Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

1. Pelaksanaan Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil

Bagi hasil merupakan suatu lembaga hukum adat yang hidup dalam masyarakat. Hingga saat ini lembaga tersebut di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang masih ada dan sangat dibutuhkan, karena sektor pertanian masih mempunyai arti penting dalam menunjang perekonomian masyarakat tersebut. Penduduk di Desa Muara Siambak lebih banyak terkonsentrasi di bidang pertanian, sehingga banyak dilakukan kesepakatan untuk mengolah lahan sawah dengan sistem bagi hasil.

Petani yang memperoleh kesempatan untuk menggarap lahan milik orang lain adalah terbatas pada kelompok tertentu yang biasanya memiliki hubungan keluarga, kerabat atau kenalan dekat yang telah dipercaya. Motivasi utama dari pemilik lahan di Desa Muara Siambak untuk menyakapkan lahan yang dimiliknya kepada petani penggarap umumnya didasari oleh keinginan untuk membantu memberikan sumber mata pencaharian kepada keluarga, kerabat ataupun kenalannya.

Menurut Rachmat (2010:99), secara umum terdapat empat jenis struktur penguasaan lahan di Indonesia, yaitu (a) sistem sewa, (b) sistem gadai, (c) sistem sumbatan/gotong royong, dan (d) sistem sakap/bagi hasil. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel, di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dalam berusahatani padi sebagai petani penggarap yang mengusahakan lahan orang lain dengan sistem sakap/bagi hasil. Perjanjian sistem kerjasama dan bagi hasil sudah dilakukan secara turun-temurun oleh petani di Desa Muara Siambak.

Perjanjian sistem kerjasama dan bagi hasil di Desa Muara Siambak

“mardua” dan “marduaparlima”. Dalam sistem “mardua” terdapat dua jenis, yaitu “mardua” dimana biaya ditanggung oleh petani penggarap dan “mardua” dimana biaya ditanggung bersama antara pemilik lahan dengan petani penggarap. Petani sampel tidak memiliki kekuatan dalam memilih lahan dan besarnya luas lahan yang akan digarapnya. Letak lahan maupun luasan lahan yang akan digarap tergantung pada keinginan pemilik lahan. Pada umumnya petani sampel memiliki kondisi finansial yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pemilik lahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Bentuk Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil Di Desa Muara Siambak

Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

No. Bentuk Bagi Hasil Jumlah Persentase (Orang)

1 Mardua (Biaya Ditanggung Penggarap)

2 Mardua (Biaya Ditanggung Bersama)

3 Mardua Parlima (Biaya Ditanggung

4 13,33 Bersama) Jumlah

a. Mardua

Sistem bagi hasil “mardua” di daerah penelitian terbagi dalam dua jenis, yaitu:

i. Mardua (biaya ditanggung oleh petani penggarap lalu dibagi dua)

Dilihat dari Tabel 13. Sebanyak 50 % petani penggarap menerapkan sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung penggarap). Sistem bagi hasil mardua ini merupakan sistem kerjasama dan bagi hasil antara petani penggarap dengan pemilik lahan dimana pemilik lahan berkontribusi dalam penyediaan lahan saja, namun untuk biaya produksi ditanggung sepenuhnya oleh petani penggarap. Berdasarkan hasil penelitian, biaya produksi yang ditanggung oleh petani penggarap adalah biaya pupuk, benih, pestisida, upah TKLK, panen, biaya angkut dan biaya irigasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani penggarap, petani penggarap telah lama melakukan sistem kerjasama dan bagi hasil dengan pemilik lahan secara turun-temurun.

ii. Mardua (Biaya Ditanggung Bersama)

Pada sistem “mardua” (biaya ditanggung bersama) sebanyak 36,67 % petani yang menerapkan sistem bagi hasil ini. Sama seperti poin i diatas, namun pada sistem mardua (biaya ditanggung bersama) ini, biaya produksi seperti biaya pupuk, pestisida, benih, dan biaya irigasi ditanggung secara bersama oleh petani penggarap dan pemilik lahan. Namun untuk upah TKLK, biaya panen dan biaya angkut ditanggung sepenuhnya oleh petani penggarap, kemudian total hasil panen setelah dikurangi biaya baru dibagi sama rata antara pemilik lahan dengan petani penggarap.

iii. Marduaparlima (Biaya Ditanggung Bersama)

Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 13,33 % petani penggarap yang m enerapkan sistem bagi hasil ini. Sistem “marduaparlima” merupakan sistem bagi hasil dimana biaya seperti biaya benih, pupuk, pestisida, biaya irigasi dan biaya angkut ditanggung bersama antara pemilik lahan dan petani penggarap, namun biaya panen dan upah TKLK ditanggung sepenuhnya oleh petani penggarap. Dalam pembagian hasil panen yang didapat, misalnya 10 karung, maka bagian untuk petani penggarap adalah 4 karung dan bagian untuk pemilik lahan adalah 6 karung. Imbangan bagi hasil antara pemilik lahan dan petani penggarap adalah dalam bentuk gabah.

2. Latar Belakang Perjanjian bagi Hasil

Dalam bagi hasil tanah pertanian terdapat tiga unsur pokok, yaitu pemilik tanah, petani penggarap, dan tanah garapan. Pemilik tanah adalah orang yng mempunyai tanah pertanian yang mana karena keadaan tertentu menyerahkan hak pengerjaan tanahnya kepada orang lain yang disebut petani penggarap. Petani penggarap ialah orang yang mengerjakan tanah pertanian milik orang lain dan mendapatkan bagian dari hasil sawah sesuai dengan pembagian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Sawah garapan adalah suatu lahan yang menjadi objek pegolahan yang dimiliki oleh pemilik lahan dan kemudian diserahkan kepada petani penggarap dengan tujua mendapatkan hasil.

a. Alasan pemilik sawah

Perjanjian bagi hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal pada umumnya terjadi karena pemilik tidak dapat Perjanjian bagi hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal pada umumnya terjadi karena pemilik tidak dapat

b. Alasan petani penggarap

Petani di Desa Muara Siambak, sebanyak 93 % petani di desa ini merupakan petani penggarap yang mengusahakan lahan orang lain dengan sistem bagi hasil. Hasil dari tanaman padi yang diusahakan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dikarenakan tidak mempunyai lahan serta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka petani sampel mengusahakan tanaman padi dengan sistem bagi hasil.

Petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan menawarkan diri kepada pemilik tanah agar memberikan izin untuk dapat menggarap tanah miliknya. Hal ini terjadi karena banyaknya jumlah petani penggarap di Desa Muara Siambak, sehingga tingkat permintaan yang tinggi untuk menggarap tanah orang lain, maka petani penggarap menyetujui bentuk bagi hasil yang ditetapkan oleh pemilik tanah. Ini dikarenakan petani penggarap dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari berasal dari usahatani padi sawah, maka petani penggarap berada pada posisi yang menerima keputusan dari pemilik tanah dalam hal bentuk perjanjian bagi hasil. Petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan menawarkan diri kepada pemilik tanah agar memberikan izin untuk dapat menggarap tanah miliknya.

Petani penggarap tidak memiliki kekuatan dalam memilih lahan dan besarnya luas lahan yang akan digarapnya. Letak lahan maupun luas lahan yang akan digarap tergantung pada keinginan pemilik lahan. Pada umumnya petani penggarap memiliki kondisi finansial yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pemilik lahan.

3. Bentuk Perjanjian Bagi Hasil

Bentuk perjanjian bagi hasil yang terjadi di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Bentuk Perjanjian Bagi Hasil Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

No Bentuk Perjanjian Jumlah Persentase (Orang)

1 Tidak tertulis/lisan antara kedua belah

30 100 pihak

2 Tertulis

a. Antara pemilik dengan penggarap

0 0 Kepala Desa Jumlah

b. Antara pemilik dan penggarap diketahui

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel, sebanyak 100 % petani sampel menerapkan sistem kerjasama dan bagi hasil dengan pemilik lahan secara lisan atau tidak tertulis, dikarenakan (a) saling percaya dan (b) mudah pelaksanaannya atau tidak terbelit-belit. Sehingga tidak diperlukan surat perjanjian dari Kepala Desa.

4. Lamanya Waktu Perjanjian Bagi Hasil

Jangka waktu berakhirnya perjanjian bagi hasil antara pemilik lahan dengan petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal tidak ditentukan. Selama petani penggarap mau mengolah lahan si pemilik dan ada izin dari pemilik lahan, maka petani penggarap diperkenankan untuk terus mengusahakan tanaman padi di lahan garapannya.

Untuk lebih jelas mengenai lamanya perjanjian bagi hasil dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Lama Perjanjian Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan

Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

No Lamanya Perjanjian Bagi Hasil Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Ditentukan

2 Tidak Ditentukan

30 100 Jumlah

Pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa 100% petani penggarap mengenai lamanya perjanjian bagi hasil dengan pemilik lahan tidak ditentukan berapa lama Pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa 100% petani penggarap mengenai lamanya perjanjian bagi hasil dengan pemilik lahan tidak ditentukan berapa lama

E. Analisa Pendapatan Petani Penggarap Dengan Sistem Kerjasama Dan Bagi Hasil Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

1. Produksi

Produksi rata-rata petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal adalah 1.154 kg/luas lahan/MT sedangkan rata-rata produksi perhektar, yaitu 3.747 kg/ha/MT. Produksi tertinggi petani penggarap adalah 5.250 kg/ha/MT dan produksi terendah adalah 2.600 kg/ha/MT. dilihat dari produki data produksi petani penggarap, produksi belum petani belum optimal, dimana produksi padi varietas ciherang adalah sebesar 6 ton/ha (Lampiran 8). Produksi dari masing-masing petani penggarap dapat dilihat pada (Lampiran 30 dan 31).

2. Harga

Harga merupakan nilai suatu produk yang dihasilkan dalam usahatani. Hasil panen petani penggarap di Desa Muara Siambak adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Maka dalam perhitungan ekonomis digunakan harga gabah yang berlaku di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Natal pada musim tanam Juli-Oktober adalah Rp. 4.500/kg.

3. Penerimaan

Penerimaan petani penggarap merupakan nilai yang diterima petani penggarap dari hasil produksi dikalikan dengan harga gabah yang berlaku di daerah penelitian. Penerimaan didapatkan hasil dengan harga jual padi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata penerimaan petani penggarap adalah Rp. 5.914.500/luas lahan/MT dan rata-rata penerimaan perhektar adalah Rp. 16.860.000/ha/MT. Penerimaan dari masing-masing petani sampel dapat dilihat pada (Lampiran 30 dan 31).

4. Biaya Yang Dibayarkan

Biaya yang dibayarkan merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam melaksanakan proses produksi. Biaya yang dibayarkan oleh Biaya yang dibayarkan merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam melaksanakan proses produksi. Biaya yang dibayarkan oleh

a. Biaya Pupuk

Biaya pupuk dihitung dengan pemakaian pupuk setiap musim tanam dikalikan dengan harga satuan pupuk yang berlaku di daerah penelitian. Rata-rata penggunaan pupuk petani penggarap adalah Rp. 156.191,67/luas lahan/MT dan rata-rata penggunaan perhektar adalah Rp. 525.152,78/ha/MT (Lampiran 11) yang terdiri dari pupuk urea, SP-36, dan NPK Phonska.

b. Biaya Benih

Benih yang digunakan oleh petani sampel adalah benih dari hasil panen sebelumnya. Harga benih dari hasil panen sebelumnya Rp. 4.500/kg. Rata-rata biaya benih yang dibayarkan oleh petani penggarap adalah Rp. 60.825/luas lahan/MT dan rata-rata biaya benih perhektar adalah Rp. 200.125/ha/MT (Lampiran 9).

c. Biaya pestisida

Petani sampel tidak semua yang menggunakan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hanya 3 orang petani sampel (Lampiran 24) yang menggunakan pestisida. Jenis pestisida yang digunakan adalah DiPel. Rata-rata biaya pestisida petani sampel adalah Rp.3.333/luas lahan/MT dan biaya pestisida perhektar adalah Rp.9.028/ha/MT.

d. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga

Biaya tenaga kerja luar keluarga dihitung berdasarkan hari kerja pria (HKP). Rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dibayarkan petani sampel adalah Rp.235.667/luas lahan/MT dan biaya tenaga kerja luar keluarga perhektar adalah Rp. 797.240/ha/MT (Lampiran 29).

e. Biaya Panen

Biaya panen yang dibayarkan oleh petani sampel adalah biaya untuk mesin perontok padi. Biaya panen ini sebesar Rp.250/kg dari hasil panen yang didapatkan. Rata-rata biaya panen yang dibayarkan oleh petani sampel adalah Rp.288.583/luas lahan/MT dan biaya panen perhekatar adalah Rp.936.667/ha/MT (Lampiran 25).

f. Biaya Angkut

Biaya angkut adalah biaya yang dibayarkan untuk membawa hasil produksi dari lahan usahatani ke rumah masing-masing dari petani sampel. Besar upah angkut di daerah penelitian adalah Rp.1500/karung. Tidak semua petani sampel membayar upah angkut, terdapat 7 orang petani sampel yang membayar upah untuk mengangkut hasil panennya. Upa angkut tersebut adalah untuk mengangkut gabah dari lahan ke tepi jalan. Rata-rata biaya angkut yang dikeluarkan oleh petani sampel adalah Rp.13.483/luas lahan/MT dan biaya angkut per hektar adalah Rp.45.883/ha/MT (Lampiran 26).

g. Biaya Irigasi

Biaya irigasi yaitu biaya yang dibayarkan oleh petani sampel untuk irigasi air ke lahan sawahnya. Berdasarkan hasil penelitian, biaya irigasi ini dibayarkan kepada Kepala Desa. Tujuan dari biaya irigasi ini adalah untuk perawatan irigasi teknis yang ada di daerah penelitian.

Biaya irigasi di daerah penelitian merupakan hasil dari musyawarah masyarakat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten

Mandailing Natal. Biaya irigasi adalah dua “suat”, dimana satu “suat” ini sama dengan hasil panen 10 kg gabah. Jadi di daerah penelitian biaya irigasi adalah 20 kg gabah atau sama dengan Rp.90.000/petani (Lampiran 27).

h. Bagi Hasil

Bagi hasil adalah biaya yang dikeluarkan ketika petani menggarap lahan orang lain. Oleh karena petani sampel di daerah penelitian merupakan petani penggarap dengan sistem bagi hasil. Rata-rata bagi hasil di daerah penelitian adalah Rp.2.624.979/luas lahan/MT dan rata-rata bagi hasil perhektar adalah Rp.8.503.875/ha/MT (Lampiran 29).

5. Pendapatan

Pendapatan merupakan total penerimaan usahatani dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan secara tunai selama satu musim tanam perhektar. Rata- rata pendapatan petani sampel perluas lahan permusim tanam adalah Rp.1.720.637/luas lahan/MT (Lampiran 30) dan rata-rata pendapatan petani sampel perhektar adalah Rp.5.752.079/ha/MT (Lampiran 31).

Adapun analisa pendapatan petani penggarap pada usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Analisa Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah Di

Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Musim Tanam Juni-Oktober 2015

No. Uraian Petani Sampel

Rp/Luas Lahan

Rp/Ha %

1. Produksi (Kg)

2. Harga (Rp)

4. Biaya Dibayarkan

1. Biaya Benih

8. Bagi Hasil

Berdasarkan Tabel 16, rata-rata total biaya yang dibayarkan oleh petani sampel adalah sebesar Rp.3.473.863 perluas lahan/MT dan rata-rata biaya dibayarkan perhektar adalah Rp.11.107.921/ha/MT. Komponen biaya yang dibayarkan oleh petani sampel yang terbesar adalah biaya bagi hasil, yaitu sebesar 75,56% dari total biaya yang dibayarkan. Tingkat pendapatan rata-rata petani sampel perluas lahan adalah sebesar Rp.1.720.637 dan pendapatan rata-rata perhektar adalah sebesar Rp.5.752.079.

Kondisi finansial petani penggarap pada umumnya lebih rendah daripada pemilik lahan dan juga dalam usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak ada perjanjian yang mengikat antara petani penggarap dan pemilik lahan, yang menyebutkan bahwa biaya produksi ada yang sepenuhnya ditanggung oleh petani penggarap dan ada yang ditanggung bersama. Dengan demikian petani penggarap lebih hemat dalam penggunaan faktor produksi seperti pestisida, pupuk dan penggunaan faktor produksi tenaga kerja luar keluarga. Faktor tenaga kerja Kondisi finansial petani penggarap pada umumnya lebih rendah daripada pemilik lahan dan juga dalam usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak ada perjanjian yang mengikat antara petani penggarap dan pemilik lahan, yang menyebutkan bahwa biaya produksi ada yang sepenuhnya ditanggung oleh petani penggarap dan ada yang ditanggung bersama. Dengan demikian petani penggarap lebih hemat dalam penggunaan faktor produksi seperti pestisida, pupuk dan penggunaan faktor produksi tenaga kerja luar keluarga. Faktor tenaga kerja

Petani penggarap tidak mempunyai hak untuk menentukan letak lahan maupun luas lahan yang akan digarapnya. Total biaya yang harus dikeluarkan relatif lebih besar dibandingkan dengan pemilik lahan, namun hasil panen yang diperoleh harus dibagi dua sama besar dengan pemilik lahan. Akibatnya pendapatan yang diterima petani penggarap lebih rendah dibandingkan pemilik lahan. Tabel 17. Analisa Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah Per

Sistem Bagi Hasil Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Musim Tanam Juni-Oktober 2015

No. Uraian Marduaparlima

1. Produksi (Kg)

2. Harga (Rp)

4. Biaya Dibayarkan

1. Biaya Benih

8. Bagi Hasil

Berdasarkan Tabel 17 pendapatan petani penggarap dilihat dari sistem bagi hasil yang terdapat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, yaitu a) pendapatan rata-rata petani penggarap Berdasarkan Tabel 17 pendapatan petani penggarap dilihat dari sistem bagi hasil yang terdapat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, yaitu a) pendapatan rata-rata petani penggarap

penggarap) sebesar Rp.5.898.302/MT/Ha, b) pendapatan rata-rata petani penggarap dengan sistem mardua (biaya ditanggung bersama) adalah sebesar Rp. 6.159.833/MT/Ha, dan c) pendapatan petani penggarap dengan sistem marduaparima adalah sebesar Rp.3.611.235/MT/Ha.

Berdasarkan Tabel 17, pendapatan petani penggarap yang terbesar apabila dilihat sistem bagi hasil yang terdapat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan adalah petani penggarap dengan sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung bersama), yaitu sebesar Rp.6.159.833/MT/Ha. Hal ini dikarenakan petani penggarap dengan sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung bersama) dalam berusahatani padi sawah, biaya produksi ditanggung bersama antara petani penggarap dengan pemilik lahan. Oleh karena itu, biaya yang dibayarkan berupa bagi hasil sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung bersama) lebih kecil, yaitu Rp.8.319.717dibandingkan dengan sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung penggarap), yaitu Rp.8.321.250 dan juga dengan sistem marduaparlima yaitu sebesar Rp.9.695.165.