TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Intake Kalori

2.3.1 Sumber Intake Kalori

Kebutuhan energi untuk aktivitas fisik dan proses metabolisme di dalam tubuh manusia dipenuhi dari 3 sumber intake kalori yaitu karbohidrat (40-60%), lipid (terutama triasilgliserol, 30-40%), dan protein (10-15%). Kalori dari asupan Kebutuhan energi untuk aktivitas fisik dan proses metabolisme di dalam tubuh manusia dipenuhi dari 3 sumber intake kalori yaitu karbohidrat (40-60%), lipid (terutama triasilgliserol, 30-40%), dan protein (10-15%). Kalori dari asupan

lipogenesis

Karbohidrat Protein

Lemak

pencernaan & penyerapan glikogenolisis

Glukosa

Asam Amino

Asam Lemak + Gliserol

glikogenesis

glikolisis deaminasi oksidasi β lipolisis esterifikasi

Glikogen

Asetil Ko-A

Triasilgliserol

Disimpan di

Siklus

Disimpan di

Hati dan Otot Asam Sitrat

Jaringan Adiposa

2CO 2

H 2 ATP

Gambar 2.2 Metabolisme Zat Penghasil Kalori

Sumber : Biokimia Harper, hal. 140

2.3.2 Faktor yang Memengaruhi Intake Kalori

Intake kalori berkaitan erat dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya kebiasaan makan, yakni (Sulistyoningsih dan Hariyani 2011) :

1. Faktor ekonomi Variabel ekonomi yang mempengaruhi konsumsi makanan ialah pendapatan keluarga dan harga. Jumlah pendapatan akan mempengaruhi daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas. Namun, apabila tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang baik, maka perilaku sangat konsumtif akan terlihat dalam pola makannya sehari-hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan kepada pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan siap santap ( fast food ) telah meningkat tajam terutama di kalangan generasi muda dan kelompok masyarakat menengah ke atas.

2. Faktor sosial budaya Kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah makanan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologisnya, termasuk kebutuhan pangan.

3. Faktor agama Misalnya dalam agama islam, konsep halal dan haram akan mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.

4. Faktor pendidikan Pendidikan dikaitkan dengan pengetahuan yang akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Pada orang yang berpendidikan rendah, porsi bahan makanan sumber karbohidrat cenderung lebih banyak dibandingkan kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, kelompok orang dengan pendidikan tinggi akan memilih bahan makanan dengan proporsi yang seimbang.

5. Faktor lingkungan Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi makanan melalui media cetak dan media elektronik.

2.3.3 Pola Makan Sesuai Konsep Gizi Seimbang

Pola makan seimbang adalah konsumsi makanan berupa karbohidrat, protein hewani dan nabati, lemak, serta vitamin dan mineral yang memenuhi kualitas (mutu) dan kuantitas (jumlah) yang dianjurkan (Arvianti, 2009).

Pedoman umum gizi seimbang harus diaplikasikan dalam penyajian hidangan yang memenuhi syarat gizi yang dikenal dengan menu seimbang. Menu adalah rangkaian beberapa macam hidangan atau masakan yang disajikan atau dihidangkan untuk seseorang atau sekelompok orang untuk setiap kali makan, yaitu dapat berupa hidangan pagi, siang, dan malam. Hidangan dalam satu hari idealnya terdiri dari tiga kali makan utama dan dua kali makan selingan atau snack (Sulistiyoningsih dan Hariyani, 2011).

Departemen Kesehatan RI (2006) mengeluarkan pedoman praktis untuk mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan tertuang dalam 13 pesan dasar sebagai berikut:

- Makanlah aneka ragam makanan - Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi - Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi - Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat kebutuhan energi - Gunakan garam beryodium - Makanlah makanan sumber zat besi - Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan dan tambahkan Makanan

Pendamping ASI sesudahnya - Biasakan makan pagi - Minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya - Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur - Hindari minuman beralkohol - Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan - Bacalah label pada makanan yang dikemas

2.4 Aktivitas Fisik

2.4.1 Pengertian Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang menghasilkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010).

2.4.2 Klasifikasi Aktivitas Fisik

Ada 3 klasifikasi aktivitas fisik menurut WHO (WHO GPAQ, 2012; WHO STEPS, 2012 ):

- Aktivitas fisik berat Aktivitas fisik berat adalah melakukan kegiatan fisik secara terus menerus minimal 10 menit sampai meningkatnya denyut nadi dan napas lebih cepat dari biasanya (misalnya menimba air, mendaki gunung, lari cepat, menebang pohon, mencangkul, dll) selama minimal tiga hari dalam satu minggu dan total waktu beraktivitas ≥1500 MET minute . MET minute aktivitas fisik berat adalah lamanya waktu (menit) melakukan aktivitas dalam satu minggu dikalikan bobot sebesar 8 kalori.

- Aktivitas fisik sedang Aktivitas fisik sedang dapat berupa menyapu, mengepel, dll, minimal lima hari atau lebih dengan total lamanya beraktivitas 150 menit dalam satu minggu.

- Aktivitas fisik ringan Selain yang disebutkan dalam aktivitas fisik berat dan sedang, digolongkan sebagai aktivitas fisik ringan.

Contoh klasifikasi pembagian aktivitas fisik (Statistik Kesehatan, 2004) : Tabel 2.6 Klasifikasi Aktivitas Fisik

Aktivitas Fisik Aktivitas Fisik

Aktivitas Fisik 2,5-4,9 kkal/menit Berjalan kaki, tenis meja, golf, mengetik, Ringan

membersihkan kamar, berbelanja Aktivitas Fisik

Bersepeda, ski, menari, tennis, menaiki Sedang

5-7,4 kkal/menit

tangga Aktivitas Fisik

Basket, sepak bola, berenang, angkat Berat

7,5-12 kkal/menit

beban

Sumber : Statistik Kesehatan Republik Indonesia 2004

Kriteria aktivitas fisik ‘aktif’ adalah individu yang melakukan aktivitas fisik berat atau sedang atau keduanya, sedangkan kriteria 'kurang aktif' adalah

individu yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang ataupun berat (Riskesdas 2013).

Ketepatan porsi intensitas fisik dapat diukur dengan menghitung detak nadi pada saat beraktivitas. Rumus yang digunakan adalah :

Denyut Nadi Maksimum = 220 – Usia (dalam Tahun)

Setelah didapatkan denyut nadi maksimum, selanjutnya dihitung persentase nya dibandingkan dengan denyut nadi saat melakukan aktivitas fisik. Idealnya persentase denyut nadi saat melakukan aktivitas fisik adalah 72-87% dari denyut nadi maksimum. Angka ini disebut zona sasaran. Jika persentase tersebut kurang dari 70%, maka manfaatnya akan terasa kurang maksimal. Sebaliknya, jika intensitas denyut nadi saat aktivitas fisik melebihi 85 %, maka dapat menimbulkan kerugian pada tubuh.

Zona sasaran (intensitas 72-87%) hendaknya dipertahankan selama 25 menit setiap melakukan aktifitas fisik untuk mendapatkan efek yang lebih baik. Namun terlalu memaksakan aktivitas fisik juga tidak baik karena dapat berdampak buruk bagi tubuh. Frekuensi aktivitas fisik yang dianjurkan adalah tiga kali dalam seminggu (Arvianti, 2009).