kerupuk jeruju yang dibuat dapat menghasilkan kerupuk jeruju sebanyak 13 bungkus.
a b
Gambar 10. a Penimbangan Kerupuk Jeruju b Perekatan Plastik dengan Mesin Rensener
b. Pembuatan Teh Jeruju
1. Pengambilan Daun
Daun jeruju di ambil di sepanjang bantaran muara sungai di Desa Sei Nagalawan dengan cara mengambil bagian pucuk tanaman jeruju dengan
menggunakan pisau. Biasanya dalam sekali produksi ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung mengambil daun jeruju sebanyak 4 kg dalam sekali produksi.
Daun jeruju yang dipilih yaitu daun yang masih muda dan berwarna hijau cerah. Daun jeruju yang masih mudah dipilih karena kandungan getah yang sedikit.
Gambar 11. Pengambilan Daun Jeruju di Sepanjang Bantaran Muara Sungai
2. Pemotongan Jeruju
Daun jeruju yang telah diambil kemudian dibersihkan dari duri dan kemudian daun jeruju dicuci dan dipotong menjadi irisan tipis dengan
menggunakan pisau dan gunting.Selain daun jeruju, daun pandan juga dibersihkan dan dipotong menjadi irisan tipis. Daun pandan dipakai untuk menambah aroma
dari teh ketika disiram dengan air panas.Jumlah daun pandan yang dipakai yaitu sebanyak 100 g untuk 1kg daun jeruju basah.
a b
Gambar 12. a Pemotongan Daun Jeruju dan Daun Pandan b Pencucian Daun Jeruju
3. Penyangraian Teh Jeruju
Daun Jeruju dan daun pandan yang telah dibersihkan, kemudian ditimbang sebanyak 100 g daun pandan untuk 1 kg daun jeruju basah. Daun yang telah
ditimbang, kemudian daun jeruju dan pandan dicampur menjadi satu. Penyangraian merupakan proses yang memakan waktu lama yaitu ± 2 jam, dalam
pembuatannya harus selalu disangrai agar teh kering merata dan tidak gosong. Penyangraian dilakukan di dalam wajan dengan menggunakan api sedang, setelah
disangrai kemudian teh didiamkan sebentar dengan tujuan untuk mendinginkan teh.
a b
Gambar 13. a Penimbangan Daun Jeruju dan Pandan b Penyangraian Teh Jeruju
4. Pengemasan
Daun jeruju yang telah disangraiakan berwarna cokelat kehitaman. Setelah itu teh jeruju ditimbang ukuran 30 g dan dibungkus dengan kemasan plastik kecil.
Setelah itu teh dimasukkan ke dalam kotak kemasan dengan kertas kecil berisi keterangan manfaat dari teh jeruju. Kemasan yang digunakan dibuat menarik
dengan konsep membeli teh jeruju berarti telah membantu dalam pelestarian hutan mangrove, sehingga dengan konsep tersebut dapat menarik konsumen untuk
membeli.1 kg jeruju basah yang disangrai akan menghasilkan 300 g jeruju kering. Teh jeruju kering 300 g dapat menghasilkan 10 bungkus teh jeruju siap jual.
a b
Gambar 14. a Jeruju yang Dikemas Ukuran 300 g b Produk Teh Jeruju
Secara sederhana, proses pengolahan bahan baku daun jeruju menjadi kerupuk jeruju dan teh jeruju dapat digambarkan melalui bagan alur pada Gambar
15 dan 16: a. Kerupuk Jeruju
Gambar 15. Bagan Alur Proses Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Kerupuk
Pengambilan daun
Pemotongan daun jeruju
Penghalusan daun dan bumbu
Pengulenan adonan
Penggorengan Pencetakan adonan
Pengemasan
b. Teh Jeruju
Gambar 16. Bagan Alur Proses Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Teh
Analisis Finansial Agroindustri Olahan Daun Jeruju
Analisis finansial digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan yang dilakukan di Desa
Sei Nagalawan, Dusun 3 tiga, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Berikut analisis finansial yang telah dilakukan pada agroindustri
pengolahan daun jeruju tersebut.
Biaya Produksi dan Pendapatan
Besarnya biaya produksi dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi pengolahan daun jeruju. Perhitungan setiap
item dan biaya yang dikeluarkan dalam produksi selama satu kali produksi dari Pengambilan daun
Pemisahan daun dari duri
Pemotongan daun jeruju dan pandan
Penyangraian
Pengemasan
olahan daun jeruju dapat dilihat pada Lampiran 1. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah nilainya tergantung pada jumlah produksi kerupuk dan teh, seperti :
biaya bahan baku daun jeruju, dan biaya bahan tambahan, gas, tepung terigu, bawang putih, ketumbar, garam, gula pasir, daun pandan, kemasantempat,
transportasi serta upah tenaga kerja. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang jumlah nilainya tidak tergantung pada jumlah produksi dari kerupuk dan tehyaitu
berupa biaya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat, dan pemeliharaan peralatan dan bangunan.
Biaya total diperoleh dari penjumlahan biaya tetap total dan biaya variabel dalam satu kali produksi. Penerimaan total diperoleh dari volume produksi dalam
satu kali produksi dikalikan dengan harga jual. Sedangkan pendapatan total dihasilkan dari pengurangan penerimaan dengan biaya total produksi. Adapun
rincian biaya yang dikeluarkan dapat ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5.Biaya dan Pendapatan Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Kerupuk Jeruju Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 tiga, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang
Bedagai. Uraian
Nilai Persentase
Biaya Tetap Total Rp 69.135
25,9 Biaya Variabel Total Rp
197.800 74,1
Biaya Total Rp 266.935
100 VolumeBungkus
52 Harga RpBungkus
6.000 Penerimaan Rp
314.000
Pendapatan Rp
47.065
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa biaya variabel mendominasi dalam struktur biaya produksi total dalam pengolahan daun jeruju menjadi
kerupuk. Hal ini dipengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk terutama dalam penggunaan bahan pendukung utama seperti minyak makan, tepung terigu,
bawang putih, ketumbar, kemasan, tenaga kerja.transportasi, dan gas sebagai bahan bakarLampiran 1.
Penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi kerupuk jeruju adalah sebesar Rp 314.000,- per produksi, yang merupakan hasil penjualan kerupuk
sebanyak 52 bungkus dengan harga Rp 6.000,- per bungkus dan minyak makan sisa sebanyak 2 liter dengan harga Rp 6.000,- per liter . Sedangkan besaranya
pendapatan yang diperoleh dalam 52 bungkus daun jeruju setelah dikurangi dengan biaya produksi sebesar Rp
266.935
,- adalah sebesar Rp 47.065,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk layak
untuk dilakukan.
Tabel 6.Biaya dan Pendapatan Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Teh Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.
Uraian Nilai
Persentase Biaya Tetap Total Rp
51.164 27,4
Biaya Variabel Total Rp 135.400
72,6 Biaya Total Rp
186.564 100
VolumeBungkus 40
Harga RpBungkus 10.000
Penerimaan Rp 400.000
Pendapatan Rp
213.436
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa biaya variabel mendominasi dalam struktur biaya produksi total dalam pengolahan daun jeruju menjadi Teh.
Hal ini dipengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan proses produksi pengolahan daun jeruju seperti tenaga kerja, kemasan, transportasi, dan
gas sebagai bahan bakar Lampiran 2. Penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi teh jeruju adalah sebesar
Rp 400.000,- per produksi. Sedangkan besaranya pendapatan yang diperoleh dalam 40 bungkus teh jeruju setelah dikurangi dengan biaya produksi sebesar
Rp
186.564
,- adalah sebesar Rp 213.436,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengolahan daun jeruju menjadi teh jeruju layak untuk dilakukan.
Untuk menghitung biaya tetap dibutuhkan biaya penyusutan alat depresiasi. Depresiasi adalah penurunan nilai dari aset harta perusahaan yang
digunakan dalam operasi perusahaan. Depresiasi menunjukkan penurunan nilai harta perusahaan yang berwujud tangible assets, misalnya gedung dan mesin.
Menurut Betrianis 2006 untuk menghitung biaya penyusutan peralatan mesin dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Depresiasi = Harga beli Umur pakai
Adapun perhitungan biaya penyusutan peralatan produksi di Kelompok Tani Muara Tanjung dapat dilihat pada Lampiran 7.
Analisis RC Ratio
Nilai RC ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dan dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha
ditinjau dari proporsi besarnya biaya produksi yang dikeluarkan terhadap penerimaan yang akan diperoleh. Nilai RC ratio pada usaha pengolahan kerupuk
jeruju dapat ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel 7.Analisis RC Ratio Kerupuk Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 tiga, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.
Uraian Jumlah Rp
Penerimaan 314.000
Biaya Produksi Total
266.935
RC Ratio
1.17
Pada Tabel 7 diketahui bahwa perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi total adalah sebesar 1.17. Hal tesebut menunjukkan bahwa usaha
tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha tersebut akan mencapai keuntungan. Oleh karena itu, usaha pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk
layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Hal ini berarti dengan modal sebesar Rp 266.935 akan diperoleh hasil penjualan sebesar 1,17 kali jumlah modal
Tabel 8.Analisis RC Ratio Teh Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 tiga, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai
Uraian Jumlah Rp
Penerimaan 400.000
Biaya Produksi Total 186.564
RC Ratio 2.14
Pada Tabel 8 diketahui bahwa perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi total adalah sebesar 2,14. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha
tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan. Oleh karena itu, usaha pengolahan daun jeruju
menjadi kerupuk layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Hal ini berarti dengan modal sebesar Rp 186.564 akan diperoleh hasil penjualan sebesar 2,14
kali jumlah modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih besar dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan
keuntungan, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kuswadi 2006 yang menyatakan bahwa apabila hasil revenue cost ratio diperoleh lebih besar daripada
satu berarti usaha tersebut memperoleh keuntungan dan layak dilakukan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sianturi, et al. 2012 tentang
kajian bentuk
pengolahan dan
analisis finansial
buah api-api
Avicennia officinalis L sebagai bahan makanan dan minuman di Kabupaten Deli Serdang dengan nilai RC Ratio keripik sebesar 1,25, nilai RC Ratio donat sebesar
1,5, nilai RC Ratio bolu sebesar 1,64, dan nilai RC Ratio dawet sebesar 4,76. Hal
tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan. Berdasarkan nilai ini
maka pendapatan yang diperoleh cukup besar dari pengolahan mangrove baik jeruju maupun buah api-api, hal ini dipengaruhi oleh modal yang relatif kecil
tetapi harga jual yang cukup tinggi. Namun, jika dilihat dari keberlanjutan industri pengolahan daun jeruju dan api-api. Pengolahan daun jeruju lebih menguntungkan
dibandingkan dengan pengolahan api-api, karena bahan baku api-api yang terbatas dan berbuah berdasarkan musim sehingga harus menunggu beberapa bulan untuk
memanen bahan baku api-api. Sedangkan bahan baku jeruju tidak terbatas berdasarkan musim, sehingga produksi pengolahan jeruju dapat dilakukan secara
berkelanjutan. Buah api-api juga mengandung racun yang sangat tinggi sehingga jika dikonsumsi terlalu banyak akan menyebabkan pusing. Industri pengolahan
api-api ini juga memiliki kelemahan lain seperti akses pasar yang lemah dan kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dalam mengembangkan industri
pengolahan mangrove berbasis rumah tangga di Kawasan Paluh Merbau, Kabupaten deli Serdang.
Analisis Break Even Point BEP
Untuk menilai kelayakan finansial suatu usaha juga dapat dilakukan melalui anlisis titik impas BEP. Analisis Break Even Point BEP diperlukan
dalam studi kelayakan adalah untuk menunjukkan titik impas dimana usaha tidak rugi atau untung. Break Even Point BEP bertujuan untuk menunjukkan biaya
yang sama dengan pendapatan. Perhitungan BEP untuk pengolahan kerupuk jeruju dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 9.Analisis Break Even Point Pada Usaha Kerupuk Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 tiga, Kecamatan Perbuangan.
Uraian Jumlah
1. Biaya Tetap Total Rp 69.135
2. Biaya Variabel Total Rp 197.800
3. Volume Produksi bungkus 52
4. Harga Jual Rpbungkus 6.000
5. Penerimaan Rp 314.000
6. BEP Volume Produksi bungkus 31
7. BEP Harga Rpbungkus 5.200
Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa titik impas usaha pengolahan kerupuk jeruju terjadi pada saat pengusaha memproduksi 31 bungkus kerupuk
jeruju. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa berada dibawah jumlah produksi yang mampu diproduksi yaitu sebanyak 52 bungkus. Oleh karena itu, hal ini
berarti bahwa usaha pengolahan agroindustri kerupuk jeruju jika diusahakan di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 tiga Kecamatan Perbaunganakan mendatangkan
keuntungan. Hasil perhitungan untuk nilai titik impas harga produk BEP yaitu sebesar
Rp 5.200,-bungkus. Sedangkan harga produk yang mampu di jual seharga Rp 6.000,-bungkus. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga
pokok sehingga jika produk tersebut dijual akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha. Dengan demikian, hal ini merupakan peluang untuk pemasaran
kerupuk jeruju karena bahan baku yg berasal dari tanaman mangrove sehingga menjadi daya tarik konsumen untuk membeli, apalagi ibu-ibu Kelompok Tani
mempunyai strategi pemasaran yang baik yaitu di kawasan wisata Kampoeng Mangrove, Desa Sei Nagalawan.
Tabel 10.Analisis Break Even Point Pada Usaha Teh Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 tiga, Kecamatan Perbuangan.
Uraian Jumlah
1. Biaya Tetap Total Rp 51.164
2. Biaya Variabel Total Rp 135.400
3. Volume Produksi Bungkus 40
4. Harga Jual RpBungkus 10.000
5. Penerimaan Rp 400.000
6. BEP Volume Produksi Bungkus 7
7. BEP Harga RpBungkus 4.700
Pada Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa titik impas pengolahan daun jeruju menjadi teh pada saat diproduksi 7 bungkus teh jeruju.Jumlah tersebut
menunjukkan bahwa berada di bawah jumlah produksi yaitu sebanyak 40 bungkus teh jeruju. Oleh karena itu, hal ini berarti bahwa usaha pengolahan teh jeruju jika
akan di usahakan akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha. Hasil perhitungan untuk nilai titik impas harga produk BEP harga yaitu
sebesar Rp. 4.700,- bungkus. Sedangkan harga jual yang mampu dijual seharga Rp. 10.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga pokok
sehingga akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarihoran, et al. 2012, tentang
kajian analisis buah berembang Sonneratia caseolaris sebagai bahan makanan dan minuman di Kabupaten Deli Serdang dengan nilai Break Even Point BEP
untuk dodol sebesar Rp 9.320,54 bungkus. Sedangkan harga jual yang mampu dijual seharga Rp 13.000 dan nilai Break Even Point BEP untuk sirup sebesar
Rp 8.422,89 botol. Sedangkan harga jual yang mampu dijual seharga Rp 12.000. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga pokok sehingga akan
mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha baik itu pengolahan jeruju maupun
buah berembang. Namun, jika dilihat dari keberlanjutan industri pengolahan daun jeruju dan buah berembang. Pengolahan buah berembang memiliki kelemahan
seperti produk sirup yang dihasilkan memiliki warna sirup yang kurang jernih sehingga menurunkan minat konsumen untuk membeli, akses pasar yang lemah,
dan tidak adanya keinginan pengolah buah berembang untuk mengembangkan usaha karena belum memiliki izin BPOM dan tidak adanya dukungan pemerintah
dalam mengembangkan usaha. Sedangkan usaha pengolahan daun jeruju memiliki akses pasar yang baik dan juga menerima pesanan dari luar daerah sehingga
industri pengolahan daun jeruju memiliki prospek usaha yang baik.
Analisis Nilai Tambah
Produksi dilakukan sebanyak empat kali dalam seminggu.Adapun perhitungan strruktur biaya dan penerimaan pengolahan daun jeruju menjadi
kerupuk dan teh dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa dengan menggunakan bahan baku sebanyak 0,8 kg jeruju
dan 4 kg tepung terigu untuk kerupuk jeruju bisa menghasilkan sampai 52 bungkus kerupuk jeruju, sedangkan untuk teh jeruju bahan baku sebesar 4 kg
dapat menghasilkan 40 bungkus teh jeruju. Usaha ini juga mampu menyerap tenaga kerja 4 jamproduksi dan bahan baku yang digunakan untuk olahan
diperoleh dari alam tanpa harus membeli namun di keluarkan biaya untuk mendapatkannya. Apabila harga output sebesar Rp 6.000,- bungkus dan faktor
konversi sebesar 13, maka nilai produksi sebesar Rp. 78.000,-kg untuk kerupuk jeruju. Apabila harga output sebesar Rp 10.000,- bungkus dan faktor konversi
sebesar 10, maka nilai produksi sebesar Rp 100.000,- kg untuk teh jeruju.
Nilai produksi tersebut dialokasikan untuk bahan-bahan input yang dibutuhkan seperti tepung terigu, minyak makan, bawang putih, ketumbar, gas,
transportasi, serta bahan untuk kemasan setiap produk yang dihasilkan. Dengan demikian, nilai tambah yang diperoleh dari satu kilogram daun jeruju untuk
kerupuk adalah Rp 49.557,- kg dalam sekali produksi, dan untuk teh jeruju nilai tambah sebesar Rp 81.150,- kg dalam sekali produksi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar, et al. 2012, tentang analisis finansial serta prospek pengolahan buah nipah Nypa fruticans menjadi
berbagai produk olahan yaitu
apabila harga output sebesar Rp 7.500,- kg dan faktor konversi sebesar 1, maka nilai produksi sebesar Rp. 7.500,- untuk kolang
kaling. Apabila harga output sebesar Rp 25.000,- kotak dan faktor konversi sebesar 2, maka nilai produksi sebesar Rp 50.000,- kotak untuk agar-agar, dan
untuk manisan nipah apabila harga output sebesar Rp 30.000,- kg dan faktor konversi sebesar 2 maka nilai produk sebesar Rp 60.000,- kg. dengan nilai
tambah yang diperoleh dari satu kilogram buah nipah untuk kolang-kaling Rp 5.250,-kg, nilai tambah untuk kolang kaling adalah untuk agar-agar sebesar Rp
38.725,-kotak, dan nilai tambah untuk untuk manisan sebesar Rp 42.900,-kg. Dengan demikian berarti pengolahan buah nipah menjadi berbagai produk olahan
memperoleh hasil yang baik yang dilakukan oleh pelaku usaha dan meningkatkan kualitas produk begitu juga dengan pengolahan daun jeruju. Industri pengolahan
nipah memiliki jumlah permintaan akan olahah nipah ini masih relatif sedikit, biasanya ada permintaan kalau ada acara pameran dan arisan. Permintaan terhadap
produk olahan nipah biasanya meningkat pada saat bulan puasa karena masyarakat menggunkannnya untuk buka puasa. Industri pengolahan nipah
memiliki akses pasar yang lemah karena hanya dipasarkan di daerah tersebut dan biasanya menjualnya di rumahnya dengan membuat tempat seadanya, sehingga
masyarakat kurang mengenal olahan nipah. Sedangkan industri pengolahan jeruju memiliki aspek pasar yang cukup baik karena dipasarkan di kawasan wisata
Kampoeng Mangrove, Desa Sei nagalawan dan biasanya menerima pesanan dari luar daerah tersebut.
Distribusi Nilai Tambah
Pada perhitungan nilai tambah Lampiran 4 dan 5 dapat diketahui bahwa nilai tambah yang diperoleh untuk kerupuk jeruju sebesar Rp 49.557,- kg, dan
untuk teh jeruju nilai tambah sebesar Rp 81.150,- kg. Dari nilai tambah tersebut dapat diketahui distribusi nilai tambah untuk setiap faktor produksi. Balas jasa
atau imbalan untuk pemilik faktor produksi yaitu sebesar Rp 78.000,-kg untuk kerupuk jeruju, dan untuk teh jeruju Rp 100.000,- kg. Untuk sumbangan input
lain sebesar 36 kerupuk jeruju, dan 18 teh jeruju. Berdasarkan distribusi margin tersebut dapat diketahui bahwa pangsa
tenaga kerja dalam pengolahan kerupuk jeruju sebesar Rp. 12.500,- atau sebanyak 25 , sedangkan untuk teh jeruju sebesar Rp. 15.000,- atau sebesar 18 dari
nilai produksi. Analisis lebih lanjut bagi pengolah menunjukkan bahwa rate keuntungan bagi pengolah adalah sebesar 74 dari nilai produksi kerupuk jeruju,
dan 81 dari nilai produksi teh jeruju, artinya setiap 100 unit nilai produksi yang akan di produksikan akan diperoleh keuntungan sebesar 74 dan 81 unit.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar, et al. 2012, tentang analisis finansial serta prospek pengolahan buah nipah Nypa fruticans menjadi
berbagai produk olahan yaitu pangsa tenaga kerja dalam pengolahan kolang
kaling sebesar Rp.1000,- atau sebanyak 13, sedangkan untuk agar-agar dan manisan nipah sebesar Rp. 2000,- atau sebesar 5 dari nilai produksi. Rate
keuntungan yang diperoleh dari pengolahan buah nipah bagi pengolah adalah sebesar 88 dari nilai produksi kolang kaling, dan 95 dari nilai produksi agar-
agar dan manisan nipah, artinya setiap 100 unit nilai produksi yang akan diproduksikan akan diperoleh keuntungan sebesar 88 dan 95 unit. Meskipun nilai
tingkat keuntungan bagi pengusaha buah nipah dan jeruju sangat besar, akan tetapi dalam menilai rate keuntungan ini juga harus dipertimbangkan kemampuan
jangka waktu investasi serta arus penerimaan, terlebih-lebih untuk penjualan berkelanjutan. Jika dilihat dari peluang pasar industri pengolahan nipah
dipasarkan di daerah tersebut dan biasanya menjualnya di rumahnya dengan membuat tempat seadanya sehingga peluang pasar kurang tersampaikan kepada
konsumen, walaupun dekat dengan kawasan wisata di daerah tersebut tetapi tidak langsung dipasarkan di kawasan wisata. Sedangkan pengolahan daun jeruju
memiliki peluang pasar yang cukup baik karena dipasarkan langsung di kawasan wisata Kampoeng Mangrove, Desa Sei nagalawan dan biasanya menerima
pesanan dari luar daerah tersebut.
Permasalahan Pengembangan Produk Pemasaran Produk
Dalam pelaksanaan pemasaran olahan jeruju masih relatif terbatas, dimana pemasaran produk hanya dilakukan di daerah itu saja, yang dilakukan di daerah
kawasan wisata di desa tersebut.Hai ini dilakukan agar memberikan kemudahan dalam penjualan produk. Selain itu juga penjulan dilakukan keluar daerah jika ada
permintaan pesanan dari Medan maupun luar Kota Medan sebagai oleh-oleh dari
wisata Kampoeng Mangrove yang ada di desa tersebut, serta acara-acara tertentu seperti untuk pameran dalam memperkenalkan produk olahan mangrove yang
dilakukan oleh LSM . Pada tahun 2013 Kelompok Tani Muara Tanjung pernah melakukan
penjualan produk ke beberapa toko yang ada di pusat oleh-oleh Medan daerah bengkel, dengan cara menitip produk jeruju ke tiga toko yang ada di daerah
bengkel tersebut. Tetapi usaha penjualan ini tidak berlangsung lama karena produk olahan mangrove yang tidak laku di pasaran, karena jeruju merupakan
produk olahan mangrove yang baru dipasaran sehingga masyarakat merasa sangat asing dengan makananan ini dan juga penjual yang tidak mampu untuk
mempromosikan produk tersebut sehingga masyarakat tidak tertarik dengan produk tersebut. Akibat kejadian tersebut Kelompok Tani Muara Tanjung menarik
semua produknya dari toko di daerah bengkel karena mengalami kerugian. Langkah pemasaran produk utama yang dilakukan ibu-ibu Kelompok Tani
Muara Tanjung yaitu dengan memasarkannya di kawasan wisata Kampoeng Mangrove di desa tersebut. Karena mereka melihat peluang pasar yang ada di desa
tersebut, yang bisa dilihat dari jumlah pengunjung yang meningkat setiap tahunya. Wisata Kampoeng Mangrove merupakan tempat wisata pendidikan hutan
mangrove dimana pengunjung yang datang di kawasan wisata tersebut akan diperkenalkan dengan berbagai tanamanan jenis mangrove sehingga menambah
pengetahuan bagi pengunjung tentang jenis-jenis tanaman mangrove yang ada. Kelompok Tani Muara Tanjung juga memperkenalkan manfaat dari olahan
mangrove yang berkhasiat bagi tubuh, kita ketahui bahwa sejak dulu tanaman mangrove digunakan sebagai tanaman obat-obatan bagi masyarakat. Sehingga
dengan memperkenalkan produk olahan mangrove dapat menambah ketertarikan konsumen untuk membeli produk tersebut, apalagi tanaman mangrove yang bisa
diolah menjadi makananan sehingga menambah daya tarik konsumen.
Persaingan dan Peluang Pasar
Persaingan dalam pemasaran produk olahan jeruju yang ada di daerah tersebut sangat kecil, karena industri pengolahan produk mangrove yang ada tidak
begitu berkembang dengan baik. Industri pengolahan jeruju di daerah tersebut hanya diproduksi oleh ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung. Masalah utama
dalam pengembangan produk olahan mangrove yang terjadi yaitu pemasarannya, karena produk olahan mangrove yang baru sehingga dalam pemasarannya harus
dilakukan secara optimal. Dengan melihat permintaan dari konsumen yang terus meningkat serta
ketersediaan bahan baku yang cukup maka pengembangan olahan produk jeruju sangat potensial di kembangkan di Desa Sei Nagalawan dan sudah memiliki
sertifikasi halal dari MUI Majelis Ulama Indonesia. Selain itu pula, harga produk yang akan mampu bersaing dan permintaan yang terus ada sehingga ini
akan menjadi suatu peluang usaha. Langkah yang harus dilakukan nuntuk mengembangkan produk jeruju ini yaitu dengan melakukan promosi dengan
memperkenalkan produk olahan mangrove kepada konsumen. Selain itu dilakukan perbaikan kemasan seperti penambahan tanggal kadar luarsa makanan, perlu
adanya izin dari BPOM, dan keterangan mengenai kandungan gizi dan manfaat. Apalagi melihat daerah tersebut yang merupakan daerah kawasan wisata, akan
banyak wisatawan yang berkunjung kesana dan merupakan suatu pangsa pasar yang bagus.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1.
Pengolahan daun jeruju yang dikelola oleh ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 tiga, berupa kerupuk dan teh
jeruju yang diusahakan dalam skala rumah tangga. 2.
Usaha pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk dan teh jeruju menguntungkan secara ekonomi dan layak secara finansial, dengan nilai
RC rationya 1,17 dan 2,14. 3.
Nilai tambah yang dihasilkan dari olahan daun jeruju untuk kerupuk sebesar Rp 49.577,-kg dan untuk teh jeruju sebesar Rp 81.150,- kg dalam
sekali produksi, atau nilai tambah sebesar Rp 49.577,-kg dan Rp 81.150,- kg bahan baku .
Saran
1. Diperlukan langkah strategi dalam peningkatan kualitas produk jeruju pada
perbaikan kemasan seperti penambahan tanggal kadar luarsa makanan, perlu adanya izin dari BPOM, dan keterangan mengenai kandungan gizi
dan manfaat. 2.
Usaha ini dapat berkembang dan meningkat, untuk itu perlu adanya perbaikan dan perapian buku administrasi keuangan sehingga bisa
melakukan kerjasama dengan lembagainstansi untuk peminjaman modal usaha.
55
3. Peluang pasar masih sangat luas sehingga perlu adanya peran pengelolah
daun jeruju untuk mempromosikan produk jeruju, sehingga dapat menambah pendapatan usaha, serta lokasi pasar yang strategis yakni lokasi
wisata sehingga pemasaran bisa dilakukan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, I. 2005. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Industri Kemplang Rumah Tangga Berbahan Baku Utama Sagu dan Ikan. Jurnal
Pembangunan Manusia. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang.
Arief, S. 2006. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Penerbit Andi. Yogyakarta. Aziz, N. 2003. Pengantar Mikro Mikro Ekonomi. Bayumedia. Malang.
Bandaranayake, W.M. 1998. Traditional and medicinal uses of mangroves.
Mangroves and Salt Marshes 2: 133-148. Betrianis. 2006. Penyusutan dan Alokasi Biaya Overhead. Fakultas Teknik
Universitas Indonesia. Depok Brown, B. 2006. Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hidrologi Mangrove. Mangrove
Action Project dan Yayasan Akar Rumput Laut Indonesia. Yogyakarta. Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya,
Anggota IKAPI, Diterbitkan Untuk PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta.
Djojodipuro, M. 1992. Teori Lokasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.
Field, C. 1995. Journeys Amongst Mangroves; International Society for Mangrove Ecosystems, Okinawa, Japan. Hong Kong: South China
Printing Co. Hardarani, N., Purwito, A., dan Sukma, D. 2012. Perbanyakan In Vitro Pada
Tanaman Jeruju Hydrolea spinosa L. Dengan Berbagai Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian
UNLAM : 6-7
Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Kuswadi. 2006. Analisis Ekonomi Proyek. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Moerdiyanto. 2008. Diktat Studi Kelayakan Bisnis. UNY Press. Yogyakarta. Onrizal. 2008. Panduan Pengenalan dan Analisis Vegetasi Hutan Mangrove.
Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
http:library.usu.ac.iddonwloadfbhutan-onrizal9.pdf. [12
September 2014].
Parlinah, N., Hery Purnomo dan Bramasto Nugroho. 2011. Distrbusi Nilai Tambah Pada Rantai Nilai Mebel Mahoni Jepara. Vol.8 No.2 juni 2011,
hal 93-109. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Hutan. Pattiasina, T. A. 2011. Analisis Investasi Pengembangan Nipah Nypa fruticans
dalam Mendukung Desa Mandiri Energi di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Plantamor. 2014. Jeruju. Diakses dari http:www.plantamor.com. [12 September 2014].
Priyono, A., D. Ilminingtyas., Mohson., L.S. Yuliani., dan T.L. Hakim. 2010. Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove. KeSEMAT.
Semarang. Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. PHKAWI-IP, Bogor. Santono, N., Bayu, C.N., Ahmad, F.S, dan Ida, F. 2005. Resep Makanan
Berbahan Baku Mangrove dan Pemanfaatan Nipah. Lembaga Pengembangan dan Pengkajian Mangrove.
Sianturi G., A. Purwoko., dan K.S Hartini. 2012. Kajian Bentuk Pengolahan dan Analisis Finansial Buah Api-api Avicennia officinalis L Sebagai Bahan
Makanan dan Minuman di Kabupaten Deli Serdang. Hal 105. http:ejournal.usu.ac.id [28 April 2015].
Siregar. S. B., A. Purwoko., dan K.S Hartini. 2012. Analisis Finansial Serta Prospek Pengolahan Buah Nipah nypa fruticans Menjadi Berbagai
Produk Olahan. Hal 105. http:ejournal.usu.ac.id [28 April 2015]. Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok-Pokok Bahasan
Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali. Jakarta
.
_________. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
_________. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
_________. 2000. Pengantar Agroindustri.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soekirman. 2013. Serdang Bedagai Kampung Kami, Kehidupan dan Keberadaan
Masyarakat di Desa Sergai. Bangun Bangsa Yogyakarta. Yogyakarta. Sudiyono A. 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang.
Sukarjo, S. 1984. Ekosistem Mangrove. Jurnal Lembaga Oseonologi Nasional, LIPI, Jakarta: 110 -111.
Suryono, A. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Tambunan. P. 2009. Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus di Desa
Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tarihoran I., A. Purwoko., dan K.S Hartini. 2012. Kajian Analisis Buah Berembang Sonneratia caseolaris Sebagai Bahan Makanan dan
Minuman di Kabupaten Deli Serdang. Hal 164. http:ejournal.usu.ac.id [28 April 2015].
Wafiroh. 2011.
Pengaruh Salinitas
Terhadap Tumbuhan
Mangrove Acanthus ilicifolius. Tesis Fakultas Biologi Universitas Jenderal
Soedirman.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Biaya Produksi Jeruju Menjadi Kerupuk dalam Satu Kali
Produksi di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.
Biaya Produksi
: TC : TFC + TVC
: Rp 69.135 + 197.800 : Rp 266.935,-
Penerimaan
: a.Kerupuk TR : P x Q : Rp6.000 x 52 : Rp312.000,- b. Minyak Makan Bekas Goreng 1 liter: Rp 6.000
TR: P x Q : Rp 6.000 x 2: Rp 12.000 Total Penerimaan: Rp 312.000,- + Rp 12.000 : Rp 314.000,-
Keuntungan : I : TR- TC
: Rp 314.000 – Rp 266.935 : Rp 47.065,-
No
Biaya Item
Harga Satuan
Rp Jumlah
Rp
1.
Biaya Tetap PenyusutanPeralatan
69.135 69.135
PemeliharaanPeralatandanBangunan -
- SewaLahan
- -
Pajak -
- Total
69.135
2.
Biaya Variabel Daun Jeruju 800 g
-
Tenaga kerja 10 orang 5.000
50.000 Gas ukuran 3 kg 3x pakai
22.000 7.400
Plastik Kemasan 52 bungkus 600
31.200 Minyak Makan 2 liter
24.000 24.000
Tepung Terigu 4 kg 15.000
60.000 Bawang Putih400 gr
11.200 11.200
Ketumbar 80 gr 4.000
4.000 Ongkos transportasi
10.000 10.000
Total 197.800
Total Biaya 266.935
Lampiran 2. Analisis Biaya Produksi Jeruju Menjadi The Jeruju dalam Satu Kali Produksi di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan,
Kabupaten SerdangBedagai.
Biaya Produksi : TC : TFC + TVC : Rp51.164 + 135.400
: Rp 186.564
Penerimaan:TR : P x Q : Rp10.000 x40
: Rp 400.000,-
Keuntungan: I : TR- TC : Rp 400.000
– Rp 186.564 : Rp213.436,-
No Biaya
Item Harga
Satuan Rp
Jumlah Rp
1. Biaya Tetap
PenyusutanPeralatan 51.164
51.164 PemeliharaanPeralatandanBangunan
- -
SewaLahan -
- Pajak
- -
Total 51.164
2. Biaya Variabel
DaunJeruju 4 kgjerujubasah Tenaga kerja 12 orang
5.000 60.000
Gas Ukuran 3 kg 3x pakai 22.000
7.400 Kemasan 40 bungkus
1.500 60.000
Ongkos transportasi 8.000
8.000 DaunPandan
- Total
135.400 Total Biaya
186.564
Lampiran 3. Perhitungan RC Ratio dan Titik Impas Usaha Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Kerupuk Jeruju dan Teh jeruju.