HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian Desa Muara Siambak merupakan bagian dari Kecamatan Kotanopan

Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Desa Muara Siambak terletak 2 km dari ibukota kecamatan, 42 km dari ibukota kabupaten dan 602 km dari ibukota provinsi. Desa Muara Siambak memiliki luas wilayah 159,23 Ha. Secara administratif Desa Muara Siambak ini mempunyai batas-batas daerah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara dengan Desa Muara Pungkut

2. Sebelah Selatan dengan Desa Muara Soro

3. Sebelah Barat dengan Desa Padang Bulan

4. Sebelah Timur dengan Desa Hutarimbaru Secara geografis, Desa Muara Siambak berada pada ketinggian 589 meter

dari permukaan laut, dengan topografi lahan lembah. Desa yang bertopografi lembah adalah desa yang berada diantara dua bukit dan umumnya berada di daerah aliran sungai. Sedangkan suhu udara rata- rata 23˚ C - 32 ˚ C dengan curah hujan 1.772 pertahun. Penduduk Desa Muara Siambak pada tahun 2015 adalah sebanyak 643 jiwa dari total jumlah penduduk ini, penduduk laki-laki ada sebanyak 322 jiwa dan perempuan sebanyak 321 jiwa.

Penggunaan lahan di Desa Muara Siambak sebagian besar digunakan untuk areal persawahan seluas 89,7 Ha (56,33%). Oleh karena di Desa muara Siambak berada di ketinggian 589 mdpl dan lahan beririgasi teknis (berpengairan), maka areal lahan di Desa Muara Siambak cocok untuk ditanami oleh tanaman palawija, seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang kedelai (PPL Kecamatan Kotanopan). Namun di Desa Muara Siambak areal persawahan tersebut lebih banyak dimanfaatkan untuk usahatani padi sawah oleh masyarakatnya. Luas lahan menurut jenis penggunaannya di Desa Muara Siambak pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Luas Lahan Berdasarkan Penggunaannya di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal 2015

No. Penggunaan Lahan

Luas Lahan (Ha)

3. Hutan Rakyat

100,00 Sumber: Kantor Camat Kotanopan 2015

Tanaman pangan yang umumnya diusahakan oleh petani di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal adalah padi sawah, sangat jarang petani menanam jenis tanaman pangan lain dengan alasan tidak terlalu menguntungkan untuk mengusahakan tanaman lain juga kurangnya kemauan petani mengusahakan tanaman lain selain tanaman padi karena usahatani padi sawah diusahakan secara turun-temurun untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari dalam rumah tangga.

Pada komposisi kegiatan perekonomian penduduk, terdapat beberapa mata pencaharian di Desa Muara Siambak, dimana untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Muara

Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2016

No. Mata Pencaharian

100 Sumber : Data Monografi Desa Muara Siambak 2016

Masyarakat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan memiliki mata pencaharian yang relatif beragam. Berdarskan Tabel 3, dapat dilihat bahwa mata Masyarakat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan memiliki mata pencaharian yang relatif beragam. Berdarskan Tabel 3, dapat dilihat bahwa mata

B. Identitas Petani Responden

Populasi dari penelitian ini adalah petani penggarap yang mengusahakan tanaman padi dengan sistem kerjasama dan bagi hasil yang ada di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang berjumlah 203 orang. Responden dalam penelitian ini dipilih dengan cara simple random sampling. Menurut Sugiyono (2011:82), simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. .pengambilan sampel dilakukan secara undian dengan langkah-langkah (a) membuat daftar populasi petani penggarap, (b) memberi kode berupa angka-angka untuk semua populasi, (c) menulis kode tersebut pada selembar kertas kecil, digulung lalu dimasukkan kedalam kaleng, (d) mengambil satu-persatu gulungan tersebut sejumlah 30 gulungan, sehingga didapatkan petani sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang (Lampiran 7).

Identitas petani sampel mencakup berbagai aspek, yaitu aspek umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, pekerjaan pokok dan sampingan, jumlah tanggungan dalam keluarga dan luas lahan. Aspek-aspek ini akan mempengaruhi kualitas dari usahatani yang dijalankan karena dalam usahatani, petani tidak hanya bekerja sebagai pekerja namun juga berperan sebagai manajer yang berfungsi dalam pengambilan keputusan.

Dari hasil penelitian didapatkan gambaran mengenai umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, status kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan pada Tabel 4, petani penggarap yang mengusahakan tanaman padi dengan sistem kerjasama dan bagi hasil kebanyakan berumur 15-55 tahun (66,67%) dan sebanyak 33,33% petani berumur >55. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa petani penggarap ini masih berada pada usia yang produktif. Umur produktif menurut Fadholi (1993) adalah 15-55 tahun. Dengan demikian secara umum dari responden berumur produktif. Petani Dari hasil penelitian didapatkan gambaran mengenai umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, status kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan pada Tabel 4, petani penggarap yang mengusahakan tanaman padi dengan sistem kerjasama dan bagi hasil kebanyakan berumur 15-55 tahun (66,67%) dan sebanyak 33,33% petani berumur >55. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa petani penggarap ini masih berada pada usia yang produktif. Umur produktif menurut Fadholi (1993) adalah 15-55 tahun. Dengan demikian secara umum dari responden berumur produktif. Petani

Menurut Hanifah (1985), umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara berfikir, petani yang berumur muda dan sehat mempunyai kemampuan fisik yang lebih besar daripada petani yang berumur tua. Petani yang berumur muda lebih cepat menerima hal-hal baru yang dianjurkan, hal ini disebabkan karena petani muda lebih berani menanggung resiko.

Petani muda biasanya masih kurang pengalaman untuk mengimbangi kekurangan ini ia lebih dinamis, sehingga cepat mendapatkan pangalaman- pengalaman baru yang berharga bagi perkembangan hidupnya pada masa-masa yang akan datang. Petani yang relatif tua, mempunyai kapasitas pengelolaan usahatani yang lebih matang dan memiliki banyak pengalaman, karena banyaknya pengalaman-pengalaman yang dirasakannya, ia sangat berhati-hati dalam bertindak dan ia lebih cenderung pada hal yang bersifat tradisional.

Jika dilihat dari tingkat pendidikan petani penggarap 36,67% petani penggarap berpendidikan SD; 30,00% SMP; 30,00% SMA dan 3,33% berpendidikan Perguruan Tinggi. Dengan demikian rata-rata pendidikan petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal adalah tingkat SD yang berjumlah 11 orang.

Menurut Soeharjo dan Patong (1983) cit Ilhami (2013:33), tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi pola berfikir petani. Tingkat pendidikan yang relatif tinggi dan umur muda menyebabkan petani lebih dinamis, dan tingkat pendidikan petani dapat mempengaruhi petani dalam mengintroduksi dan mengadopsi teknologi baru.

Tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi cara berfikir petani dalam mengelola usahataninya, baik dalam pengambilan keputusan maupun adopsi teknologi. Pendidikan formal yang dilalui petani akan sangat berpengaruh salam usahatani yang dilakukannya, semakin tinggi pendidikan petani maka petani tersebut akan teliti dan hati-hati dalam usahataninya.

Tabel 4. Identitas Petani Penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Musim Tanam Juni – Oktober 2015

No. Keterangan

Persentase (100%) 1. Umur

Jumlah

a. 15-55 Tahun

10 33,33 2. Tingkat Pendidikan

b. > 55 Tahun

1 3,33 3. Pekerjaan Pokok

d. PT

a. Petani Penggarap

9 30 sebagai Pekerjaan Pokok

a. Petani Penggarap sebagai Pekerjaan

21 70 Sampingan

4. Pengalaman Berusahatani

a. 1-9 Tahun

b. 10-19 Tahun

9 30 5. Jumlah Tanggungan Keluarga

c. > 20 Tahun

a. 1-3 orang

b. 4 - 6 orang

10 33,33 6. Luas Lahan

c. > 7 orang

Sebanyak 4 orang (13,33%) dari petani penggarap, menyatakan bahwa usahatani padi merupakan usaha pokok, sedangkan 26 orang (86,67%) yang lain menyatakan bahwa usahatani padi merupakan pekerjaan sampingan. Umumnya masyarakat di Desa Muara Siambak memiliki mata pencaharian sebagai petani, baik sebagai usaha pokok maupun sebagai usaha sampingan. Kondisi ini berkaitan dengan karakteristik Desa Muara Siambak sebagai salah satu wilayah pertanian di Kecamatan Kotanopan, dimana 56,33% dari total luas wilayahnya merupakan areal persawahan. Adapaun alasan masyarakat menjadi petani umumnya Sebanyak 4 orang (13,33%) dari petani penggarap, menyatakan bahwa usahatani padi merupakan usaha pokok, sedangkan 26 orang (86,67%) yang lain menyatakan bahwa usahatani padi merupakan pekerjaan sampingan. Umumnya masyarakat di Desa Muara Siambak memiliki mata pencaharian sebagai petani, baik sebagai usaha pokok maupun sebagai usaha sampingan. Kondisi ini berkaitan dengan karakteristik Desa Muara Siambak sebagai salah satu wilayah pertanian di Kecamatan Kotanopan, dimana 56,33% dari total luas wilayahnya merupakan areal persawahan. Adapaun alasan masyarakat menjadi petani umumnya

Berdasarkan hasil wawancara, petani penggarap yang merupakan pekerjaan sampingan mereka adalah petani penggarap memiliki pekerjaan pokok antara lain sebagai penderes getah karet 53,85%, sopir (15,38%), guru (7,69%), dan wiraswasta (23,08%). Oleh karena itu, di sektor pertanian, pendapatan utama masyarakat didominasi oleh usahatani karet. Menurut petani penggarap, alasan mereka menjadi petani penggarap adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari mereka, sehingga pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan pokok (diluar penggarap) untuk membiaya keluarganya.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebanyak 42,86% petani penggarap bekerja sebagai petani penderes getah karet. Dimana Laki-laki sebagai kepala keluarga bekerja di kebun miliknya sendiri untuk menderes getah karet, sedangkan istri lebih banyak bekerja untuk mengelola usahatani padi sawah.

Sebanyak 33,33 % telah berpengalaman usahatani antara 1-9 tahun, sebanyak 33,67 % berusahatani 10-19 tahun, dan sebanyak 30 % berusahatani lebih dari 20 tahun. Selain pendidikan formal yang dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan, pengalaman berusahatani juga menentukan aktifitas petani, dapat memperhitungkan resiko yang mungkin timbul, juga lebih cakap dan hati-hati dalam mengerjakan usahataninya. Menurut Hernanto (1989:89), keterbatasan pendidikan dan pengalaman petani dalam berusahatani, petani akan lemah dalam bersaing, lemah dalam penguasaan faktor produksi, terutama modal dan pengelolaan itu sendiri.

Dapat dilihat bahwa petani penggarap yang memiliki tanggungan keluarga 1-3 orang sebanyak 63,33 %; 4-6 orang sebanyak 30 % dan 6,67 % petani memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih dari 7 orang. Jumlah tanggungan keluarga disamping mempengaruhi kreatifitas alam mengelola usahataninya, juga akan berpengaruh dimungkinkan terutama bila jumlah tanggungan keluarga tersebut berada dalam golongan usia produktif, sehingga akan memungkinkan tersedianya tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan usahatani.

Berdasarkan hasil penelitian yang lebih banyak bekerja dalam mengelola usahatani adalah istri. Sehingga mulai dari kegiatan budidaya sampai panen yang Berdasarkan hasil penelitian yang lebih banyak bekerja dalam mengelola usahatani adalah istri. Sehingga mulai dari kegiatan budidaya sampai panen yang

Luas lahan petani sampel dikategorikan pada golongan sempit. Sebanyak 100 % luas lahan petani sampel kurang dari 0,5 Ha. Menurut Hernanto (1989:46), pada dasarnya terdapat empat golongan petani berdasarkan tanahnya: 1. Golongan petani luas (lebih 2 Ha), 2. Golongan petani sedang (0,5-2 Ha), 3. Golongan petani sempit (kurang dari 0,5 Ha) dan 4. Golongan buruh tani tidak bertanah. Menurut Soeharjo dan Patong cit Ilhami (2013:34), luas lahan yang diusahakan menentukan pendapatan, taraf hidup, dan derajat kesejahteraan rumah tangga petani.

C. Gambaran Umum dan Kultur Teknis Petani Responden

a. Gambaran Padi Varietas Ciherang

Padi varietas Ciherang merupakan salah satu varietas unggul yang diperkenalkan oleh Deptan pada tahun 2000. Di Desa Muara Siambak padi varietas Ciherang mulai dibudidayakan pada tahun 2005. Berdasarkan hasil waawancara dengan petani sampel yang menanam padi varietas Ciherang, mereka menanam padi varietas Ciherang dengan berbagai alasan diantaranya varietas Ciherang tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tahan terhadap perubahan iklim, kesukaan rasa nasi, dan harga gabah yang tidak terlalu rendah. Menurut petani harga gabah kering Rp. 4.500/kg.

Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2011 memperkenalkan padi varietas Inpari Sidenuk. Varietas Inpari Sidenuk merupakan hasil rekayasa Litbangyasa Iptek Nuklir Bidang Pertanian dan Peternakan yang dilaksanakan di Sumatera Utara berkerja sama dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Mandailing Natal. Namun, berdasarkan hasil wawancara, petani penggarap tidak mau menggunakan varietas tersebut karena tidak berani mengambil resiko untuk mengganti varietas padi yang selama ini ditanam oleh petani sampel, yaitu Ciherang. Petani penggarap mengatakan jika Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2011 memperkenalkan padi varietas Inpari Sidenuk. Varietas Inpari Sidenuk merupakan hasil rekayasa Litbangyasa Iptek Nuklir Bidang Pertanian dan Peternakan yang dilaksanakan di Sumatera Utara berkerja sama dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Mandailing Natal. Namun, berdasarkan hasil wawancara, petani penggarap tidak mau menggunakan varietas tersebut karena tidak berani mengambil resiko untuk mengganti varietas padi yang selama ini ditanam oleh petani sampel, yaitu Ciherang. Petani penggarap mengatakan jika

Tabel 5. Kelemahan dan Kelebihan Padi Varietas Ciherang Menurut Petani Penggarap

No. Varietas

Kelebihan

Kekurangan

1. Ciherang a. Tahan akan

a. Umur panen lama (116-125 hari)

perubahan cuaca

b. Harga jual gabah tidak terlalu tinggi

b. Tahan terhadap serangan hama dan penyakit

c. Rasa nasi enak

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa petani penggarap memilki pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan padi varietas Ciherang. Pengetahuan petani tersebut akan mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan terhadap padi varietas yang akan ditanam dan pengetahuan petani juga mempengaruhi tingkat pendapatan dan keuntungan dalam usahatani padi.

b. Kultur Teknis Padi Varietas Ciherang

1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah merupakan langkah awal dalam melaksanakan budidaya tanaman padi. Dengan demikian pengolahan tanah ini diharapkan dapat dilakukan sebaik mungkin agar proses penyerapan nutrisi atau zat hara dan air dapat dilakukan secara maksimal sehingga memungkinkan tanaman untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Adapun komponen yang diamati dalam proses pengolahan adalah cara pengolahan lahan dan alat yang digunakan untuk pengolahan lahan.

Menurut Petugas Penyuluh Lapang Kecamatan Kotanopan, untuk pengolahan tanah ringan sebaiknya dibajak satu kali, dua kali garu dan perataan. Pada tanah berat, pengolahan lahan terdiri dari dua kali bajak, dua kali garu dan diratakan.

Tabel 6. Pengolahan Tanah Oleh Petani Penggarap Serta Anjuran No. Anjuran PPL

Penerapan Oleh Petani Penggarap

Ket.

Jumlah (Orang)

Persentase (100%)

1 Bajak/cangkul

Sesuai

1 kali 1 kali garu dan pemerataan 1 kali

2 Menggunakan

Tidak Sesuai Pupuk Organik

*Berdasarkan Anjuran PPL Kecamatan Kotanopan, 2015 Sebanyak 100% petani penggarap di Desa Muarasiambak Kecamatan

Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dalam pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan cangkul dan garu 1 kali. Hal ini disebabkan biaya yang dikeluarkan oleh petani akan besar jika menggunakan handtraktor untuk membajak sawahnya. Petani di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal memilih untuk mencangkul sawahnya dengan memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga. Petani penggarap tidak melakukan pemberian pupuk organik bersamaan pengolahan tanah karena belum mau mengubah cara pengolahan tanah dengan pemberian pupuk. Semua petani penggarap melakukan pengolahan lahan sebulan atau empat minggu sebelum penanaman.

2. Pemilihan Benih

Petani biasanya menggunakan benih dari hasil panen sebelumnya untuk ditanam pada musim tanam selanjutnya. Benih Ciherang diharga sebesar Rp. 4.500 perkilogram. Benih tersebut diberi perlakuan sebelum dilakukan persemaian, yaitu direndam dengan air selama 2 malam atau 48 jam. Hal ini tidak sesuai dengan anjuran Purwono (2007:13), disarankan menggunakan benih bersertifikat berlabel dan sebelum disemai direndam dengan air selama 24 jam.

Petani penggarap menggunakan benih dengan jumlah rata-rata 44,47 kg/ha (Lampiran 9), hal tersebut tidak sesuai dengan anjuran PPL Kecamatan Kotanopan. Jika diperhatikan petani sampel hanya menggunakan bibit semaunya dan juga terlalu banyak

Hal ini dikarenakan petani secara turun temurun sudah melakukan kebiasaan tersebut dalam penggunaan benih dengan alasan biar berlebih asalkan jangan kekurangan dan juga sistem tolong menolong masih kuat dalam adat mereka sehingga jika ada petani lain yang kekurangan benih maka akan dibantu karna kita mempunyai benih yang belebih serta nantinya pada saat melakukan penyulaman atau mengganti tanaman yang rusak bisa digantikan dengan benih yang berlebih tersebut dengan ketakutan terlalu banyak bibit yang sudah ditanam akan banyak diserang hama dan penyakit hal ini diketahui menurut ujaran salah satu petani sampel tersebut.

3. Penyemaian

Penyemaian merupakan kegiatan penyemaian benih untuk menghasilkan bibit yang akan ditanam sehingga persemaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Pengolahan lahan untuk penyemaian dilakukan bersamaan dengan pengolahan lahan untuk penanaman. Benih yang sudah direndam lalu ditiriskan yang nantinya akan disebarkan pada lahan penyemaian. Pada saat penyemaian kondisi lahan macak-macak agar bibit bisa tumbuh dengan baik. Tabel 7. Pelaksanaan Penyemaian oleh Petani Penggarap Serta Anjuran

No Anjuran * Petani Penggarap Ket

1 Penyemaian

petani Sesuai selama 15-21 hari

dilakukan 100%

melakukan penyemaian selama ±21 hari

2 Media semai adalah sebagian 100% petani Sesuai lahan sawah.

memakai

sebagian lahan sawah untuk media semai

*Berdasarkan anjuran PPL Kec. Kotanopan, 2015 Berdasarkan Tabel 7, 100 % petani penggarap melakukan penyemaian 15-

21 hari. Hal ini sesuai dengan anjuran dinas yaitu selama 15-21 hari. Untuk media semai yang digunakan oleh petani, 100 % petani melakukan teknis sesuai anjuran. Petani sampel menyebar benih secara merata pada lahan persemaian. Menurut petani sampel, petani melakukan penyemaian dengan cara menyebar secara 21 hari. Hal ini sesuai dengan anjuran dinas yaitu selama 15-21 hari. Untuk media semai yang digunakan oleh petani, 100 % petani melakukan teknis sesuai anjuran. Petani sampel menyebar benih secara merata pada lahan persemaian. Menurut petani sampel, petani melakukan penyemaian dengan cara menyebar secara

4. Penanaman

Penanaman merupakan kegiatan pemindahan bibit dari tempat persemaian ke lahan sawah. Komponen yang diamati pada kegiatan penanaman adalah keadaan lahan saat penanaman, umur bibit pada saat pemindahan, jarak tanam, dan jumlah bibit perlubang.

Penanaman bibit yang dianjurkan oleh PPL Kecamatan Kotanopan adalah pada umur 15-21 hari sebanyak 1-3 batang perlubang dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Keadaan tanah pada saat penanaman yaitu macak-macak dan tidak tergenang air.

Tabel 8. Pelaksanaan Penanaman Oleh Petani Penggarap

No. Anjuran*

Petani Penggarap

Ket

1 kondisi lahan 100 % petani menanam padi saat Sesuai dalam keadaan

kondisi lahan macak-macak

tidak tergenang atau mecak- mecak

2 Umur bibit saat 100 % petani menanam bibit pada Sesuai penanaman 15- saat umur ± 21 hari

21 hari

3 Jarak tanam

Sesuai adalah 20 x 20

76,67 % petani menggunakan

jarak tanam 20 x 20 cm

cm

4 bibit yang

Tidak Sesuai ditanam berkisar berkisar 5-7 batang perlubang 1-3 batang perlubang

100 % petani menanam bibit

*Berdasarkan Anjuran PPL Kecamatan Kotanopan Pada Tabel 8, terlihat bahwa 100% petani penggarap menanam padi pada

saat kondisi lahan macak-macak atau tidak digenangi air. Hal ini telah sesuai dengan anjuran ang dianjurkan oleh PPL.

Pada Tabel 9, terlihat bahwa 100% petani menanam bibit pada umur ±21 hari. Sebanyak 76,67% petani sampel menanam padi dengan jarak 20 x 20 cm dan 23,33% dengan jarak tanam 25x 25 cm.

Sebanyak 100% petani penggarap menanam bibit berkisar 5-7 batang perlubang karena kebiasaan mereka untuk menggunakan sebanyak 5-7 batang perlubang dan ingin memperoleh hasil yang tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan anjuran, yaitu 1-3 batang perlubang.

5. Pemupukan

Pemupukan merupakan proses pemberian nutrisi pada tanaman agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pupuk yang digunakan oleh petani merupakan pupuk anorganik, yaitu Urea, NPK Phonska, SP-36, dan KCl.

Petani sampel melakukan pemupukan hanyak satu kali, sebanyak 16,67 % petani memberi pupuk pada umur 30 HST, 13,33 % petani memberikan pupuk pada umur 24 HST, dan 70 % petani memberikan pupuk pada umur 21 HST (Lampiran 6).

6. Penyiangan dan Penyulaman

Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan keleluasaan pada tanaman dalam menyerap unsur hara atau zat makanan dan cahaya matahari, untuk membuang dan membersihkan gulma dari lahan sawah. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi tanaman penggangu. Gulma yang tumbuh di area penanaman akan dicabut dengan tangan. Penyiangan dilakukan sebanyak satu kali/MT.

Penyulaman dilakukan oleh petani bersamaan dengan penyiangan dilakukan, penyulaman dilakukan apabila ada bibit yang mati. Bibit yang digunakan dalam penyulaman merupakan bibit cadangan yang memang sudah dipersiapkan sebelumnya. Komponen yang diamati dalam penyiangan adalah frekuensi penyiangan dan umur penyulaman dilakukan.

Petani sampel melakukan penyiangan terhadap gulma sebanyak satu kali, yaitu pada umur 35 HST. Penyiangan disesuaikan dengan pemupukan karena petakan sebaiknya bersih dari gulma pada saat pemupukan. Pada kegiatan penyulaman, petani sampel tidak ada yang melakukan penyulaman. Hal ini dikarenakan jarangnya ditemukan bibit yang mati.

Tabel 9. Penyiangan dan Penyulaman Oleh Petani Penggarap Serta Anjuran No

Anjuran*

Petani Penggarap

Ket

1 Frekuensi

Tidak Sesuai Penyiangan 2

100 % petani melakukan

penyiangan sebanyak 1 kali

kali

2 Penyulaman 100 % Petani tidak melakukan Tidak Sesuai Dilakukan saat

penyulaman

Tanaman Berumur 35 HST

*Berdasarkan Anjuran PPL Kecamatan Kotanopan Dari Tabel 9 diatas, semua petani penggarap hanya melakukan penyiangan sebanyak 1 kali, hal ini tidak sesuai dengan anjuran dari PPL Kecamatan Kotanopan yang menganjurkan untuk melakukan penyiangan sebanyak 2 kali. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani penggarap, petani tidak ada melakukan penyulaman dikarenakan bibit tanaman padi tidak ada yang mati.

7. Pengaturan Air Pengairan yang dianjurkan oleh PPL Kecamatan Kotanopan adalah pengairan yang berselang, yang merupakan pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian yang bertujuan untuk (a) efisiensi penggunaan air sehingga areal lahan yang dialiri bertambah, (b) terjadinya oksidasi reduksi sehingga sistem kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara dan berkembang lebih dalam, (c) mencegah timbulnya keracunan besi melalui oksidasi, (d) menyeragamkan pemasakan gabah, dan (e) mempercepat waktu panen.

Petani penggarap melakukan pengeringan pada umur tanaman berkisar 45-

60 hari. Kemudian petani membiarkan kondisi lahan sampai panen. Hal tersebut tidak sesuai dengan anjuran PPL Kecamatan Kotanopan dalam pengelolaan air. Menurut PPL Kecamatan Kotanopan pengelolaan air secara berselang adalah sebagai berikut: melakukan pergiliran pengairan selang 1-10 hari sejak biibit ditanam (tergantung ketersediaan air) dengan tinggi genangan sekitar 3-5 cm. Kemudian 10 hari menjelang panen air dikeringkan agar masaknya bagus.

8. Pengendalian Hama dan Penyakit Berdasarkan hasil wawancara dengan petani penggarap yang sering 8. Pengendalian Hama dan Penyakit Berdasarkan hasil wawancara dengan petani penggarap yang sering

Cara tersebut dilakukan oleh petani secara turun-temurun. Sedangkan untuk penyakit pada tanaman padi jarang ditemukan pada usahatani padi di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Petani sampel sebanyak 10 % petani melakukan pengendalian HPT dengan pestisida dan

90 % petani melakukan pengendalian HPT dengan cara memilih.

9. Panen

Pemanenan merupakan pemungutan hasil usahatani berupa gabah. Padi varietas Ciherang dipanen pada umur 120 hari yang ditandai dengan menguningnya semua bulir secara merata atau masaknya gabah. Alat yang digunakan adalah sabit, kaleng (alat untuk mengukur gabah), dan kipas padi. Padi yang akan dipanen dipotong dengan sabit kemudian dikumpulkan.

Petani di Desa Muara Siambak menggunakan mesin perontok pada saat pemanenan untuk memisahkan gabah dari batang padi. Upah untuk merontokkan gabah dengan mesin perontok dikenakan biaya Rp. 250/kg gabah yang didapatkan pada saat panen. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani penggarap, untuk upah tenaga kerja yang dibayarkan yaitu upah harian yang telah ditetapkan. Upah tenaga kerja panen di daerah penelitian untuk wanita adalah sebesar Rp.40.000/orang sedangkan upah tenaga kerja pria adalah sebesar Rp.50.000/orang. Tabel 10. Pelaksanaan Panen Oleh Petani Penggarap

No. Kriteria

2 Umur Panen

120 Hari

3 Alat Panen Sabit, Kalengan, Kipas angin

4 Upah Tenaga Kerja Rp. 40.000/orang (Perempuan) dan Rp. 50.000/orang (laki-laki)

5 Upah Mesin Perontok

Rp. 250/kg

6 Biaya Angkut

Rp. 3.000/karung

7 Harga Jual Gabah

Rp. 4.500/kg

Dalam proses panen, petani penggarap juga dikenakan biaya angkut dengan biaya yang berbeda-beda. Jika jaraknya dekat maka dikenakan biaya Rp. 1.500/karung dan jika jaraknya cukup jauh dikenakan biaya sebesar Rp. 3.000/karung. Dalam penjualan gabah, di daerah penelitian biasanya menjual dalam satuan kg, dimana harga jual gabah ditingkat petani adalah Rp. 4.500.

c. Sarana Produksi

1. Benih

Benih Ciherang yang digunakan petani adalah benih hasil persilangan antara IR 64 dengan varietas galur IR18349-53-1-3-1-3/3 (Deptan, 2009). Benih itu dipakai secara berlanjut oleh petani di Desa Muara Siambak dan menyimpan sebagian dari hasil panen musim tanam sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel, harga benih varietas Ciherang adalah Rp. 4.500/kg.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui rata-rata penggunaan benih perluas lahan adalah 13,52 kg/luas/MT dan rata-rata perhektarnya adalah 44,47 kg/ha/MT (Lampiran 9). Benih yang digunakan oleh petani tidak sesuai dengan anjuran PPL Kecamatan Kotanopan yang mengajurkan menggunakan benih dalam satu hektar 30-40 kg. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi lapangan pada saat penelitian, karena dalam setiap lubang ditanam 5-7 batang oleh petani sampel.

2. Pupuk

Pemupukan merupakan kegiatan penting dalam usahatani padi untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan anjuran yang dinginkan. Pemberian pupuk yang tepat akan mengakibatkan hasil yang diperoleh akan maksimal. Penggunaan pupuk yang dihitung adalah banyaknya pupuk yang yang digunakan selama satu kali musim tanam. Pupuk yang digunakan oleh petani sampel adalah pupuk anorganik.

Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, NPK Phonska, dan KCl. Harga pupuk untuk pupuk urea Rp. 2.250/kg, SP-36 Rp. 3.500/kg, dan NPK Phonka Rp. 4.500/kg. Dosis pupuk yang digunakan oleh petani umumnya tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Penggunaan pupuk anorganik lebih sedikit dibandingkan dengan dosis yang dianjurkan.

Tabel 11. Penggunaan Sarana Produksi Pupuk Oleh Petani Penggarap Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Di Desa Muarasiambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

No. Jenis Literatur*) Petani Penggarap Ket Pupuk

Kg/ha

Kg/luas

Kg/ha/MT

lahan/MT

6,03 TS Phonska

TS *) Berdasarkan Anjuran PPL

5 Za

*)S = Sesuai : TS = Tidak Sesuai Dilihat dari Tabel 11 dan Lampiran 6 dan 11, penggunaan pupuk untuk tanaman padi di daerah penelitian belum sepenuhnya sesuai dengan anjuran. Hal ini disebabkan karena biaya pupuk yang mahal dan jumlah dosis yang digunakan oleh secara turun-temurun. Menurut Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Mandailing Natal, tanaman akan merespon terhadap pemberian pupuk apabila pupuk yang digunakan tepat jenis, dosis, waktu dan cara pemberian.

3. Tenaga Kerja

Tenaga kerja sangat dibutuhkan dari setiap tahapan usahatani padi, mulai dai kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga panen. Tenaga kerja terdiri atas tenaga kerja pria dan wanita, baik yang berasal dari dalam keluarga (TKDK) maupun yang berasal dari luar keluarga (TKLK).

Perhitungan penggunaan tenaga kerja dengan menggunakan satuan Hari Kerja Pria (HKP). Menurut Hernanto (1989) dalam Artinoviasari (2015:54), 1 hari Kerja Wanita (HKW) sama dengan 0,7 Hari Kerja Pria (HKP), namun dilapangan ditemui hari kerja wanita sama dengan 0,8 Hari Kerja Pria (HKP). Upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian adalah Rp. 50.000/orang/hari untuk pria dan Rp. 40.000/orang/hari untuk wanita. Secara keseluruhan pemakaian tenaga kerja pada usahatani padi varietas Ciherang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Padi Dengan Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

No Kegiatan

Per Hektar .

Per Luas Lahan

TKDK TKLK

Jumlah TKDK TKLK Jumlah

0 1,80 dan Penyulaman

Berdasarkan Tabel 12, kegiatan pengolahan lahan lebih banyak membutuhkan tenaga kerja, yaitu 25,47 HKP per hektar. Sedangkan penggunaan tenaga kerja terkecil pada kegiatan penyulaman dan penyiangan, yaitu 1,80 HKP per hektar. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja luar keluarga karena tersedianya tenaga kerja dalam keluarga. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel, jika menggunakan tenga kerja luar keluarga, maka akan lebih banyak biaya yang dikeluarkan. Oleh karena petani sampel adalah petani yang menggarap tanah orang lain dengan sistem bagi hasil, sehingga petani lebih mengutamakan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk meminimalkan biaya dalam berusahatani. Kegiatan pemupukan, penyiangan dan penyulaman, dan pengendalian HPT petani sampel tidak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sawah dengan sistem kerjasama dan bagi hasil dapat dilihat pada (Lampiran 22 dan 23) .

4. Alat-alat Pertanian

Alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani penggarap di Desa Muara siambak adalah cangkul dan sabit. Cangkul digunakan oleh petani untuk pengolahan tanah sekaligus membuat bedengan untuk persemaian.

5. Modal

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dalam menjalankan usahataninya seluruh sampel petani di daerah penelitian hanya menggunakan modal sendiri. Menurut petani di dalam menjalankan usahatani padi, petani menggunakan modal dari pekerjaan lain, seperti berdagang dan menderes getah karet.

D. Deskripsi Sistem Kerjasama Dan Bagi Hasil Pada Usahatani Padi Di Desa