PERUBAHAN ANATOMI PANGGUL PADA WANITA HAMIL TEKNIK PENGUKURAN PANGGUL

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010. maka partus percobaan dikatakan gagal, dan dipastikan ada CPD, persalinan dilanjutkan dengan seksio sesarea. 10,24 Penelitian Krishnamurthy 2005 pada 331 wanita yang melahirkan pertama secara seksio sesarea, terhadap hasil pelvimetri radiologis, di dapati pelvis tidak adekuat sebanyak 248 wanita 75 dan pelvis adekuat sebanyak 83 wanita 25. Wanita yang secara radiologis pelvisnya tidak adekuat sebanyak 172 melakukan seksio sesarea elektif pada kehamilan berikutnya dan 76 wanita mengalami percobaan. Hasilnya sebanyak 51 wanita berhasil melahirkan pervaginam dan 25 wanita menjalani seksio sesarea emergensi. Pada wanita yang secara radiologi pelviknya adekuat, 61 wanita berhasil melahirkan secara pervaginam, sebanyak 22 wanita melahirkan secara seksio sesarea. Terdapat 3 kasus ruptura uteri yang terjadi pada wanita yang secara radiologi memeliki pelvis yang adekuat. 21 Menurut Mahmood A.Tahir 2008, yang melakukan lateral X-ray pelvimetri pada 424 ibu hamil yang akan melahirkan dengan partus pervaginam atas indikasi presentasi bokong. Di peroleh kesimpulan bahwa partus percobaan tingkat keberhasilannya lebih tinggi pada ukuran pelvik inlet yang lebih lebar, dan berat janin yang 3500 gr memiliki kesempatan kurang dari 50 untuk partus pervaginam. 26

C. PERUBAHAN ANATOMI PANGGUL PADA WANITA HAMIL

Pemeriksaan radiologi pada pelvis wanita tidak hamil menunjukkan adanya celah antara tulang pubis yang normalnya sekitar 4 – 5 mm, dalam kehamilan oleh karena pengaruh hormonal yang dapat menyebabkan relaksasi pada ligamentum-ligamentum dan tulang hingga celah tersebut bertambah 2 - 3 mm. Menurut Huerta-Enochian et al 2006 menyatakan pelvimetri dapat dilakukan sebagai prediktor persalinan pervaginam yang dilakukan antepartum maupun setelah persalinan dan hasilnya tidak berbeda. 27,45 Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

D. TEKNIK PENGUKURAN PANGGUL

Sebenarnya, melalui mata telanjang penolong persalinan bisa memprediksi apakah seorang ibu mempunyai panggul adekuat atau tidak. Kalau ibu bertubuh tinggi besar, bisa dipastikan ukuran panggulnya relatif luas. Sedangkan ibu yang tidak terlalu tinggi, hanya 150 cm atau malah kurang, kemungkinan besar ukuran panggulnya kecil dan sempit. Namun pengamatan ini hanya asumsi. Pemeriksaan yang akurat hanya bisa dilakukan secara klinis atau dengan radiologis. 10, 39 Menurut Liselele HB et al, 2001 yang mencari hubungan tinggi badan dan pelvimetri eksterna dalam memprediksi disproporsi sefalopelvik pada nulipara menyimpulkan bahwa tinggi badan 150 cm dan diameter transversa 9,5 cm paling sering berhubungan dengan disproporsi sefalopelvik. 9 Ada dua cara mengukur panggul: I. PEMERIKSAAN PELVIMETRI KLINIS Pemeriksaan dalam dilakukan pada usia kehamilan 36 minggu. Caranya, dokter memasukkan dua jarinya jari telunjuk dan tengah ke jalan lahir hingga menyentuh bagian tulang belakang promontorium. Setelah itu, dokter akan menghitung jarak dari tulang kemaluan hingga promontorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul. Melalui pemeriksaan ini kita akan mendapatkan konjugata diagonal jarak antara promontorium dengan simfisis bawah, untuk mendapatkan konjugata vera, maka konjugata diagonal − 1,5 cm. Jarak minimal antara tulang kemaluan dengan promontorium adalah 11 cm. Jika kurang, maka dikategorikan sebagai panggul sempit. Namun, jika bayi yang akan lahir tidak terlalu besar, ibu yang memiliki panggul sempit dapat melahirkan secara normal. 10,24 Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010. Gambar 6. Cara pemeriksaan pelvimetri klinis dengan pemeriksaan dalamdikutip dari 22 Sule S.T dan Matawal B.I 2005 melakukan penelitian retrospektif atas hubungan hasil pemeriksaan pelvimetri klinis dengan luaran persalinannya pada 268 primigravida. Kesimpulannya adalah bahwa pemeriksaan pelvimetri klinis merupakan pemeriksaan yang sangat berguna dalam memprediksi luaran persalinan, dan sebaiknya dilakukan pada semua primigravida yang fasilitas monitoring kesejahteraan janinnya sangat terbatas. 28 Namun menurut penelitian yang dilakukan Blackadar Charles, S 2003 terhadap 461 orang yang mendapat pemeriksaan pelvimetri klinis secara rutin dari 660 wanita yang akan menjalani partus percobaan, dimana 21 nya atau 141 orang memiliki panggul yang tidak adekuat. Namun dari 141 orang, hanya 2 orang yang kontrol ulang untuk menjalani pelvimetri radiologis dan keduanya partus pervaginam, sementara yang lainnya tidak datang Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010. lagi pada kontrol berikutnya sehingga tidak ada keterangan mengenai cara persalinannya. Sehingga disimpulkan bahwa pemeriksaan pelvimetri klinis tidak berpengaruh terhadap cara persalinan bahkan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien. 29 II. PEMERIKSAAN PELVIMETRI RADIOLOGIS X-ray pelvimetri pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1900 oleh Denticle dari Leipzig dan semakin dikenal sampai sekarang. Pada tahun 1944 Colcher AE dan Sussman W menemukan tehnik praktis pada pelvimetri dan kemudian dimodifikasi oleh Robert C Brown pada tahun 1972. Dengan cara ini dibuat 2 radiogram anteroposterior dan lateral pelvis. Namun cara ini menggunakan alat pengukur Colcher Sussman yang ditaruh diantara kedua lipatan gluteus garis tengah, paralel dengan film. 13,30,31,47 Cara yang sekarang masih digunakan adalah proyeksi Thoms. Selama pemotretan ibu berada dalam posisi setengah duduk, persis seperti tindakan rontgen pada anggota tubuh lain, hanya saja intensitas cahaya yang digunakan lebih rendah. Pada proyeksi ini diukur diameter melintang pintu atas panggul, jarak antara spina iskiadika panggul tengah dan jarak antara tuber iskiadikum panggul bawah. Selain ukuran-ukuran panggul, dapat diketahui bentuk- bentuk panggul melalui pemeriksaan X-ray pelvimetri. 30,31,46 Kebanyakan pemeriksaan pelvimetri rontgenologik sudah ditinggalkan, berhubung dengan radiasinya terhadap janin. Radiasi terutama banyak pada pemeriksaan pelvimetri dengan proyeksi Thoms dimana posisi pasien setengah duduk dan jika letak janin dalam letak kepala, maka alat kelamin janin berada diatas dan dekat dengan tabung rontgen. Dengan demikian akan meningkatkan radiasi pada alat kelamin janin. Meskipun demikian radiografi konvensional pada masa kehamilan masih dilakukan pada keadaan-keadaan tertentu atau atas indikasi yang tepat. Dengan sendirinya segi-segi proteksi harus diperhatikan dengan seksama dan pemeriksaan dilakukan pada akhir kehamilan. 10,13,30,31,50 Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010. Gambar 7. Posisi Thoms dan hasil pemeriksaan X-ray pelvimetri dikutip dari bahan 22 Indikasi pemeriksaan Rontgen pada kehamilan bila ada kecurigaan fetopelvik disproporsi atau kecurigaan panggul sempit, riwayat operasi seksio sesarea atau riwayat forsep serta riwayat kematian janin dalam persalinan. X-ray pelvimetri juga dilakukan bila pada pemeriksaan klinis didapati ukuran konjugata diagonal 11,5 cm atau diameter intertuberous 8 cm serta bila kepala janin tidak masuk pintu atas panggul dan malposisi letak janin seperti pada presentasi bokong, wajah atau letak lintang. 13,37,49,51 Masih terdapat kontroversi pendapat tentang pengaruh penggunaan x-ray pelvimetri pada akhir kehamilan terhadap ibu dan janin. Secara teori dapat membahayakan janin dan kehidupan selanjutnya berupa resiko leukemia dan kelainan pada gonad berupa kongenital malformasi pada generasi selanjutnya. Stewart et al menemukan resiko leukemia yang meningkat pada bayi yang ibunya mendapat x-ray pelvimetri pada masa kehamilan, sementara Townsend dari Australia menemukan resiko leukemia yang minimal. 13 Menurut Tolaymat Lama, MD 2006, penggunaan x-ray pelvimetri dapat dilakukan pada trimester 2 dan 3 kehamilan dengan tingkat radiasi yang minimal, sedangkan penggunaan CT scan dengan dosis di bawah 1,5 rad masih cukup aman bagi janin. 32 Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN