dan Sistem Operasional Jakarta: Gema Insani Press, 2004, h. 30, dikutip dari Huzaemah T. Yanggo, Asuransi
Hukum dan Permasalahannya, Jurnal AAMAI Tahun VII No. 12-2003, h. 23
Dari uraian di atas maka yang dimaksud dengan prinsip-prinsip asuransi syariah yang melandasi sistem operasional asuransi syariah yaitu asas
dasar yang menjadi landasan dari seperangkat cara kerja dalam asuransi yang sesuai dengan aturan hukum Islam.
B. Prinsip-prinsip Asuransi Konvensional yang berlaku pada Asuransi Syariah Ada beberapa prinsip asuransi yang berlaku pada asuransi
konvensional maupun asuransi syariah, prinsip-prinsip tersebut antara lain : 1. Prinsip Insurable Interest; adalah hubungan kepentingan antara peserta
dengan obyek pertanggungan atau pihak yang dipertanggungkan. Peserta dianggap mempunyai kepentingan yang insurable jika mengalami
musibah. Contoh: pemilik kendaraan dengan kendaraannya. Jika ternyata tertanggung tidak mempunyai kepentingan maka ia tidak berhak
memperoleh santunan ganti rugi.
7
2. Prinsip Indemnity; adalah kompensasi keuangan yang eksak, cukup untuk mengembalikan tertanggung pada posisi keuangan sesaat sebelum
kerugian terjadi.
8
Dengan prinsip ini tertanggung tidak dimungkinkan mendapat keuntungan dari penanggung. Untuk keperluan ini maka sangat
disarankan harga pertanggungan yang dipakai berdasarkan harga pasar.
7
Cacan S. Agis, dkk, Modul Pengetahuan Dasar Takaful, h. 12
8
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional Kholam Publishing, 2006, h. 57
Hal ini guna menghindari asuransi dibawah harga under insurance ataupun asuransi diatas harga over insurance.
9
3. Prinsip Subrogation; yang dimaksud adalah hak seseorang yang telah membayar ganti kerugian kepada orang lain karena kewajiban hukumnya,
untuk menggantikan orang lain itu serta menggunakan semua hak dan upaya hukum orang lain itu, baik sesudah maupun sebelum
dilaksanakan.
10
Apabila penanggung telah membayar santunan ganti rugi kepada tertanggung, padahal dalam peristiwa yang mengakibatkan
kerugian tersebut tertanggung tidak bersalah maka hak menuntut kepada pihak yang bertanggung jawab atau yang bersalah pihak ketiga beralih
kepada penanggung.
11
4. Prinsip Proximate Cause; adalah suatu penyebab aktif, efisien yang membentuk suatu rangkaian kegiatankejadian yang menimbulkan sebab
akibat.
12
Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama penanggung akan mencari sebab-
sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan
tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah: ”Unbroken Chain of Events” yaitu suatu
9
Cacan S. Agis, dkk, Modul Pengetahuan Dasar Takaful, h. 13
10
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h. 58
11
Cacan S. Agis, dkk, Modul Pengetahuan Dasar Takaful, h. 13
12
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h. 58
rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri berikut ini: a seseorang mengendarai
kendaraannya di jalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik b kemudian korban luka parah dan dibawa ke
rumah sakit c tidak lama kemudian korban meninggal dunia. Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa proximate causenya adalah korban
mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Melalui proximate cause dapat diketahui apakah
penyebab terjadinya kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi atau tidak.
13
5. Prinsip Contribution; adalah hak dari seseorang penanggung untuk meminta sesama penanggung membayar ganti rugi secara bersama-sama
kepada seseorang tertanggung dan bagian dari masing-masing penanggung ini bisa tidak sama besar.
14
Tertanggung dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan
asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip kontribusi berarti
bahwa apabila penaggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka penanggung berhak menuntut perusahaan-
perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan secara bersama-sama
13
Sumber dari internet www.google
.com tentang Dasar-dasar Asuransi
14
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h. 58
menutup asuransi harta benda milik tertanggung untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah
pertanggungan yang ditutupnya.
15
6. Prinsip Utmost Good Faith; adalah kewajiban untuk mengungkapkan dengan sukarela, secara penuh dan akurat, semua fakta material atas
resiko-resiko yang diajukan baik diminta atau tidak.
16
Para pihak yang melakukan kontrak asuransi, baik penanggung maupun tertanggung harus
beri’tikad baik yang diwujudkan dengan kejujuran dan mengemukakan keterbukaan diclosure, dimana penanggung harus memberikan semua
informasi mengenai pertanggungan dan tertanggung memberikan informasi mengenai obyek pertanggungan baik diminta maupun tidak.
Informasi tertanggung termasuk informasi yang mempengaruhi opini penanggung apakah akan menerima ataupun menolak obyek
pertanggungan. Sedangkan informasi dari penanggung terutama isi dan kodisi polis yang mungkin mempengaruhi apakah tertanggung jadi
mengasuransikan obyeknya atau tidak.
17
C. Prinsip-prinsip Dasar Asuransi Syariah
Ajaran Islam mendorong umat untuk saling tolong-menolong, bertanggungjawab dan menanggung satu dengan yang lainnya atas musibah
15
Sumber dari internet www.google
.com tentang Dasar-dasar Asuransi
16
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h. 58
17
Cacan S. Agis, dkk, Modul Pengetahuan Dasar Takaful, h. 13
yang diderita saudaranya. Tujuannya adalah untuk mencapai kehidupan bersama yang tentram, damai dan sejahtera. Hal inilah yang menjadi kekuatan
umat dapat terwujud persaudaraan. AM. Hasan Ali
18
dalam bukunya yang berjudul ”Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam” menjelaskan bahwa prinsip dasar asuransi syariah
ada sepuluh macam, yaitu; tauhid, keadilan, tolong-menolong, kerjasama, amanah, kerelaan, kebenaran, larangan riba, larangan judi, dan larangan
gharar. Berbeda dengan AM. Hasan Ali, M. Amin Suma
19
dalam bukunya tentang ”Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional” menjabarkan bahwa
pada dasarnya, prinsip-prinsip umum yang terdapat di dalam asuransi konvensional, juga berlaku atau menjadi prinsip-prinsip dasar pada asuransi
syariah. Namun dalam asuransi syariah diberikan beberapa prinsip tambahan yang semata-mata bersumber dari ajaran Islam. Prinsip-prinsip dasar
tambahan tersebut yakni; prinsip ikhtiar dan berserah diri, tolong menolong ta’awun, bertanggung jawab, saling bekerjasama dan bantu-membantu, dan
prinsip saling melindungi dari berbagai kesusahan. Sedangkan dalam ”Modul Pengetahuan Dasar Takaful”
20
hanya dijelaskan tiga prinsip dasar saja, yakni; saling bertanggung jawab, saling bekerjasama dan saling membantu, serta
saling melindungi dari berbagai kesusahan.
18
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam Jakarta: Kencana 2004, h. 125
19
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h. 58-59
20
Cacan S. Agis, dkk, Modul Pengetahuan Dasar Takaful, h. 21-22
Berikut ini penulis uraikan beberapa prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh oleh Asuransi Syariah, yaitu:
1. Prinsip ikhtiar dan berserah diri Allah adalah pemilik mutlak atas segala sesuatu, karena itu menjadi
kekuasaan-Nyalah untuk memberikan atau mengambil sesuatunya kepadadari hamba-hambaNya yang Ia kehendaki.
21
Hal ini tercermin dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 2 ayat 107:
Artinya: “Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang
pelindung maupun seorang penolong.” Q.S. Al-Baqarah 2: 107
Manusia memiliki kewajiban untuk berusaha ikhtiar sesuai dengan kesanggupannya. Tetapi pada saat yang bersamaan manusia juga harus
berserah diri tawakkal hanya kepada Allah SWT.
22
Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Hud 11 ayat 123 berbunyi:
Artinya: ”Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka
sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” Q.S. Hud 11: 123
21
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h. 58
22
Ibid.
2. Prinsip saling bekerjasama dan bantu-membantu Salah satu keutamaan umat Islam adalah saling bekerjasama untuk
membantu sesamanya dalam berbuat kebajikan. Kerjasama dan saling membantu dalam Islam, antara lain tersimbolkan dalam konsep kehidupan
berjamaah dan berukhuwwah dalam konteksnya yang sangat luas.
23
Dalam Al-Qur’an Allah SWT memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat disuburkan nilai tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa.
Kekayaan sebaiknya digunakan untuk bekerjasama membantu memberikan kelonggaran atas orang mengalami kesulitan, karena musibah atau yang
lainnya. Dalam hadist balasan bagi yang memberi kelonggaran adalah akan diberi kelonggaran oleh Allah SWT di hari kiamat nanti.
24
Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al- Maidah 5 ayat 2, yang berbunyi:
Artinya: “ …Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” Q.S. Al-Maidah5 : 2
3. Prinsip saling melindungi dari berbagai kesusahan
23
Ibid.
24
Nasrudin, Makalah Asuransi Umum dan Syari’ah Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, h. 24
Para peserta asuransi syariah setuju untuk saling melindungi dari musibah, kesusahan, bencana, dan sebagainya, terutama melalui perhimpunan
dana tabarru’ melalui perusahaan yang diberi kepercayaan untuk itu. Asas saling melindungi ini dijunjung tinggi dalam agama Islam,
25
sebagaimana dapat dipahami dari Al-Qur’an surat Al-Baqarah 2 ayat 279 berikut ini:
Artinya: ”Maka jika kamu tidak mengerjakan meninggalkan sisa riba, maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertaubat dari pengambilan riba, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” Q.S. Al-
Baqarah2: 279
Keamanan dan keselamatan juga merupakan idaman setiap manusia, seperti halnya mencari rizki. Allah SWT telah menyediakan rizki setiap
makhluk hidup, dan tidak ada yang kelaparan, sehingga terlepas dari rasa takut menjalani kehidupan dunia. Allah telah memberi makanan rizki dan
rasa aman dari ketakutan.
26
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Quraisy ayat 4, berbunyi:
Artinya: “Allah SWT yang telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”
Q.S. Quraisy106 : 4
25
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h. 59
26
Nasrudin, Makalah Asuransi Umum dan Syari’ah, h. 25
Dalam sebuah Hadits juga diterangkan bahwa “sesungguhnya orang yang beriman ialah barang siapa yang memberikan keselamatan dan
perlindungan terhadap harta dan jiwa manusia”. 4. Prinsip saling bertanggungjawab
Hubungan sesama umat yang beriman berada dalam suasana penuh kasih sayang, ibarat satu badan, apabila satu anggotanya kesakitan maka
seluruh badan akan ikut merasakannya. Hal ini menggambarkan bahwa orang mukmin dengan mukmin lainnya bersaudara, ibarat sebuah bangunan, yang
setiap bagian saling mengukuhkan. Dari sini Islam mengajarkan untuk tidak mementingkan diri sendiri, tetapi kebersaman dan bertanggungjawab. Rasa
tanggungjawab antar sesama warga dapat memperkokoh persatuan dan persaudaraan.
27
Hadits Nabi Muhammad SAW:
⌫
Artinya: “Dari Abu Musa bahwasannya Nabi bersabda; seorang mukmin dengan mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan, yang tiap-tiap
27
Ibid., h. 26
bagiannya saling menguatkan bagian yang lain, kemudian Nabi SAW merapatkan jari-jari tangannya.” H.R. Bukhari dan Muslim.
28
Di dalam prinsip saling bertanggungjawab ini, para peserta asuransi
setuju untuk saling bertanggungjawab antara satu sama lain, dan harus melaksanakan kewajiban di balik menerima yang menjadi hak-haknya.
29
5. Menghindari unsur gharar, maisir dan riba Definisi
Gharar secara bahasa menurut Wahbah az-Zuhaili
30
dalam kitabnya “Al Fiqh al-Islami wa ‘Adillatuhu” adalah al ghararu huwa al
khathar bima’na an wujuudahu ghaira mutahaqqaq, faqad yuujadu waqad laa yuujadu. Artinya gharar itu adalah al khathar pertaruhan dengan arti
bahwa keadaannya bukan seperti yang sebenarnya, maka sesuatu yang kelihatannya didapatkan padahal tidak didapatkan. Sedangkan yang dimaksud
dengan jual beli gharar menurutnya adalah bai’a ma laa ya’lam wujuudahu wa ‘adamahu, aw laa ya’lam qaltahu wa katsiratahu, aw laa yaqdiru ‘ala
tasliimah ‘jual beli yang tidak diketahui keadaan dan ketiadaannya, atau tidak diketahui jumlah sedikit dan banyaknya, atau tidak dapat dikuasai pada
waktu penyerahannya’. Dalam Hadits juga disebutkan bahwa “Rasulullah SAW melarang
jual beli hashah kerikil dan jual-beli gharar”.
28
Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, h. 253
29
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h. 59
30
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa ’Adillatuhu, Juz IV Damascus: Dar al-Fikr, 1404 H1984 M, h. 437
Syafi’i Antonio
31
menjelaskan bahwa gharar atau ketidakpastian dalam asuransi ada dua bentuk: 1 bentuk akad syariah yang melandasi
penutupan polis; 2 sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’i penerimaan uang klaim itu sendiri. Secara konvensional, kata Syafi’i,
kontrakperjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai aqd tabadduli atau akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan
uang pertanggungan. Secara syariah, dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu
gharar karena kita tahu berapa yang akan diterima sejumlah uang pertanggungan, tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan jumlah
seluruh premi karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Disinilah gharar terjadi pada asuransi konvensional.
Allah SWT telah memberi penegasan terhadap keharaman melakukan aktivitas ekonomi yang mempunyai unsur maisir judi, larangan ini
terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah 5 ayat 90 yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan- perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” Q.S Al-Maidah 5:
90
31
Muhammad Syafi’i Antonio, Asuransi dalam Perspektif Islam Jakarta: STI, 1994, h. 1-3
Syafi’i Antonio
32
mengatakan bahwa unsur maisir judi artinya adanya salah satu pihak yang untung namun dilain pihak justru mengalami
kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya
tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya unsur
keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, dimana untung- rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.
Ensiklopedi Islam Indonesia menjelaskan: ”Al-Qur’an Al Karim, sumber utama dan pertama hukum Islam, mengharamkan riba. Orang-orang
yang memakan riba, oleh Al-Qur’an surat Al-Baqarah 2 ayat 275 diterangkan Allah sebagai berikut:
32
Ibid., h. 2-3
Artinya: “Orang-orang yang makan mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata berpendapat, sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum datang larangan; dan urusannya terserah
kepada Allah. Orang yang kembali mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” Q.S. Al-Baqarah 2:
275
Senada dengan Al-Qur’an, Al-Hadits juga mengutuk melaknat para
pemakan riba dan mencela semua pihak yang terlibat dalam kegiatan riba seperti juru tulis, para saksi dan lain sebagainya. Selain itu, Al-Hadits juga
menggolongkan riba kedalam kelompok perbuatan dosa besar seperti zina, membunuh tanpa hak, lari dari medan tempur tanpa alasannya yang
dibenarkan, dan lain-lain.
33
Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syari’ah harus beroperasi dengan prinsip syari’at Islam dengan cara menghilangkan sama
sekali kemungkinan terjadinya unsur-unsur gharar, maisir dan riba. Bentuk- bentuk usaha dan investasi yang dibenarkan dalam syari’at Islam adalah yang
lebih menekankan kepada keadilan dengan mengharamkan riba, dan kebersamaan dalam menghadapi risiko usaha.
34
33
Karnaen A. Perwataatmadja, ”Pengantar Ekonomi Islam”, Makalah disampaikan pada Program Sertifikasi Asuransi Syariah Tingkat Dasar, Jakarta: 18-20 Mei 2006, h. 6, dikutip dari
Ensiklopedi Islam Indonesia Jakarta: Djambatan, 1992, h.812
34
Nasrudin, Makalah Asuransi Umum dan Syari’ah, h. 26
D. Perbedaan antara Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
Menurut Muhammad
Amin Suma,
35
perbedaan paling mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional terutama terletak pada prinsip ta’awun
tanggung-menanggung yang menjadi tulang punggung bagi asuransi syariah; dibandingkan dengan asuransi konvensional yang lebih mendasarkan pengalihan
resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi. Perbedaan mendasar lainnya terletak pada hal kepemilikan dana. Pada asuransi konvensional, kepemilikan dana yang
berasal dari nasabah beralih total menjadi milik perusahaan dengan segala keuntungan dan kemungkinan resiko kerugiannya; sedangkan dalam asuransi syariah
dana yang berasal dari nasabah pada dasarnya masih tetap menjadi milik bersama nasabah yang pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan asuransi.
Muhaimin Iqbal
36
dalam bukunya ”General Takaful Practice” antara lain menyatakan:
”Takaful as a concept that to some extent is similar to conventional mutual risk sharing such as Mutual Insurance and Protection and Indemnity Club P and I
Club. It is a mutual sharing of risk based on the concept of Ta’awun Mutual Protection. The difference between Takaful and conventional insurance rests in the
way the risk is assessed and handled, as well as how the Takaful fund is managed. Further differences are also present in the relationship between the operator under
conventional insurance using the term: insurer and the participants under conventional it is the insured or the assured.”
35
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h. 59-60
36
Muhaimin Iqbal, General Takaful Practice Jakarta: Gema Insani Press, 2005, h. 2
PERBEDAAN ANTARA ASURANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL
37
NO TYPE SYARIAH
KONVENSIONAL 1
Visi dan Misi Visi: Mencapai Kesejahteraan
dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Misi: Bermuamalah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah,
tolong-menolong sesama peserta, memberikan
keuntungan kepada para pihak secara adil.
Visi: Mencapai keuntungan yang maksimal.
Misi: Mencapai surplus underwriting dan profit
yang semakin meningkat.
2 Konsep
Sekumpulan orang yang saling bantu-membantu, saling
menjamin dan bekerjasama antara satu dengan yang
lainnya dengan cara masing- masing mengeluarkan
tabarru’. Perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima pergantian kepada tertanggung.
3 Aspek
Historis Jauh sebelum Islam datang tradisi masyarakat Arab
Dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang
37
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah Life and General Konsep dan Sistem Operasional, h. 293-319
membayar diyat denda atas peristiwa pembunuhan yang
dialami kerabat, dikenal dengan istilah ‘aqilah.
Kemudian disempurnakan oleh Rasulullah menjadi hukum
Islam dan tertuang dalam kontitusi pertama di dunia
konstitusi madinah yang dibuat langsung oleh
Rasulullah SAW. dikenal dengan perjanjian
Hammurabi. Dan tahun 1668 M di Coffe House
London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
4 Akad Akad
tabarru’ dan akad tijarah mudharabah, wakalah,
syirkah, dll. Akad jual beli, tabaduli.
5 Sumber Hukum Al-Qur’an, Hadits dan sumber
hukum Islam lainnya. Bersumber dari pikiran
manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif,
hukum alami dan contoh sebelumnya.
6 Maghrib Bersih
dari praktek
gharar, maisir, riba, maksiat, risywah
Tidak selaras dengan syariah Islam karena
suap, haram dan aniaya. adanya
gharar, maisir, riba. Hal diharamkan
dalam muamalah. 7 Dewan
Pengawas Syariah
Berfungsi melakukan pengawasan terhadap
kesesuaian syariah. Tidak ada, sehingga dalam
banyak prakteknya bertentangan dengan
kaidah-kaidah syariah. 8 Jaminan Risk
Sharing of risk, dimana terjadi proses saling menanggung
antara satu peserta dengan peserta yang lainnya.
Transfer of risk, dimana terjadi transfer resiko dari
tertanggung kepada penanggung.
9 Pengelolaan Dana
Pada produk saving terjadi pemisahan dana yaitu, dana
tabarru’, tabungan peserta dan fee perusahaan.
Tidak ada pemisahan dana yang berakibat pada
terjadinya dana hangus.
10 Investasi Dapat dilakukan investasi
sesuai ketentuan perundang- undangan sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Bebas dari riba dan
jenis investasi terlarang. Bebas melakukan investasi
dengan batas-batas ketentuan perundang-
undangan dan tidak terbatasi pada halal dan
haramnya objek atau
sistem investasi yang digunakan.
11 Kepemilikan Dana
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran
atau kontribusi merupakan milik peserta. Asuransi syariah
hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana
tersebut. Dana yang terkumpul dari
premi peserta seluruhnya jadi milik perusahaan,
bebas menggunakan dan menginvestasikannya
kemana saja.
12 Unsur
Premi Iuran atau kontribusi terdiri
dari unsur tabarru’ tidak mengandung riba. Tabarru’
juga dihitung dari tabel mortalita tetapi tanpa
perhitungan bunga. Unsur Premi: Mortalita, biaya
dan bagi hasil atau fee sesuai akad.
Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan,
sebagai konsekuensi penanggung terhadap
tertanggung. Murni bisnis dan tidak nuansa spiritual.
Unsur premi: Mortalita, biaya dan bunga.
13 Keuntungan
Profit diperoleh dari surplus underwriting, komisi
reasuransi dan hasil investasi Keuntungan yang
diperoleh dari surplus underwriting, komisi
bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan tetapi
dilakukan bagi hasil atau fee sesuai akad.
reasuransi dan hasil investasi seluruhnya adalah
keuntungan perusahaan.
14 Claim
Dari rekening tabarru’ dana kebajikan.
Dari rekening dana perusahaan.
15 Loading
Pada sebagian asuransi syariah loading komisi agen tidak
dibebankan kepada peserta tapi dari dana pemegang saham,
tetapi sebagian yang lainnya mengambilkan dari sekitar 20-
30 persen saja dari premi tahun pertama. Dengan demikian
nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk.
Loading pada asuransi konvensional cukup besar
terutama diperuntukkan komisi agen, bisa
menyerap premi tahun pertama dan kedua. Karena
itu nilai tunai pada tahun pertama dan kedua
biasanya belum ada masih hangus.
16 Sistem Akuntansi
Menganut konsep akuntansi cash basis, mengakui apa yang
benar-benar telah ada, sedangkan
accrual basis dianggap bertentangan dengan
Menganut konsep akuntansi accrual basis,
yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya
peristiwa atau keadaan non
syariah karena mengakui adanya pendapatan, harta,
beban atau hutang yang akan terjadi dimasa yang akan
datang. Sementara apakah itu dapat benar-benar terjadi
hanya Allah yang tahu. kas. Dan mengakui
pendapatan, peningkatan aset, expenses, liabilities
dalam jumlah tertentu yang baru akan diterima dalam
waktu yang akan datang.
BAB III GAMBARAN UMUM PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA SYARIAH