ANALISIS PENDAPATAN PETANI PENGGARAP PAD

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PENGGARAP PADA USAHATANI PADI SAWAH (Oryza sativa) DI DESA MUARA SIAMBAK KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL SKRIPSI OLEH ERWIN SYAHWIL NASUTION 1210223065 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PENGGARAP PADA USAHATANI PADI SAWAH (Oryza sativa) DI DESA MUARA SIAMBAK KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL OLEH ERWIN SYAHWIL NASUTION 1210223065

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya mahasiswa/dosen/tenaga kependidikan* Universitas Andalas yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama lengkap

: Erwin Syahwil Nasution

No. BP/NIM/NIDN : 1210223065 Program Studi

Jenis Tugas Akhir : TA D3/Skripsi/Tesis/Disertasi/.............................................**

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Andalas hak atas publikasi online Tugas Akhir saya yang berjudul:

“Analisis Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah (Oryza sativa) di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal ”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Universitas Andalas juga berhak untuk menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola, merawat, dan mempublikasikan karya saya tersebut di atas selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Padang Pada tanggal 1 September 2016 Yang menyatakan,

(Erwin Syahwil Nasution)

* pilih sesuai kondisi ** termasuk laporan penelitian, laporan pengabdian masyarakat, laporan magang, dll

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah yang paling pemurah, yang

mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak

diketahui. (Q.S. Al- ‘alq ayat 1-5)”.

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S. Ar-Rahman ayat 13).

Syukur Alhamdulillah Ya Allah.... Sebuah perjuangan telah kulalui. Bersujudku kehadapanMu.. Ya Allah... Sebagai rasa syukurku atas semua Rahmat dan KaruniaMu...

Kupersembahkan karya kecil ini kepada : Ayah dan Umakku yang telah memberikan dukungan yang sangat besar kepada anak sulungmu ini, jasamu takkan tergantikan. Adik-adikku tersayang (Rizki & Farhan) yang memberiku semangat dengan senyuman kalian. Tiada kekuatan yang lebih hebat selain keluarga.

Terima kasih buat tempatku berproses keluarga besar AgITC FP-Unand, HMI Komisariat

Pertanian dan Himagri FP-Unand.

Tak lupa juga kepada kawan kontrakan (Rifki, Rozy, Andri, Jefri, Yudi, Sakban), dan juga

kepada Rival, Vindo, Randhi, Farras, Ridho, Dika, Fandi, Fadhli, Eki, Joni, Tifany dan Windi teristimewa kepada kawan-kawan 12 Langkah Kaki ( Agribisnis 12). Semoga kesuksesan selalu mengiringi kita semua..

BIODATA

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 30 Mei 1994 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Eddi Darwin dan Siti Khodijah. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh di SD Negeri Kadu 1 Curug Tangerang (2000-2006). Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh di SMP Negeri 1 Curug Tangerang (2006-2008), kemudian penulis pindah ke SMP Negeri 1 Kotanopan (2008-2009). Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMK Negeri 1 Kotanopan, lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Andalas Program Studi Agribisnis.

Padang, 24 Juni 2016

Erwin Syahwil Nasution

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nya

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah (Oryza sativa) di Desa

Muarasiambak Kecamatan Kotanopan Kab upaten Mandailing Natal”. Shalawat beriring salam tidak lupa disampaikan buat Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lora Triana S.P.,M.M selaku dosen pembimbing I dan Bapak Cipta Budiman S.Si.,M.M selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen undangan Bapak Ir. Muhammad Refdinal M.S, Bapak Ir. Yusri Usman M.S, dan Ibu Ir. Zelfi Zakir M.Si atas petunjuk dan saran yang diberikan. Kemudian ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Bapak Ketua dan Sekretaris Jurusan Agribisnis, karyawan tata usaha, teman-teman dan pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih seluruh petani sampel di Desa Muara Siambak yang telah meluangkan waktunya untuk wawancara dengan penulis. Kemudian ucapan terima kasih kepada kedua orangtua dan kedua adikku yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Padang, 24 Juni 2016

E.S.N.

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Informan Kunci

2. Luas Lahan Berdasarkan Penggunaannya di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal

3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal

4. Identitas Petani Sampel di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal

5. Kelemahan dan Kelebihan Padi Varietas Ciherang Menurut Petani Sampel

6. Pengolahan Tanah Oleh Petani Sampel Serta Anjuran

7. Pelaksanaan Penyemaian Oleh Petani Sampel Serta Anjuran

8. Pelaksanaan Penanaman Oleh Petani Sampel Serta Anjuran

9. Penyiangan dan Penyulaman Oleh Petani Sampel Serta Anjuran

10. Pelaksanaan Panen Oleh Petani Sampel

11. Penggunaan Sarana Produksi Pupuk Oleh Petani Sampel Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

12. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Padi dengan Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal

13. Bentuk Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal

14. Bentuk Perjanjian Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal

15. Lama perjanjian Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal

16. Analisa Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Luas Lahan, Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah 2004-2014 di Provinsi Sumatera Utara

2. Data Luas Lahan, Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah 2004-2014 Menurut Kecamatan di kabupaten Mandailing Natal

3. Luas Panen dan Produksi Padi dan Palawija Menurut Jenis Tanaman tahun 2014

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

5. Data Petani Penggarap Berdasarkan Luas Lahan Garapan dengan sistem kerjasama dan bagi hasil

6. Kultur Teknis Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Musim Tanam Juli-Oktober 2015

7. Identitas Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal

8. Deskripsi Padi Varietas Ciherang dan Inpari Sidenuk

9. Jumlah Pemakaian Benih Petani Penggarap Di Desa Muara SiambaknKec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Musim Tanam Juli-Oktober 2015

10. Jumlah Pemakaian Pupuk Petani Penggarap Di Desa Muara SiambakKec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Musim Tanam Juli-Oktober 2015

11. Biaya Pupuk Yang Dibayarkan Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Per Musim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

12. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pengolahan Lahan Permusim Tanam di Desa Muara SiambakKec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Musim Tanam Juli-Oktober 2015

13. Pemakaian Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Kegiatan PengolahanLahan Permusim Tanam Di Desa

14. Pemakaian Tenaga Dalam Keluarga Pada Kegiatan Persemaian Per Musim Tanam Di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

15. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Penanaman Permusim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

16. Pemakaian Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Kegiatan Penanaman Permusim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

17. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pemupukan Permusim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober

18. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Penyiangan Dan Penyulaman Di Desa Muara Siambak Permusim Tanam Pada Musim Tanam Juli- Oktober 2015

19. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pengendalian HPT Di Desa Muara Siambak Permusim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

20. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pemanenan di Desa Muara Siambak Permusim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

21. Pemakaian Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Kegiatan Pemanenan Di Desa Muara Siambak Permusim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

22. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Perluas Lahan Per Musim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli- Oktober 2015

23. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Perhektar Per Musim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-

Oktober 2015

24. Data Penggunaan Pestisida Dan Biaya Penggunaan Pestisida Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Perluas Lahan dan Per-Hektar Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

25. Biaya Panen Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Perluas Lahan dan Perhektar Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

26. Biaya Angkut Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Perluas Lahan dan Perhektar Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

27. Biaya Irigasi Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Perluas Lahan dan Perhektar Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

28. Biaya Dibayarkan Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Perluas Lahan Pada Musim Tanam Juli- Oktober 2015

29. Biaya Dibayarkan Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Per-Hektar Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

30. Produksi, Penerimaan, dan Pendapatan Petani Penggarap Perluas Lahan Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

31. Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani Penggarap Per Hektar Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PENGGARAP PADA USAHATANI PADI SAWAH (Oryza sativa) DI DESA MUARA SIAMBAK KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem kerjasama dan bagi hasil pada usahatani padi sawah dan menganalisis pendapatan petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan data primer dan sekunder. Analisa data dilakukan secara deskriptif untuk tujuan pertama, yaitu: mendeskripsikan sistem kerjasama dan bagi hasil pada usahatani padi sawah dan secara kuantitatif untuk tujuan kedua, yaitu: untuk menganalisis pendapatan petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga bentuk sistem kerjasama dan bagi hasil antara petani penggarap dengan pemilik lahan, yaitu a) mardua (biaya ditanggung petani penggarap), b) mardua (biaya ditanggung bersama), dan marduaparlima (biaya ditanggung bersama). Hasil analisa pendapatan, rata-rata pendapatan petani penggarap sebesar Rp.5.752.079/Ha/MT dan rata-rata pendapatan petani penggarap perluas lahan sebesar Rp.1.720.637/Ha/MT. Pendapatan petani penggarap menurut sistem bagi hasil, yaitu sistem mardua (biaya ditanggung bersama) sebesar Rp.6.159.833/Ha/MT, sistem mardua (biaya ditanggung petani penggarap) sebesar Rp.5.898.302/Ha/MT dan sistem marduaparlima (biaya ditanggung bersama) sebesar Rp.3.611.235/Ha/MT. Saran yang diberikan adalah agar petani dapat mengikuti budidaya yang dianjurkan oleh PPL dan memperbaiki teknik budidaya yang dilakukan selama ini sehingga produksi padi dapat meningkat. Pemerintah beserta akademisi memberikan edukasi mengenai bagi hasil pertanian kepada pemilik lahan dan petani penggarap sehingga dalam praktik bagi hasil pertanian memberikan manfaat yang seharusnya bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan bagi hasil pertanian.

Kata kunci : usahatani, petani penggarap, bagi hasil, pendapatan

ANALYSIS OF TENANT FARMERS’ INCOME FROM RICE FARMING (Oryza sativa) IN VILLAGE OF MUARA SIAMBAK KOTANOPAN SUBDISTRICT OF MANDAILING NATAL DISTRICT

Abstract

This study was aimed at describing the system of cooperation and profit- sharing of rice farming, and analyzing the income of tenant farmers in the village of Muara Siambak Kotanopan Subdistrict of Mandailing Natal District. This study used survey method and collected primary and secondary data. The data were analyzed descriptively to describe the system of cooperation and profit-sharing of the rice farming, while quantitative analysis was applied to achieve the second objective of analyzing tenant farmers’ income in the village of Muara Siambak Kotanopan Subdistrict of Mandailing Natal District. The results showed that there were three forms of cooperation and profit-sharing systems existed between tenant farmers and landowners namely; a) Mardua (costs borne by tenant farmers), b) Mardua (costs were shared), and marduaparlima (costs were shared). Income analysis showed the average income of tenant farmers per cropping season was Rp. 5.752.079/Ha and the average income of tenant farmers for cultivated area per cropping season was Rp. 1.720.637. Income of tenant farmers for each cropping season from a) Mardua (costs were shared) profit sharing system was Rp. 6.159.833/Ha, b) Mardua (costs borne by tenant farmers) profit sharing system was Rp. 5.898.302/Ha, and c) marduaparlima (cost were shared) profit sharing system was Rp. 3.611.235/Ha. In order to increase farmers’ trincome and to get higher productivity the study suggested that farmers should be guided by extension worker to improve rice farming techniques. Local governments and academicians were expected to provide education about the profit-sharing in agriculture to the landowners and tenant farmers so in practical profit-sharing in agriculture would provide benefits to the parties involved.

Keywords: rice farming, tenant farmers, profit-sharing, income

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian

memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga kerja yang hidup atau bekerja disektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Dengan ciri perekonomian agraris, maka lahan pertanian merupakan faktor produksi yang sangat besar artinya bagi petani. Perbedaan penguasaan terhadap jumlah dan mutu lahan mengakibatkan perbedaan produksi dan pendapatan dalam sektor pertanian. Pendapatan yang diterima oleh petani menentukan pola konsumsi dan tabungan petani (Mubyarto, 1994:8).

Bagi bangsa Indonesia, tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan kekayaan Nasional. Sebagian besar rakyatnya menggantungkan hidup dan kehidupannya pada tanah, terutama bidang pertanian. Tanah dalam masyarakat agraris mempunyai kedudukan yang sangat penting sehingga harus diperhatikan peruntukkan dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, baik secara perorangan maupun gotong royong. Dinyatakan dalam pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 bahwa : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-b esar kemakmuran rakyat”.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak memberikan sumber kehidupan bagi rakyat Indonesia dan penting dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut diantaranya berkaitan dengan letak geografis dan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian, sehingga memungkinkan pengembangan sektor ini sebagai salah satu usaha dalam memacu pembangunan nasional. Salah satu sektor pertanian yang masih akan terus dikembangkan adalah tanaman pangan. Sektor pertanian ini diharapkan dapat berperan dalam penyediaan pangan terutama tanaman padi yang cukup bagi kehidupan masyarakat bangsa ini (Soekartawi, 2003:10).

Komoditas padi sawah adalah salah satu tanaman pangan yang sangat Komoditas padi sawah adalah salah satu tanaman pangan yang sangat

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian (ST2013) padi merupakan komoditas unggulan Sumatera Utara. Ini dapat dilihat dari perkembangan luas panen dan produksi padi di Sumatera Utara selama tahun 2004-2014 rata-rata mengalami kenaikan per tahun. Pada tahun 2004 produksi padi sawah sebesar 3.214.782 ton dan pada tahun 2014 mencapai 3.490.516 ton (lampiran 1) (Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2015).

Perkembangan luas lahan dan produksi padi sawah di Kabupaten Mandailing Natal dari tahun ke tahun secara umum mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 produksi sebesar 177.858,51 ton, menjadi 181.013 ton pada tahun 2014 (Lampiran 2) (Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, 2015).

Padi sawah di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, merupakan komoditas dengan produksi tertinggi, yaitu 8.003,94 ton pada tahun 2014 dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya, dengan luas panen 1.646,90 Ha (lampiran 3) dibandingkan dengan produksi tanaman pangan lainnya, seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai. Ini menunjukkan bahwa padi sawah merupakan usahatani yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat.

Menurut Mosher (1986:57), usahatani merupakan himpunan dari sumber- sumber alam yang ada di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian, seperti tubuh tanah, air, sinar matahari, bangunan yang didirikan diatas tanah tersebut dan sebagainya. Menurut Rachmat (2010:99), secara umum terdapat empat jenis struktur penguasaan lahan di Indonesia, yaitu (a) sistem sewa, (b) sistem gadai, (c) sistem sumbatan/gotong royong, dan (d) sistem sakap/bagi hasil. Pemilik tanah adalah orang yang yang mempunyai tanah pertanian yang karena keadaan tertentu menyerahkan pengerjaan tanah pertanian kepada orang lain. Petani penggarap adalah orang yang mengerjakan tanah pertanian orang lain dan Menurut Mosher (1986:57), usahatani merupakan himpunan dari sumber- sumber alam yang ada di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian, seperti tubuh tanah, air, sinar matahari, bangunan yang didirikan diatas tanah tersebut dan sebagainya. Menurut Rachmat (2010:99), secara umum terdapat empat jenis struktur penguasaan lahan di Indonesia, yaitu (a) sistem sewa, (b) sistem gadai, (c) sistem sumbatan/gotong royong, dan (d) sistem sakap/bagi hasil. Pemilik tanah adalah orang yang yang mempunyai tanah pertanian yang karena keadaan tertentu menyerahkan pengerjaan tanah pertanian kepada orang lain. Petani penggarap adalah orang yang mengerjakan tanah pertanian orang lain dan

Petani di dalam mengelola lahan usahataninya lebih menitikberatkan pertumbuhan pada tingkat kesesuaian lahan dan agroekosistem dengan komoditi yang akan diusahakan dan penekanan pada usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan semakin meningkatnya biaya kebutuhan hidup menuntut mereka untuk mempertimbangkan untung ruginya terhadap komoditi yang mereka usahakan untuk memperoleh pendapatan dalam berusahatani. Pendapatan adalah penerimaan bersih petani setelah dikurangi oleh pengeluaran petani selama kegiatan usatani. Oleh karenanya analisis usahatani di dalam setiap kegiatan usahatani merupakan bahan pertimbangan penting di dalam menetapkan suatu usaha (Jafar, 2003:66).

Seperti yang dikemukakan oleh Wiradi dan Makali (1984) dalam Winarso (2012:144) , bahwa hubungan antara besarnya pendapatan hasil usahatani dengan tingkat penguasaan lahan menunjukkan distribusi pendapatan yang dikaitkan dengan strata luas pemilikan tanah semakin besar luas tanah milik semakin besar pula pendapatan rata-rata rumah tangga. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki tanah luaslah yang mempunyai jangkauan lebih besar ke sumber non- pertanian.

Besarnya kontribusi pendapatan usahatani padi sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1) Adanya kontinyuitas usahatani sawah dengan pola tanam dua kali setahun, 2) Sistem pengairan sawah, sebagian besar adalah irigasi teknik sehingga memungkinkan tanaman padi lebih dominan dibanding tanaman lainnya,

3) Kesempatan untuk memperoleh pendapatan diluar sektor pertanian rendah Darwis (2008:12). Sementara itu menurut Darwis (2008:3) ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pendapatan petani, yaitu penguasaaan lahan, pemakaian benih berlabel dan penggunaan pupuk yang berimbang. Besarnya penguasaaan lahan akan berdampak langsung ke pendapatan usahatani, petani yang menguasai lahan yang besar tentunya akan mendapatkan pendapatan yang besar pula. Dengan kata lain, eksistensi lahan dapat digarap sebagai tumpuan dalam produksi usahatani yang dapat mendatangkan kesempatan kerja dan perolehan imbalan (pendapatan).

Usahatani dikatakan efektif bila petani produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang kuasai) sebaik-baiknya. Usahatani dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995:1). Komponen biaya di dalam usahatani senantiasa dievaluasi karena komponen biaya tersebut selalu berubah setiap saat. Perubahan penggunaan teknologi otomatis mengubah biaya produksi. Dengan demikian analisis usahatani harus secara terus menerus dilakukan agar diperoleh suatu hasil yang menguntungkan (Jafar, 2003:67).

B. Rumusan Masalah

Sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Kecamatan Kotanopan terutama subsektor tanaman pangan dan perkebunan. Komoditas utama pada subsektor tanaman pangan adalah padi sawah. Desa Muara Siambak merupakan salah satu desa di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang 93% penduduknya adalah petani (lampiran 4). Tanaman yang paling banyak diusahakan di desa ini adalah padi. Usahatani padi sawah yang diusahakan oleh petani merupakan usahatani subsisten, dimana semua hasil dari usahatani digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Petani di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan, merupakan petani yang melakukan dua kali tanam dalam setahun. Pada musim tanam satu, yaitu pada bulan Desember sampai bulan April. Musim tanam dua, yaitu pada bulan Juni sampai Oktober. Pada musim tanam satu, lahan diberakan (diistirahatkan) selama 1 bulan, yaitu bulan Mei. Sedangkan pada musim tanam dua, lahan diberakan (diistirahatkan) selama 2 bulan, yaitu bulan November dan Desember.

Sebagian besar petani di Desa Muara Siambak merupakan petani penggarap, yaitu petani yang mengusahakan tanah orang lain yang dalam mengusahakan lahan pertanian untuk usahatani padi sawah dengan sistem bagi hasil. Dalam tatanan pertanian pedesaan, secara garis besar sistem penguasaan lahan dapat diklasifikasikan statusnya menjadi hak milik, sewa, sakap (bagi hasil), dan gadai. Status hak milik adalah lahan yang dikuasai dan dimiliki oleh perorangan atau kelompok atau lembaga/organisasi. mengemukakan bahwa status sewa, sakap (bagi hasil), dan gadai adalah bentuk-bentuk penguasaan lahan Sebagian besar petani di Desa Muara Siambak merupakan petani penggarap, yaitu petani yang mengusahakan tanah orang lain yang dalam mengusahakan lahan pertanian untuk usahatani padi sawah dengan sistem bagi hasil. Dalam tatanan pertanian pedesaan, secara garis besar sistem penguasaan lahan dapat diklasifikasikan statusnya menjadi hak milik, sewa, sakap (bagi hasil), dan gadai. Status hak milik adalah lahan yang dikuasai dan dimiliki oleh perorangan atau kelompok atau lembaga/organisasi. mengemukakan bahwa status sewa, sakap (bagi hasil), dan gadai adalah bentuk-bentuk penguasaan lahan

Bagi hasil merupakan salah satu sarana tolong menolong bagi sesama manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pihak yang mempunyai lahan menyerahkan lahannya kepada pihak petani atau penggarap untuk diusahakan sebagai lahan yang menghasilkan, sehingga pihak pemilik lahan dapat menikmati dari hasil lahannya, dan petani yang sebelumnya tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam juga dapat berusaha serta dapat memperoleh hasil yang sama dari lahan tersebut.

Dalam bagi hasil pertanian sawah, bukan tanah yang menjadi tujuan utamanya, akan tetapi mengenai pekerjaan dan hasil dari tanah tersebut. Objek dari perjanjian bagi hasil pertanian sawah ini adalah hasil dari tanah tersebut, juga tenaga dari orang yang mengerjakannya, sedangkan subjek dari bagi hasil pertanian sawah adalah pemilik tanah dan penggarap sawah.

Dalam perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh petani penggarap dengan pemilik lahan di Desa Muara Siambak dilakukan berdasarkan dengan saling percaya, tidak memerlukan surat perjanjian antara petani penggarap dengan pemilik. Petani penggarap dengan pemilik bersama-sama dalam menentukan bagi hasil dan kemudian untuk pembagian bagi hasil dilakukan setelah musim panen.

Imbangan bagi hasil yang umumnya dilakukan antara petani penggarap dan pemilik lahan di Desa Muara Siambak adalah 50:50 (maro). Petani penggarap menggarap lahan mulai dari pengolahan tanah sampai dengan panen dan pemilik lahan berkontribusi tanah dan sarana produksi (bibit, pupuk, dan pestisida). Ketika panen, pemilik lahan datang secara langsung ke lahan yang digarap oleh petani penggarap. Sehingga pembagian hasil dilakukan secara langsung di lahan garapan.

Dalam sistem bagi hasil, resiko usahatani ditanggung oleh pemilik tanah dan penggarap. Ketika terjadi penurunan produksi saat panen yang diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit, maka dalam pembagian hasil panen adalah sesuai dengan jumlah produksi ketika panen dan perjanjian kerjasama antara petani penggarap dengan pemilik tanah yang telah disepakati sebelumnya. Resiko seperti ini merupakan kendala bagi petani karena dengan penurunan produksi, Dalam sistem bagi hasil, resiko usahatani ditanggung oleh pemilik tanah dan penggarap. Ketika terjadi penurunan produksi saat panen yang diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit, maka dalam pembagian hasil panen adalah sesuai dengan jumlah produksi ketika panen dan perjanjian kerjasama antara petani penggarap dengan pemilik tanah yang telah disepakati sebelumnya. Resiko seperti ini merupakan kendala bagi petani karena dengan penurunan produksi,

Petani di Desa Muara Siambak merupakan petani penggarap dengan luas lahan garapan yang relatif kecil, yaitu <0,5 ha (lampiran 5). Pada musim tanam petani hanya menanam padi, tidak ada melakukan melakukan tumpang sari atau pergiliran tanaman. Pada saat lahan diberakan (diistirahatkan), petani tidak ada yang memanfaatkan lahan garapannya. Sehingga selama masa pemberaan lahan sawah tersebut dibiarkan saja. Dengan melakukan tumpang sari dan pergiliran tanaman sesungguhnya akan menguntungkan bagi petani, seperti memutus siklus perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman, dan menjaga kesuburan tanah, sehingga petani dapat mengoptimalkan dalam pemanfaatan lahan garapannya yang akan meningkatkan produktivitas petani baik dari segi produktivitas lahan dan segi ekonomis, yaitu pendapatan petani. Perjanjian bagi hasil yang disepakati antara pemilik lahan dengan petani penggarap, tidak ada mencakup kesepakatan bagi petani untuk dapat menggarap lahan tersebut setelah masa panen.

Bagi petani penggarap kesempatan kerja dan peluang berusaha relatif lebih terbatas dibanding petani pemilik lahan. Setidaknya kesempatan kerja di usahatani, bagi petani yang menguasai lahan sumber pendapatan lain dapat dilakukan melalui beragamnya komoditas atau pola tanam yang diusahakan. Selain itu dengan lahan yang dikuasai petani pemilik lahan dapat melakukan akumulasi nilai tambah dari hasil usaha untuk kegiatan yang lebih beragam. Sementara itu pada petani penggarap di Desa Muara Siambak yang 93% penduduknya merupakan petani penggarap dengan modal utama tenaga kerja yang dimiliki maka peluang seperti yang dimiliki pemilik lahan kurang dapat diakses.

Pada petani penggarap yang berlahan sempit, mereka memiliki persediaan yang cukup dalam input tenaga kerja, khususnya tenaga kerja dalam keluarga. Karena lahan mereka sempit, mereka cukup menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk mengelola usahataninya. Tenaga kerja sebagai modal utama rumah tangga tani sebahagian besar besar sudah tercurahkan pada kegiatan pertanian, Pada petani penggarap yang berlahan sempit, mereka memiliki persediaan yang cukup dalam input tenaga kerja, khususnya tenaga kerja dalam keluarga. Karena lahan mereka sempit, mereka cukup menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk mengelola usahataninya. Tenaga kerja sebagai modal utama rumah tangga tani sebahagian besar besar sudah tercurahkan pada kegiatan pertanian,

Menurut Soekartawi (2006:32), adanya kewajiban-kewajiban dan kemungkinan keuntungan yang diterima oleh masing-masing pihak dalam hal status kepemilikan lahan tersebut menyebabkan adanya perbedaan motivasi petani dalam mengerjakan lahannya. Dalam hal upaya meningkatkan produksi misalnya, antara petani pemilik penggarap dengan petani penggarap dapat terjadi motivasi yang berbeda karena perbedaan sistem penguasaan lahan. Petani penggarap termotivasi untuk meningkatkan produksi. Karena tidak seluruh produksi akan dinikmati sendiri, karena harus berbagi dengan pemilik lahan. Oleh karena itu, petani penggarap berusaha untuk mengoptimalkan lahan yang digarapnya untuk memperoleh pendapatan dalam berusahatani. Seringkali perbedaan kepemilikan lahan petani mempunyai pengaruh penting terhadap hasil usahatani di suatu wilayah. Perbedaan kepemilikan lahan ini berhubungan erat dengan penggunaan masukan dan pendapatan yang diperoleh.

Mengingat pada umumnya petani penggarap di Desa Muara Siambak dalam mengolah lahan garapannya dengan sistem bagi hasil dan hasil yang didapatkan dari usahatani padi sawah adalah pemenuhan kebutuhan sehari-hari, bukan untuk tujuan komersial. Pendapatan padi sawah merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dibayarkan, dengan demikian dapat dilihat sejauh mana peranan usahatani padi sawah dengan sistem kerjasama dan bagi hasil terhadap pendapatan rumah tangga petani penggarap di Desa Muara Siambak.

Oleh karena itu, dengan mengkaji Analisis Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah di Desa Muara Siambak, Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandaliling Natal, peneliti ingin melihat bagaimana pelaksanaan perjanjian bagi hasil yang ada dan pendapatan petani penggarap dengan adanya sistem bagi hasil tersebut, maka muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem kerjasama dan bagi hasil antara pemilik lahan dengan petani penggarap Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal?

2. Seberapa besar pendapatan petani penggarap dengan sistem kerjasama dan bagi hasil?

C. Tujuan Penelitian Untuk menjawab rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah:

1. Mendeskripsikan sistem kerjasama dan bagi hasil pada usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

2. Menganalisis pendapatan petani penggarap dengan sistem kerjasama dan bagi hasil.

D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Hasil penelitian ini di harapkan dapat sebagai dasar guna penelitian selanjutnya dan untuk memberikan gambaran pelaksanaan perjanjian Bagi Hasil (tanah pertanian), dalam praktek serta memberikan sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan mengenai bagi hasil.

2. Sebagai informasi bagi petani untuk pengambilan keputusan dalam pelaksanaan bagi hasil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Padi Sawah

Klasifikasi botani padi sawah sebagai berikut: Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Divisi

: Spermatophyta (menghasilkan biji)

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae (berkeping satu/monokotil) Ordo

: Oryza Linn.

Spesies

: Oryza sativa L.

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dn subtropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zheijiang (Cina) dimulai pada 3.000 tahun SM (Purwono, 2013:9).

Terdapat 25 spesies Oryza. Jenis ini dikenal dengan O. sativa dengan dua subspesies. Pertama, yaponica (padi bulu) yang ditanam di daerah subtropis. Kedua, indica (padi cere) yang ditanam di Indonesia. Berdasarkan sistem budidaya, padi dibedakan menjadi dua tipe, yaitu padi kering (gogo) dan padi sawah. Daerah sentra produksi padi adalah Pulau Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan (Purwono, 2013:13).

B. Teknik Budidaya Padi Sawah

1. Penyiapan Lahan Waktu pengolahan tanah yang baik tidak kurang dari 4 minggu sebelum

penanaman. Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, garu, dan perataan. Sebelum diolah, lahan digenangi air terlebih dahulu sekitar 7 hari. Pada tanah ringan, pengolahan tanah cukup dengan 1 kali bajak dan 2 kali garu, lalu lakukan penanaman. Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, garu, dan perataan. Sebelum diolah, lahan digenangi air terlebih dahulu sekitar 7 hari. Pada tanah ringan, pengolahan tanah cukup dengan 1 kali bajak dan 2 kali garu, lalu lakukan

2. Pemilihan Benih Benih yang digunakan disarankan bersertifikat/berlabel biru. Pada setiap

musim tanam perlu adanya bergiliran varietas benih yang digunakan dengan memperhatikan ketahanan terhadap serangan wereng dan tungro (Purwono, 2013:17). Kebutuhan benih berkisar 20-25 kg/ha. sebelum disemai, benih direndam terlebih dahulu dalam larutan air garam (200 g garam per liter air) (Purwono, 2013:17).

3. Penyemaian Lahan penyemaian dibuat bersamaan dengan penyiapan lahan untuk

penanaman. Untuk luas tanam satu hektar, dibutuhkan lahan penyemaian seluas 500 m 2 . Pada lahan persemaian tersebut dibuat bedengan dengan lebar 1-1,25 m

dan pajangnya mengikuti panjang petakan untuk memudahkan penebaran benih. Setelah bedengan diratakan, benih disebarkan diatas bedengan. Selanjutnya, disebarkan sedikit sekam sisa penggilingan padi atau jerami di atas benih. Tujuannya untuk melindungi benih dari hujan dan burung (Purwono, 2013:19).

4. Cara tanam Saat penanaman, kondisi lahan dalam keadaaan tidak tergenang atau macam-

macak. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 15 cm atau jarak tanam jejer legowo 40 cm x 20 cm x 20 cm. Bibit yang ditanam berkisar 3 batang per lubang. Setelah tiga hari penanaman, air dimasukkan ke dalam lahan (Purwono, 2013:1).

5. Pemupukan Pupuk yang digunakan sebaiknya kombinasi antaa pupuk organik dan buatan.

Pupuk organik yang diberikan dapat berupa pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 2-5 ton/ha. Pupuk organik diberikan saat pembajakan/cangkul pertama (Purwono, 2013:19).

Dosis pupuk yang dianjurkan adalah 200 kg urea/ha, 75-100 kg SP-36, dan 75- 100 kg KCl/ha. Urea diberikan 2-3 kali, yaitu 14 HST, 30 HST, dan saat

14 H. Juka digunakan pupuk majemuk dengan perbandingan 15-1515, dosisnya 300 kg/ha. Penggunaan pupuk majemuk menguntungkan karena mengandung beberapa macam unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk majemuk diberikan setengan dodis pada saat berumur 14 HST, sisanya saat menjelang primordia bungan (50 HST) (Purwono, 2013:19).

6. Pemeliharaan Tanaman Pemberian air disesuaikan denga kebutuhan tanaman dengan mengatur

ketinggian genangan. Ketinggian genangan dalam petakan cukup 2-5 cm. Genangan air yang lebih tinggi akan mengurangi pembentukan anakan. Prinsip pemberian air adalah memberikan air pada saat yang tepat, jumlah yang cukup dan kualitas air yang baik (Purwono, 2013:20).

C. Panen dan Pasca Panen

1. Waktu dan Cara Panen Padi siap panen sekitar 30-40 hari setelah berbunga merata. Jika terlambat

memanen padi, akan mengakibatkan banyak biji yang tercecer atau busuk sehingga mengurangi produksi. Waktu panen yang baik pada pagi hari, saat embun sudah menguap. Selain itu, lahan sebainya juga dalam kondisi kering, tidak baah atau tergenang air. Oleh karena itu, 10 hari menjelang panen sebainya sawah dikeringkan. Tujuan lain pengeringan sawah, yaitu untuk menyerempakkan pematangan gabah (Purwono, 2013:26).

2. Perontokan Padi yang telah dikumpulkan kemudian dirontokkan. Perontokan merupakan

proses pemisahan bagian yang dimanfaatkan dari bagian yang tidk digunakan. Perontokannya dengan cara dibanting (gebot) atau dengan mesin perontok (thresher). Jika perontokan dilakukan dengan cara dibanting, padi dipanen dengan cara potong bawah. Namun, jika menggunakan thresher, sebaiknya padi dipanen dengan cara potong tengah atau atas (Purwono, 2013:27).

3. Pembersihan Pembersihan dilakukan dengan cara membuang benda-benda asing yang tidak

diinginkan seperti aun, batang tanah dan lain-lain. Tujuannya agar benda-benda tersebut tidak terampur dengan hasil panen (Purwono, 2013:28).

4. Pengeringan Gabah segera dikeringkan setelah dirontokan dengan kadar airnya 14%.

Tujuannya agar bahan dapat disimpan lebih lama tanpa ada penurunan mutu yang berarti. Produk tanaman pangan akan aman disimpan pada kadar air maksimum berkisar 9-14%. Biji biasanya dipanen saat kadar airnya masih tinggi (lebih dari 20%) (Purwono, 2013:28).

Pengeringan dapat dilakukan dengan cara dijemur atau dengan mesin pengering ( dryer ). Ketebalan hamparan gabah 5-7 cm. Adapun ketebalan gabah dalam mesin pengering tergantung kapasitas mesin. Penjemuran sebainya di atas alas tikar, anyaman bambu, atau lantai semen (Purwono, 2013:28).

5. Pengangkutan Pengangkutan adalah segala bentuk pemindahan bahan sejak panen hingga ke

tempat tujuan akhir. Untuk memudahkan pengangkutan dan mengurangi bahan tercecer, perlu pengepakan yang baik (Purwono, 2013:29).

6. Penyimpanan Penyimpanan adalah tempat bahan ditahan untuk sementara waktu dengan

berbagai tujuan. Tempat atau ruang yang akan digunakan sebagai ruang simpan perlu memenuhi persyaratan tertentu seperi bersih, dan kering, tidak lembab, dan bebas dari serangan hama penyakit gudang. Gabah yang aman disimpan selama 6 bulan adalah gabah yang berkadar air maksimum 14% dan kadar kotorannya maksimum 3% (Purwono, 2013:29).

D. Konsep Usahatani dan Manajemen Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang

mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan

Salah satu ukuran keberhasilan usahatani adalah pendapatan dan keuntungan. Produksi yang tinggi bukanlah satu-satunya hal yang penting, tetapi juga peningkatan pendapatan. Harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan sedangkan keuntungan dipengaruhi oleh pendapatan dan biaya yang dikeluarkan selama berusahatani (Mubyarto, 1986).

Pentingnya analisa usahatani dilakukan adalah mengingat umumnya petani tidak mempunyai catatan usahatani sedangkan informasi tentang keragaman atau usahatani yag dilihat dari berbagai aspek. Hal ini sangat penting karena tipe-tipe usahatani pada setiap skala usaha dan tiap lokas berbeda satu sama lainnya arena adanya perbedaan karakteristik yang dimiliki usahatani yang bersangkutan (Soekartawi dkk, 1995). Fungsi analisa ini penting sebagai salah satu dasar upaya peningkatan produksi dan pendapatan daerah, juga penting untuk menyusun peluang investasi (Warisno, 1998:81).

1. Tenaga Kerja Dalam Usahatani Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda

dengan tenaga kerja dalam usaha bidang lain yang bukan pertanian. Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir (1983) dalam Suratiyah, 2011:21) adalah sebagai berikut : a) Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan tidak merata, b) Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas, c) Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, da dispesialisasikan, d) Beranekaragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja kelarga dan tenaga kerja luar keluarga. Peranan anggota keluarga yang lain adalah sebagai tenaga kerja disamping juga sebagai tenaga luar yang diupah. Banyak sedikitnya tenaga luar yang dipergunakan tergantung pada dana yang tersedia untuk membiayai tenaga

2. Produksi Usahatani Produksi adalah total fisik yang diperoleh produsen dalam melakukan kegiatan

usahatani. Dalam memperoleh produksi yang maksimal, seorang petani akan mengalokasikan input dan faktor produksi seefisien mungkin guna tercapainya keuntungan yang maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan maam tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma dan sebagainya. (2) Faktor soial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resio ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit dan sebagainya (Soekartawi: 1995:4).

3. Biaya Usahatani Biaya usahatani merupakan nilai semua korbanan ekonomi yang diperlukan

dan dapat diukur ataupun diperkirakan untuk menghasilkan suatu produk. Petani sebagai pelaksana mengharap produksi yang lebih besar lagi agar memperolehpendapatan yang besar pula. Untuk itu, petani menggunakan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Adakalanya produksi yang diperoleh lebih besar (Suratiyah, 2011:60).

Fator-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangatlah kompleks. Namun demikian, faktor tersebut dapat dibagi ke dalam dua golongan sebagai berikut: (1) Faktor internal , seperti umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan, modal. Faktor eksternal seperti, ketersediaan input, harga input, permintaan output, harga output . (2) faktor manajemen (Suratiyah, 2011:67).

Menurut Soekartawi (1995:56) biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) Biaya tetap ( fixed cost ), biaya ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya pajak. (2) Biaya tidak tetap ( variabel cost ) biassanya didefinisikan sebagai biaya yang besar Menurut Soekartawi (1995:56) biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) Biaya tetap ( fixed cost ), biaya ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya pajak. (2) Biaya tidak tetap ( variabel cost ) biassanya didefinisikan sebagai biaya yang besar

4. Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

harga jual. Penerimaan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

TR = (Py.Y) (Suratiyah, 2011:61)

Dimana: TR = Total Penerimaan (Rp/ha/MT) Py = Jumlah Produksi (Kg/ha/MT) Y = Harga Jual (Rp/kg)

5. Pendapatan Usahatani Pendapatan terdiri dari pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Menurut

Soekartawi (1995) pendapatan kotor usahatani ( gross farm income ) didefinisikan sebagai nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual atau yang tidak dijual. Pendapatan bersih ( net farm income ) didefinisikan sebagai selisih pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Untuk meningkatkan pendapatan pendapatan petani, diperlukan beberapa syarat antara lain: (1) Penggunaan tenaga kerja yang intensif, (2) Keterampilan yang memadai, (3) Peralatan dan sarana produksi yang memadai, (4) Perbaikan sistem pemasaran hasil pertanian. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang dibayarkan. Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pd = TR – Bt (Soekartawi, 1995:58)

Dimana: Pd = Pendapatan usahatani (Rp/ha/MT) TR = Total penerimaan (Rp/ha/MT) Bt = Biaya yang dibayarkan (Rp/ha/MT)

6. Keuntungan Usahatani Keuntungan petani atau pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan

dengan biaya total. Biaya total adalah seluruh biaya yang digunakan dalam berproduksi dari biaya yang dibayarkan, biaya yang diperhitungkan.

K = (Xi.Hx) – (BT)

(Soekartawi, 1995:60)

K = Keuntungan usahatani padi sawah (Rp/ha/MT) Xi = Jumlah produksi (Kg/ha/MT) Hx = Harga jual (Rp/kg/MT) BT = Biaya total (Rp/kg/MT)

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisisr, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari usahanya (Hernanto, 1993).

Sejalan dengan majunya pertanian, para petani lebih banyak lagi mengembangkan kemampuannya dalam mengelola usahataninya. Ia harus menentukan apakah ia akan membeli benih tunggal, pupuk, pestisida, atau alat baru serta apakah perlu menambah tenaga kerja untuk pekerjaan di lapangan (Mosher, 1973).

Menentukan Hernanto (1993), untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil maka pemahaman terhadap prinsip teknik dan prinsip ekonomi menjadi syarat bagi seorang pengelola. Pemahaman prinsip teknik meliputi: (a) perilaku cabang usaha yang diputuskan, (b) perkembangan teknologi, (c) tingkat teknologi yang dikuasai, (d) daya dukung faktor yang dikuasai, (e) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Pemahaman prinsip ekonomi meliputi (a) penentuan perkembangan harga, (b) kombinasi cabang usaha, (c) pemasaran hasil, (d) pembiayaan usahatani, (e) pengelolaan modal dan pendapatan, (f) ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim. Perpaduan kedua prinsip itu tercermin dari keputusan yang diambil, agar resiko tidak menjadi tanggungan pengelola.

petani, umur, lingkungan sosial, perubahan serta pendidikan dan pengalaman petani.

E. Klasifikasi Petani

Petani adalah orang yang mengusahakan/mengelola usaha pertanian baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan. Petani tanaman dapat merupakan petani pemilik atau petani penggarap sesuai dengan yang dikemukakan Patong (1986) dalam (Hamidah, 2014:14) tentang klasifikasi petani :

1. Petani pemilik Petani pemilik ialah golongan petani yang memiliki tanah dan ia pulalah yang