Sistem Kesenian yang Terdapat pada Masyarakat Karo

2.2.6 Sistem Kesenian yang Terdapat pada Masyarakat Karo

Kesatuan alam, budaya dan seni merupakan perwujudan menyeluruh dari sebuah etnik. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan ragam etnik juga mempunyai keragaman kesenian yang dimiliki masing-masing etnik tersebut. Suku Karo sebagai salah satu etnik dari beratus etnik yang dimiliki Nusantara tentu memiliki keunikan kesenian tersendiri. Keunikan kesenian Karo inilah yang menjadi kebanggaan suku Karo dalam menjalankan budayanya. Tapi potensi dan pengembangan kesenian Karo tidak terlepas dari bagaimana masyarakat Karo dalam mengapresiasikan kesenian Karo itu sendiri.

Menurut Joey Bangun, dalam Art is My Blood kesenian pada masyarakat Karo pada umumnya terdiri dari: (1) Seni Sastra, (2) Seni Musik, (3) Seni Suara, (4) Seni Tari, (5) Seni Pahat dan Seni Ukir, dan (6) Seni Drama

1. Seni Sastra Bahasa Karo adalah bahasa yang digunakan masyarakat Karo. Ruang

lingkup penggunaan bahasa itu sendiri tidak mengenal ruang dan waktu. Dimanapun dan pada saat kapanpun jika ada sesame Karo bertemu ataupun bukan orang karo berhak untuk berdialog dengan bahasa Karo. Aksara Karo merupakan salah satu bentuk kekayaan sastra Karo. Menurut sejarahnya aksara Karo bersumber dari aksara Sumatera Kuno yaitu campuran aksara Rejang, Lebong, Komering, dan Pasaman. Kemungkinan aksara ini dibawa dari India selatan, Myanmar/Siam dan akhirnya sampai ke Tanah Karo. Aksara ini hampir mirip dengan Simalungun dan Pakpak Dairi. Aksara Karo dulu di tulis di kulit kayu, tulang dan bambu.

2. Seni Musik Alat musik tradisional suku Karo biasanya disebut Gendang Lima Sedalanen yang artinya terdiri dari lima unsur yaitu Sarune, Gendang Singindungi, Gendang Singanaki , Penganak, dan Gung. Alat Musik tradisional ini sering digunakan untuk mengiringi tarian, nyayian dan berbagai ritus tradisi.

3. Seni Suara Seni suara dapat juga diartikan sebagai musik vocal. Pengertian Rende

secara umum adalah bernyanyi, sedangkan Ende-enden berarti nyanyian. Orang Karo yang pintar bernyanyi disebut Perende-rende. Perende-rende yang biasa dipanggil untuk bernyanyi sekaligus menari dalam satu konteks upacara disebut Perkolong-kolong .

Menurut Perikuten Tarigan (2004: 118-119) musik vocal atau nyanyian dalam kebudayaan masyarakat Karo terdiri dari beberapa jenis, yaitu Katoneng- Katoneng , Tangis-Tangis, Io-Io, Didong Doah, dan nyanyian percintaan muda- mudi. Katoneng-Katoneng merupakan suatu musik vocal yang diiringi Gendang Lima Sedalanen. Seacara komposisi, Katoneng-Katoneng telah memiliki garis melodi yang baku, namun lirik atau teks dari komposisi tersebut senantiasa berubah disesuaikan dengan satu konteks upacara. Katoneng-katoneng dapat juga disebut dengan Pemasu-masun.

Tangis-Tangis adalah nyayian yang berisi tentang kesedihan atau penderitaan seseorang. Contoh Tangis-Tangis pada masyarakat Karo dapat dilihat pada upacara kemalangan. Isi dari tema lagu adalah berupa ungkapan kesedihan Tangis-Tangis adalah nyayian yang berisi tentang kesedihan atau penderitaan seseorang. Contoh Tangis-Tangis pada masyarakat Karo dapat dilihat pada upacara kemalangan. Isi dari tema lagu adalah berupa ungkapan kesedihan

Didong Doah adalah rangkaian kata yang disajikan Bibi Sirembah Ku Lau (saudara perempuan ayah pengantin wanita) pada saat pesta perkawinan permennya (anak perempuan saudara laki-laki) dengan cara bernyanyi.

4. Seni Tari Tari dalam bahasa Karo disebut Landek. Ada tiga hal yang perlu

diperhatikan dalam tari Karo yaitu Endek, Jole atau Jemole, dan Tan Lemampir. Namun disamping itu bagaimana ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalam gerakan-gerakan tari, terkait dengan musik pengiring itu sendiri dan dalam konteks tarian itu sendiri, misalnya dalam tarian adat, muda-mudi, khusus, dan sebagainya.

Tarian yang bersifat khusus dan berhubungan dengan peran seseorang biasanya dipimpin oleh seorang Guru (dukun) misalnya Mulih-Mulih, Tari Baka, Tari Begu Deleng, Tari Muncang, Tari Tungkat, Erpangir Ku Lau, dan lain-lain. Tarian yang berkaitan dengan adat dan peranan kelompok-kelompok sosial tertentu yang sesuai dengan filosofi adat Karo Merga Silima, Tutur Siwaluh, dan Rakut Si Telu misalnya Tari Kalimbubu, Tari Senina, Tari Anak Beru, dan lain sebagainya. Tarian yang berkaitan dengan hiburan kepada masyarakat Karo secara umum. Misalnya Tari Adu Perkolong-kolong, Tari Mayan atau Ndikar (seni bela diri khas Karo), Tari Gundala-Gundala (Tembut-Tembut Seberaya), dan lain sebagainya. Tari kreasi baru yang berkaitan dengan muda-mudi yaitu Tari

Roti Manis , Tari Terang Bulan, Tari Lima Serangkai, Tari Telu Serangke, Tari Uis Gara , dan sebagainya.

Pada umumnya tari yang unsur dasarnya adalah gerak dapat kita temui dalam ritus-ritus dalam upacara-upacara yang ada pada masyarakat Karo. Dengan demikian setiap gerakan dalam tari mempunyai makna dan filosofi tergantung jenis tariannya. Disamping itu juga makna gerakan-gerakan tangan juga mempunyai makna tersendiri.

Menurut Julianus P. Limbeng ada beberapa makna dari gerakan tari Karo berupa perlambangan, yaitu:  Gerak Tangan Kiri naik, gerakan tangan kanan ke bawah melambangkan

tengah rukur, yaitu maknanya selalu menimbang segala sesuatunya dalam bertindak;

 Gerakan tangan kanan ke atas gerakan tangan kiri ke bawah melambangkan sisampat-sisampaten, yang artinya saling tolong menolong dan saling membantu

 Gerakan tangan kanan kedepan melambangkan ise pe la banci ndeher adi lenga si oraten , yang artinya siapa pun tidak boleh dekat kalu belum mengetahui hubungan kekerabatan, ataupun tidak kenal maka tidak saying

 Gerakan tangan memutar dan mengepal mengepal melambangkan perarihen enteguh, yang artinya mengutamakan persatuan, kesatuan dan musyawarah untuk mencapai mufakat, gerakan tangan ke atas melambangkan ise pe la banci ndeher, artinya siapapun tidak bisa mendekat dan berbuat sembarangan.

 Gerakan tangan sampai kepala dan membentuk seperti burung merak, melambangkan beren rukur, yang maknanya menimbang sebelum memutuskan, pikirkan dulu pendapat, sesal kemudian tiada berguna

 Gerak tangan kanan dan kiri sampai bahu, malambangkan baban simberat ras menahang ras sibaba, yang bermakna ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Artinya mampu berbuat mampu bertanggung jawab dan serasa sepenanggungan, gerakan tangan dipinggang melambangkan penuh tanggung jawab

 Dan gerakan tangan kiri dan tangan kanan ke tengah posisi badan berdiri melambangkan isepe reh adi enggo ertutur ialo-aloalu mehuli, artinya siapapun yang datang jika sudah berkenalan dan mengetahiu hubungan kekerabatan diterima dengan baik sebagai keluarga (kade-kade).

5. Seni Pahat dan Seni Ukir Keragaman seni pahat dan ukir suku Karo terlihat dari corak ragam

bangunannya. Hal ini terlihat dari beberapa jenis seni pahat dan seni ukir dalam budaya masayarakat Karo secara umum seperti.

a. Pengret-ret adalah suatu ukiran yang terbuat dari ijuk dan merupakan pengikat untuk memperkuat dinding (derpik) pada Rumah Siwaluh Jabu. Pengret-ret di ukir dan saling dihubungkan sehingga bentuknya seperti cecak. Contoh lukisan Pengret-ret pada gambar di bawah ini

Gambar 1: Pengeret-ret

Sumber: Ir. M. Nawaiy Loebis dkk (2004: 123)

b. Pucuk Tengiang adalah lukisan yang diukir berbentuk seperti akar pakis yang terletak pada dinding bagian bawah rumah siwaluh jabu. Contoh lukisan Pucuk Tenggiang dapat kita lihat pada gambar dibawah ini

Gambar 2: Pucuk Tenggiang

Sumber: Ir. M. Nawaiy Loebis dkk (2004: 127)

c. Tapak Raja Sulaiman yaitu berupa tali yang terbuat dari ijuk yang diukir pada dinding rumah adat Karo, Gantang Beru-Beru, dan Ukat. Contoh lukisan Tapak Raja Sulaiman dapat kita lihat pada gambar di bawah ini

Gambar 3: Tapak Raja Sulaiman Sumber: Ir. M. Nawaiy Loebis dkk (2004: 121) Gambar 3: Tapak Raja Sulaiman Sumber: Ir. M. Nawaiy Loebis dkk (2004: 121)

Gambar 4: Embun Sikawiten

Sumber: Ir. M. Nawaiy Loebis dkk (2004: 121)

e. Keret-Keret Ketadu adalah ukiran yang berbentuk sejenis ulat hijau, di ukir pada Gantang Beru-Beru, dan Ukat (sendok nasi atau pun sayur). Contoh lukisan Keret-Keret Ketadu dapat kita lihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 5: Keret-Keret Ketadu

Sumber: Ir. M. Nawaiy Loebis dkk (2004: 128)\

f. Ipen-Ipen adalah ukiran yang pola berbentuk gigi, diukir pada Ciken (tongkat). Contoh lukisan Ipen-Ipen dapat kita lihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6: Ipen-Ipen

Sumber: Ir. M. Nawaiy Loebis dkk (2004: 127) Sumber: Ir. M. Nawaiy Loebis dkk (2004: 127)

Gambar 7: Lukisen Tonggal

Sumber: Ir. M. Nawaiy Loebis dkk (2004: 128)

6. Seni Drama Seni drama tergolong langka pada masyarakat Karo. Kalaupun ada

biasanya berhubungan dengan tarian seperti Tari Mondong-Ondong yang berhubungan dengan drama Perlanja Sira (Pemikul garam), Tari Tungkat, dan Tari Guru.