Kronologis Jalannya Upacara Muncang di Dusun III Namo Rindang Desa Mbaruai.

4.2 Kronologis Jalannya Upacara Muncang di Dusun III Namo Rindang Desa Mbaruai.

Secara garis besar jalannya upacara Muncang ini dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kegiatan pra-upacara dan kegiatan upacara. Berikut ini akan dibahas mengenai kedua bagian tersebut.

4.2.1 Kronologis kegiatan Pra-Upacara Muncang 28 Oktober 2011

Menurut Efendi Ginting, kegiatan muncang ini diadakan sebagai hasil dari sebuah kesepakatan masyarakat yang diambil dalam musyawarah yang diadakan

di desa tersebut. 8 Musyawarah tersebut dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2011. Pengulu Kuta mengundang semua masyarakat untuk hadir dalam musyawarah

tersebut guna membahas tentang perencanaan pelaksanaan upacara Muncang. Musyawarah ini menetapkan orang-orang yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan peralatan-peralatan yang dibutuhkan pada upacara Muncang.

Satu hari sebelum upacara Muncang diadakan, masyarakat membersihkan lokasi-lokasi yang akan digunakan dalam pelaksanaan upacara. Lokasi yang akan dibersihkan adalah Mabar dan makam Debata Porling. Dalam pembersihan ini semua masyarakat Namo Rindang berkumpul di rumah Pengulu Kuta Namo Rindang. Sebelum keberangkatan menuju Mabar dan makam Debata Porling, Suku t membersihkan diri dengan membasuh kaki, tangan, kepala dengan Lau Penguras dan Mengasap dengan kemenyan untuk menyucikan diri agar kegiatan esok hari dapat terlaksana dengan baik karena mereka adalah pelaksana pada kegiatan upacara. Setelah tiba di lokasi Mabar dan makam Debata Porling, maka

Sukut mengawali pembersihan lokasi dan kemudian diikuti oleh masyarakat Namo Rindang. Setelah selesai dibersihkan, lokasi pelaksanaan upacara dihias dengan daun janur kuning dan bunga pinang Tanduk dan kemudian ditempatkan sebuah wadah untuk meletakkan Pangan-Panganen (sesajen) yang di sebut dengan

Langkaten 9 . Setelah wadah diletakkan, proses persiapan lokasi pelaksanaan upacara pun selesai.

Setelah pembersihan Mabar dan makam Debata Porling, pada malam harinya masyarakat Namo Rindang berkumpul kembali di rumah Pengulu Kuta. Acara yang dilakukan adalah memberangkatkan Sinutu Cimpa. Sinutu Cimpa adalah orang yang ditugaskan untuk menumbuk Cimpa yang akan dipersembahkan kepada leluhur. Sinutu Cimpa berjumlah dua orang perempuan yang dipilih dari masyarakat Namo rindang. Kedua perempuan yang dipilih tersebut memiliki status belum menikah dan masih memiliki kedua orang tua yang lengkap (tidak yatim piatu). Menurut informasi yang penulis dapatkan dari narasumber, dahulunya kegiatan Sinutu Cimpa ini diiringi oleh musik Gendang Lima Sedalanen . Namun, dikarenakan faktor biaya, kegiatan ini tidak lagi diiringi oleh Gendang Lima Sedalanen. Setelah kegiatan Sinutu Cimpa selesai diadakan, selesai pula kegiatan pra-upacara Muncang dan upacara siap untuk dilaksanakan.

4.2.2 Kronologis Jalannya Upacara Muncang

Pada upacara Muncang yang diadakan tanggal 28 Oktober 2011, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan. Rangkaian tahapan tersebut adalah;

1. Persiapan

2. Ndahi Tembun-Tembunen

3. Perumah Begu

4.2.2.1 Persiapan

Kegiatan ini merupakan sebuah kegiatan yang tujuannya untuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan upacara. Masyarakat Namo Rindang berkumpul di Balai Desa. Sukut dengan di bantu masyarakat mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan,

seperti Pangan-Panganen (sesajen), perlengkapan Guru Sibaso , dan perlengkapan-perlengkapan lainnya yang mendukung pelaksanaan upacara. Selain itu Sukut melakukan pembersihan diri dengan cara membasuh diri dengan minyak kelapa dan jeruk purut. Salah seorang dari Sukut membawa minyak kelapa dan jeruk purut dalam sebuah mangkok putih menemui satu per satu Sukut. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyucikan tubuh, dengan harapan agar upacara dapat berjalan dengan baik.

Gambar 10: Sukut melakukan pembersihan diri dengan minyak kelapa dan jeruk purut

Selain itu, dalam persiapan ini ditentukan pula posisi setiap pengisi acara di dalam Balai Desa. Penggual yang telah tiba di Balai Desa segera mempersiapkan alat musik mereka dan duduk di amak mentar (tikar putih) yang telah di persiapkan sebelumnya. Sound man juga segera mempersiapkan Microphone pada setiap alat musik Karo yang akan dimainkan oleh penggual.

Setelah semua perlengkapan dan peralatan yang diperlukan sudah tersedia pada tempatnya, Penggual memainkan Gendang Lepas sebagai penghormatan kepada roh-roh yang ada di sekitar Kuta Namo Rindang. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya gangguan dari roh-roh jahat yang ingin menggangu jalannya upacara berlangsung. Acara Gendang Lepas ini dilakukan khusus oleh tim Penggual saja.

Setelah Gendang Lepas selesai dimainkan, salah seorang Sukut melakukan komunikasi dengan Guru Sibaso yang sudah dimasuki oleh roh leluhur untuk mengetahui apakah persiapan sudah sesuai dengan yang mereka inginkan. Setelah mendapat persetujuan dari roh leluhur, maka upacara siap untuk dimulai.

Gambar 11:

4.2.2.2 Ndahi Tembun-Tembunan

Ndahi Tembun-tembunen adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk menjemput Tembun-Tembunen (roh-roh leluhur) yang bertempat di sebuah pohon mereka sebut Mabar dan makam Debata Porling. Proses menuju lokasi tersebut dilakukan dengan cara arak-arakan. Kegiatan Arak-arakan Ndahi Tembun-tembunen ini dipimpin oleh Sukut yang berjenis kelamin perempuan dan dituakan sambil membawa wadah yang berisi beras dan sesajen, kemudian diikuti oleh Guru Sibaso, Penggual, dan masyarakat. Selama proses Arak-arakan ini, penggual membawa alat musik sambil berjalan dengan bantuan masyarakat dan memainkan Gendang Siarak-Araki Guru. Sukut yang berada di barisan depan memercikkan beras ke berbagai penjuru sambil meneriakkan kata “alop…..alopa…lopa…” yang dipimpin oleh seorang Sukut yang paling tua dan kemudian diikuti oleh seluruh masyarakat yang ikut dalam arak-arakan. Teriakan tersebut dilakukan karena dipercayai mampu menambah semangat mereka.

Gambar 12:

Arak-arakan yang dipimpin oleh Sukut wanita menuju Mabar dan makam Dibata

Porling

Gambar 13: Penggual memikul Gung dengan bantuan seorang masyarakat Namo Rindang

Setelah sampai di Mabar, barisan arak-arakan kemudian mengelilingi sambil tetap diiringi oleh repertoar Gendang Guru meliputi komposisi Gendang Siadang-adangi, Gendang Pengelimbei, Gendang Sabung Tukuk, dan Gendang Peselukken. Sukut kemudian meletakkan sesajen di Langkaten yang sudah dipersiapkan sebelumnya sambil mengasapi dengan kemenyan. Setelah itu, Mabar pun dikelilingi dengan menggunakan kain putih. Selanjutnya Guru Sibaso dan Sukut masuk dalam celah diantara makam dengan kain putih tersebut lalu mulai mengelilingi makam sambil menari. Kain putih tersebut dianggap mampu mempermudah proses trance.

Gambar 14:

Gambar 15: Guru Sibaso dan Sukut mengelilingi Mabar yang diselubungi kain putih

Dalam proses ini penggual terus memainkan repertoar Gendang Guru sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Sukut pun mengelilingi Mabar sambil menari mengikuti irama repertoar Gendang Guru tersebut. Ketika Gendang Peselukken dimainkan terjadi reaksi yang berbeda pada Guru Sibaso. Guru Sibaso kelihatan mengalami suatu keadaan diluar kesadaran atau dalam bahasa etnomusikologi disebut trance. Dibawah pimpinan Guru Sibaso terlihat beberapa Sukut yang ikut mengalami trance. Tidak hanya satu atau dua orang saja yang mengalami, tetapi bisa enam sampai sepuluh orang. Hal ini dikarenakan sebagaimana yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya mengenai konsep Tembun-Tembunen yang memiliki struktur seperti kerajaan. Roh-roh leluhur yang memasuki mediator tersebut akan menunjukkan kesaktian dan karakter mereka masing-masing selama mereka masih hidup dahulu. Kesaktian tersebut mereka tunjukkan dengan membuat gerakan- gerakan seperti tarian-tarian perang, keahlian mereka memainkan pedang, dan ada juga yang menunjukkannya

Gambar 16: Penggual memainkan Gendang Lima Sedalanen di lokasi Mabar

Gambar 17: Guru Sibaso mengalami Trance

Salah seorang Sukut ternyata kemasukan oleh roh yang memiliki kekuasaan tertinggi di dalam Tembun-tembunen. Semasa hidupnya roh ini adalah

seorang Penghulu kuta dan masyarakat memberikan gelar Datuk 10 kepadanya. Ketika masyarakat mengetahui bahwa salah seorang Sukut kemasukan roh Datuk,

mereka pun mendatangi Sukut tersebut untuk berkomunikasi dan mendengarkan hal-hal yang ingin disampaikan roh leluhur mengenai masalah-masalah apa yang sering terjadi di desa tersebut. Selain itu roh-roh leluhur tersebut juga menyampaikan pesan-pesan kepada seluruh masyarakat Namo Rindang.

Gambar 18: Masyarakat berkomunikasi dengan roh leluhur yang memasuki tubuh salah seorang Sukut

Setelah proses komunikasi selesai dilakukan, roh leluhur yang memasuki tubuh Guru Sibaso diarak kembali menuju Balai Desa. Guru Sibaso diarak dengan membentangkan tikar putih sebagai pijakan kakinya sampai menuju Balai Desa. Hal ini dilakukan sebagai wujud penghormatan penduduk desa terhadap leluhur mereka. Setelah tiba di Balai Desa kegiatan dihentikan sementara untuk melakukan makan siang bersama. Setelah makan selesai upacara dilanjutkan dengan kegiatan Perumah Begu

4.2.2.3 Perumah Begu

Perumah Begu merupakan sebuah kegiatan yang bertujuan untuk memanggil roh-roh yang sudah dijemput dari Mabar agar masyarakat dapat berkomunikasi dengan para roh leluhur. Roh-roh leluhur ini dipanggil untuk dapat membantu masyarakat dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam desa.

Perumah Begu dimulai oleh Guru Sibaso yang melakukan komunikasi dengan para roh leluhur. Komunikasi ini dilakukan untuk meminta kepada roh leluhur agar berkenan masuk ke dalam tubuh Guru Sibaso. Berdasarkan kondisi yang penulis saksikan dan menurut informasi dari Bapak Efendi Ginting, ada 4

tahapan yang terjadi dalam Perumah Begu yaitu, 11

1. Perumah Begu Nini Petir

2. Perumah Begu Situa-tua

3. Perumah Begu Dibata Porling

4. Perumah Begu Si Jogal

4.2.2.3.1 Perumah Begu Nini Petir

Perumah Begu Nini Petir adalah kegiatan pemanggilan roh Nini Petir. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Bapak Arus Keliat bahwa roh Nini Petir adalah roh yang dianggap memiliki kemampuan untuk untuk mengatur

cuaca. 12 Roh ini dipanggil dengan tujuan agar masyarakat dapat berkomunikasi dan meminta kepadanya agar diberikan cuaca yang baik untuk membantu kegiatan

pertanian yang dilakukan oleh masyarakat desa. Ciri-ciri dari roh Nini Petir ini dapat dilihat dari sesajen yang diminta, yaitu buah-buahan seperti buah apel dan jeruk. Dalam kegiatan ini tidak ada musik pengiring yang dimainkan.

Gambar 19: Guru Sibaso yang kemasukan roh Nini Petir memakan sesajen berupa buah

4.2.2.3.2 Perumah Begu Situa-tua

Perumah Begu Situa-tua adalah kegiatan pemanggilan roh orang-orang yang dahulunya dituakan dan dihormati semasa hidupnya. Tujuan dari dipanggilnya roh Situa-tua ini adalah agar masyarakat dapat meminta petunjuk dan nasehat di dalam menjalani kehidupan bermasyarakat di desa tersebut. Jika roh ini sudah masuk, tubuh Guru Sibaso akan di pakaikan jubah putih dan dikenakan peci putih diatas kepalanya. Roh ini biasanya meminta sesajen berupa Sangkep Manuk Megersing. Dalam kegiatan ini musik pengiring juga tidak dimainkan.

Gambar 20: Roh leluhur Situa-tua yang memasuki tubuh Guru Sibaso

4.2.2.3.3 Perumah Begu Dibata Porling

Perumah Begu Dibata Porling adalah kegiatan pemanggilan roh Dibata Porling . Dibata Porling adalah roh yang semasa hidupnya adalah seorang panglima yang sakti dan berjuang untuk desa seperti yang dibahas pada bab sebelumnya. Untuk mengiringi pemanggilan, musik Repertoar Gendang Guru pun dimainkan. Ketika musik dimainkan, Guru Sibaso mulai melakukan gerakan Perumah Begu Dibata Porling adalah kegiatan pemanggilan roh Dibata Porling . Dibata Porling adalah roh yang semasa hidupnya adalah seorang panglima yang sakti dan berjuang untuk desa seperti yang dibahas pada bab sebelumnya. Untuk mengiringi pemanggilan, musik Repertoar Gendang Guru pun dimainkan. Ketika musik dimainkan, Guru Sibaso mulai melakukan gerakan

Gambar 21:

Roh Dibata Porling yang memasuki salah seorang Sukut meminta

Pangan-panganen Gulai Biang

Gambar 22: Roh Dibata Porling yang memasuki salah seorang Sukut memakan Pangan- panganen Gulai Biang

Dibata Porling kemudian melakukan interaksi dengan masyarakat dan menanyakan hal-hal apa yang perlu dia lakukan untuk masyarakat. Biasanya masyarakat meminta bantuan kepada Dibata Porling untuk mengobati berbagai macam penyakit dan memberikan pasu-pasu kepada balita yang dibawa orangtuanya kepadanya. Setelah tidak ada lagi masyarakat yang meminta, dia dan prajuritnya pun keluar dari tubuh mediator.

Gambar 23: Masyarakat melakukan komunikasi dengan alah seorang Sukut yang sudah dimasuki roh Dibata Porling

4.2.2.3.4 Perumah Begu Si Jogal Perumah Begu Si Jogal adalah pemanggilan terhadap roh yang menjaga kampung yang disebut Si Jogal. Si Jogal ini memiliki dua orang pengawal dan pemanggilannya diiringi dengan musik Gendang Guru. Ketika Si Jogal dan pengawalnya sudah masuk ke dalam tubuh mediator, mereka meminta agar dipakaikan pakaian kebesaran mereka yaitu jubah putih dan sorban berwarna putih. Setelah dikenakan pakaian kebesarannya, Si Jogal lalu meminta bunga pinang lalu dia membawanya sambil menari dan memberikannya kepada Penggual sebagai tanda penghormatan.

Gambar 24:

Guru Sibaso memakai jubah putih dan sorban putih

Gambar 25:

Guru Sibaso memberikan bunga pinang kepada Penggual sebagai tanda

Setelah memberikan bunga pinang, Si Jogal meminta pedang lalu menari dengan gerakan-gerakan seperti silat untuk menunjukkan kesaktiannya. Kemudian Si Jogal keluar dari balai desa dan mulai mengelilingi desa dan masuk ke dalam rumah-rumah penduduk sambil terus melakukan gerakan-gerakan seperti silat itu dengan diiringi musik yang dimainkan dari dalam balai desa. Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan dari Bapak Arus Keliat, hal tersebut dilakukan Si

Jogal 13 untuk mengusir roh-roh jahat yang ada di sekitar daerah Namo Rindang. Setelah selesai mengelilingi desa, dia kembali ke dalam Balai Desa dan menambil

posisi untuk melakukan komunikasi serta melayani masyarakat yang meminta bantuan kepadanya. Biasanya masyarakat meminta penyembuhan atas penyakit yang mereka derita. Setelah selesai berkonsultasi dengan penduduk, Si Jogal pun meninggalkan tubuh mediator dan musik pun berhenti.

Gambar 26: Si jogal dalam tubuh mediator mengelilingi kampung untuk mengusi r roh-roh jahat

Gambar 27: Si Jogal dalam tubuh mediator memberikan pengobatan kepada masyarakat

4.2.2.3.5 Pemberian Pukulen Kepada Guru Sibaso dan Penggual

Kegiatan terakhir dari upacara Muncang ini adalah pemberian Pukulen (Imbalan) kepada Guru Sibaso dan Penggual. Pukulen ini terdiri dari beras, Amak mentar (tikar putih), satu ekor ayam kampung, gula aren, kelapa, dan sejumlah uang. Setelah pukulen diberikan maka upacara Muncang telah selesai dilaksanakan.