Konsep Hak Asasi Manusia dan Pelanggaran HAM
F. Konsep Hak Asasi Manusia dan Pelanggaran HAM
1. Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat didalam diri pribadi individu, dan hak ini merupakan yang paling mendasar bagi setiap individu untuk berdiri dan hidup secara
63 Does the death row phenomenon violate a prisoner‟s human right under
international law http:www.ejil.orgpdfs114556.pdf diakses 8 Juni 2016
64 ibid 64 ibid
atau dihapuskan oleh siapapun termasuk negara. Menghapus dan mencabut HAM sama artinya menghilangkan eksistensi manusia
sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. 66
Secara umum HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia. 67 Dalam UU No.39 Tahun 1999
Pasal 1 angka 1 tentang HAM dan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menyatakan bahwa : Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. 68
Secara spesifik, dalam pasal-pasal DUHAM termuat beberapa kategori hak: pertama, hak yang secara langsung memberikan gambaran kondisi minimum yang diperlukan bagi individu agar bisa mewujudkan watak kemanusiaannya, yakni hak pribadi dan individu. Hak yang dimaksud antara lain: Pengakuan atas martabat (Pasal 1); perlindungan dari tindakan
65 Ruslan Renggong, HukumAcara PIDANA; Memahami perlindungan HAM dalam proses penahanan di Indonesia, cet.ke-1, Edisi Revisi, Kencana,Jakarta, 2014, hal.1
66 ibid 67 Yahya Ahmad Zein, Op.Cit ,hal 165
68 Ibid, hal. 166.
diskriminasi, atas dasar apapun (Pasal 2); jaminan atas kebutuhan (Pasal 3); terhindar dari perbudakan (Pasal 4); perlindungan atas tindakan sewenang-wenang dan penganiayaan (Pasal 5); kesempatan menjadi warga Negara dan berpindah warga negara (Pasal 15). Hak-hak ini bersifat sangat umum tentang apa yang seharusnya diperoleh manusia. Kedua, hak tentang perlakuan yang seharusnya diperoleh manusia dari system hukum yang ada. Hak ini memberikan ketentuan mengenai standar perlakuan sistem hukum pada manusia. Hak yang dimaksud antara lain : persamaan di hadapan hukum (Pasal 6); tidak diperlakukan secara sewenang-wenang (Pasal 9); memperoleh pengadilan yang adil (Pasal 10), dilindungi sebelum dinyatakan bersalah (Pasal 11); tidak diintervensi kehidupan pribadinya oleh negara (Pasal 12). Ketiga, Hak yang memungkinkan individu untuk turut ambil bagian dalam jalannya pemerintahan, yang biasa dikenal dengan hak-hak sipil dan politik. Hak dimaksud antara lain : hak kebebasan berpikir dan beragama (Pasal 18); hak menyatakan pikiran secara bebas (Pasal 20); dan keikutsertaan aktif dalam pemerintahan. Keempat, Hak yang menjamin taraf minimal kehidupan seseorang dan memungkinkan proses pengembangan kebudayaan, yakni hak ekonomi, social dan budaya. Hak yang diskriminasi, atas dasar apapun (Pasal 2); jaminan atas kebutuhan (Pasal 3); terhindar dari perbudakan (Pasal 4); perlindungan atas tindakan sewenang-wenang dan penganiayaan (Pasal 5); kesempatan menjadi warga Negara dan berpindah warga negara (Pasal 15). Hak-hak ini bersifat sangat umum tentang apa yang seharusnya diperoleh manusia. Kedua, hak tentang perlakuan yang seharusnya diperoleh manusia dari system hukum yang ada. Hak ini memberikan ketentuan mengenai standar perlakuan sistem hukum pada manusia. Hak yang dimaksud antara lain : persamaan di hadapan hukum (Pasal 6); tidak diperlakukan secara sewenang-wenang (Pasal 9); memperoleh pengadilan yang adil (Pasal 10), dilindungi sebelum dinyatakan bersalah (Pasal 11); tidak diintervensi kehidupan pribadinya oleh negara (Pasal 12). Ketiga, Hak yang memungkinkan individu untuk turut ambil bagian dalam jalannya pemerintahan, yang biasa dikenal dengan hak-hak sipil dan politik. Hak dimaksud antara lain : hak kebebasan berpikir dan beragama (Pasal 18); hak menyatakan pikiran secara bebas (Pasal 20); dan keikutsertaan aktif dalam pemerintahan. Keempat, Hak yang menjamin taraf minimal kehidupan seseorang dan memungkinkan proses pengembangan kebudayaan, yakni hak ekonomi, social dan budaya. Hak yang
kebudayaan (Pasal 26-29). 69
Menurut Darji Darmodiharjo, dalam buku A. Masyur Effendi menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya menurut Teaching Human Right yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak- hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut
eksistensinya sebagai manusia akan hilang. 70 Senada dengan pengertian diatas adalah pernyataan awal Hak Asasi Manusia
(HAM) yang dikemukakan oleh John Locke, bahwa :
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersikap kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun didunia yang dapat mencabut hak asasi
69 M. Afif Hasbullah, Politik Hukum Ratifikasi Konvensi HAM di Indonesia,
Jatim:UNISDAL, 2005, hal.,34-35
70 A. Ubaedillah Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat
Madani, Jakarta: ICCE UIN, 2010 Madani, Jakarta: ICCE UIN, 2010
Oleh karena itu, menelaah HAM, menurut Todung Mulya Lubis sesungguhnya adalah menelaah totalitas kehidupan; sejauh mana kehidupan kita memberi tempat yang wajar kepada
kemanusiaan 72 . Siapapun manusianya berhak memiliki hak tersebut. Artinya, disamping keabsahannya terjaga dalam
eksistensi kemanusiaan manusia, juga terdapat kewajiban yang sungguh-sungguh untuk dimengerti, dipahami, dan bertanggung jawab untuk memeliharanya. Adanya hak pada seseorang berarti bahwa ia mempunyai suatu “keistimewaan” yang membuka kemungkinan baginya untuk diperlakukan sesuai dengan “keistimewaan” yang dimilikinya. Juga, adanya suatu kewajiban pada seseorang berarti bahwa diminta daripadanya suatu sikap
yang sesuai dengan “keistimewaan” yang ada pada orang lain. 73 Lebih lanjut Howard juga mengatakan bahwa : “Hak asasi
manusia mutlak diperlukan dunia modern, dimana pun orang tinggal, dan apa pun nilai-nilai pribadinya. Hak asasi manusia, pertama-tama dimaksudkan untuk melindungi individu terhadap
71 Ibid.,hal 148
72 Majda El-Muhtai, HAM dalam Konstitusi Indonesia, Jakarta : Prenada Media,
73 Ibid,hal 46
Negara dan semua kekuatan kursifnya yang menyelinap kemana- mana, yang biasa dilakukan banyak Negara modern”. 74
Membicarakan HAM berarti
berpatokan pada
konteksnya, dalam arti objek pembicaraan harus diletakkan pada kerangka filosofis dan historis kemunculan HAM itu sendiri. Secara Filosofis, HAM dimaksudkan untuk melindungi individu sebagai manusia dari tindakan sewenang-wenang pihak penguasa. Kemudian, secara historis kemunculan HAM merupakan akibat dari tindakan sewenang-wenang dari pihak yang berkuasa terhadap individu. Dua factor tersebut dapat dikatakan sebagai “benang merah” HAM dan tanpa memperhatikan kedua faktor tersebut maka tidak akan ditemukan
hakikat yang sebenarnya dari HAM. 75
Dalam perkembangannya, konsepsi HAM dipengaruhi oleh beberapa factor lainnya yang kemudian terbukti “mewarnai” HAM. Namun demikan, secara substansial ide HAM lahir dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dari penguasa, sehingga hakikat HAM dapat dikatakan sebagai perlindungan terhadap harkat dan
74 Titon Slamet Kurnia, Reparasi terhadap korban pelanggaran HAM di Indonesia, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2005, hal 8
75 Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Hukum Humaniter,Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2015.
martabat manusia. 76 Hak asasi manusia dipercaya memiliki nilai universal; nilai universal berarti tidak mengenal batasan ruang
dan waktu, nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional diberbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.
2. Pelanggaran HAM
Pada prinsipnya negara memiliki tanggung jawab dan kewajiban dalam hal memberikan perlindungan terhadap warga negaranya, apabila negara tidak melakukan hal tersebut maka negara dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran hak asasi
warganya. 77 Secara normatif sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, disebutkan bahwa:
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara
melawan hukum, mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Dengan demikian pelanggaran hak asasi manusia merupakan tindakan pelanggaran kemanusian baik dilakukan oleh individu maupun oleh instansi negara atau institusi lainnya
76 Ibid.,hal 29 77 Yahya Ahmad Sein , Op.cit , hal 172 76 Ibid.,hal 29 77 Yahya Ahmad Sein , Op.cit , hal 172
Berdasarkan Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pelanggaran HAM yang berat meliputi kejahatan genoside dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Mengenai waktu tunggu eksekusi mati juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan terhadap kemanusiaan yang dimaksud lebih mengarah ke perlakuan sewenang-wenang. Lebih lenjut tertuang dalam Pasal 5 DUHAM, menyatakan bahwa “Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat”.
Mengenai definisi kejahatan kemanusian, Piagam Nuremberg yang membentuk Mahkamah Militer Internasional Nuremberg, dalam Pasal 6c mendefinisikan kejahatan kemanusiaan sebagai : “Pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi, dan
perbuatanperbuatan tidak manusiawi lainnya yang dilakukan terhadap populasi sipil, sebelum atau selama perang, atau persekusi-persekusi atas dasar-dasar politik, rasa atau agama sebagai pelaksanaan dari atau berhubungan dengan setiap kejahatan yang berada di dalam yurisdiksi pengadilan tersebut baik yang melanggar ataupun tidak hukum Negara setempat di mana ia dilakukan…”
78 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Op. Cit, hal. 163
Rumusan pasal inilah yang merupakan preseden pertama kalinya dalam hukum pidana internasional positif di mana istilah khusus “kejahatan terhadap kemanusiaan” diperkenalkan dan didefenisikan, namun, sebagaimana yang telah dikatakan di dalam pasal 2, konsep ini bukanlah merupakan suatu hal yang baru, begitu pula dengan gagasan atau ide tentang melindungi orang-orang sipil di masa perang. Dan yang paling penting diketahui, Piagam ini muncul pertama kalinya dan dipergunakan sebagai contoh (model) dan dasar hukum bagi perkembangan-
perkembangan lain selanjutnya, 79 Kemudian pada tahun 1951, Komisi Hukum
Internasional merumuskan
kejahatan
kemanusiaan 80 sebagai: Tindakan-tindakan yang tidak manusiawi yang dilakukan oleh
para penguasa suatu Negara atau oleh individu-individu perseorangan terhadap suatu populasi sipil seperti pembunuhan, atau pemusnahan, atau perbudakan, atau deportasi, atau persekusi-persekusi atas dasar-dasar politik, ras, agama, atau budaya, bilamana tindakan-tindakan demikian dengan kejahatan- kejahatan lain yang didefenisikan dalam pasal ini
Era selanjutnya adalah pembentukan Statuta Roma pada 1998. Dalam Pasal 7 Statuta Roma disebutkan bahwa kejahatan kemanusiaan adalah kejahatan-kejahatan yang dilakukan sebagai
79 http:repository.usu.ac.idbitstream123456789296913Chapter20II.pdf ,
diakses 25 Agustus 2016
80 ibid 80 ibid
a) Pembunuhan
b) Pemusnahan
c) Perbudakan
d) Deportasi atau pemindahan paksa penduduk
e) Pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional
f) Penyiksaan
g) Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan sterilisasi, atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat
h) Persekusi (Penganiayaan) terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender, sebagai didefenisikan dalam ayat 3, atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diijinkan berdasarkan hukum internasional, yang berhubungan dalam setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi mahkamah
i) Penghilangan paksa j) Kejahatan apartheid k) Perbuatan tidak manusiawi lain dengan sifat sama yang
secara sengaja menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik
Sedangkan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam pasal 9 merujuk pengertian kejahatan terhadap kemanusiaan yang sama dengan isi pasal 7 Statuta Roma, kecuali poin (k) yang tidak disertakan dalam Pasal 9.