Pemikiran dan aktivitas dakwah Habib Muhammad Al-Athas

(1)

PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH

HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Muhamad Irfan

NIM: 104051001753

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/2008 M


(2)

PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH

HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I)

Oleh : Muhamad Irfan Nim : 104051001753

Di bawah Bimbingan

Dr. H.M. Idris Abdul Shomad, MA. NIP: 150311326

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “ PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 18 September 2008 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Sekretaris Merangkap Anggota Anggota

Dr. Murodi, M.A Umi Musyarofah, M.A NIP: 150254102 NIP: 150281980

Anggota,

Penguji I Penguji II

Dr. Arief Subhan, M.A Dra. Armawati Arbi, M.Si NIP: 150262442 NIP: 1502546288

Pembimbing,

Dr. H.M. Idris Abdul Shomad, M.A NIP: 150311326


(4)

ABSTRAK Muhamad Irfan

Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas

Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan hadits, saling mengingatkan pada kebenaran dan menasehati dalam kesabaran, selain itu dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bernilai ibadah untuk membina atau membentuk masyarakat melalui ajaran agama yang islami, melalui pesan-pesan agama sehingga berubah menjadi masyarakat yang islami. Ketika Islam menyinggung aspek pemikiran, bukan berarti ia memasung potensi akal pikiran, namun mengarahkan dan membimbingnya menuju hidup yang maslahat. Bagaimana berpikir islami, adalah upaya menjelaskan hakikat, rambu-rambu, dan arah berpikir, agar sesuai dengan kaidah ilmiah obyektif, dan itu berarti sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Habib Muhammad al-Athas adalah sosok da’i yang memiliki tekad, mental, serta kesabaran yang kuat untuk berdakwah. Cacat fisik yang melumpuhkan kedua kakinya bagi Habib Muhammad al-Athas bukan sebuah halangan untuk berdakwah. Kegigihan dan semangatnya dalam menegakkan kalimat Allah pantas dijadikan sebuah teladan.

Penulis membatasi masalah pada bahasan pemikiran aktivitas dan Habib Muhammad al-Athas dalam memerankan dakwah Islam di Indonesia. Dari batasan tersebut penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut : Bagaimana aktivitas dakwah Habib Muhammad al-Athas?, Apa dan bagaimana pemikiran dakwah dalam pandangan Habib Muhammad al-Athas?.

Metode yang digunakan ialah dengan metode deskriptif analitik dengan mencoba memaparkan atau menggambarkan tentang Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas. Penelitian ini mengambil sumber data dari hasil penelitian kepustakaan (library research), observasi, dan wawancara.

Dakwah Habib Muhammad al-Athas adalah dakwah yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, santun, moderat, yang kesemuanya itu dilakukannya melalui berbagai media sebagai wadah untuk menyampaikan pemikirannya.


(5)

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Srata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Oktober 2008


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya yang begitu besar bagi seluruh makhluk. Hanya rasa syukur yang terucap dalam hati dan lisan penulis ucapkan saat ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan penuh kelapangan, kemudahan, kesabaran yang Allah berikan kepada penulis.

Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada kerinduan alam dan kerinduan hati ini. Manusia yang dimuliakan oleh Yang Maha Mulia, manusia besar yang dibesarkan oleh Yang Maha Besar. Yaitu Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan pengikut setia beliau, yang dengan pengorbanan dan ketulusan hatinya membantu membukakan jalan pengetahuan bagi umat manusia.

Skripsi ini adalah sebuah penelitian tentang “Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas”, penulis sadar bahwa banyak sekali kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menyusun skripsi ini. Tetapi berkat kasih sayang Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menghaturkan terimakasih banyak kepada :

1. Bapak Dr. H. Murodi, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

2. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A., Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pembimbing Kuliah Kerja Sosial (KKS) Desa Sasak Panjang Kec. Tajurhalang Kab. Bogor 22 Juli – 25 Agustus 2007.


(7)

3. Ibu Umi Musyarofah, M.A., Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah, yang telah banyak membantu penulis, terutama dalam konsultasi masalah nilai.

4. Bapak Dr. H.M. Idris Abdul Shomad, MA., sebagai pembimbing dalam skripsi ini. Terimakasih atas segala bimbingan dan saran-sarannya yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasannya membimbing penulis. Di tengah kesibukannya, beliau selalu meluangkan waktunya untuk membimbing Penulis sehingga terselesainya skripsi ini.

5. Kepada dewan penguji sidang skripsi Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku penguji I serta Ibu Dra. Armawati Arbi, M.Si selaku penguji II yang bersedia memberikan tanggapan, koreksi, dan penilaian terhadap skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terimakasih atas pemberian bekal ilmu kepada penulis. Semoga ilmu yang telah Bapak/Ibu berikan bermanfaat dan menjadi bekal bagi penulis.

7. Segenap karyawan TU Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu Penulis dalam hal administrasi. 8. Kepada Habib Muhammad bin Abdurrahman al-Athas penulis berikan rasa

hormat dan ta’zimnya, yang dengan penuh keterbukaan menerima penulis di Pondok Pesantren Ainurrahmah yang penuh dengan kedisiplinan dan penuh akan pengetahuan umum dan agama serta rela meluangkan waktu untuk wawancara di tengah aktivitasnya.


(8)

9. Yang mudah-mudahan Allah mulyakan buat Ayahanda Elif Syarifudin dan Ibunda Aan Komariah dan tak lupa pula kepada Ummi Titin beserta keluarga besar Alm. H. Suhanta yang tak terhitung pengorbanan dan perjuangannya, baik materil maupun spiritual, serta do’anya yang tulus dan tanpa pamrih. Inilah yang membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Buat Kakakku : Iis dan Irma serta adikku : Muhamad Subki, Dede, Andi Wijaya, Kamaludin, Resti, terimakasih atas do’a dan dukungannya terimakasih atas segala dukungan dan motivasinya.

11.Sahabat-sahabatku yang terbaik : Habib Ali Alaydrus, Habib Baghir Alaydrus, Habib Muchsin Alaydrus, Habib Isa al-Madihi, Habib Abu Bakar al-Athas, Habib Rifki al-Athas, Budi Sucipto, Haris Hasyim, Samsuri, Budi, Tatang Suhendar, Acep, Achmad Taufiq, Burhan, Rudi Rahayu dan juga kepada seluruh Alumni pondok pesantren Ainurrahmah yang telah membantu do’anya semoga kekompakan serta persahabatan akan selalu terjaga, terimakasih atas semuanya.

12.Seluruh sahabat-sahabat jurusan KPI A 2004 : M. Rico Zulkarnain, Ukasah, Noviadi Firdausil Ula, Idrus, Ahmad Fuad, Agus, Ade Sodikin, Ahmad Anwar Sadad, Adi Marsaidi, Jainuri, Budi Santoso, Chaerul Miftah, Miftahul Huda, Abd, Rosyid, Nurtaslim serta untuk semuanya yang tidak disebutkan secara keseluruhan yang telah banyak mengibur dan tukar pengalaman dalam wawasan ilmu pengetahuan untuk semua terimakasih.


(9)

13.Untuk semua pihak yang telah membantu dalam skripsi ini, yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan, hal ini disebabkan karena karena kemampuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas. Harapan penulis, apa yang menjadi ulasan dan kajian dalam penulisan skripsi ini menjadi bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri semoga semua bantuan dan jasa baik dari semua menjadi amal shaleh di sisi-Nya, dan mudah-mudahan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 18 Oktober 2008


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………..i

LEMBAR PERNYATAAN ………..ii

KATA PENGANTAR ………..iii

DAFTAR ISI ………...vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...6

D. Metodologi Penelitian ...7

E. Tinjauan Pustaka ...9

F. Sistematika Penulisan ...10

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Da’i Sebagai Komunikator ...12

1. Intrinsic Ethos ...13

2. Prior Ethos ...13

3. Ethos ...14

B. Pesan Dakwah Seorang Da’i ...15

1. Struktur Pesan ...15

2. Imbauan Pesan ...16

C. Saluran Dakwah Seorang Da’i ...18


(11)

E. Efek Dakwah Seorang Da’i ...20

1. Kognitif ...21

2. Afektif ...22

3. Behaviour ...22

F. Pengertian Dakwah ...23

1. Arti Etimologis dan Terminologis ...23

2. Da’i dan Metode Dakwah ...27

G. Pengertian Aktivitas ...36

1. Arti Etimologis dan Terminologis ...36

2. Makna Aktivitas Dakwah ...37

H. Pengertian Pemikiran ...39

1. Arti Etimologis dan Terminologis ...39

2. Makna Pemikiran Dakwah ………....41

D. Pengertian Habib ……….45

1. Arti Etimologis dan Terminologis ………45

2. Tipologi Habib ………..48

BAB III PROFIL HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS A. Kelahiran dan Latar Belakang Pendidikan Habib Muhammad al-Athas ...59

B. Pendidikan dan Guru-guru Habib Muhammad al-Athas ...68


(12)

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS TENTANG DAKWAH DAN PEMIKIRANNYA

A. Pemikiran Dakwah Habib Muhammad al-Athas ...74

1. Da’i ...74

2. Pesan ...78

3. Mad’u ………....80

4. Efek Dakwah ………...………..84

B. Pelaksanaan Dakwah ...85

1. Habib Sebagai Komunikator ...85

2. Saluran Dakwah ...86

C. Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas ...90

1. Pengajian Rutin ...90

2. Hari-hari Besar Islam ...91

3. Bidang Sosial ...93

4. Bidang Pendidikan ...94

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...97

B. Saran ...99

DAFTAR PUSTAKA ...100 LAMPIRAN


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dakwah Islam adalah suatu cara bagaimana menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam kepada seluruh umat manusia dan mengajak mereka untuk berkomitmen kepada Islam pada setiap kondisi dan di mana pun berada, dengan sarana tertentu untuk tujuan tertentu.

Dakwah adalah suatu kewajiban bagi setiap umat Islam yang beriman kepada Allah, baik bagi sekelompok orang maupun bagi setiap individu yang mengerti, memahami bahkan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Dengan kata lain mereka yang benar-benar profesional di bidang dakwah dan mengetahui tata cara penyampaian dakwah dengan baik. Istilah ini lebih dikenal dengan sebutan da’i atau mubaligh.1

Manusia diciptakan Allah SWT dengan dibekali kelebihan akal, agar dengan akalnya ia dapat membedakan mana hal-hal yang baik bagi dirinya dan mana hal yang buruk. Dengan akalnya pula ia diharapkan dapat melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan meninggalkan apa yang seharusnya ditinggalkan.

Tetapi akal yang diberikan kepada manusia memiliki sifat-sifat kelemahan dan keterbatasan, lebih-lebih untuk memahami hal-hal yang berada di luar jangkauan akal itu sendiri. Dakwah merupakan suatu kewajiban syar’i berdasarkan firman Allah SWT :

1


(14)

☺ ☺

Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (Al-Imran:104)

Perubahan zaman merupakan suatu faktor yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan dakwah Islam. Pada dasarnya banyak cara dan upaya maupun strategi yang dapat dipakai dalam pelaksanaan dakwah Islam salah satunya dengan lisan, dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

☺ ☺

Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (An-Nahl:125)

Dakwah merupakan amal yang dapat memotivasi kita dalam beribadah. Dakwah juga merupakan tugas rasul yang harus dicontoh dan merupakan kehidupan rabbaniyah. Individu yang melaksanakan dakwah akan mendapatkan kehidupan yang berkah dalam ridha Allah, memperoleh rahmat Allah, serta akan menerima balasan yang terus menerus dan berlipat ganda.

Jalan dakwah tidak selalu ditaburi oleh bunga-bunga dan buah-buah yang menyenangkan tetapi dakwah merupakan suatu jalan yang sukar dan panjang. Pertarungan antara yang haq dan yang bathil merupakan suatu fenomena nyata yang digambarkan semenjak dakwahnya para nabi hingga saat ini. Dakwah yang


(15)

menyerukan yang haq akan selalu berhadapan dengan kebathilan yang diserukan oleh syaithan. Oleh karena itu dakwah memerlukan kesabaran dan ketekunan memikul beban berat. Selain itu dakwah juga memerlukan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil yang segera, tanpa putus asa dan putus harapan. Dakwah memerlukan usaha dan kerja yang terus menerus dan hasilnya terserah kepada Allah. Namun demikian, Allah senantiasa memberikan balasan yang setimpal kepada mereka yang berdakwah.

Allah berfirman dalam surat Al-Anbiya ayat 18 :

Artinya : Sebenarya kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, Maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).

Dalam ayat tersebut digambarkan bahwa al-haq pasti menang dan kebathilan pasti lenyap. Dakwah yang dilaksanakan terus menerus akan mendapatkan kemenangan atas kebathilan. Para da’i juga akan menemui berbagai gangguan dan penyiksaan dari golongan syaithan dan musuh-musuh Allah dari jalan-Nya. Tetapi fenomena ini adalah suatu hal yang telah berulangkali terjadi sejak zaman silam dan akan terus berulang di zaman ini. Allah akan memberikan balasan yang baik kepada mereka yang berdakwah dan konsisten menjalankan dakwahnya.

Diantara kesulitan dan kesukaran dakwah tersebut, Allah akan memberikan nikmat yang terbesar yaitu keridhaan Allah, kecintaan Allah, rahmat Allah, pahala yang tidak pernah putus dan pahala yang dilipat-gandakan. Balasan


(16)

tersebut merupakan suatu kehidupan berkah yang Allah berikan kepada mereka yang berdakwah. Dakwah sendiri merupakan suatu amal perbuatan yang terbaik dan merupakan tugas pokok para rasul sehingga mengantarkan mereka ke dalam kehidupan yang diridhai oleh Allah.

Allah akan menolong orang-orang yang menjadikan Allah sebagai tempat dan dasar landasan kegiatan dakwahnya. Hal ini dituliskan dalam surat Ar-Ruum ayat 47 :

⌧ ☺

⌧ ☺

Artinya : Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa, dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.

Orang yang berdakwah yang senantiasa iman kepada Allah akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Salah satu yang merupakan keutamaan berdakwah adalah memperoleh kecintaan dari Allah. Kecintaan dari Allah merupakan suatu balasan kepada manusia yang berdakwah sehingga tercapainya suatu kehidupan yang berkah. Keinginan tertinggi yang akan dicapai oleh manusia adalah Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah. Sunguh betapa bahagianya orang-orang yang mendapatkan kecintaan dari Allah karena kecintaan itu akan membawa keistimewaan-keistimewaan bagi hamba-Nya.

Abu Hurairah menyatakan, Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman barang siapa memusuhi kekasihKu maka Aku akan


(17)

memaklumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepadaKu sehingga sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hambaKu akan selalu terus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya dan apabila Aku mencintainya maka Akulah yang menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia mengukur, dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Dan apabila ia meminta kepadaKu pasti Aku akan melindunginya” (HR Bukhari). Begitulah kebaikan-kebaikan yang Allah berikan kepada orang yang dicintai-Nya yaitu orang-orang yang berdakwah di jalan Allah.2

Habib Muhammad al-Athas adalah sosok da’i yang memiliki tekad, mental, serta kesabaran yang kuat untuk berdakwah. Cacat fisik yang melumpuhkan kedua kakinya bagi Habib Muhammad al-Athas bukan sebuah halangan untuk berdakwah. Kegigihan dan semangatnya dalam menegakkan kalimat Allah pantas dijadikan sebuah teladan.

Orang memanggilnya Habib Muhammad al-Athas atau biasa disebut Ustadz Mamat. Untuk mengenalinya gampang, tongkat yang selalu menyertainya dalam berdakwah. Sejak kecil di usia tiga tahun Habib Muhammad al-Athas sudah terkena penyakit akibat virus polio yang melumpuhkan kedua kakinya, namun niat suci untuk berdakwah tidak ada kata untuk menyerah.

Ceramah Habib Muhammad al-Athas disampaikan dengan bahasa yang lembut. Materi dakwahnya tentang hal kekinian yang membawa umat bertafakur berdasarkan aqidah najiyah (keselamatan). Terkadang ceramahnya diawali, disisipi, atau diakhiri qasidah, ataupun dengan shalawatan.

Dalam organisasi keislaman, Habib Muhammad al-Athas pernah menjabat ketua Rabithah Ma’had Islamiyah Cabang Tangerang 1997-2002, Rais Syuriah NU MWC Kecamatan Serpong 1997 hingga sekarang. Kini ia masuk dalam

2


(18)

jajaran Dewan Penasihat MUI Kabupaten Tangerang, Rais Idarah Wustha Jam’iyyah Ahlith Thariqah Mu’tabarah Annahdiyyah Provinsi Banten, Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian, Pembinaan, Pengembangan Kitab Kuning (LP3KK) provinsi Banten.

Atas latar belakang tersebut, penulis sengaja mencoba mengkaji tokoh yang masih hidup karena dapat mempermudah dalam pencarian data dan lebih akurat. Maka dari pemaparan tadi perlu sekali untuk mengkaji seputar aktivitas dan pemikiran dakwah Habib Muhammad al-Athas. Oleh karena itu, penulis membuat karya ilmiah yang berjudul : ” Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas”.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH 1. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Untuk lebih mengarahnya penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah pada bahasan pemikiran dan aktivitas dakwah Habib Muhammad al-Athas yang dalam memerankan dakwah Islam di Indonesia. Dari batasan tersebut penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut :

1. Apa dan bagaimana pemikiran dakwah dalam pandangan Habib Muhammad al-Athas?

2. Bagaimana aktivitas dakwah Habib Muhammad al-Athas?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian


(19)

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui aktivitas Habib Muhammad al-Athas sebagai sosok da’i teladan ummat.

2. Mengetahui pandangan Habib Muhammad al-Athas mengenai terhadap komponen-komponen dakwah.

3. Mengetahui media dakwah dalam pandangan Habib Muhammad al-Athas. 4. Mengetahui apa saja masalah dakwah menurut Habib Muhammad

al-Athas.

5. Mengetahui globalisasi dakwah dalam pandangan Habib Muhammad al-Athas.

2. Manfaat Penelitian

Ada dua kegunaan dari penelitian yang dilakukan, yaitu dari segi akademis dan praktis. Untuk itu kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Akademis, di samping untuk memenuhi syarat ujian mencapai gelar Sarjana, juga sebagai bahan pustaka atau referensi bagi penelitian yang mungkin akan dilakukan kembali.

2. Praktis, sebagai masukan bagi aktivitas dakwah khususnya peran dakwah Habib Muhammad Al-athas dalam masyarkat. Sebagai salah satu syarat kelulusan Program Strata Satu (S1) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(20)

Data sepenuhnya diambil dari penelitian kepustakaan, observasi dan wawancara. dengan mengandalkan pada bacaan baik buku maupun tulisan yang mempunyai relevansi dengan judul penelitian ini, selain itu dengan menggunakan metode wawancara.

a. Tahapan Pengumpulan Data 1. Library Research (Kepustakaan)

Penelitian ini dilakukan sebagai penunjang penelitian lainnya, dengan mengetahui pandangan dan pendapat melalui buku, majalah, koran, dan lain-lain yang berhubungan dengan judul yang penulis angkat.

2. Observasi

Yaitu melakukan pengamatan langsung untuk memperoleh data yang diperlukan.3 Jadi maksudnya penulis melakukan pengamatan langsung kepada Habib Muhammad al-Athas untuk memperoleh data yang diperlukan, berupa hadir mengikuti berbagai ceramah yang dilakukan oleh Habib Muhammad al-Athas. Juga penulis melakukan pengamatan yang sifatnya tidak langsung dengan cara mengamati perkembangan serta perjalanan dakwah Habib Muhammad al-Athas.

3. Wawancara

Wawancara atau interview merupakan suatu alat pengumpulan informasi langsung tentang beberapa jenis data.4 Penulis mengadakan dialog secara langsung dengan pihak terkait yang berhubungan dengan tema yang penulis angkat. Wawancara yang dilakukan oleh penulis ialah terhadap Ustadzah Jamilah (Ibunda Habib Muhammad al-Athas), Habib Abu Bakar al-Athas serta Budi

3

Winarno Surahmad, Menyusun Rencana Penelitian, (Bandung: CV. Tarsita, 1989), h. 162

4


(21)

Sucipto dikarenakan mereka adalah orang terdekat dengan Habib Muhammad al-Athas yang mengetahui aktivitas dakwah Habib Muhammad al-al-Athas sebagai juru dakwah.

b. Tahapan Pengolahan Data

Data yang terkumpul dikelola dan dipaparkan ke dalam sebuah tulisan untuk dianalisis agar menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).

c. Teknik Analisis Data

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini dapat menunjukkan pada penelitian tentang kehidupan masyarakat/sejarah/tingkah laku, juga tentang fungsionalisasi organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan kekerabatan. Beberapa data dapat diukur melalui sensus, tetapi analisisnya adalah analisis data kualitatif.5

Metode yang digunakan ialah dengan metode deskriptif analitik. Metode

deskriptif analitik adalah dengan mencoba memaparkan atau menggambarkan tentang Aktivitas dan Pemikiran Dakwah Habib Muhammad al-Athas. Penelitian ini mengambil sumber data dari hasil penelitian kepustakaan (library research),

observasi, dan wawancara.

E. TINJAUAN PUSTAKA

5

Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Surabaya : PT. Bina Ilmu Offset, 2007), cet. Ke-2, h.11


(22)

Tinjauan pustaka ini adalah melihat buku, makalah, skripsi dan orang-orang yang terdahulu. Dan juga berjudul dan membahas hal yang sama atau hampir sama dengan judul yang saya bahas. Maksud tinjauan pustaka ini adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang tidak sama dengan penelitan skripsi-skripsi terdahulu. Namun demikian, setelah peneliti teliti baik itu di Perpustakaan Umum UIN Jakarta dan juga di Perpustakaan FDK UIN ternyata tidak terdapat skripsi atau tulisan lain tentang Aktivitas dan Pemikiran Dakwah Habib Muhammad al-Athas. Dengan demikian judul skripsi penulis ini merupakan studi tokoh yang terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu seperti kajian tokoh seperti Drs. Azyumardi Azra, Habib Sagaf bin Mahdi, Habib Rizieq Syihab dan tokoh lainnnya yang sudah diteliti.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini terdiri dari 5 ( lima ) bab yang masing-masing memiliki sub-sub bab dengan penyusunan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi seputar Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN TEORITIS

Meliputi seputar Pengertian Da’i sebagai Komunikator (Intrinsic Ehos, Prior Ethos, Ethos), Pesan Dakawah Da’i (Struktur Pesan, Imbauan Pesan), Saluran Dakwah Seorang Da’i (Media Dakwah), Sasaran Dakwah Seorang Da’i, Efek Dakwah Seorang Da’i,


(23)

(Kognitif, Afektif, Behaviour). Pengertian Dakwah Menurut Etimologis dan Terminologis, Da’i dan Metode Dakwah, Pengertian Aktivitas Menurut Etimologis dan Terminologis, Makna Aktivitas Dakwah, Pengertian Pemikiran Menurut Etimologis dan Terminologis, Makna Pemikiran Dakwah, Pengertian Habib Menurut Etimologis dan Terminologis, Tipologi Habib.

BAB III PROFIL HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS

Meliputi Seputar Kelahiran dan Latar Belakang Pendidikan Habib Muhammad al-Athas, Pendidikan dan Guru-guru Habib Muhammad al-Athas, Karir dan Murid-murid Habib Muhammad al-Athas.

BAB IV PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS

Meliputi Pemikiran Dakwah seputar Arti dan Peran Dakwah dalam Pandangan Habib Muhammad al-Athas, Media Dakwah dalam Pandangan Habib Muhammad al-Athas, Masalah-masalah dan Problematika Umat Islam, Globalisasi Dakwah, serta Aktivitas Dakwah seputar Pengajian Rutin, Hari-hari Besar Islam, Bidang Sosial, dan Bidang Pendidikan.

BAB V PENUTUP


(24)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. DA’I SEBAGAI KOMUNIKATOR

Seorang da’i mempunyai peran penting dalam proses pelaksanaan dakwah. Kepandaian atau kepiawaian seseorang da’i akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para objek dakwah. Setiap da’i memiliki kekhasan masing-masing, tergantung kepada wacana keilmuan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kehidupannya.6

Da’i sebagai komunikator harus memahami tahapan berdakwah sebaiknya memahami pentingnya memiliki kredibilitas karena hal ini bisa mempengaruhi efektivitas dakwah. Dakwah profesional adalah da’i mampu mengemas pesan dakwahnya, ia telah memiliki kompetensi tingkat mahir yang memiliki kredibilitas tinggi, daya tarik pesan dan dirinya juga ia mempunyai kekuasaan kultural atau sosiologis dikhalayak tertentu atau sasaran mad’u tertentu di tingkat lokal, nasional atau internasional.

Kekuasaan kultural dimiliki seseorang, seperti datuk, buya, tengku, teuku, Habib, Andi, Gusdur. Seseorang mempunyai kekuasaan sosiologis, seperti pesantren, sekolah, yayasan, taman pengajian agama, surau. Menjadi da’i yang profesional tidaklah tiba-tiba, menempuh kemahiran dalam pengemasan materi, memanfaatkan media dan memelihara hubungan dengan mad’u yang luas.

6

Nurul Badruttamam, S.Ag., M.A, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu), cet.ke-I, h. 102


(25)

1. Intrinsic Ethos

Intrinsic Ethos merupakan cara penyampaian pesan yang didasarkan pada tahapan berikut:

Topik yang dipilih pada saat berkomunikasi harus lebih diperhatikan dan menarik minat komunikan.

Cara penyampaian pesan disesuaikan dengan pengetahuan komunikan. Teknik-teknik pokok bahasan harus sesuai dengan latarbelakang sang komunikator.

Bahasa yang dipergunakan mudah dan dimengerti komunikan,

Serta organisasi pesan sistematika yang dipakai komunikator harus jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, etis serta dinamisme, sosiabilitas, koorientasi, dan memiliki kharisma.7

2. Prior Ethos

Prior Ethos merupakan hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasinya.

Tahapan komunikator menjadi da’i yang ideal menurut Prior Ethos, diantaranya:

7

Drs. Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), cet.ke-9, h.17-19


(26)

Membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman wakilan (vicarious experiences).

Adanya sponsor atau pihak-pihak yang mendukung komunikator. Adanya petunjuk-petunjuk non-verbal yang ada pada diri komunikator. Subjek cenderung lebih setuju pada komunikator yang berkredibilitas tinggi diantaranya keahlian dan kepercayaan.

Waktu dan situasi yang tepat dan efisien dalam menyampaikan pesan oleh seseorang komunikator.8

3. Ethos

a. Pengertian Ethos

Ethos menurut Aristoteles merupakan karakteristik pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih percaya pada orang-orang baik daripada orang lain; ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya; sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya. Jadi karakter komunikator disebut dengan Ethos yang terdiri dari

8

Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Psikologi Komunikasi Edisi Revisi (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), cet.ke-16, h.258-259


(27)

pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will).9

B. PESAN DAKWAH SEORANG DA’I 1. Struktur Pesan

Bila kita hendak menyampaikan pesan kita juga harus memperhatikan struktur pesan itu. Adapun struktur pesan yang perlu diperhatikan antara lain :

• Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan yang kontra), tidak ada keuntungan untuk berbicara yang pertama, karena berbagai kondisi (waktu, khalayak, tempat dan sebagainya) akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh.

• Bila pendengar secara terbuka memihak satu sisi argumen, sisi yang lain tidak mungkin mengubah posisi mereka. Sikap non kompromistis ini mungkin timbul karena kebutuhan untuk mempertahankan harga diri. Mengubah posisi akan membuat orang terlihat tidak konsistens, mudah dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.

• Jika pembicara menyajikan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah dipengaruhi oleh sisi yang disajikan terlebih dahulu. Jika ada kejadian antar penyajian, atau jika kita diperingatkan oleh pembicara tentang kemungkinan disesatkan orang, maka apa yang dikatakan terakhir lebih banyak memberi efek. Jika pendengar tidak tertarik kepada subjek

9

Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Psikologi Komunikasi Edisi Revisi (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), cet.ke-16, h.255


(28)

pembicaraan kecuali setelah menerima informasi tentang hal itu, mereka akan sukar mengingat dan menerapkan informasi itu. Sebaliknya, jika mereka sudah tertarik pada suatu persoalan, mereka akan mengingatnya baik-baik dan menerapkannya.

• Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki atau yang diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. Jika pada awal penyajian, komunikator menyampaikan gagasan menyenangkan kita, kita akan cenderung memperhatikan dan menerima pesan-pesan berikutnya. Sebaliknya, jika ia memulai dengan hal-hal yang tidak menyenangkan kita, kita akan menjadi kritis dan cenderung menolak gagasan berikutnya, betapapun baiknya gagasan itu.

• Urutkan pro-kontra lebih efektif daripada urutan kontra-pro bila digunakan oleh sumber yang memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.

• Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka cukup lama di antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.

2. Imbauan Pesan

Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain, maka kita harus menyentuh motif yang menggerakkan atau mendorong perilaku komunikate. Dengan perkataan lain kita menghimbau orang lain untuk menerima dan melaksanakan gagasan kita.

Para psikologi komunikasi kemudian meneliti efektivitas imbauan pesan. Apakah komunikate lebih bergerak oleh imbauan emosiaonal, rasional, takut, ganjaran atau imbauan motivasional.


(29)

Imbauan rasional didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk yang rasional yang baru beraksi pada imbauan emosional, nila imbauan rasional tidak ada. Imbauan rasional artinya meyakinkan orang dengan pendekatan logis atau penyajian bukti-bukti.

Imbauan emosional menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikate. Sudah lama diduga bahwa kebanyakan tindakan manusia lebih didasarkan pada emosi daripada sebagian hasil pemikiran. Imbauan emosional biasanya lebih berhasil daripada imbauan rasional.

Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan. Tingkat imbauan takut yang rendah lebih efektif dalam mengubah seseorang daripada imbauan takut yang tinggi yang malah akan membuat komunikate lebih memusatkan pada rasa takut pada dirinya daripada memperhatikan pesannya.

Efektivitas imbauan takut bergantung pada jenis pesan, kredibilitas komunikator dan jenis kepribadian penerima. Bila komunikator memiliki kredibilitas yang tinggi, imbauan takut yang rendah lebih efektif. Tapi bila komunikate dihadapkan pada topik yang sangat penting baginya, imbauan takut yang tinggilah yang efektif. Bila komunikate memiliki kepribadian yang tidak mudah terlibat secara personal dalam satu pernyataan, ia kurang terpengaruh oleh imbauan pesan yang tinggi. Komunikate yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah sangat efektif dipengaruhi oleh imbauan yang tinggi.


(30)

Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau mereka inginkan.

Imbauan motivasional menggunakan motif (motive appeals) yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia.

C. SALURAN DAKWAH SEORANG DA’I

Seorang da’i dalam menyampaikan ajaran agama Islam kepada umat manusia tidak akan terlepas dari sarana atau media (wasilah) dakwah. Kepandaian untuk memilih media dakwah yang tepat merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah.

Wasilah (media) dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah, Hamzah Ya’cub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu: lisan, tulisan, lukisan, audiovisual dan akhlak.

• Lisan adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.

• Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat menyurat (korespondensi), spanduk, dan sebagainya.


(31)

• Audiovisual adalah media dakwah yang merangsang indra pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, seperti televisi film, slide, OHP, internet, dan sebagainya.

• Akhlak adalah media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u.10

D. SASARAN DAKWAH SEORANG DA’I

Sehubungan dengan perkembangan masyarakat, bila dilihat dari aspek kehidupan psikologis, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah dan penerangan agama berbagai masalah yang menyangkut sasaran bimbingan atau dakwah perlu mendapat konsiderasi yang tepat yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut:

• Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.

• Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.

• Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial kultural berupa golongan priyai, abangan dan santri. Kalsifikasi ini terutama terdapat di dalam masyarakat jawa.

• Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orangtua.

10

Muhammad Munir, S.Ag, & Wahyu Ilahi, S.Ag, M.A, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media), cet.ke-1, h.32


(32)

• Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi okupasionil (profesi atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri, (administrator).

• Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial-ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.

• Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis kelamin berupa golongan wanita, pria dan sebagainya.

• Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.

Bila dilihat dari segi kehidupan psikologis masing-masing golongan masyarakat tersebut di atas memiliki ciri-ciri khusus yang menuntut kepada sistem dan metode pendekatan dakwah atau penerangan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sistem pendekatan dan metode dakwah dan penerangan yang didasari prinsip-prinsip psikologis yang berbeda-beda merupakan suatu keharusan bila kita menghendaki efektivitas dan efisiensi dalam program kegiatan dakwah dan penerangan agama di kalangan mereka.11

Sudah jelas kiranya bahwa sasaran yang menjadi objek dakwah adalah masyarakat luas, mulai dari keluarga, masyarakat lingkungan, dan seluruh dunia. Bahkan tidak asing lagi bagi dakwah Islam, bahwa manusia harus mampu untuk mendakwahi diri sendiri, sebelum dia melangkah kepada orang lain.

11


(33)

E. EFEK DAKWAH SEORANG DA’I

Membatasi efek hanya selama berkaitan pesan media akan mengesampingkan banyak sekali pengaruh media massa. Menurut Steven M. Chaffe mrmbatasi efek media massa adalah dalam pendekatan pertama dalam melihat media massa tersebut. Pendekatan kedua dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada khalayak, misalnya perubahan perasaan atau sikap dan perubahan perilaku; atau dengan kata lain perubahan kognitif, afektif dan behaviour.

Jalaludin Rahmat menyatakan bahwa efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak, serta meliputi segala hal yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai. Sedangkan efek behaviour merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.12

1. Kognitif (Pemikiran)

Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsikan khalayak. Wilbur Schramm mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah ketidakmungkinan alternatif dalam situasi. Realitas tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna, gambar tersebut lazim disebut citra. Menurut Roberts

12

Jalaludin Rahmat, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato, (Bandung, Akademika, 1982), h.269


(34)

menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan. Citra adalah peta anda tentang dunia.13

Efek Proposial Kognitif

Bila televisi, radio dan surat kabar menyampaikan informasi atau nilai-nilai yang berguna maka media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Bila televisi, radio dan surat kabar menjadikan mereka tahu tentang beberapa hal maka hal inilah yang disebut efek proposial.

2. Afektif (Pemikiran Diterima atau Ditolak)

Efek afektif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Joseph Klepper melaporkan hasil penelitian tentang media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan antara lain :

• Pengaruh media massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif dan keanggotaan kelompok.

• Karena faktor tersebut maka komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun berfungsi juga sebagai media pengubah.

• Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada konversi dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.

13


(35)

• Komunikasi massa cukup efektif dalam merubah sikap pada bidang-bidang dimana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersil.

• Komunikasi massa cukup afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh.14

3. Behaviour (Tindakan)

Efektif behaviour merujuk kepada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan perilaku. Pada waktu membicarakan efek kehadiran media massa sebenarnya kita telah sedikit membicarakan efek behaviour seperti pengalihan kegiatan dan penjadwalan kegiatan sehari-hari. Disana kita melihat pada media massa yang semata-mata sebagai benda fisik.15

Efek Prososial Behaviour

Perilaku prososial adalah memiliki ketrampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Ketrampilan seperti ini biasanya diperoleh dari saluran-saluran interpersonal, orang tua, atasan, pelatih, atau guru.

F. Pengertian Dakwah

1. Arti Etimologis dan Terminologis

Ditinjau dari segi etimologis, dakwah berarti dakwatan panggilan seruan atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut ”Mashdar”.

14

Ibid.232

15


(36)

Sedangkan bentuk kata kerja atau fi’ilnya adalah da’a – yad’u yang berarti memanggil, menyeru atau mengajak.16

Dakwah dalam pengertian sederhana dapat dikatakan suatu ajakan menuju yang baik, melalui ucapan, tulisan dan perbuatan, yang objek dan subjeknya adalah manusia. Dakwah atau mendakwahkan ajaran Islam merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimat sebagai pengemban amanat Allah dan Rasul-Nya.

Kesimpulannya kata dakwah mempunyai arti ganda, tergantung pemakaiannya dalam kalimat. Namun dalam hal ini yang dimaksud dakwah dalam arti seruan, ajakan, atau panggilan. Panggilan itu adalah panggilan kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam alquran surat al-imran ayat 104 :

☺ ☺

Artinya:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.

Dari segi terminologis dakwah memiliki definisi-definisi yang beraneka ragam seperti yang dikemukakan oleh para ahli yaitu :

Prof. Dr. M. Quraish Shihab mendefinisikan ”dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik (dari awalnya yang berperilaku buruk sampai kepada arah keadaan yang lebih baik) dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat, dan dakwah

16

Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), cet.ke-2, h. 7


(37)

seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan”.17

Dr. KH. Didin Hafidhudin mendefinisikan dakwah sebagai proses yang berkesinambungan yang ditangani para pengembangan dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju peri kehidupan yang islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terus menerus oleh para pelaku dakwah dalam rangka merubah perilaku sasaran dakwah dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan.18

Muhammad Natsir dalam tulisannya yang berjudul Fungsi Dakwah Dalam Rangka Perjuangan mendefinisikan pengertian dakwah sebagai berikut:

Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat konsep Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan dan membimbing pengalamannya dalam peri kehidupan perseorangan peri kehidupan berumah tangga (usrah), peri kemasyarakatan, dan peri kehidupan bernegara.19

Abu Bakar Zakaria, yang dinukilkan kembali oleh Drs. Anwar Masy’ari dalam bukunya Studi Tentang Ilmu Dakwah sebagai berikut: ”Usaha para ulama dan orang-orang yang memiliki pengertian tentang agama Islam memberikan pelajaran kepada khalayak ramai berupa hal-hal yang menimbulkan pengertian

17

Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan 1998), Cet. Ke-17, h. 194

18

Didin Hafidhudin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet.ke-1, h. 77 19


(38)

berkenaan dengan urusan-urusan agama dan dunia mereka sesuai dengan daya mampu”.20

Drs. Hamzah Ya’cub mengkategorikan dakwah secara umum dan dakwah menurut Islam.

”Pengertian ilmu dakwah secara umum adalah suatu pengetahuan yang mengajarkan dan teknik menarik perhatian orang, guna mengikuti suatu ideologi dan pekerjaan tertentu. Adapun definisi dakwah Islam adalah mengajak ummat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul”.21

Prof. Toha Yahya Oemar MA, Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN dalam bukunya Ilmu Dakwah mengemukakan pengertian dakwah dari dua segi :

a. Pengertian dakwah secara umum :

Ialah suatu ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara tuntunan-tuntunan, bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi, pendapat, pekerjaan yang tertentu.

b. Pengertian dakwah menurut ajaran Islam

Ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.22

20

Drs. Anwar Masy’ari, Studi Tentang Ilmu Dakwah, Penerbit PT. Bina Ilmu Surabaya, h. 9 21

Drs. Hamzah Ya’cub, Publistik dan Islam, Penerbit CV. Diponegoro, Bandung, h. 9 22

A. Hasanuddin, Retorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan, (Surabaya, Usaha Nasional, 1982) Cet. Ke-1 h. 34


(39)

Dari definisi-definisi tersebut di atas meskipun terdapat perbedaan dalam perumusan, tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain, dapatlah ditarik benang hijaunya sebagai berikut:

Berdasarkan definisi di atas bahwa dakwah adalah merupakan suatu proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sabar dan dengan sengaja, berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Usaha yang diselenggarakan itu berupa :

• Mengajak orang lain untuk beriman dan mentaati Allah SWT atau memeluk agama Islam serta menjalankan segala perintah-Nya.

• Amar ma’ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat atau islah.

• Nahi munkar, mencegah perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Proses penyelenggaraan usaha tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhai oleh-Nya.23

Itu semua tidak hanya merupakan sebuah pengertian namun. Juga merupakan sebuah kewajiban kita semua yang harus dikerjakan.

G. Da’i dan Metode Dakwah 1. Da’i

Sehubungan dengan kajian ini marilah kita cermati pendapat para pakar dalam bidang ilmu dakwah diantaranya :

• A. Hasyami :

Juru dakwah yaitu penasehat, para pemimpin dan pemberi ingat, yang memberi nasehat dengan baik yang mengarah dan berkhotbah, yang memusatkan

23


(40)

jiwa dan raganya dalam wa’ad dan wa’id (berita gembira dan berita siksa) dan dalam membicarakan tentang kampung akhirat untuk melepaskan orang-orang yang karam dalam gelombang dunia.24

• HMS Nazaruddin Lathief :

Ahli da’i ialah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliyah pokok baginya tugas ulama. Ahli dakwah ialah wa’ad, mubaligh mustamain (juru penerang) yang menyeru, mengajak dan memberi pengajaran dan pelajaran agama Islam.25

• M. Natsir :

Pembawa dakwah (petugas dakwah) ialah orang yang memperingatkan atau memanggil supaya memilih yakni memilih jalan dengan membawa keuntungan.26

Pendapat para ahli di atas sangat sesuai dengan beberapa ayat dan hadits sebagai berikut :

Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 yaitu :

☺ ☺

Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Surat Al-Ahzab ayat 45-46 :

24

A. Hasyami, Dustru Dakwah Menurut Al-Quran, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta tahun 1974, h. 162

25

HMS. Nazaruddin Lathief, Teori dan Praktek Dakwah, Penerbit Firma Dara Jakarta, h. 20 26


(41)

Artinya :45. Hai nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan, 46. Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.

Hadits Riwayat Muslim dan Abu Hurairah:

“Bersabda Nabi SAW : Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemunkaran, maka hendaklah dia cegah dengan tangannya, maka jika tidak kuasa dengan lidahnya, maka jika tidak sanggup juga dengan hati, itulah dianya yang selemah-lemahnya iman”.

Orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan, perbuatan yang dilakukan secara individu, kelompok atau bentuk organisasi atau lembaga disebut da’i. Da’i juga sering disebut kebanyakan orang dengan sebutan mubaligh

(orang yang menyampaikan ajaran Islam).

Seorang da’i harus mengetahui bahwa dirinya da’i. Artinya, sebelum menjadi da’i, ia perlu mengetahui apa tugas da’i, modal dan bekal apa yang harus ia punya, serta bagaimana akhlak yang harus dimiliki seorang da’i.

Seorang da’i identik dengan tugas rasul. Semua rasul adalah panutan semua para da’i, terlebih Nabi Muhammad SAW, sebagai rasul yang paling agung.

Firman Allah SWT : ⌧

Artinya :45. Hai nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan,46. Dan untuk jadi


(42)

penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (QS. Al-Ahzab : 45-46)

Artinya :Bagi tiap-tiap umat Telah kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, Maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) Ini dan Serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (QS. Al-Hajj : 67)

Artinya:Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan Serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

(QS. Al-Qashash : 87)

Dalam dakwah, tugas umat Islam juga sama dengan rasul. Ayat-ayat yang memerintahkan Nabi agar berdakwah, maksudnya bukan saja ditujukan kepada Nabi, melainkan juga umat Islam. Karena pengertian khitab (tugas) Allah kepada rasul-Nya juga berarti tugas Allah bagi umat manusia, kecuali ada sesuatu yang dikhususkan kepada untuk rasul. Adapun perintah Allah kepada umat Islam untuk berdakwah tidaklah termasuk pengecualian.

Menurut penulis berpedoman kepada ayat-ayat dan hadits di atas dapat dikemukakan suatu definisi bahwa juru dakwah itu ialah setiap manusia muslim dan muslimah yang diberi tugas oleh Allah untuk mengajak orang lain kepada agama-Nya dengan persyaratan-persyaratan tertentu sesuai dengan daya mampunya masing-masing dan di tengah-tengah masyarakat dia berperan sebagai pelita yang menerangi.


(43)

H. Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara).27 Dengan demikian dapat kita artikan bahwa metode dakwah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.

Sumber lain yang menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman

methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata thariq.28 Apabila kita artikan secara bebas metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.

Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar ilmuwan adalah sebagai berikut:

• Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan yang lain.

• Pendapat Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagian di dunia dan akhirat. Pendapat ini juga selaras dengan pendapat al-Ghazali bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat Islam.

Dalam membahas pengertian metode dakwah ini marilah kita cermati beberapa pendapat para ahli yaitu :

o Drs. Abdul Karim Zaidan :

27

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet. Ke-1, hlm. 61 28


(44)

Metode dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara penyampaian (tabligh) dan berusaha melenyapkan gangguan-gangguan yang akan merintangi.29

o Drs. Kha. Syamsuri Siddiq :

Metode berasal dari bahasa latin : Methodos artinya “cara” atau cara bekerja, di Indonesia sering dibaca metode. Logis juga berasal dari bahasa latin artinya “ilmu”, lalu menjadi kata majemuk “Methodologi artinya ilmu cara bekerja. Jadi methodologi dakwah dapat diartikan sebagai ilmu cara berdakwah.30

o Drs. Salahuddin Sanusi :

Methode berasal dari methodus yang artinya “jalan ke methode yang telah mendapat pengertian yang diterima oleh umum yaitu cara-cara, prosedur atau rentetan gerak usaha tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Metode dakwah ialah cara-cara penyampaian ajaran Islam kepada individu, kelompok ataupun masyarakat supaya ajaran itu dengan cepat dimiliki, diyakini serta dijalankan.31

o Drs. Abdul Kadir Munsyi :

Metode artinya cara untuk menyampaikan sesuatu. Yang dinamakan metode dakwah ialah cara yang dipakai atau digunakan untuk memberikan dakwah. Metode ini penting untuk mengantarkan tujuan yang akan dicapai.32

Dari pengertian di atas dapat kita temukan titik cerahnya bahwa, metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.33

29

Dr. Abdul Karim Zaidan, Ushulud Dakwah, Penerbit Darul Amar Al-Khathah, Bagdad 1975, h. 6

30

Drs. H. Syamsuri Shiddiq, Dakwah dan Tekhnik Berkhotbah, Penerbit, Al-Maarif Bandung, 1981, h. 13

31

Drs. Salahuddin Sanusi, Methode Diakui dalam Dakwah, Pen. CV. Ramdani, Semarang, h. 11

32


(45)

Jadi kesimpulannya metode dakwah adalah cara bagaimana menyampaikan dakwah sehingga sasaran dakwah atau al-mad’u mudah dicerna, dipahami, diyakini terhadap materi yang disampaikan.

Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented mendapatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia, sebagai komunikator dalam kebaikan menuju kehidupan yang lebih bermakna.

Selanjutnya, dalam memahami metode dakwah, adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan.

Pedoman utama yang tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman yang bersifat dinamis, universal ialah Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam Al-Qur’an yang menjelaskan metode dakwah ialah surat Al-Nahl [16] ayat 125:

☺ ☺

Artinya :Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Kapan pembawa dakwah berangkat ke gelanggang dakwah sudah barang tentu dia akan berhadapan dengan bermacam-macam paham dan pegangan

33


(46)

tradisional yang sudah berurat berakar dan juga tingkat kecerdasannya yang berbeda-beda. Masing-masing jenis itu dihadapi dengan cara yang yang sepadan dengan tingkat kecerdasannya. Untuk itu ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan tentang pedoman, petunjuk serta sumber utama bagi para rasul dan para da’i dalam menyampaikan dakwah kepada manusia (ummat).

Menurut Syeikh Muhammad Abduh yang dinukilkan oleh Muhammad Natsir tentang surat An-Nahl ayat 125 menjelaskan ada tiga golongan manusia yang akan dihadapi oleh para da’i yaitu:

• Golongan cendikiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara kritis, cepat menangkap segala arti persoalan. Mereka itu harus dipanggil dengan “hikmah” yakni dengan alasan bahwa golongan ini mempunyai daya pikir akal yang kuat.

• Golongan awam yakni orang kebanyakan yang belum bisa berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. Mereka itu dipanggil dengan “mau’izatulhasanah”.

• Golongan yang tingkat kecerdasannya antara cendikiawan dan awam. Golongan ini adalah golongan yang menengah, kejadian tidak boleh terlalu mendalam, mempunyai batas-batas tertentu, mereka harus dihadapi dengan “mujadalah billati hiya ahsan”.

Jadi menurut M. Natsir seorang da’i itu harus pandai-pandai melihat situasi kondisi, dengan siapakah ia berhadapan dan dengan bagaimana pula tingkat kecerdasan ummat. Agar sasaran dakwah dapat tercapai dengan baik maka seorang da’i berbicara sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka masing-masing.


(47)

o Approach filosofi (pendekatan ilmiah dan aqliyah) yang dihadapkan

kepada golongan pemikir atau kaum intelektual. Karena golongan ini mempunyai daya pikir yang kritis, maka dakwah harus bersifat logika, menggunakan analisa yang luas dan obyektif serta argumen yang logis dan komperatif. Pendekatan filosofis ini adalah bertujuan untuk menghidupkan pikirannya sebab mereka menerima sesuatu itu lebih mendahulukan rasio dari pada rasa.

o Approach instruksional (pendekatan mau’izah atau pengajaran).

Pendekatan ini adalah untuk kalangan orang awam, sebab pada umumnya daya nalar dan daya pikir mereka sangat lemah dan sederhana, mereka lebih mengutamakan unsur rasa dari pada rasio. Oleh sebab itu dakwah terhadap mereka lebih dititik beratkan kepada bentuk pengajaran, nasehat yang baik serta mudah dipahami.

o Approach diskusi (pendekatan mujadalah atau bertukar pikiran), secara

informatif diaogis, karena pada umumnya ini terdapat pada golongan yang ketiga. Mereka sudah mulai maju dari golongan yang kedua yaitu golongan orang awam. Namun perlu diingat bahwa pelaksanaan informatif dialogis ini masih dalam batas-batas tertentu.

Dengan memperhatikan ketiga bentuk pendekatan dan ketiga macam golongan manusia maka dapat disimpulkan bahwa setiap da’i sangat dituntut berbicara (berdakwah) sesuai dengan tingkat daya pikir dan kecerdasan ummat.

Menurut Ahmad Mustafa Al-Maraghi menjelaskan tentang pembagian metode dakwah yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut :


(48)

Hikmah ialah ucapan yang jelas, lagi diiringi dengan dalil yang memperjelas bagi kebenaran serta menghilangkan bagi keraguan.

Al mauizah al-hasanah ialah melalui dalil-dalil yang zhani (meyakinkan) yang melegakan bagi orang awam.

Jadilhum billati hiya ahsan, percakapan dan bertukar pikiran untuk memuaskan bagi orang-orang yang menentang.34

Pendapat Ahmad Mustafa Al-Maraghi di atas dapat kita rinci sebagai berikut:

Metode Hikmah

Metode ini sasarannya adalah orang-orang intelek atau orang-orang yang berpendidikan. Terhadap mereka harus dengan ucapan yang tepat, logis, diiringi dengan dalil-dalil yang sifatnya memperjelas bagi kebenaran yang disampaikan, sehingga menghilangkan keraguan mereka. Jadi tidak tepat kalau dihadapkan kepada mereka cerita-cerita rakyat, banyak humor, ringkasnya segala hal-hal yang tidak masuk akal. Untuk itu sangat dikehendaki bahwa ucapan dihadapan mereka itu benar-benar sesuai dengan daya nalar mereka, yakni jelas, tepat, tegas dan ringkas (tak perlu banyak komentar).

Metode al-mauizatil hasanah

Metode ini sasarannya adalah orang-orang awam. Materi yang akan disampaikan kepada mereka harus sesuai dengan daya tangkap mereka. Dihadapan mereka tidak sesuai apabila kata-kata yang mempunyai arti logis, mengucapkan istilah-istilah asing.

34

Imam Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Penerbit Darul Ihya Turas al-Araby, Beirut, h. 158-159


(49)

Metode Jadilhum billati hiya ahsan

Bentuk metode yang ketiga ini adalah golongan pertengahan. Sebaiknya mereka ini diajak untuk berdialog atau bertukar pikiran (berdiskusi). Kita dituntut untuk menghargai pendapat mereka. Berdialog tersebut harus memberikan kepuasan dan kelegaan si penantang atau lawan dialog.

H. PENGERTIAN AKTIVITAS

1. Arti Etimologis dan Terminologis

Segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia merupakan aktivitas, yang mana aktivitas tidak bisa dipisahkan dengan organ keseluruhan yang melekat pada diri.

Ditinjau dari segi etimologis, aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktivitas diartikan sebagai segala bentuk keaktifan, kegiatan-kegiatan, kesibukan atau bisa juga diartikan sebagai kegiatan rutinitas.35

Sedangkan menurut Kamus Besar Ilmu Pengetahuan kata aktivitas berasal dari kata ling : activity : lat: activus = aktif, bertindak, yaitu bertindak pada diri setiap eksistensi atau makhluk yang membuat atau menghasilkan sesuatu, dengan aktivitas menandai bahwa hubungan khusus manusia dengan dunia. Manusia bertindak sebagai subjek, alam sebagai objek. Manusia mengalih wujudkan dan mengolah alam. Berkat aktivitas atau kerjanya, manusia mengangkat dirinya dari dunia dan kemudian secara bertahap mengembangkan proses historis-kultural yang bersifat khas sesuai ciri dan kebutuhannya.

35

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), cet. Ke-9, h. 20


(50)

Dari segi etimologis aktivitas ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia merupakan aktivitas, yang mana aktivitas tidak bisa dipisahkan dengan organ keseluruhan yang melekat pada diri.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali aktivitas, kegiatan, atau kesibukan yang dilakukan manusia. Namun berarti atau tidaknya kegiatan tersebut bergantung pada individu tersebut. Karena menurut Samuel Soeitoe sebenarnya aktivitas bukan hanya sekedar kegiatan, beliau mengatakan bahwa aktivitas dipandang sebagai usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan.36

2. Makna Aktivitas Dakwah

Istilah-istilah dakwah dalam Al-Qur’an yang dipandang paling populer adalah yad’una ila-al-khayr ya’muruuna bil al-ma’ruf dan yan hauna an al-munkar. Dalam konteks ini seorang muslim secara khusus mempunyai tanggung jawab moral untuk hadir di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakatnya sebagai figur bukti dan saksi kehidupan islami, umat pilihan yang mampu merealisasikan nilai-nilai pesan Ilahi, yaitu menyatakan dan menyerukan al-khayr, sebagai kebenaran prinsipil dan universal, melaksanakan dan menganjurkan al-ma’ruf, yakni nilai-nilai kebenaran kultural serta menjauhi dan mencegah kemunkaran.

36


(51)

Di samping istilah tersebut, Al-Qur’an juga mengenalkan istilah lain yang dipandang berkaitan dengan tema umum dakwah, seperti tabligh (penyampaian),

tarbiyah (pendidikan), ta’lim (pengajaran), tabsyir (penyampaian berita gembira),

tandzim (penyampaian ancaman), tausiyah (nasehat), tadzkir dan tanbih

(peringatan). Substansi adanya istilah-istilah ini adalah adanya pesan-pesan moral dan misi suci tentang nilai kebenaran Ilahi yang perlu terus menerus diperjuangkan.

Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan hadits, saling mengingatkan pada kebenaran dan menasehati dalam kesabaran, selain itu dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bernilai ibadah untuk membina atau membentuk masyarakat melalui ajaran agama yang islami, melalui pesan-pesan agama sehingga berubah menjadi masyarakat yang islami.

Dari uraian di atas aktivitas dakwah dapat diartikan sebagai segala bentuk kegiatan yang mengarah kepada perubahan terhadap sesuatu yang belum baik agar menjadi baik dan kepada sesuatu yang sudah baik agar menjadi lebih baik.

I. PENGERTIAN PEMIKIRAN

1. Arti Etimologis dan Terminologis

Ditinjau dari segi etimologis menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata ”pikir” mempunyai arti, (1) akal budi, ingatan, angan-angan; dan (2) kata dalam hati, pendapat (pertimbangan). Dalam Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia karya WJS. Purwodarminta, kata pemikiran berarti abstraksi seseorang


(52)

terhadap sesuatu atau lebih jauh, pemikiran diartikan sebagai konsepsi, pandangan, nalar akal seseorang atas suatu hal.37

Sedangkan dalam segi terminologis Achmad Mubarok, MA dalam bukunya Psikologi Dakwah berpandangan bahwa berpikir merupakan usaha dalam menggunakan potensi sesuai dengan kapasitas intelektualnya. Kegiatan berpikir diperlukan untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan melakukan sesuatu yang baru.38

Muhammad Imarah (1994), mengatakan bahwa ”pemikiran” secara terminologis adalah pendayagunaan pemikiran terhadap sesuatu dan sejumlah aktivitas otak, berupa berpikir, berkehendak, dan perasaan, yang bentuk paling tingginya adalah kegiatan menganalisis, menyusun, dan mengkoordinasi.

Dari beberapa makna dan pengertian berpikir tersebut, kita dapat mengetahui bahwa dalam berpikir terdapat beberapa hal, yaitu : (1) adanya kegiatan atau aktivitas akal budi yang berupa pengamanan, perenungan, analisis, dan sintesis; (2) adanya ”sarana” yang berupa indera, akal, dan hati (roh); (3) adanya sesuatu yang telah diketahui; (4) adanya sesuatu yang akan diketahui atau dihasilkan berdasarkan hal-hal yang telah diketahui.

Dapatlah kita sedikit mencerna dan memahami bahwa pemikiran adalah sebuah pendayagunaan otak menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan. ”Memikirkan” artinya mencari daya upaya untuk menyelesaikan sesuatu dengan menggunakan akal budi. ”Pemikiran” adalah cara atau hasil pikir.

37

WJS. Purwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1976), hlm. 57

38


(53)

Manusia terlahir di dunia telah dilengkapi dengan berbagai unsur yang sekaligus merupakan potensi yang sangat penting bagi diri dan kehidupannya. Secara garis besar, manusia terdiri dari jasmani dan rohani.39 Manusia telah dibekali dengan berbagai potensi, berupa indera, akal pikiran, dan hati.40 Potensi yang lain adalah kejahatan dan takwa yang Allah ilhamkan kepadanya.41

Ketika dilahirkan ke dunia, manusia dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Ibn Khaldun mengatakan bahwa semula, manusia hanyalah materi belaka, karena dia tidak mengetahui apapun; ia tadinya merupakan segumpal darah dan daging. Kemudian dengan segala potensinya manusia berusaha mengembangkan diri, sehingga diantaranya menjadi orang yang berpikir dan berilmu pengetahuan. Jika manusia mengetahui akan keberadaan dirinya di alam semesta ini dan bersikap secara konsekuen sesuai dengan pengetahuannya, ia menjadi makhluk yang bersyukur,42 mensyukuri bahwa semuanya adalah pemberian Allah SWT.

Oleh karena itu, berpikir sesungguhnya suatu kebutuhan insani yang tak terelakkan untuk tumbuh dan berkembang, yang sekaligus merupakan kebutuhan akan aktualisasi fitrahnya. Tegasnya, manusia tidak akan lepas dari berpikir, seberapa pun intensitas dan kuantitasnya.

2. Makna Pemikiran Dakwah

Berpikir merupakan aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Selama kesadaran terjadi, selama itu pula aktivitas berpikir berlangsung.

39

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Hijr: 28-29 40

Dalam Al-Qur’an, indera diwakili dengan pendengaran dan penglihatan. Dua sarana yang secara efektif dapat mengakses informasi dan langsung berkait dengan pemikiran. Akal pikiran dan hati diwakili oleh fuad dan qalb.

41

Asy-Syams: 8 42


(54)

Objek pemikiran pun sangat luas, seluas wilayah jagad raya ini. Untuk itu, otak yang dipandu nilai, ibarat pengembara di padang luas berjalan tanpa arah tentu saja lebih mungkin tersesat daripada selamat.

Sesuai dengan potensi yang telah Allah berikan kepada manusia maka konsekuensi logisnya adalah manusia harus memanfaatkan dan mengaktualisasikannya semaksimal mungkin. Dengan demikian, jika kita berpikir akan dakwah, di sana kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya.

Sekarang bagaimana pemikiran tentang dakwah ini yang kita harapkan tidak hanya pada tatanan pemikiran, namun bagaimana kita bisa merealisasikan pada bentuk yang konkrit (nyata).

Dalam merealisasikan dakwah yang telah kita terima dalam kehidupan sehari-hari tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun harus ada usaha-usaha agar semua itu tercapai dengan memuaskan. Tentu dalam melaksanakan hal tersebut membutuhkan pemikiran sehat serta jernih yang tentunya pemikiran tersebut tidak melenceng dari aturan yang ada dalam sumber-sumber Islam. Karena bagaimanapun juga sumber Islam adalah suatu yang sangat mendasar dan patut dijadikan sebuah pedoman.

Sumber-Sumber Pemikiran Dakwah :

Kita hidup di dunia pasti tidak luput dari peraturan-peraturan, dalam peraturan tersebut pasti ada sumbernya, sama halnya dengan sumber pemikiran dakwah. Tujuannya agar kita lebih terarah ke jalan yang lebih baik dan sempurna.


(55)

Al-Quran menyuruh kita berpikir dan mengelola alam semesta serta memanfaatkannya bagi kemaslahatan diri kita dan kehidupan umumnya, karena alam semesta memang ditundukkan kepada manusia untuk dikelola. Ini seiring manusia sebagai khilfah fil ardh, yang harus menjaga kehidupan dan memakmurkan bumi.43

Menurut Ustman Najati (1985) Allah telah memberi dorongan kepada manusia untuk memikirkan alam semesta, mengadakan pengamatan, merenungkan ciptaan-Nya di alam semesta; mengadakan penelitian ilmiah terhadap apa yang ada di bumi dan di langit, seluruh makhluk hidup dan (manusia) sendiri.

Manusia memahami apa yang ada di luar dirinya dengan kekuatan pemahaman melalui pemikirannya. Akal merupakan rahmat Allah SWT khusus untuk manusia, dan karena akal pula jati diri manusia dibedakan dengan makhluk lainnya. Dalam pandangan Islam, akal merupakan prasyarat kemanusiaan yang hakiki.

Oleh karena itu manusia yang tidak menggunakan akal pikiran atau menggunakannya secara salah, tidak sesuai dengan ketentuan Dzat yang memberi akal itu kepadanya – karena mengabdi kepada hawa nafsu – maka status kemanusiaannya akan meluncur kederajat yang serendah-rendahnya. Manusia seperti ini tak ubahnya dengan binatang ternak atau bahkan lebih rendah lagi.

Ayat lain tentang dakwah dalam Al-Qur’an berbunyi:

⌧ ☺

43


(56)

☺ ⌧

Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. ( QS: Al-Imran:110)

Al-Qur’an sendiri sebagai sebuah ajaran bersifat autentik dan murni, terjaga dari tangan-tangan manusia yang ingin mengubah isi maupun naskahnya seperti disebutkan dalam surat Al-Hijr ayat 9 :

Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.

Ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, jasmani maupun rohaniah, tentang dunia sekarang dan yang akan dating. Al-Qur’an memiliki ciri dan sistem tersendiri dalam memaparkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya:

• Tidak sukar, gampang namun padat dan mantap, baik dalam teori maupun implementasinya.

• Tidak banyak memberikan perintah atau larangan, karena manusia sebagai makhluk rasional hanya memerlukan petunjuk pokok yang paling sulit baginya untuk menemukannya.

• Cara penerapan syariat sebagai pedoman hidup manusia selalu membuat gradasi kemampuan manusia sendiri, tidak memberatkan.44

b. Al-Hadits

44


(57)

Di samping ayat-ayat Al-Quran, salah satu hadits Nabi yang mewajibkan umatnya untuk berbuat baik dan mencegah yang dilarang, antara lain:

Hadits riwayat Imam Muslim: “Dari Abi Sa’id Al-khudhariyyi ra. berkata: Aku telah mendengar Rasulullah bersabda: Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya (dengan kekuatan atau kekuasaan); jika ia tidak sanggup dengan demikian (sebab tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan); maka dengan lidahnya; dan jika (dengan lidahnya) tidak sanggup, maka cegahlah dengan hatinya, dan dengan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim).

Dalam pernyataan di atas, akal manusia perlu metode dan arah dalam berpikir. Ketika Islam menyinggung aspek pemikiran, bukan berarti ia memasung potensi akal pikiran, namun mengarahkan dan membimbingnya menuju hidup yang maslahat. Bagaimana berpikir islami, adalah upaya menjelaskan hakikat, rambu-rambu, dan arah berpikir, agar sesuai dengan kaidah ilmiah obyektif, dan itu berarti sesuai dengan nilai-nilai Islam.

J. PENGERTIAN HABIB

1. Arti Etimologis dan Terminologis

Ditinjau dari segi etimologis menurut Kamus Bahasa Arab yang disusun oleh Maftuh Ahnan kata habib memiliki arti yang tercinta.45 Sedangkan Ahmad Warson Munawwir dalam Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, mengartikan ”yang mencintai/dicintai (kekasih)”.46 Sedangkan pengertian habib dari segi terminologis adalah orang yang memiliki nasab (hubungan darah), keturunan dari Rasulullah SAW.

45

Maftuh Ahnan, Kamus Arab Indonesia-Arab, Arab-Indonesia, (Gresik: CV Bintang Pelajar, tth), h. 310

46

Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok pesantren Al Munawwir, 1984), Cet. Ke-1, h. 247


(58)

M. Hasyim Assegaf dalam bukunya Derita Putri-putri Nabi, Studi Historis Kafaah Syarifah mengatakan ”Bersama dengan gelas sayyid yang biasa digunakan di Malaysia dan Indonesia, kita juga dapati gelar habib (habib = kekasih). Kata

sayyid memang diberikan oleh masyarakat kepada keturunan Ali bin Abi Thalib r.a dan Fathimah binti Muhammad SAW”.47 Menurut Ibnu Mandhur dalam kitab

Lisanul Arab sebagaimana dikutip oleh Muhamad Abdud Yamani dalam buku yang telah diterjemahkan menjadi Ajarilah Anakmu Mencintai Keluarga Nabi SAW. Menulis bahwa ”Lafadz As Sayyid digunakan untuk sebutan pemilik pekerjan (majikan) pemilik barang seorang bangsawan, orang yang mulia, orang yang dermawan, orang yang murah hati, orang yang memikul beban berat kaumnya, seorang suami, pemimpin dan pemuka.48 Selanjutnya M. Hasyim Assegaf di dalam bukunya yang sama mengatakan bahwa ”Sayyid juga secara khusus digunakan bagi keturunan Ali dan keturunan Abu Thalib. Disekitar waktu yang sama dengan penggunaan gelar syarif, yang menggambarkan Hasan dan Husain dan orang tua mereka sebagai sayyid/sayyidah”.49Lebih lanjut M. Hasyim Assegaf ia mengatakan ”Di Hadramaut gelar sayyid baru terbiasa di kalangan kaum Alawi sejak abad ke-19 (abad ke-14 H). Sebelum itu, mereka bergelar Al-Habib (antara abad ke-17 dan abad ke-19). Dahulu lagi, tokoh-tokoh mereka bergelar Syekh ( abad ke-11 hingga ke-17 )”.50

Sedangkan Syarif dapat diartikan sebagai keturunan dari leluhur yang tersohor. Mempunyai beberapa leluhur yang hebat merupakan syarat untuk diakui

47

M. Hasyim Assegaf, Derita Putri-putri Nabi, Studi Historis Kafaah Syarifah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. Ke-1, h. 203

48

Muhammad Abduh Yamani, Ajarilah Anakmu Mencintai Anak Nabi SAW¸(Pasuruan: L’ Islam, 2002), Cet. Ke-2, h.25.

49

M. Hasyim Assegaf, op.cit, h. 202. 50


(59)

sebagai syarif. Menurut Al-Suyuthi ( 1445-1505 ) seperti dikutip oleh M. Hasyim Assegaf ”Gelar syarif digunakan di masa lebih dini pada orang-orang yang termasuk Ahlul Bait, baik keturunan Hasan atau Husain maupun keturunan Ali melalui putra-putra Ali yang bukan anak Fathimah, seperti Muhamad Hanafiah, atau putra-putra Ja’far, Aqil, dan Abbas bin Abi Thalib”.51 Sedangkan Dr. Muhamad Abduh Yamani menulis dalam bukunya yang berjudul Ajarilah Anakku Mencintai Keluarga Nabi Saw. ”... penduduk mesir tidak memberi gelar syarif kecuali kepada orang yang berasal dari keturunan Ali bin Abi Thalib, bahkan mereka tidak menamakan syarif kecuali kepada orang yang berasal dari keturunan Hasan ra. dan Husain ra”.52 Lebih lanjut ia mengatakan ” ... bahwasanya para saadah (para sayyid) dan Asyraf (para syarif) mereka berasal dari anak cucu Fathimah Az Zahra’ ra. dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah, tidak ada perbedaan diantara dua dari sebutan ini dari segi nasab dan kemuliaan bersambungnya keturunan mereka kepada Rasulullah SAW, jadi mereka semua bernasab kepada Rasulullah SAW, dan mereka semua patut untuk dimuliakan, dihormati dan dicintai.53

Sedangkan Ahlul Bait menurut Cyril Glasse dalam Ensiklopedia Islam

menulis:

Ahlul bait adalah istilah untuk keturunan Nabi Muhammad SAW, melalui putrinya Fathimah dengan keponakan sekaligus menantunya Ali bin Abi Thalib. Pasangan suami istri ini dikaruniai 3 orang anak laki-laki: Hasan, Husain dan Muhsin yang meninggal ketika masih bayi. Dari Hasan dan Husain lahir keturunan Syarif atau Sayyid yang sangat dihormati di tengah masyarakat Muslim. Sampai saat ini jumlah keturunan Nabi mencapai puluhan ribu. Di

51

Ibid, h, 200. 52

Muhammad Abduh Yamani, op.cit., h. 28 53


(60)

beberapa negara Muslim, misalnya di mesir, dibentuk petugas pendaftar keturunan Nabi.54

Sedangkan Imam Jalaluddin as-Suyuthi di dalam bukunya yang berjudul

105 Hadits Keutamaan Ahlul Bait mengatakan ”... pendapat termasyhur dan terkenal adalah yang menyatakan bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang tidak menerima shadaqah/zakat. Pendapat ini sejalan dengan penafsiran Zayd ibn Arqam di dalam haditsnya yang panjang, dan Ash-Shahabiy berkesimpulan demikian berdasarkan informasi para ulama serta tabi’in”.55

Sedangkan Muhammad Abduh Yamani dalam bukunya mengatakan ”Ahli Bait adalah terdiri dari pangkal keturunan, cabang, nasab, (hubungan darah) dan hubungan perkawinan. Sedangkan pangkal keturunan mereka yang bangsawan dan keluhuran mereka yang tinggi adalah penghulu makhluk seluruh alam semesta ini, yaitu Rasulullah SAW”.56

Jadi, kata Habib atau Jama’ dari Habaib memiliki makna yang sama dengan kata sayyid dan syarif. Yaitu seseorang yang ada hubungan silsilah/keturunan (dzurriyah) atau ahlu bait Rasulullah SAW, melalui putrinya Fatimah ra. dan Ali bin Abi Thalib ra. Akan tetapi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jakarta lebih familiar dalam memanggil seorang yang masih ada hubungan silsilah dengan Rasulullah SAW dengan sebutan Habib, walaupun ada sebagian kecil yang masih menggunakan kata sayyid.

54

Cyril Glasse (ed), “Ahlul Bait”, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 14

55

Imam Jalaluddin as Suyuthi, 105 Hadits Keutamaan Ahlul Bait (terj.), (Indonesia: Hasyimi Press, 2001), h. 11

56


(61)

K. Tipologi Habib57 I. Aspek/sisi kelahiran

1. Habib Kelahiran Hadramaut/Yaman

Hadramaut adalah suatu daerah yang terletak di Timur Tengah, tepatnya di kawasan seluruh pantai Arab Selatan dari mulai Aden sampai Tanjung Ras al-Hadd. Menurut sebagian orang Arab, Hadramaut hanyalah sebagian kecil dari Arab Selatan, yaitu daerah pantai di antara pantai desa-desa nelayan Ain Ba Ma'bad dan Saihut beserta daerah pegunungan yang terletak di belakangnya. Penamaan Hadramaut menurut penduduk adalah nama seorang anak dari Qahthan bin Abir bin Syalih bin Arfahsyad bin Sam bin Nuh yang bernama Hadramaut, yang pada saat ini nama tersebut disesuaikan namanya dengan dua kata arab hadar dan maut.58

Dahulu Hadramaut dikenal dengan Wadi Ahqaf, Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata bahwa al-Ahqaf adalah al-Khatib al-Ahmar. Makam Nabi Hud secara tradisional masih ada di Hadramaut bagian Timur dan pada tanggal 11 Sya'ban banyak dikunjungi orang untuk berziarah ke makam tersebut dengan membaca tiga kali surah Yasin dan doa nisfu Sya'ban. Ziarah nabi Hud pertama kali dilakukan oleh al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan setelah beliau wafat, ziarah tersebut dilakukan oleh anak keturunannya. Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad semasa hidupnya sering berziarah ke makam Nabi Hud.

Pengertian lain kata Hadramaut menurut prasasti penduduk asli Hadramaut

57

Dr. H. Idris Abdul Shomad, M.A, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 03 September 2008)

58

http://assagaf.blogspot.com/2008/05/kaum-alawiyin-di-hadramaut.html, 03 September 2008.


(1)

harus sujud semua itu ada keinginan dan tujuan Allah dan ini tidak mungkin kita bisa gali kecuali bagi mereka yang mau menggunakan akalnya dan itulah yang disebut dengan filosofi amaliah.

27.Siapa murid-murid Habib?

Di pesantren alhamdulillah walaupun belum bertaraf kiyai tapi banyak di antara mereka sudah bisa mengajar baik di Madrasah Ibtidaiyah, SD seperti Ita Rosita, Neneng Farida, M. Taufik, Jaya, Mutiah, Aisyah, mereka semuanya sudah mengajar ada juga di antara mereka yang melanjutkan kuliah dan ada juga yang sudah kerja menjadi imam masjid di tempat pekerjaannya yaitu saudara Witarta dia bekerja di ITI Serpong dan di samping itu dia menjadi imam masjid di salah satu di masjid Al-Bayan ITI di luar pesantren pada hari ini alhamdulillah ada beberapa orang dibina di majleis ta’lim diantara ialah Habib Muhammad Assegaf Ketua Front Pembela Islam Kabupaten Tangerang dan ada juga yang menjadi pengurus NU Kabupaten Tangerang dan adapula yang menjadi anggota DPR dari partai PKB yaitu Hj. Muin Basuni serta masih banyak yang lainnya.

28.Apa makna pemikiran dakwah menurut Habib?

Dakwah ada dua maknanya, ada dua bahasa ketika kita memaknai dengan pemikiran maka kita harus memaknai dakwah dengan bahasa yaitu mengajak orang dari satu tempat yang jelek kepada tempat yang baik daripada tempat yang baik kepada tempat yang lebih baik sehingga kehidupan mereka semakin hari semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas dan ajakan-ajakan itu


(2)

murni berangkat dari tanggungjawab dia sebagai makhluk sosial terhadap rekan yang ada di sekitarnya.

29.Apa dan bagaimana arti dan peran dakwah dalam pandangan Habib Muhammad al-Athas?

Peran dakwah sangat penting dan strategis karena bagaimana pun manusia harus saling ingat mengingatkan dan itulah dakwah dan tanpa diberi peringatan kadang kala manusia lupa akan jati dirinya sehingga dakwah dibutuhkan di setiap saat dan setiap keadaan.

30.Bagaimana media dakwah dalam pandangan Habib?

Media dakwah sudah cukup baik tapi perlu ada peningkatan dengan konsep-konsep dakwah yang alamiah natural dan terarah tidak membias kepada hal-hal lain yang tidak masuk ke dalam wilayah dakwah.

31.Apa masalah-masalah dan problematika umat Islam menurut Habib?

Masalah yang dihadapi oleh umat adalah masalah krisis kepercayaan, krisis aqidah, dan krisis mental agama yang buruk karena banyak saat ini orang menyelesaikan masalah bukan dengan tidak bermasalah justru menyelesaikan masalah dengan menambah masalah yang baru seperti ketika dia ingin buru-buru selesai ketika dia mempunyai sengketa dengan orang lain bukan melalui jalur hukum tapi dia mengambil jalan pintas yaitu dengan membunuh atau dibunuh.


(3)

32.Nasib umat Islam?

Nasib umat Islam ada di persimpangan jalan karena mereka khususnya yang ada di Indonesia sekarang ini seperti tamu di negeri sendiri karena Undang-undang Dasar 45 dan pancasila yang sudah menjadi payung seluruh agama bisa hidup aman di negeri ini akan tetapi tidak terealisasi sepenuhnya dengan adanya manusia-manusia yang ingin negara ini hancur.

33.Bagaimana pandangan Habib tentang globalisasi dakwah?

Saya pikir dari awal dakwah itu harus bersifat global karena Islam itu tidak ada sekat perbedaan antara negara yang lain karena Islam adalah universal dan Islam pula universal oleh karena itu dakwah global harus, dan memang demikian contohnya tidak mungkin ketika kita tidak mempunyai konsep dakwah global Islam dari Arab Saudi datang ke Indonesia dan kenapa kemudian bisa datang ke Indonesia karena para da’inya mempunyai prinsip dakwahnya harus disebarkan ke seluruh dunia dan itulah yang di sebut dengan dakwah global.

Intervew Intervewer


(4)

DO KUM EN TA SI HA BIB M UHA M M A D A L- A THA S DI PO N DO K PESA N TREN A IN URRA HM A H C IA TER BA RA T SERPO N G – TA N G ERA N G


(5)

(6)