BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan pada periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai
urutan pertama dalam pembangunan kesehatan. Prioritas berikutnya adalah pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, pendayagunaan tenaga kesehatan,
penanggulangan penyakit menular, penanggulangan gizi buruk dan penanganan krisis kesehatan akibat bencana Depkes, 2009.
Periode bawah lima tahun balita merupakan masa yang rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga dapat menentukan banyak aspek di
kemudian hari setelah dewasa bahkan, dapat berakibat pada kematian. Sejak dilahirkan hingga usia lima tahun merupakan periode emas tumbuh kembang anak,
namun proses perkembangan anak ini bisa terhambat oleh serangan penyakit pneumonia, bahkan penyakit ini merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan
balita. Menurut Direktur Regional World Health Organization WHO Western Pacific, selain penyebab utama kematian pada anak, pneumonia juga penyebab utama
rawat inap pada balita di mayoritas negara berkembang, padahal sebagian besar pembiayaan rumah sakit itu tidak dijamin asuransi, tetapi harus dibayar secara tunai
sehingga meningkatkan angka kemiskinan di banyak negara di Asia Kartasasmita, 2007.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup
Universitas Sumatera Utara
tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Sekitar 40 -60 dari kunjungan di
Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA, dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 -30. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena
pneumonia pada bayi berumur kurang dari 2 bulan Rasmaliah, 2004. Laporan Subdit ISPA Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman Ditjen P2M-PLP Depkes RI tahun 2007 menyebutkan, dari 31 provinsi ditemukan 477.429 balita dengan pneumonia atau
21,52 dari jumlah seluruh balita di Indonesia. Proporsinya 35,02 pada usia di bawah satu tahun dan 64,97 pada usia satu hingga empat tahun Djelantik, 2008.
Pneumonia merupakan penyakit yang tergolong ke dalam ISPA dan sekitar 80-90 dari seluruh kematian ISPA adalah pneumonia. Data penderita pneumonia
pada balita berturut-turut pada tahun 2000, 2001, 2002, 2003 dan 2004 adalah sebesar 30,1, 22,6, 22,1, 29,5, dan 27,1, meskipun terjadi penurunan bukan berarti
pneumonia tidak menjadi suatu masalah yang diabaikan begitu saja, karena angka kesakitan pneumonia pada bayi dan balita bisa menjadi angka kematian yang akan
berdampak pada derajat kesehatan masyarakat Depkes, 2005. Program pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus yang ditemukan
harus mendapat tata laksana sesuai standar, dengan demikian angka penemuan kasus ISPA juga menggambarkan penatalaksanaan kasus ISPA. Jumlah kasus ISPA
dimasyarakat diperkirakan 10 dari populasi. Target cakupan program ISPA nasional pada pneumonia balita sebesar 76 dari perkiraan jumlah kasus, namun
pada tahun 2008 cakupan penemuan kasus baru mencapai 18,81 Depkes, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Di Sumatera Utara, pneumonia merupakan penyakit ketujuh dari 10 pola penyakit terbanyak di puskesmas Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah kasus
4.463. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara selama tahun 2007, ditemukan 41.291 balita menderita pneumonia dengan cakupan penemuan 32,4
sedangkan dalam SPM tahun 2008 cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100 pada tahun 2010 Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2008.
Di Kota Medan, pneumonia merupakan penyakit ketiga dari 10 pola penyakit terbanyak di puskesmas se-Kota Medan dengan 7.885 kasus. Berdasarkan Profil
Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2008, kasus pneumonia pada balita di Kota Medan selama tahun 2008 sebesar 7.885 balita. Secara rinci dapat dilihat pada
Tabel berikut :
Tabel I.1. Jumlah Penderita Pneumonia Pada Balita di Puskesmas se-Kota Medan Tahun 2008
No Puskesmas
Jlh Penderita
Jlh Balita Insidents Rate
1 Puskesmas Tuntungan
19 2625
0,72 2
Puskesmas Simalingkar 214
5936 3,60
3 Puskesmas Medan Johor
318 9703
3,28 4
Puskesmas Kedai Durian 86
4634 1,86
5 Puskesmas Amplas
122 13811
0,88 6
Puskesmas Desa Binjai 76
5105 1,49
7 Puskesmas Tegal Sari
25 5288
0,47 8
Puskesmas Medan Denai 277
3585 7,73
9 Puskesmas Bromo
127 2713
4,68 10
Puskesmas Kota Matsum 285
4065 7,01
11 Puskesmas Suka Ramai
201 5112
3,93 12
Puskesmas Medan Area Selatan 94
3934 2,39
13 Puskesmas Teladan
479 3861
12,41 14
Puskesmas Pasar Merah 591
3503 16,87
15 Puskesmas Simpang Limun
298 4347
6,86 16
Puskesmas Kampung Baru 364
6926 5,26
17 Puskesmas Polonia
155 4688
3,31 18
Puskesmas Padang Bulan 6166
19 Puskesmas PB. Selayang
101 9169
1,10 20
Puskesmas Desa Lalang 23
4079 0,56
21 Puskesmas Sunggal
98 7307
1,34 22
Puskesmas Helvetia 328
15072 2,18
Universitas Sumatera Utara
Sambungan Tabel 1.1
23 Puskesmas Petisah
43 3008
1,43 24
Puskesmas Darussalam 143
3158 4,53
25 Puskesmas Rantang
163 2165
7,53 26
Puskesmas Glugur Kota 133
2139 6,22
27 Puskesmas Pulo Brayan
337 2126
15,85 28
Puskesmas Sei Agul 273
4155 6,57
29 Puskesmas Glugur Darat
68 14112
0,48 30
Puskesmas Sentosa Baru 708
10999 6,44
31 Puskesmas Mandala
61 8098
0,75 32
Puskesmas Sering 1
6447 0,02
33 Puskesmas Medan Deli
618 14955
4,13 34
Puskesmas Titi Papan 155
2925 5,30
35 Puskesmas Medan Labuhan
63 3484
1,81 36
Puskesmas Pekan Labuhan 234
3627 6,45
37 Puskesmas Martubung
222 6889
3,22 38
Puskesmas Terjun 382
12902 2,96
39 Puskesmas Belawan
12402 TOTAL
7.885 245.220
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008 Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa Puskesmas Pasar Merah
merupakan puskesmas dengan insidens rate tertinggi di Kota Medan yaitu sebesar 16,87 . Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan bulanan Puskesmas Pasar
Merah bagian Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular pada saat melakukan survei awal, jumlah penderita pneumonia pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Pasar Merah pada tahun 2008 sebesar 377 penderita atau 13,14 dari 2.869 balita.
Tindakan ibu mempunyai peranan dalam pencegahan dan penanganan penyakit pneumonia pada bayi dan balita. Dalam hal ini banyak faktor yang
memengaruhi tindakan tersebut baik faktor dari dalam diri sendiri seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, sosial ekonomi, maupun faktor dari luar yaitu
sarana kesehatan serta sikap dan perilaku petugas. Tindakan ibu sangat berpengaruh terhadap kesembuhan penyakit pneumonia pada balitanya Sibarani, 1996.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Weber yang dikutip oleh Sarwono 1997, individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas
suatu obyek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang
paling tepat. Menurut pendapat Sarwono 1997, di negara-negara maju banyak orang yang
sangat tinggi kesadarannya akan kesehatan dan takut terkena penyakit sehingga jika dirasakan sedikit saja kelainan pada tubuhnya, maka dia akan langsung pergi ke
dokter, padahal tidak terdapat gangguan fisik yang nyata. Di sisi lain masyarakat tradisional memandang seseorang sakit jika orang itu kehilangan nafsu makan atau
gairah kerjanya, tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatan sehingga harus tinggal di tempat tidur.
Menurut penelitian Afifah 2001, balita yang menderita ISPA 47,1 pernah diobati sendiri dan sisanya berobat jalan. Dari yang pernah berobat jalan, 66,3
berobat jalan ke pelayanan kesehatan dan 33,7 berobat ke dukun. Ibu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi lebih banyak yang membawa anaknya berobat ke
praktik dokter dan ke rumah sakit, sedangkan ibu dengan tingkat pendidikan lebih rendah lebih banyak yang membawa anaknya ke Puskesmas.
Menurut Notoadmodjo 2003 ada beberapa respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut :
1. Tidak bertindak kegiatan apa-apa no action. 2. Tindakan mengobati sendiri.
Universitas Sumatera Utara
3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional traditional remedy.
4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat chemist shop.
5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modren yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta.
6. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modren yang diselenggarakan oleh dokter praktek private medicine.
Menurut Green yang dikutip oleh Sarwono 1997, perilaku dipengaruhi oleh tiga kelompok faktor yaitu : predisposing factor atau faktor predisposisi meliputi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat; enabling factor atau faktor pendukung
tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya; dan reinforcing factor atau faktor pendorong sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis faktor yang memengaruhi tindakan ibu dalam
pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah