Isi Pengaturan Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

  Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengatur bahwa rencana tata ruang wilayah nasional yang ada haruslah diatur lebih lanjut ke dalam peraturan pemerintah, maka terbentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

  Salah satu tujuan dari perencanaan tata ruang wilayah nasional adalah untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelajutan. Menurut penjelasan dalam Pasal 2 PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, produktif disini berarti proses produksi dan distribusi yang berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan daya saing. Sementara itu berkelanjutan dapat diartikan sebagai kondisi kualitas lingkungan fisik yang dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan. Makna kata produktif dan berkelanjutan ini menjadi titik berat Salah satu tujuan dari perencanaan tata ruang wilayah nasional adalah untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelajutan. Menurut penjelasan dalam Pasal 2 PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, produktif disini berarti proses produksi dan distribusi yang berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan daya saing. Sementara itu berkelanjutan dapat diartikan sebagai kondisi kualitas lingkungan fisik yang dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan. Makna kata produktif dan berkelanjutan ini menjadi titik berat

  Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam PP No. 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional, kawasan peruntukan pertanian masuk ke dalam kategori kawasan budidaya. Penetapan kawasan peruntukan pertanian ini

  dilakukan dengan memperhatikan beberapa kriteria yaitu: 11

  a) Memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian;

  b) Ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan abadi;

  c) Mendukung ketahanan pangan nasional; danatau

  d) Dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat ketersediaan air.

  Kriteria-kriteria tersebut sangatlah perlu untuk diperhatikan karena apabila alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian berlangsung secara terus-menerus akan berdampak pada sulitnya untuk memperoleh kesesuaian lahan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kawasan pertanian. Dengan adanya kesesuaian lahan ini maka langkah selanjutnya yaitu perlu adanya penetapan perlindungan atas lahan pertanian tersebut agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional.

  Selain itu pula, menurut penjelasan Pasal 66 ayat (1) PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, penetapan kriteria kawasan peruntukan pertanian secara tepat diharapkan akan

  11 Pasal 66 ayat (1) PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 11 Pasal 66 ayat (1) PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

  a) Memelihara dan meningkatkan ketahanan pangan nasional;

  b) Meningkatkan daya dukung lahan melalui pembukaan lahan baru untuk pertanian tanaman pangan (padi sawah, padi gogo, palawija, kacang-kacangan dan umbi-umbian), perkebunan, peternakan, holtikultura dan pendayagunaan investasi;

  c) Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektorserta kegiatan ekonomi sekitarnya;

  d) Meningkatkan upaya pelestarian dan konservasi sumber daya alam untuk pertanianserta fungsi lindung;

  e) Menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat;

  f) Meningkatkan pendapatan nasional dan daerah;

  g) Mendorong perkembangan industri hulu dan hilir melalui efek kaitan;

  h) Mengendalikan adanya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian agar keadaan lahan tetap abadi;

  i) Melestarikan nilai sosial budaya dan daya tarik kawasan perdesaan; danatau

  j) Mendorong pengembangan sumber energi terbarukan.

  Terkait dengan upaya agar kriteria penetapan kawasan pertanian ini ditaati oleh semua pihak, maka diperlukanlah suatu instrumen pengendaliannya yaitu salah satunya dengan menyusun peraturan zonasi. Hal ini diatur dalam Pasal 108 PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menyatakan bahwa peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian disusun dengan memperhatikan:

  a) Pemanfaatan ruang untuk pemukiman petani dengan kepadatan rendah; dan

  b) Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama.

  Peraturan mengenai zonasi ini tentunya mendukung pula dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 44 UU No. 41 Tahun 2009 tentang

  Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang pada dasarnya mengatur tentang adanya larangan pengalihfungsian lahan pertanian ke non pertanian.

b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah

  Sesuai dengan ketentuan Pasal 78 ayat (4) huruf b UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu setiap daerah provinsi diwajibkan untuk menyusun peraturan daerah mengenai rencana tata ruang wilayah provinsi, maka Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah membentuk Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029. Rencana tata ruang wilayah Provinsi Jawa Tengah ini merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman bagi penataan ruang wilayah daerah yang merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan.

  Tujuan dari dibentuknya penataan ruang wilayah provinsi ini adalah demi terwujudnya ruang Provinsi Jawa Tengah yang lestari dengan

  memperhatikan pemerataan pembangunan wilayah. 12 Selain itu, rencana tata ruang wilayah Provinsi Jawa Tengah juga dijadikan pedoman untuk: 13

  a) Pembangunan dan rujukan bagi penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah dan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

  b) Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah provinsi;

  12 Pasal 4 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029

  13 Ibid. Pasal 3.

  c) Mewujudkan

  keterpaduan, keterkaitan,

  dan keseimbangan

  perkembangan wilayah provinsi serta keserasian antar sektor;

  d) Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah daerah danatau masyarakat;

  e) Pengawasan terhadap perizinan lokasi pembangunan;

  f) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupatenkota;

  g) Rujukan bagi penyusunan rencana penanggulangan bencana; dan

  h) Penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

  Terkait dengan upaya untuk melindungi lahan pertanian, pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah telah menetapkan kawasan peruntukan pertanian yang masuk ke dalam kategori kawasan budidaya. Kawasan budidaya ini merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Dalam ketentuan Pasal 30 Perda Provinsi Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 menyebutkan bahwa pola ruang wilayah provinsi menggambarkan rencana sebaran kawasan lindung dan kawasan budidaya. Dan pola ruang untuk kawasan budidaya tersebut salah satunya meliputi kawasan peruntukan pertanian.

  Kawasan peruntukan pertanian itu sendiri dibagi lagi ke dalam 2 jenis yaitu kawasan pertanian lahan basah dan kawasan pertanian lahan kering. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menetapkan kawasan pertanian lahan basah yang diarahkan untuk dipertahankan sebagai kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan seluas ± 990.652 hektar, serta ±

  955.587 hektar ditetapkan sebagai kawasan pertanian lahan kering yang disebar ke dalam beberapa kabupatenkota di Jawa Tengah.

c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Semarang

  Sebagaimana apa yang telah dijelaskan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa penataan ruang wilayah kota, wilayah provinsi, dan wilayah kabupatenkota dilakukan secara terpadu dan tidak dipisah-pisahkan. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupatenkota mengacu kepada rencana tata ruang wilayah nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi. Di Kabupaten Semarang, peraturan mengenai penataan ruang ini diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Semarang Tahun 2011-2031.

  Dalam penjelasan umum Perda RTRW Kabupaten Semarang antara lain disebutkan bahwa wilayah Kabupaten Semarang meliputi daratan, perairan dan udara, terdiri dari wilayah kecamatan yang masing-masing merupakan suatu ekosistem. Masing-masing subsistem meliputi aspek politik, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan yang lainnya. penataan ruang daerah yang yang didasarkan pada karakteristik dan daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lainnya, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan serta dalam pengaturan ruang yang dikembangkan perlu suatu kebijakan penataan ruang daerah yang Dalam penjelasan umum Perda RTRW Kabupaten Semarang antara lain disebutkan bahwa wilayah Kabupaten Semarang meliputi daratan, perairan dan udara, terdiri dari wilayah kecamatan yang masing-masing merupakan suatu ekosistem. Masing-masing subsistem meliputi aspek politik, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan yang lainnya. penataan ruang daerah yang yang didasarkan pada karakteristik dan daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lainnya, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan serta dalam pengaturan ruang yang dikembangkan perlu suatu kebijakan penataan ruang daerah yang

  

  Tujuan dibentuknya penataan ruang wilayah ini adalah terwujudnya daerah sebagai penyangga ibukota Provinsi Jawa Tengah dalam arti penyangga perekonomian wilayah terutama pada sektor industri, jasa-jasa, dan pertanian, serta penyangga ekologi wilayah berkaitan dengan keberadaan kawasan lindung dan pemanfaatan sumberdaya air lintas wilayah. Selain itu juga bertujuan sebagai kawasan pertumbuhan dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi di selurung wilayah Kabupaten Semarang berbasis industri, pertanian dan pariwisata yang aman, nyaman, produktif, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Penyusunan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Semarang ini juga menjadi pedoman dan

  rujukan bagi: 14

  a) Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang wilayah;

  b) Terwujudnya keterpaduan, keterkaitan, dan

  keseimbangan

  perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor;

  c) Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah danatau masyarakat; dan

  d) Pengawasan terhadap perijinan lokasi pembangunan.

  Terkait dengan upaya perlindungan lahan pertanian di Kabupaten Semarang, masuk ke dalam ruang lingkup rencana pola ruang wilayah. Pola

  14 Pasal 94 Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Semarang Tahun 2011-2031

  ruang wilayah kabupaten ini merupakan rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW Kabupaten Semarang 20 tahun yang dapat memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya perencanaan 20 tahun. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Pola ruang kawasan budidaya salah satunya meliputi kawasan peruntukan pertanian dan kawasan pertanian tanaman pangan masuk ke dalam salah satu kategori tersebut. Kawasan pertanian tanaman pangan merupakan lahan pertanian sawah atau lahan basah yang digunakan untuk tanaman pangan sesuai dengan pola tanamnya yang perairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis.

  Upaya perlindungan lahan pertanian oleh Pemerintah Kabupaten Semarang dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 32 ayat (1) sampai ayat (3) Perda Kabupaten Semarang No. 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupten Semarang Tahun 2011-2031 yang berbunyi:

  1) Kawasan peruntukan pertanian meliputi:

  a) Kawasan pertanian tanaman pangan;

  b) Kawasan holtikultura;

  c) Kawasan perkebunan;

  d) Kawasan peternakan.

  2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebar di seluruh Kabupaten Semarang, dengan luas keseluruhan kurang lebih 24.340 hektar.

  3) Luas kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diperuntukkan untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah kurang lebih 22.896 hektar, tersebar di seluruh kecamatan di daerah kecuali di Kecamatan Getasan.

  Dari ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa Pemerintah Kabupaten Semarang telah menargetkan keseluruhan kawasan pertanian tanaman pangan seluas ± 24.340 hektar pada tahun 2031 mendatang. Selain itu, luas kawasan pertanian pangan berkelanjutan yang dipenuhi dari luas kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan yang diperthanakan keseluruhan atau sekurang-kurangnya seluas ± 22.896 hektar juga telah ditetapkan.

  Dalam rangka untuk mempertahankan luas kawasan pertanian tanaman pangan diperulakanlah upaya pengendalian pemanfaatan ruang untuk mencegah adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Pasal

  61 huruf (b) dan (c) Perda RTRW Kabupaten Semarang telah mengatur bahwa “ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertanian tanaman pangan disusun dengan memperhatikan mencegah alih fungsi lahan pertanian lahan basah terutama lahan sawah beririgasi menjadi lahan budidaya non-pertanian dan ketentuan pelarangan alih fungsi lahan basah beririgasi menjadi lahan budidaya non-pertanian kecuali untuk pembangunan kepentingan umum harus mengacu peraturan perundang-

  undangan yang berlaku.” 15 Ketentuan mengenai peraturan zonasi ini tentunya sangat mendukung program pemerintah pusat untuk menekan

  terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian.

  15 Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar masyarakat yang meliputi kepentingan untuk pembuatan jalan umum, waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum

  atau air bersih, drainase dan sanitasi, bangunan perairan, pelabuhan, bandar udara, stasiun dan jalan kereta api,t erminal, fasilitas keselamatan umum, cagar alam, serta pembangkit dan jaringan listrik.

d. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga

  Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (7) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana tata ruang wilayah kabupatenkota ditetapkan dengan peraturan daerah kabupatenkota. Maka berdasarkan ketentuan tersebut RTRW Kota Salatiga diatur dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030.

  Sebagai salah satu rencana tata ruang skala kota, rencana tata ruang wilayah kota merupakan tahapan penting dalam proses penataan ruang secara keseluruhan, memuat konsep-konsep dan kebijakan pengembangan, serta koordinasi antar instansi terkait dalam proses pengaturan ruang. Dengan ditetapkannya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, mengamanatkan bahwa dalam penataan ruang perlu diperhatikan 3 tahapan yaitu perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang.

  Rencana tata ruang wilayah Kota Salatiga ini memiliki peran dan fungsi sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di wilayah Kota Salatiga. Selain itu rencana tata ruang wilayah Kota Salatiga juga

  menjadi pedoman untuk: 16

  a) Memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota;

  b) Mewujudkan

  keterpaduan,

  keterkaitan

  dan keseimbangan

  perkembangan wilayah Kota Salatiga serta keserasian antarsektor;

  c) Memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW kota;

  d) Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah danatau masyarakat; dan

  16 Pasal 3 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 16 Pasal 3 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030

  Terkait dengan upaya perlindungan lahan pertanian, Pemerintah Kota Salatiga telah menetapkan ketentuan luas kawasan peruntukan pertanian. Hal itu masuk ke dalam kategori rencana pola ruang wilayah kota untuk kawasan budidaya. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 55 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga yang berbunyi:

  1) Kawasan peruntukan pertanian meliputi:

  a) Pertanian tanaman pangan;

  b) Holtikultura;

  c) Perkebunan; dan

  d) Peternakan.

  2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi:

  a) Kawasan pertanian peruntukan lahan basah; dan

  b) Kawasan pertanian peruntukan lahan kering.

  3) Kawasan peruntukan lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:

  a) Sawah beririgasi teknis ditetapkan sebagai kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan luas kurang lebih 274 hektar terletak di sebagian Kelurahan Ledok, Kelurahan Tingkir Tengah, Kelurahan Tingkir Lor, Kelurahan Kalibening,

  Mangunsari, Kelurahan Salatiga, dan Kelurahan Kauman Kidul.

  b) Sawah beririgasi setengah teknis terletak di sebagian Kelurahan Tingkir Tengah, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Kecandran, Kelurahan Pulutan, Kelurahan Sidorejo Lor, Kelurahan Bugel, dan Kelurahan Kauman Kidul; dan

  c) Sawah beririgasi sederhana terletak di sebagian Kelurahan Ledok, Kelurahan Pulutan, Kelurahan Blotongan, dan Kelurahan Kauman Kidul.

  4) Kawasan peruntukan pertanian lahan kering ditetapkan sebagai kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan luas kurang lebih 205 hektar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

  a) Sebagian Kecamatan Sidorejo;

  b) Sebagian Kecamatan Tingkir; b) Sebagian Kecamatan Tingkir;

  d) Sebagian Kecamatan Sidomukti.

  Dengan ketentuan tersebut berarti bahwa Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2030 mendatang telah menargetkan seluas ± 274 hektar sawah beririgasi teknis sebagai kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk kawasan peruntukan pertanian lahan basah. Serta yang ditambah dengan kawasan peruntukan pertanian lahan kering seluas ±205 hektar sebagai kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

  Selain itu pula terkait dengan permasalahan adanya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian, Pemerintah Kota Salatiga juga telah berupaya untuk menekan laju alih fungsi lahan tersebut. Hal ini didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 55 ayat (8) huruf a dan b Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga yang berbunyi Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertanian meliputi:

  a) Pembatasan alih fungsi lahan pertanian tanaman pangan untuk kegiatan non pertanian;

  b) Peningkatan status sawah beririgasi sederhana dan setengah teknis secara bertahap menjadi sawah beririgasi teknis.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24