Konsistensi Pengaturan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Dalam RTRW Di Kabupaten Semarang

1. Konsistensi Pengaturan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Dalam RTRW Di Kabupaten Semarang

  Ketentuan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dimaksudkan agar bidang-bidang lahan tertentu hanya dapat digunakan untuk aktivitas pertanian yang sesuai. Undang-undang tentang penataan ruang telah memerintahkan perlunya perlindungan terhadap kawasan lahan abadi pertanian pangan yang diatur lebih lanjut ke dalam peraturan daerah kabupatenkota. Hal ini bertujuan untuk menekan laju alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di tingkat daerah. Inilah yang menjadi jiwa dari pengaturan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dan penataan ruang di Kabupaten Semarang.

  Sesuai dengan ketentuan yang diatur pada tingkat pusat, yakni dalam Pasal

  18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yaitu “perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan dengan kawasan pertanian pangan berkelanjutan” serta dalam Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 yang mengatur bahwa “penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan kabupatenkota diatur dalam peraturan daerah mengenai rencana tata ruang wilayah kabupatenkota.” Maka Pemerintah Kabupaten Semarang telah menetapkan kawasan peruntukan pertanian pangan yang diatur dalam Pasal 32 ayat (1) sampai (3) Peraturan Daerah Kabupaten Semarang No. 6 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Semarang yang berbunyi:

  1) Kawasan peruntukan pertanian meliputi:

  e) Kawasan pertanian tanaman pangan;

  f) Kawasan holtikultura;

  g) Kawasan perkebunan;

  h) Kawasan peternakan.

  2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebar di seluruh Kabupaten Semarang, dengan luas keseluruhan kurang lebih 24.340 hektar.

  3) Luas kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diperuntukkan untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah kurang lebih 22.896 hektar, tersebar di seluruh kecamatan di daerah kecuali di Kecamatan Getasan.

  Selain itu, dalam Pasal 61 Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Semarang, Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang telah menetapkan salah satu strategi pengendalian alih fungsi lahan dengan mencegah alih fungsi lahan pertanian lahan basah terutama lahan sawah beririgasi menjadi lahan budidaya nonpertanian. Bagi ketentuan pelarangan alih fungsi lahan pertanian lahan basah beririgasi menjadi lahan budidaya nonpertanian, kecuali untuk pembangunan kepentingan umum, harus sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini sesuai pula dengan amanat ketentuan Pasal 44 UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang pada hakekatnya lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat dialihfungsikan hanya untuk kepentingan umum saja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Itupun harus sesuai dengan syarat- syarat tertentu yang salah satunya adalah disediakan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan berkelajutan yang dialihfungsikan. Lebih lanjut dalam Pasal 72 hingga Pasal 74 Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 ini telah ditentukan ancaman pidana apabila terjadi alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan syarat yang telah ditentukan yakni berupa ancaman pidana penjara dan denda. Hal ini berlaku pula bagi mereka tidak melakukan kewajiban mengembalikan keadaan lahan pertanian pangan berkelanjutan ke keadaan semula setelah melakukan alih fungsi lahan.

  Menurut penulis, ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Semarang sebenarnya telah sesuai dan sinkron dengan apa yang telah diatur di tingkat pusat. Dimana dalam peraturan daerah RTRW Kabupaten Semarang telah secara jelas menentukan besaran luas kawasan peruntukan pertanian yang hendak dicapai serta aturan pengendaliannya dengan melarang adanya kegiatan alih fungsi lahan dengan mencegah alih fungsi lahan pertanian lahan basah terutama lahan sawah beririgasi menjadi lahan budidaya nonpertanian. Sehingga disini penulis tidak menemukan adanya inkonsistensi pengaturan perlindungan lahan pertanian di Kabupaten Semarang dengan peraturan di tingkat pusat.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24