Yaitu menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri
self treatment sampai mencari pengobatan ke luar negeri. 3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak
memengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri.
2.3. Tindakan Penanganan Penyakit
Pandangan setiap orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit, sifatnya tidaklah selalu obyektif. Bahkan lebih banyak unsur subyektif dalam menentukan
kondisi tubuh seseorang. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan.
Kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab dia tidak merasa mengidap penyakit, atau jika siindividu merasa bahwa
penyakitnya itu disebabkan oleh mahkluk halus, maka dia akan memilih untuk berobat kepada orang pintar yang dianggap mampu mengusir mahkluk halus tersebut
dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang Sarwono, 1997. Di negara-negara seperti Indonesia masih ada satu tahap lagi yang dilewati
banyak penderita sebelum mereka datang ke petugas kesehatan, yakni pergi berobat ke dukun atau ahli-ahli pengobatan tradisional lainnya. Oleh sebab itu petugas
kesehatan perlu menyelidiki persepsi masyarakat setempat tentang sehat dan sakit.
Universitas Sumatera Utara
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Sedangkan perilaku sehat adalah
tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya Sarwono, 1997.
Menurut Mantra yang dikutip oleh Sarwono 1997, masyarakat memiliki hak dan potensi untuk memilih hal-haltindakan yang berkaitan dengan kesehatannya
sendiri, dan disertai dengan instink untuk mempertahankan hidupnya, maka hak dan potensi ini mendorong individumasyarakat untuk melakukan sesuatu guna
menangani masalah kesehatan mereka. Menurut Mechanic yang dikutip oleh Sarwono 1997, proses yang terjadi
dalam diri individu sebelum dia menentukan untuk mencari upaya pengobatan. Banyak faktor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap penyakitnya, antara lain :
1. Dikenalinya atau dirasakannya gejala-gejalatanda-tanda yang menyimpang dari keadaan biasa.
2. Banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya. 3. Dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja dan
dalam kegiatan sosial lainnya. 4. Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya.
5. Nilai ambang dari mereka yang terkena gejala itu kemungkinan individu untuk diserang penyakit itu.
6. Informasi, pengetahuan dan asumsi budaya tentang penyakit itu. 7. Perbedaan interpretasi terhadap gejala yang dikenalnya.
Universitas Sumatera Utara
8. Adanya kebutuhan untuk bertindakberperilaku mengatasi gejala sakit itu. 9. Tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai sarana tesebut, tersedianya
biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial rasa malu, takut, dsb.
Menurut Notoadmodjo 2003 ada beberapa respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut :
7. Tidak bertindak kegiatan apa-apa no action. 8. Tindakan mengobati sendiri.
9. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional traditional remedy.
10. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat chemist shop.
11. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modren yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta.
12. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modren yang diselenggarakan oleh dokter praktek private medicine.
Menurut Suchman yang dikutip oleh Sarwono 1997, ada beberapa pola proses pencarian pengobatan dari segi individu maupun petugas kesehatan. Menurut
pendapatnya, terdapat lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan, yaitu : 1. Shopping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan
seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.
Universitas Sumatera Utara
2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan ke dukun.
3. Procrastination ialah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.
4. Self medication ialah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.
5. Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan. Menurut Suchman yang dikutip oleh Sarwono 1997, dalam menentukan
reaksitindakannya sehubungan dengan gejala penyakit yang dirasakannya, individu berproses melalui tahap-tahap berikut ini :
a. Tahap pengenalan gejala. Pada tahap ini individu memutuskan bahwa dirinya dalam keadaan sakit yang ditandai dengan rasa tidak enak dan keadaan itu
dianggap dapat membahayakan dirinya. b. Tahap asumsi peranan sakit. Individu mulai mencari pengakuan dari kelompok
acuannya keluarga, tetangga, teman sekerja tentang penyakitnya. c. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan. Disini individu mulai menghubungi
sarana kesehatan sesuai dengan pengalamannya atau dari informasi yang diperoleh dari orang lain.
d. Tahap ketergantungan penderita. Individu memutuskan bahwa dirinya, sebagai orang yang sakit dan ingin disembuhkan, harus menggantungkan diri dan pasrah
kepada prosedur pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
e. Tahap penyembuhan atau rehabilitasi. Dalam hal ini penderita melepaskan diri dari peranannya sebagai orang sakit dan berusaha memulihkan fungsi sosialnya
meskipun tidak optimal.
Menurut Green yang dikutip oleh Sarwono 1997 mengatakan bahwa kesehatan individumasyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor
perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku. Faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor yaitu faktor-faktor predisposisi, pendukung dan pendorong.
1. Faktor predisposisi predisposing factor mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri
individu dan masyarakat. 2. Faktor pendukung enabling factor ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan
dan kemudahan untuk mencapainya. Menurut Blum, perilaku lebih besar perannya dalam menentukan pemanfaatan sarana kesehatan dibanding dengan
penyediaan sarana kesehatan itu sendiri. Pengalaman menunjukkan bahwa penyediaan dan penambahan sarana kesehatan tidaklah selalu diikuti oleh
peningkatan pemanfaatan sarana-sarana tesebut. 3. Faktor pendorong reinforcing factor adalah sikap dan perilaku petugas
kesehatan. Tokoh kunci dalam proses pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit ialah
petugas kesehatan, atau lebih khusus lagi adalah dokter. Bagi masyarakat awam seorang dokter dianggap mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk
mendiagnosa dan menyembuhkan penyakit sehingga dia berwewenang melakukan tindakan terhadap diri si sakit demi pencapaian kesembuhannya.
Universitas Sumatera Utara
Hambatan yang paling besar dirasakan adalah faktor pendukungnya enabling factor. Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap, meskipun kesadaran dan
pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun praktek tentang kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah, setelah dilakukan
pengkajian oleh WHO, terutama di negara-negara berkembang, ternyata faktor pendukung atau sarana dan prasarana tidak mendukung masyarakat untuk berperilaku
sehat Notoatmodjo, 2003.
2.3.1. Faktor Predisposisi Predisposing Factor
Faktor pemudah mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat
dalam diri individu dan masyarakat. 1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi didasari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng long lasting. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran maka tidak akan berlangsung lama Notoadmodjo, 2003. 2. Sikap
Menurut Sarwono 1997, sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk berespons secara positif atau negatif terhadap orang, objek, atau situasi
Universitas Sumatera Utara
tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosionalafektif senang, benci, sedih, dan sebagainya, disamping komponen kognitif pengetahuan tentang objek serta
aspek konatif kecendrungan bertindak. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut.
Menurut Newcomb yang dikutip oleh Sibarani 1996, sikap merupakan kesiapan atau kesediaaan untuk bertindak, dan merupakan suatu tindakan atau
aktivitas akan tetapi, merupakan predisposisi tindakan. Sikap masih merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap
objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. 3. Pendidikan
Menurut Notoadmodjo yang dikutip oleh Nainggolan 2008 menyatakan bahwa orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan
pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut penelitian yang dilakukan Sibarani 1996, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi
cenderung bertindak lebih baik. 4. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatanaktifitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari Sibarani,
1996. Menurut Anderson yang dikutip oleh Notoadmodjo 2003, menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satu diantaranya adalah pekerjaan menentukan
dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
5. Penghasilan Penghasilan sangat memengaruhi status ekonomi keluarga. Status ekonomi
yang lebih tinggi cenderung memberi kemudahan bagi seseorang dalam melakukan tindakan yang lebih baik dalam kesehatan, seperti kemudahan mendapatkan
pelayanan kesehatan Sibarani, 1996. Menurut Kartasasmita yang dikutip oleh Nainggolan 2008, status sosial ekonomi dianggap sebagai salah satu faktor risiko
penting untuk pneumonia, karena penderita pneumonia pada anak banyak ditemukan pada kelompok keluarga dengan sosial ekonomi rendah.
2.3.2. Faktor Pendukung Enabling Factor
Faktor pendukung mencakup tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan
kemudahan untuk mencapainya. Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun kenyataannya masyarakat baru mau
mencari pengobatan pelayanan kesehatan setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu pengetahuan dan kesadaran yang tinggi sangat dibutuhkan
untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Notoadmodjo, 2003. Menurut Nainggolan 2008 yang mengutip pendapat Dever menyatakan
bahwa keterjangkauanjarak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Faktor Pendorong Reinforcing Faktor
Faktor pendorong reinforcing factor meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Dalam hal ini dapat diukur dengan frekuensi pemberian
informasipenyuluhan tentang pneumonia kepada masyarakat.
1. InformasiPenyuluhan tentang pneumonia dari petugas kesehatan Tujuan akhir dari program kesehatan adalah menumbuhkan perilaku sehat
dalam masyarakat. Dan salah satu fungsi petugas kesehatan adalah memberikan informasipenyuluhan kesehatan. Dalam bidang kesehatan tugas ini merupakan tugas
utama dari pendidikpenyuluh kesehatan. Penyuluhan kesehatan pada dasarnya ialah suatu proses mendidik individumasyarakat supaya mereka dapat memecahkan
masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya Sarwono, 1997. Menurut Notoadmodjo dan Sarwono yang dikutip oleh Sarwono 1997
mengatakan, upaya mengubah perilaku dapat digolongkan menjadi tiga cara yaitu : 1. Menggunakan kekuasaankekuatan
2. Memberikan informasi 3. Diskusi dan partisipasi
2.4. Kerangka Konsep