1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
faktor-faktor faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong
memengaruhi tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi pendidikan, pekerjaan dan
penghasilan terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun
2009. 2. Untuk menjelaskan pengaruh faktor pendukung ketersediaan sarana pelayanan
kesehatan dan jarak ke pelayanan kesehatan terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah
kerja puskesmas pasar merah tahun 2009. 3. Untuk menjelaskan pengaruh faktor pendorong Pernah tidaknya memperoleh
informasipenyuluhan tentang penyakit pneumonia dari petugas kesehatan terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit
pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan umumnya dan Puskesmas Pasar Merah khususnya dalam upaya Penanganan Penyakit
Pneumonia. 2. Sebagai bahan masukan atau referensi bagi pihak yang membutuhkan dalam
penelitian selanjutnya.
3. Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan penulis tentang penyakit Pneumonia sekaligus untuk menerapkan ilmu yang diperoleh penulis selama
perkuliahan di FKM USU. 4. Sebagai informasi kesehatan bagi yang membaca skripsi peelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1. Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas
cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit,
balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih permenit, dan bayi umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih permenit Depkes,
1991. Pneumonia adalah keradangan paru dimana sinus terisi dengan cairan radang,
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding alveoli dan rongga interstisium Alsagaff, 2005. Pneumonia merupakan infeksi bakteri akut
ditandai dengan serangan mendadak dengan demam menggigil, nyeri pleural, dyspnea, tachypnea, batuk produktif dengan dahak kemerahan serta lekositosis.
Serangan ini biasanya tidak begitu mendadak, khususnya pada orang tua dan hasil foto toraks mungkin memberi gambaran awal adanya pneumonia Chin, 2000.
2.1.2. Penyebab Pneumonia
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal :
1. Pneumonia Lipid : oleh karena aspirasi minyak mineral.
Universitas Sumatera Utara
2. Pneumonia Kimiawi chemical Pneumonitis : Inhalasi bahan-bahan organik atau uap kimia seperti Berillium.
3. Extrinsic allergic alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung alergen, seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas tebu di
pabrik gula. 4. Pneumonia karena obat : Nitrofurantoin, Busulfan, Metotreksat.
5. Pneumonia karena radiasi 6. Pneumonia dengan penyebab tidak jelas : Desquamative interstitial pneumonia,
Eosinofilic pneumonia Alsagaff, 2005.
2.1.3. Klasifikasi Pneumonia
2.1.3.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Tingkat Keparahannya
Penyakit pneumonia dibagi dalam tiga kelompok yaitu, sebagai berikut : 1. Pneumonia sangat berat : Pneumonia sangat berat ditandai dengan kesulitan
bernafas dengan stridor ngorok, kejang, adanya nafas cepat dan penarikan dinding dada ke dalam, anak mengalami mengi mengeluarkan bunyi saat
menarik nafas, dan sulit menelan makananminuman. Pneumonia sangat berat harus segera dirujuk baik di puskesmas ataupun rumah sakit.
2. Pneumonia berat : Pneumonia berat ditandai dengan kesulitan bernafas tanpa stridor, nafas cepat, adanya penarikan dinding dada ke dalam, anak mengalami
mengi, dan dapat menelan makananminuman. 3. Pneumonia : Pneumonia ditandai dengan nafas cepat tanpa penarikan dinding
dada ke dalam, anak mengalami mengi Putri, 2006.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya
Tabel 2.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya
Grup Penyebab
Tipe Pneumonnia Bakteri
Streptokokus pneumonia Streptokokus piogenesis
Stafilokokus aureus Klebsiela pneumonia
Eserikia koli Yersinia pestis
Legionnaires bacillus Pneumoni bakterial
Legionnaires disease
Aktinomisetes Aktinomisetes Israeli
Nokardia asteroides Aktinomisetes pulmonal
Nokardia pulmonal Fungi
Kokidioides imitis Histoplasma kapsulatum
Blastomises dermatitidis Aspergilus
Fikomisetes Kokidioidomikosis
Histoplasmosis Blastomikosis
Aspergilosis Mukormikosis
Riketsia Koksiela burneti
Q fever Klamidia
Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia
Mikoplasma Mikoplasma pneumonia
Pneumonia mikoplasmal Virus
Influenza virus, adeno Virus respiratory
Syncytial Pneumonia virus
Protozoa Pneumositis karini
Pneumonia pneumosistis pneumonia plasma sel
Sumber : Alsagaff, 2005. Pneumonia timbul sesering bronkitis akut pada anak-anak, dan hampir selalu
mengikuti suatu infeksi saluran nafas bagian atas yang menyebar ke bawah dan dapat menyebabkan timbulnya pus pada bronki, kadang-kadang terlalu kental untuk dapat
dikeluarkan dengan batuk yang biasa, dan membentuk gumpalan yang menyumbat satu atau lebih bronki besar. Bila ini terjadi, bagian paru yang dialiri oleh bronkus
yang tersumbat itu akan kuncup, udara tidak akan dapat lagi memasukinya, kemudian akan terinfeksi dengan bakteri seperti Pneumokok, Hemofilis influensa, dan kadang-
Universitas Sumatera Utara
kadang Streptokok. Dengan jalan ini, pneumonia dapat terjadi pada anak yang sebelumnya sehat atau pada perjalanan penyakit batuk rejan
Jelliffe, 1994.
Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia
Secara umum penyakit pneumonia ditandai dengan adanya serangan mendadak dengan demam menggigil, nyeri pleural, dyspnea, tachypnea,
eosinophilia, cyanosis kulit kebiru-biruan, adanya peningkatan IgM dan IgG, batuk produktif dengan dahak kemerahan serta lekositosis. Pada bayi dan anak kecil,
demam, muntah dan kejang dapat merupakan gejala awal penyakit. Gejala lainnya adalah sakit kepala, malaise, batuk biasanya paroxysmal, sakit tenggorokan, kadang-
kadang sakit didada kemungkinan pleuritis dan pada awalnya sputum sedikit lama- lama bertambah banyak Chin, 2000.
Sebagian dari penderita didahului dengan keradangan saluran pernafasan bagian atas, kemudian timbul keradangan saluran pernafasan bagian bawah. Serangan
biasanya mendadak dengan perasaan menggigil disusul dengan panas badan 100- 106
°F, yang tertinggi pada pagi dan sore, batuk-batuk terdapat pada 75 dari penderita, batuk dengan berwarna merah dan kadang-kadang berwarna hijau dan
purulen, nyeri dada waktu tarik napas dalam pleuritic pain, mialgia terutama pada daerah lengan dan tungkai Alsagaff, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyakit Pneumonia
Faktor Agent Bibit Penyakit
Menurut Yusuf yang dikutip oleh Putri 2006, Hasil penelitian fungsi paru di negara berkembang menunjukkan bahwa kasus pneumonia berat pada anak
disebabkan oleh bakteri yang biasanya adalah Streptococcus pneumonia atau Haemophillus influenza. Penyebab lain adalah Staphylococcus aureus, Bordetella
pertusis, Mycoplasma pneumonia. Menurut Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman Dirjen P2M dan PLP tahun 1992, sebelumnya jenis bakteri yang sering dilaporkan sebagai penyebab ISPA bawah terbatas pada Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae. Tetapi sejak 15 tahun belakangan ini telah terjadi
perubahan besar bakteri penyebabnya, diantaranya adalah Moraxella, Legionella pneumophilia, dan Chlamydia pneumonia Sibarani, 1996
Faktor Host Pejamu
1. Umur Menurut Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman Dirjen PPM dan PLP tahun 2005, didapatkan 600.720 kasus pneumonia pada balita, dengan jumlah kematian 204 balita yang terdiri dari
155 balita berumur dibawah 1 tahun dan 49 balita berumur 1-4 tahun Putri, 2006.
Universitas Sumatera Utara
2. Jenis Kelamin Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT tahun 1995
melaporkan prevalensi Balita dengan batuk dan nafas cepat pada anak laki-laki lebih tinggi dari pada anak perempuan yaitu sebesar 9,4 dan 8,5.
3. Status Gizi Menurut penelitian Sihadi 2000, pasien gizi yang menderita infeksi saluran
pernafasan atas ISPA pada awal kunjungan senilai 24,0, dan pada kunjungan ke 12 menjadi 28,6. Dan untuk penyakit infeksi saluran pernafasan bawah ISPB
terjadi penurunan. Jika diawal kunjungan jumlah anak balita gizi buruk yang menderita ISPB sebesar 75,8, maka pada kunjungan ke 12 menjadi 33,8.
4. Status ASI Bayi usia 0-11 bulan yang tidak diberi ASI mempunyai risiko 5 kali lebih
besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan bayi yang memperoleh ASI ekslusif. Bayi yang tidak diberi ASI menyebabkan terjadinya defisiensi zat besi. Ini
yang menjadikan risiko kematian karena ISPA sangat besar dibandingkan bayi yang secara eksklusif memperoleh ASI dari si ibu Kartasasmita, 2004.
5. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah BBLR Menurut Alisjahbana yang dikutip oleh Putri 2006, BBLR yang berhasil
melewati masa kritis dalam periode neonatal menunjukkan resiko untuk kejadian cacat termasuk gangguan perkembangan neurologist, cacat bawaan, gangguan
pernafasan, atau komplikasi yang didapat karena perawatan intensif. Bayi dengan BBLR menunjukkan kecendrungan untuk lebih rentan menderita penyakit infeksi
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan bayi dengan berat badan lahir normal, hal tersebut merupakan penyebab tingginya angka kematian bayi Elizawarda, 2004.
Faktor Environment Lingkungan
1. Status Ekonomi Menurut penelitian yang dilakukan Kamagi tahun 2009, balita yang memiliki
keluarga dengan kategori keluarga sejahtera III memiliki risiko 0,051 dan 0,136 kali lebih kecil untuk terkena pneumonia daripada balita yang memiliki keluarga
dengan kategori keluarga sejahtera I dan II. 2. Kepadatan Hunian Rumah
Menurut penelitian yang dilakukan Kamagi tahun 2009, kepadatan hunian dalam rumah memiliki pengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita dengan besar
risiko 5,95 kali lebih besar. 3. Musim
Menurut Cissy B. Kartasasmita yang dikutip oleh Sibarani 1996 diketahui bahwa insiden ISPA lebih tinggi secara bermakna dalam musim hujan masing-
masing musim hujan 56 dan musim kemarau 45. Pengaruh musim juga dikemukakan oleh Denoy, yang menyatakan bahwa di daerah tropis lebih banyak
ISPA waktu musim hujan.
Cara Penularan Penyakit Pneumonia
Pada umumnya penyakit pneumonia ditularkan melalui percikan ludah, kontak langsung lewat mulut atau kontak tidak langsung melalui peralatan yang
Universitas Sumatera Utara
terkontaminasi oleh discharge saluran pernafasan Chin, 2000. Menurut Himawan yang dikutip oleh Putri 2006, cara penyebaran infeksi penyakit pneumonia ada dua ,
yaitu : a. Melalui Aerosol mikroorganisme yang melayang di udara yang keluar pada
saat batuk dan bersin. b. Melalui kontak langsung dari benda yang telah tercemar mikroorganisme
penyebab hand to hand transmission.
Dari beberapa penelitian klinik, laboratorium dan penelitian lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand merupakan modus
terbesar bila dibandingkan dengan cara penularan aerosol.
Pencegahan dan Penanganan Penyakit Pneumonia
Pencegahan Penyakit Pneumonia
Pencegahan Pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit Pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit
pneumonia : 1. Jauhkan anak dari penderita batuk
2. Mintakan imunisasi lengkap 3. Berilah makanan bergizi setiap hari
4. Jagalah kebersihan tubuh, makanan dan lingkungan Depkes 1991.
Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran
nafas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita salesma, tetapi
Universitas Sumatera Utara
sebagian besar mereka jadi pneumonia karena malnutrisi. Perbaikan mutu gizi akan diikuti dengan penurunan angka infeksi saluran nafas yang berat Jelliffe, 1994.
2.1.7.2. Penanganan Penyakit Pneumonia
Jika anak batuk pilek rawatlah anak di rumah dengan cara berikut yaitu: 1. Jika anak panas, beri minum obat Parasetamol atau kompres dengan air dingin.
Pemberian Parasetamol dengan aturan setengah tablet untuk usia 3 sampai 5 tahun dan seperempat tablet untuk usia 6 bulan sampai 3 tahun dengan cara dihaluskan
sebelum diminum 2. Jika anak batuk, berikan obat batuk yang dianjurkan petugas kesehatan.
3. Jika hidungnya tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidungnya dengan sapu tangan yang bersih
4. Selama anak dirawat di rumah : a. Tetap berikan ASI dan makanan. Bila muntah, usahakan anak mau makan
lagi, berikan makanan sedikit-sedikit tapi sering b. Beri minum lebih banyak dari biasanya
c. Jangan pakaikan selimut atau pakaian tebal selama badan anak masih panas d. Awasi adanya tanda-tanda penyakit bertambah parah yaitu anak tidak mau
minum, napasnya sesak dan cepat Depkes, 1991. Obat pilihan masih penisilin 300.000-600.000 U Pen.Proc, 1-2 kalihari
selama 7-10 hari atau 300.000 U aqueous penisilin 2-4 kalihari. Tidak ada bukti yang cukup bahwa dosis tinggi penisilin dapat mempercepat kesembuhan. Oksigen via
Universitas Sumatera Utara
kateter nasal atau masker pada penderita dengan pneumonia yang luas disertai sianosis Alsagaff, 2005.
Terapi mencakup tindakan penunjang, pemberian oksigen tambahan, antibiotika, dan ventilasi mekanik bila terjadi kegagalan respirasi. Terapi
antimikrobial berspektrum luas empirik hendaknya juga mencakup pneumonia aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Amphotericin sering ditambahkan bila pasien
tidak memberi respon terhadap terapi antimikrobial initial, terutama bila terdapat tanda-tanda kolonisasi dan infeksi jamur superficial. Namun demikian sebaliknya
dilakukan diagnosis jaringan untuk infeksi jamur invasif Woodley, 1992.
Program Pemberantasan Penyakit P2 ISPA
Program P2 ISPA merupakan program yang menangani masalah ISPA yang ditujukan pada kelompok Balita.
a. Mengumpulkan dan menganalisa data penyakit b. Melaporkan kasus penyakit menular
c. Menyembuhkan penderita sehingga tidak lagi menjadi sumber infeksi d. Pemberian imunisasi
e. Pemberantasan vektor f. Memberikan penyuluhan kesehatan.
Masalah yang menjadi prioritas untuk ditanggulangi adalah pneumonia beserta komplikasinya. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus kegiatan
program P2 ISPA. Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangan pneumonia Sibarani, 1996.
Perilaku Kesehatan
Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang pada dasarnya menyangkut dua aspek fisik, seperti misalnya tersedianya sarana kesehatan
dan pengobatan penyakit, sedangkan yang kedua adalah aspek non fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar
terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat. Penilaian individu terhadap status kesehatannya ini merupakan salah satu faktor yang menentukan perilakunya,
yaitu perilaku sehat jika dia menganggap dirinya sehat, dan perilaku sakit jika merasa dirinya sakit Sarwono, 1997.
Menurut Skiner yang dikutip oleh Notoadmodjo 2003, perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan health maintanance Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit. 2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan health seeking behavior
Universitas Sumatera Utara
Yaitu menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri
self treatment sampai mencari pengobatan ke luar negeri. 3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak
memengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri.
2.3. Tindakan Penanganan Penyakit