sehingga mampu meminimalisir terjadinya denaturasi protein enzim, akibatnya aktivitas

58 rendah. Oleh karena itu dalam Anonim 2006 dinyatakan bahwa penggunaan oven atau pengering biasa dalam produksi papain dilakukan pada suhu 35 o C - 40 o C selama 3-4 jam. Aktivitas optimal enzim pada umumnya berkisar pada suhu 20-37 o C dan denaturasi mulai terjadi pada suhu 45 o

C. Uriyo 2001 melaporkan bahwa pengeringan suhu sekitar

60 o C selama 2,5 – 10 jam terjadi penurunan aktivitas enzim biji cowpeas dari 21,2 menjadi 19,7 molmlmin. Jadi untuk skala produksi, alternatif pertama adalah menggunakan freeze dryer . Walau demikian, apabila tidak memungkinkan, maka alternatif kedua dapat menggunakan pengering vakum suhu 40 o C, karena aktivitas enzim protease biduri yang dihasilkan masih lebih tinggi dari pada pengering biasa. Penggunaan vacuum drying menghasilkan produk enzim yang berwarna lebih cerah daripada penggunaan oven biasa. Warna yang lebih gelap dari produk protease biduri diduga akibat peristiwa browning selama proses pengeringan terutama pengering oven biasa. Proses browning tersebut sangat dimungkinkan akibat adanya oksidasi polifenol menjadi quinon. Pengeringan secara vakum memerlukan waktu lebih cepat bila dibandingkan dengan oven biasa. Hal ini tentu sangat mempengaruhi kecerahan warna enzim yang dihasilkan, karena semakin lama waktu pengeringan maka akan semakin banyak memberi kesempatan terjadinya browning enzimatis tersebut. Sementara, produk enzim hasil pengeringan beku memiliki tingkat kecerahan paling tinggi dibanding cara pengeringan lainnya. Hal ini diduga pada kondisi sangat dingin beku terjadi inaktivasi penghambatan aktivitas enzim polifenolase. Oleh karena itu, bila ditinjau dari parameter kecerahan warna, juga disarankan agar dalam produksi protease yang diekstrak secara langsung dari tanaman biduri sebaiknya digunakan teknik pengeringan beku sebagai alternatif pertama atau pengering vakum sebagai alternatif kedua. Hal ini seiring dengan laporan Hagar 59 and Bullerwell 2003, bahwa akhir-akhir ini enzim protease komersial lebih banyak diproduksi melalui teknik pengeringan beku freeze drying , karena stabilitas enzim bisa bertahan hingga proses aktivitasi dalam media air. Dalam produksi, pengering vakum digunakan untuk mengeringkan enzim dari daun dan batang, karena pengeringan dengan freeze drier membuat hasil akhirnya lengket dan susah digunakan. Sedangkan freeze drier digunakan untuk mengeringkan enzim protease biduri dari getah Witono dkk., 2006. Teknik Handling Penanganan dan Umur Simpan Bahan Baku Tanaman Biduri Telaah pengembangan teknologi produksi enzim dari tanaman daun dan pucuk batang biduri dilakukan untuk mengamati pengaruh handling dan umur simpan tanaman biduri hasil panen terhadap aktivitas proteolitik yang dihasilkan. Umur simpan dipelajari sebagai langkah untuk menjawab hambatan jarak panen dengan waktu proses. Informasi ini sangat berguna manakala jarak kebun dengan pabrik sangat jauh atau pengepul memerlukan waktu untuk mengumpulkan hasil panen biduri sebelum sampai dikirim dan diproses lebih lanjut. Adapun pengaruh teknik handling dan umur simpan tingkat kesegaran tanaman biduri terhadap aktivitas spesifik protease biduri sebagaimana tertera pada Gambar 21. Gambar 21 menunjukkan bahwa aktivitas spesifik protease getah biduri jauh lebih besar dibanding aktivitas spesifik tanaman biduri. Oleh karena itu, selanjutnya getah biduri merupakan penghasil produk protease yang dapat diarahkan untuk produk enzim dengan Grade paling istimewa Grade A, sedang protease dari tanaman biduri diarahkan untuk produk protease dengan kualifikasi baik sampai kurang baik. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa handling panen tanaman biduri menggunakan es batu sebagai