sehingga mampu meminimalisir terjadinya denaturasi protein enzim,

50 cara ini lebih baik bila dibandingkan dengan penggunaan pengering biasa. Hal ini karena kerusakan protein enzim relatif kecil dalam kondisi vakum dan suhu yang digunakan relatif rendah bila dibandingkan penggunaan pengering oven biasa. Pada penggunaan pengering biasa yakni suhu 40 o C dan 50 o C menunjukkan aktivitas proteolitik yang lebih rendah. Oleh karena itu dalam Anonim 2006 dinyatakan bahwa penggunaan oven atau pengering biasa dalam produksi papain dilakukan pada suhu 35 o C - 40 o C selama 3-4 jam. Aktivitas optimal enzim pada umumnya berkisar pada suhu 20-37 o C dan denaturasi mulai terjadi pada suhu 45 o

C. Uriyo 2001 melaporkan bahwa pengeringan suhu sekitar

60 o C selama 2,5 – 10 jam terjadi penurunan aktivitas enzim biji cowpeas dari 21,2 menjadi 19,7 molmlmin. Jadi untuk skala produksi, alternatif pertama adalah menggunakan freeze dryer . Walau demikian, apabila tidak memungkinkan, maka alternatif kedua dapat menggunakan pengering vakum suhu 40 o C, karena aktivitas enzim protease biduri yang dihasilkan masih lebih tinggi dari pada pengering biasa. Histogram pengaruh teknik pengeringan terhadap tingkat kecerahan warna produk protease dari tanaman biduri sebagaimana tertera pada Gambar 18. Gambar 18. Pengaruh Teknik Pengeringan terhadap Tingkat Kecerahan Protease dari Tanaman Biduri 62,21 71,49 73,91 77,98 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Freeze Dryer Oven Vakum 40oC Oven Biasa 40oC Oven Biasa 50oC N il a i K e c e ra h a n W a rn a L 51 Gambar 18 menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan menghasilkan tingkat kecerahan warna enzim protease biduri yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari nilai L tingkat kecerahan-nya. Semakin besar nilai L maka semakin cerah, sedangkan semakin kecil nilai L maka semakin gelap. Gambar 5.21 terlihat bahwa teknik pengeringan beku freeze drying menghasilkan protease biduri yang memiliki tingkat kecerahan paling tinggi dengan nilai L sebesar 77,98±0,94, sedangkan paling gelap adalah penggunaan oven biasa pada suhu 50 o C dengan nilai L sebesar 62,21 ± 0,20. Gambar 18 juga memperlihatkan bahwa penggunaan vacuum drying menghasilkan produk enzim yang berwarna lebih cerah daripada penggunaan oven biasa. Warna yang lebih gelap dari produk protease biduri diduga akibat peristiwa browning selama proses pengeringan terutama pengering oven biasa. Proses browning tersebut sangat dimungkinkan akibat adanya oksidasi polifenol menjadi quinon. Pengeringan secara vakum memerlukan waktu lebih cepat bila dibandingkan dengan oven biasa. Hal ini tentu sangat mempengaruhi kecerahan warna enzim yang dihasilkan, karena semakin lama waktu pengeringan maka akan semakin banyak memberi kesempatan terjadinya browning enzimatis tersebut. Sementara, produk enzim hasil pengeringan beku memiliki tingkat kecerahan paling tinggi dibanding cara pengeringan lainnya. Hal ini diduga pada kondisi sangat dingin beku terjadi inaktivasi penghambatan aktivitas enzim polifenolase. Oleh karena itu, bila ditinjau dari parameter kecerahan warna, juga disarankan agar dalam produksi protease yang diekstrak secara langsung dari tanaman biduri sebaiknya digunakan teknik pengeringan beku sebagai alternatif pertama atau pengering vakum sebagai alternatif kedua. Hal ini seiring dengan laporan Hagar and Bullerwell 2003, bahwa akhir-akhir ini enzim protease komersial lebih banyak diproduksi melalui teknik