Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan terjadinya musibah dan bencana yang dapat menyebabkan hilang atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaan yang diakibatkan oleh meninggal dini, kecelakaan, sakit dan usia tua masa pensiun. Segala musibah dan bencana merupakan ketentuan qadha dan qadar Allah SWT., namun manusia muslim wajib berikhtiar melakukan tindakan antisipasi untuk memperkecil resiko yang timbul. Dalam menghadapi resiko ini setiap manusia dapat berikhtiar dengan pilihan alternatif menanggung sendiri, membagi resiko dengan pihak lain, atau menyerahkan resiko sepenuhnya kepada pihak lain. Bila sebuah resiko ditanggung sendiri, salah satu upayanya bisa dengan menabung, namun ikhtiar ini seringkali tidak mencukupi, karena resiko yang terjadi melebihi dari yang diperkirakan, atau resiko terjadi namun dana tabungan belum mencukupi. Sedangkan bila resiko tersebut dibagi atau dialihkan, diharapkan pada saat terjadi musibah, maka berkurangnya nilai ekonomi atau kesejahteraan keluarga dapat terjamin tergantikan, begitu juga dengan hilangnya fungsi sebuah benda dapat tergantikan juga. Asuransi sebagai sebuah perlindungan merupakan langkah yang tepat bagi seseorang dalam membagi atau mengalihkan suatu resiko, karena asuransi menjawab kebutuhan rasa aman bagi setiap orang. 1 Dikaitkan dengan konsep qadha dan qadar, asuransi tidak memastikan terjadinya suatu musibah, melainkan resiko dan nilai kerugian yang mungkin terjadi. Misalnya dalam asuransi jiwa tidak dapat dijelaskan kapan seseorang meninggal dunia. Apabila peristiwa kematian itu terjadi, maka akan muncul kerugian yang membutuhkan biaya. Setidaknya untuk pemakaman bagi orang tersebut. Semua ini seharusnya telah disediakan oleh seorang bapak ketika ia masih hidup, sehingga anak-anaknya dapat hidup sejahtera. Untuk menghadapi kemungkinan terjadinya bencana atau malapetaka, maka salah satu solusinya ialah dengan menyimpan atau menabung. Namun, upaya ini sering kali tidak mencukupi, karena dampak musibah yang harus ditanggung oleh seseorang biasanya lebih besar daripada yang diperkirakan yang ditabung. Oleh sebab itu, perusahaan asuransi menawarkan jasa perlindungan untuk musibah yang menimpa diri atau harta benda. Namun, dalam pelaksanaannya masih perlu ditinjau lebih lanjut, terutama dari sudut pandang syari`at Islam, seperti adanya unsur gharar, maisir dan riba. 2 1 Cacan S. Agis, Modul Pengetahuan Dasar Takaful Jakarta: PT. Syarikat Takaful Indonesia, 2005, h. 9-10 2 Muhammad Syafi`i Antonio, Arbitrase Islam di Indonesia Jakarta: Badan Arbitrase Mu`amalat Indonesia dan Bank Mu`amalat Indonesia, Oktober 1994, h. 147 Dunia Islam pada prinsipnya tidak mengenal asuransi seperti apa yang dijalankan oleh perusahaan asuransi konvensional di dunia barat. Karena prinsip asuransi di dunia barat adalah profit oriented dan adanya konsep untung-untungan. KUHPerdata pasal 1774 menyebutkan tentang perjanjian asuransi yaitu ”Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun sementara pihak, bergantung kepada suatu perjanjian yang belum tentu”. Dalam konsep Islam asuransi Islami bukan semata profit oriented, tetapi ia mengandung nilai social oriented, jadi perpaduan antara dua kepentingan inilah yang dibangun oleh asuransi syariah dalam menjalankan roda bisnisnya. Karena perbedaan orientasi dan filosopi inilah yang menyebabkan perusahaan asuransi Islami perlu hati- hati dan para pemilik dan pengurusnya mesti orang-orang yang memahami karakteristik ini agar jangan prinsip Islam tidak digadaikan demi kepentingan sesaat. Tadhamun, takaful, at-ta’min atau asuransi syari’ah, artinya menurut bahasa adalah saling menanggung, atau juga diartikan tanggung jawab sosial, lebih jauh al- Fanjari membagi ta’min kepada tiga bagian; ta’min ta’awuniy, ta’min al tijari, dan ta’min al hukumiy. Takaful disinonimkan dengan ta’awun atau saling tolong menolong, dengan demikian arti asuransi syariah itu semakin kaya dan tidak tertumpu kepada satu kata takaful saja. 3 3 Jafril Khalil, Asuransi Islami Konsep dan Aplikasi, Bahan Ajar Diklat Tkt.Dasar Asuransi Syari’ah AASI-LPKG BPPK Dept. Keuangan RI Jakarta, 24-31 Mei 2004, h. 1 Walaupun pengertian asuransi syariah atau tadhamun Islami telah diaplikasikan dalam bentuk ta’awuniy tijari, atau saling tolong menolong secara sukarela yang diiringi dengan konsep-konsep bisnis, namun ruh keikhlasan dan sikap saling membantu dengan jalan keikhlasan tidak boleh dihilangkan, karena disitulah ruhnya asuransi syariah. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa asuransi syariah itu karakteristiknya sangat berbeda dengan asuransi konvensional. Dalam asuransi konvensional para praktisi berusaha menimbulkan insurance minded dikalangan masyarakat, sedangkan dalam asuransi syariah yang perlu ditimbulkan dari masyarakat adalah perasaan ta’awun minded. 4 Perbedaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syari’ah sangat fundamental yang mencakup pada tiga hal pokok, yaitu transaksi, mekanisme pengelolaan dana, dan investasi. Premi mortalita pada asuransi konvensional diubah menjadi premi tabarru’ pada asuransi syariah. Investasi pada asuransi syariah dikembangkan pada tempat-tempat yang diperkenankan pada syari’at islam yang hasilnya dibagi pada peserta secara proposional dan takaful sebagai pengelola, sedangkan pada asuransi konvensional, perusahaan bebas menginvestasikan dananya dimana saja sesuai dengan perundang-undangan tanpa mengindahkan halal haramnya obyek investasi. Perkembangan asuransi syariah sekarang ini cukup pesat ditandai dengan banyaknya asuransi konvensional yang membuka cabang syariah. Dalam sistem 4 Ibid., h. 2 operasionalnya yang berdasarkan syariah, maka perusahaan asuransi syariah biasanya melakukan kerjasama dengan peserta atau nasabahnya berdasarkan prinsip bagi hasil dengan akad mudharabah, yaitu perjanjian profit and loss sharing yang melibatkan antara dua kelompok, dalam hal ini pihak perusahaan asuransi dan seluruh nasabahnya, atau dengan akad wakalah yang belakangan ini mulai diterapkan pada beberapa perusahaan asuransi, yaitu pendelegasian atau penyerahan mandat dari pihak pertama peserta kepada pihak kedua perusahaan asuransi untuk melaksanakan kepentingan pihak pertama. Allianz sebagai salah satu perusahaan asuransi terbesar di dunia dan telah melebarkan bisnis asuransinya di Indonesia dengan nama PT. Allianz Life Indonesia, baru-baru ini telah me-launching produk asuransi syariah, menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam terhadap produk asuransi yang berdasarkan prinsip syariah yang memberikan rasa aman, serta melihat peluang yang ada dimana lembaga-lembaga perekonomian umat dengan sistem syariah pada saat ini tengah berkembang cukup pesat di Indonesia. Namun mengingat peluncuran produk asuransi syariah ini dari perusahaan asuransi konvensional, maka penulis merasa tertarik untuk meninjau dan meneliti lebih jauh tentang sistem operasional dari Allianz Syariah AlliSya. Oleh karena itu, pembahasan ini penulis beri judul “SISTEM OPERASIONAL PRODUK UNIT LINK PADA PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA SYARIAH ”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah