Air Minum dan Sanitasi!
Air Minum dan Sanitasi!
Oleh Nugroho Tri Utomo mencari jalan sendiri untuk memenuhi kebutuhannya - telah membuat perhatian pemerintah terhadap
S 400 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang menjadi Rp. 5000 per tahun. Namun ini masih cukup
anitasi di Indonesia belum bisa dibanggakan. pembangunan sanitasi tidak sehebat sektor lainnya. Untuk cakupan layanan air limbah domestik
Selama 1970-1999, total investasi pemerintah pusat sebesar 51,9 persen penduduk pada 2010,
dan daerah untuk sanitasi hanya mencapai Rp. 200 per di kawasan Asia Indonesia cuma lebih
kapita per tahun. Angka ini memang meningkat selama baik dari Laos dan Timor Leste. Kondisi
2000-2004 menjadi Rp. 2.000. Kita bersyukur lima tahun pengelolaan persampahan juga masih buram. Dari lebih
terakhir investasi per kapita sanitasi ini terus ditingkatkan
ada, kurang dari 10 yang sudah ramah lingkungan - jauh dari kebutuhan ideal yang diperkirakan mencapai Rp. umumnya menggunakan sanitary landill. Sisanya masih
47.000 per kapita per tahun (studi Bappenas, 2008). menggunakan pembuangan terbuka (open dumping).
Angka investasi di atas memang baru yang berasal Padahal UU18/2008 tentang Pengelolaan Sampah
dari pemerintah, terutama pemerintah pusat. Padahal memandatkan batas waktu 2013 untuk tidak lagi
sanitasi seharusnya bukan hanya urusan pemerintah menggunakan sistem pembuangan terbuka ini. Untuk
saja. Sanitasi urusan sehari-hari. Tidak seorang pun meningkatkan sistem drainase lingkungan juga masih
yang tidak melakukan aktifitas sanitasi setiap harinya, perlu kerja keras. Masih 22.500 hektare kawasan strategis
mulai dari membuang limbah manusia, menghasilkan di 100 perkotaan yang sering tergenang bila hujan yang
dan membuang sampah, serta melengkapi rumah atau harus ditangani sampai 2014.
huniannya dengan saluran air hujan atau drainase - Kondisi di atas tidak lepas dari sejarah panjang
betapapun sederhananya.
rendahnya kesadaran kolektif akan pentingnya Faktanya, setiap harinya masih ada 70 juta orang pembangunan sanitasi di negeri ini. Anggapan bahwa
di Indonesia yang melakukan praktik buang air besar sanitasi adalah masalah pribadi - sehingga
sembarangan (Riskesdas 2009). Akibatnya sekitar 14.000
masyarakat pasti akan
ton tinja (lebih berat dari 4.500 gajah Sumatera) dan
Edisi III, 2010
176.000 meter kubik air seni (setara dengan 70 kolam betul harusnya akan mengurangi laju pertumbuhan renang ukuran olimpiade) setiap harinya mencemari
ekonomi. Ironis memang kalau kita harus kehilangan saluran air, sungai, pantai, danau, tanah kosong, dan
Rp58 triliun per tahun karena kita memilih untuk tidak lain-lain. Tidak heran seluruh sungai di Jawa dan 70
mengalokasikan Rp11,2 triliun per tahun. persen di Indonesia kualitas airnya tidak lagi memenuhi
Kedua: Efek luar biasa peningkatan sanitasi pada syarat yang ditetapkan Kementerian Kesehatan untuk
kesehatan, pendidikan dan produktifitas. WHO digunakan sebagai sumber air minum. Akibatnya PDAM
memperkirakan bahwa kondisi dan perilaku sanitasi di Indonesia harus mengeluarkan biaya ekstra sampai
yang baik dan perbaikan kualitas air minum dapat
25 persen untuk mengolahnya menjadi air yang layak menurunkan kasus diare sampai 94 persen. Artinya minum.
jumlah hari tidak masuk sekolah bisa berkurang 8 Tidak heran pula kalau berbagai penelitian telah
hari pertahun yang tentunya akan bermanfaat bagi menemukan bakteri e-coli pada sekitar 75 persen air
perkembangan pengajaran dan pendidikan. Jumlah hari sumur dangkal di kota-kota besar di Indonesia. Artinya
produktif dapat meningkat sampai dengan 17 persen sudah tercemar oleh air tinja manusia. Bisa karena
yang berarti tambahan kesempatan untuk meningkatkan rembesan tangki septik, baik karena letaknya terlalu
pendapatan juga.
dekat ke sumur atau karena memang bocor. Tidak heran jika kasus diare saat ini masih mencapai 411 per 1.000 penduduk (Survei Morbiditas Diare Kemkes, 2010).
Daftar sebab akibat di atas bisa lebih panjang lagi. Rendahnya pelayanan sampah dan buruknya PHBS (perilaku Hidup Bersih dan Sehat) menyebabkan tumpukan sampah yang dipenuhi lalat, yang bukan hanya buruk secara estetik tapi juga menambah resiko penyebaran penyakit. Belum lagi kalau menyumbat saluran drainase. Banjir dan genangan akan lebih sering terjadi dan pastinya kerugian ekonomi cukup tinggi.
Ringkasnya, untuk urusan sanitasi setiap orang berbuat, terlibat, dan terkena akibat. Jadi perlu bersepakat.
Kita perlu bersepakat bahwa Sanitasi adalah urusan bersama. Kebutuhan pembangunan sanitasi 5 tahun
POKJA
kedepan mencapai Rp. 56 triliun. Alokasi pemerintah pusat baru mencapai Rp. 14,6 triliun. Masih jauh dari
Ketiga: Membantu menurunkan kemiskinan. Akibat mencukupi. Untuk pemerintah daerah, sekalipun sudah
buruknya sanitasi, rata-rata keluarga di Indonesia harus menjadi salah satu urusan wajibnya, umumnya baru
menanggung Rp1,25 juta setiap tahunnya. Suatu jumlah mengalokasikan kurang dari 1 persen APBD-nya untuk
yang akan sangat berarti bagi keluarga miskin. Biaya- pembangunan sanitasi. Kelompok masyarakat, dunia
biaya tersebut mencakup biaya berobat, biaya perawatan usaha, bahkan rumah tangga sendiri juga perlu untuk
rumah sakit, hilangnya opportunity cost ataupun dimobilisasi perannya dalam pembagunan sanitasi.
pendapatan harian akibat menderita sakit atau harus Semua pihak perlu diajak untuk meningkatkan
menunggui dan merawat anggota keluarga yang sakit. investasi sanitasinya. Mengapa? Karena investasi sanitasi
Semakin sehat dan produktif seseorang, semakin besar itu penting dan sangat menguntungkan. Berikut beberapa kemungkinan untuk terbebas dari kemiskinan. alasan:
Keempat: Manfaat yang berlipat. Beberapa penelitian Pertama: Menghindari pertumbuhan ekonomi semu.
empiris di Indonesia menunjukkan bahwa leverage factor Studi yang dilakukan WSP bersama Bappenas (2008)
untuk investasi sanitasi mencapai 8 sampai 11. Artinya menyimpulkan bahwa akibat sanitasi buruk, kerugian
setiap Rp. 1 investasi sanitasi akan mendatangkan ekonomi negeri ini mencapai Rp58 triliun setiap
manfaat sebesar Rp. 8 sampai Rp. 11. Pengalaman tahunnya. Ini setara dengan 2,1 persen Produk Domestik
pembangunan Sanitasi Total Berbasis Regional Bruto saat itu yang kalau mau dihitung
Masyarakat (STBM) di
Wacana
Jawa Timur selama 2008-2010 bahkan menunjukkan Walikota dan Bupati yang terlibat telah membentuk suatu bahwa setiap Rp. 1 yang dikeluarkan untuk memicu dan
Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI) memampukan masyarakat telah berhasil menggerakkan
dan secara aktif mempromosikan kepada masyarakat investasi sanitasi dari masyarakat sendiri sampai sebesar
dan kepala daerah lain akan pentingnya pembangunan Rp. 35. Makin jelas bahwa pembangunan sanitasi itu
sanitasi. Investasi sanitasi Kota/Kab. yang telah terlibat investasi, bukannya membebani.
dalam PPSP juga telah meningkat 2,5 - 10 kali lipat Kelima: Mencegah selalu lebih murah dari mengobati. seperti tercantum pada anggaran sanitasi di APBD Bank Pembangunan Asia (2009) menyatakan bahwa
mereka. Minat untuk bergabung dengan PPSP juga terus kalau kita gagal menginvestasikan US$ 1 untuk
meningkat. Hingga 2014, diharapkan paling tidak 330 menangani sanitasi sehingga sungai kita tercemar, untuk
Kota/Kab. akan bergabung.
memulihkannya akan dibutuhkan biaya sebesar US$36. Ketujuh: Peduli sanitasi, dicintai masyarakat. Di Sanitasi adalah upaya pencegahan masalahan kesehatan
era politik seperti sekarang, dimana setiap pemilih dan kerugian ekonomi yang sangat efektif. Beberapa
punya satu suara, jangan dikira perhatian terhadap Kota/Kab. di Indonesia juga telah membuktikan bahwa
sanitasi tidak punya nilai politis. Sanitasi adalah urusan investasi sanitasi diwilayahnya ternyata bisa menghasilkan keseharian masyarakat. Memperhatikan sanitasi berarti penghematan pengeluaran dana pengobatan masyarakat
memperhatikan hajat hidup masyarakat, Tanyakan saja dan asuransi kesehatan keluarga miskin yang lebih besar
pada Walikota Payakumbuh atau mantan Walikota Blitar lagi.
yang pernah dengan bangga bercerita:” Saya ini terpilih Keenam: Percepatan pembangunan sanitasi sedang
untuk untuk kedua kalinya karena sanitasi!” menjadi tren. Pemerintah telah mencanangkan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman
Penulis adalah Direktur Permukiman dan Perumahan (PPSP) 2010-2014. Hingga saat ini 63 Kota/Kab.
Bappenas. Artikel ini merupakan opini pribadi dan telah telah mengikuti program tersebut. Yang menarik, para
dimuat di Harian Jurnal Nasional beberapa waktu lalu.
POKJA
W Edisi III, 2010