Analisis Jenis Senyawa Ekstrak Gorgonian
E. Analisis Jenis Senyawa Ekstrak Gorgonian
Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk menentukan jenis senyawa yang terdapat pada ekstrak. Kegiatan meliputi deteksi secara kualitatif dan analisis kuantitatif. Deteksi secara kualitatif dengan fitokimia dan penyinaran dengan UV- 254 dan UV- 365 . Analisis kuantitatif dengan kromatografi lapis tipis preparatif pada beberapa sampel yang menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri kuat. Hasil deteksi fitokimia ekstrak metanol dan etil asetat disampaikan pada Tabel 7 dan Tabel 8 berikut ini: Tabel 7. Hasil uji Fitokimia pada ekstrak metanol
No. Sampel
Alkaloid
Flavonoid
Terpenoid Steroid
1. Annella sp1.
2. Annella sp2.
3. Annella sp3.
4. Annella sp4.
5. Verucella sp.
6. Anthogorgia sp.
7. Viminella sp.
8. Wrightella sp.
9. Paraplexaura sp.
10. Melithea sp1.
11. Melithea sp2.
Tabel 8. Hasil uji Fitokimia pada ekstrak etil asetat
No. Sampel
Alkaloid
Flavonoid
Terpenoid Steroid
1. Annella sp1.
2. Annella sp2.
3. Annella sp3.
4. Annella sp4.
5. Verucella sp.
6. Anthogorgia sp.
7. Viminella sp.
8. Wrightella sp.
9. Paraplexaura sp.
10. Melithea sp1.
11. Melithea sp2.
Keterangan Tabel 7 dan Tabel 8: M
: Reagen Mayer D : Reagen Dragendorf
: Reagen Wagner
: tidak terdeteksi
: positif lemah
: positif kuat
: positif sangat kuat
Hasil kromatografi lapis tipis preparatif terhadap beberapa sampel tertuang dalam Tabel 9 dan Tabel 10 berikut ini: Tabel 9. Hasil kromatografi preparatif pada beberapa sampel dari ekstrak metanol
No. Nama Sampel
Jumlah Fraksi
Berat (g)
Warna (UV- 365 )
1. Annella sp.1
3 fraksi
F1= 0.0043
F1= hijau
F2=0.0075
F2= ungu
F3= jingga 2. Annella sp.2
F1=hijau
F2=0.0018
F2= hijau
F4=0.0009
F4= ungu tua
F5= jingga Tabel 10. Hasil kromatografi preparatif pada beberapa sampel dari ekstrak metanol (lanjutan) 3. Annella sp.3
F1= hijau
F2=0.0013
F2= lembayung
F3=0.0011
F3= hijau terang
F4= ungu jingga 4. Paraplexaura sp.
F1= ungu terang
F2=0.0024
F2= ungu muda
F3=0.007
F3= ungu tua
F40.0062
F4= ungu tua
Tabel 11. Hasil kromatografi preparatif pada beberapa sampel dari ekstrak etil asetat
No. Nama Sampel
Jumlah Fraksi
Berat (g)
Warna (UV- 254 )
1. Annella sp.1
2 fraksi
F1=0.0047
F1= ungu
F2= ungu 2. Annella sp.3
F1= jingga
F2=0.0026
F2= ungu
F3=0.0282
F3= hijau ungu
F4=0.0154
F4= jingga
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu jenis kromatografi. Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisikokimia (Stahl, 1985; Adnan, 1997). Keuntungan penggunaan kromatografi lapis tipis dihasilkan pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan lebih tinggi dan dapat dilaksanakan dengan cepat.
Pemilihan sistem pelarut didasarkan atas prinsip like dissolves like (Adnan, 1997; Rydberg et al., 2004). Dengan prinsip ini akan diperoleh senyawa yang memiliki sifat kepolaran sama dengan pelarut. Pengembangan pada ruang yang sudah jenuh dengan uap sistem pelarut mempercepat proses pengembangan. Hal itu karena uap jenuh dari sistem pelarut membawa senyawa lebih cepat.
Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik (Hostettmann et al., 1995). Kegiatan ini untuk melihat seberapa besar pemisahan Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik (Hostettmann et al., 1995). Kegiatan ini untuk melihat seberapa besar pemisahan
Visualisasi merupakan kegiatan melihat komponen penyusun yang sudah terpisah setelah proses pengembangan. Visualisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya dengan visualisasi dibawah sinar ultraviolet dan penggunaan reagensia spesifik (Adnan, 1997). Visualisasi dengan UV- 254 digunakan untuk mendeteksi senyawa yang memberikan fosforesensi. Penyinaran dengan UV- 254 dapat digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa yang mengandung gugus asam fenolik dan flavonoid. Warna spot yang menandakan adanya gugus flavonoid pada penyinaran UV- 254 yaitu kuning, hijau, ungu dan biru berflouresen. Adapun visualisasi dengan UV- 365 mampu mendeteksi senyawa yang mengandung gugus karboksil, ikatan rangkap, glikosida, terpenoid, alkaloid dan kuinon. Alkaloid ditandai dengan adanya spot warna biru dan hijau berflouresen. Terpenoid ditandai dengan adanya warna biru, merah violet, hijau dan ungu (Waksmundzka-Hajnos et al., 2008).
UV- 365 dapat digunakan untuk mendeteksi adanya ikatan rangkap konjugasi. Hasil kromatografi lapis tipis analitik ekstrak metanol yang dilakukan deteksi dengan UV- 365 memperoleh spot berwarna merah violet, hijau, jingga dan kuning. Warna spot yang dihasilkan mengindikasikan bahwa senyawa yang terekstrak oleh metanol berupa terpenoid. Hal ini selaras dengan adanya deteksi dengan reagen Liebermann-buchard. Senyawa-senyawa yang terdeteksi juga dimunginkan berupa alkaloid dan flavonoid, hal ini dikarenakan alkaloid dan flavonoid juga memiliki ikatan rangkap konjugasi yang mampu menyerap foton dari UV sehingga memancarkan warna. Adapun hasil deteksi UV- 254 terhadap kromatografi lapis tipis analitik ekstrak etil asetat memperlihatkan UV- 365 dapat digunakan untuk mendeteksi adanya ikatan rangkap konjugasi. Hasil kromatografi lapis tipis analitik ekstrak metanol yang dilakukan deteksi dengan UV- 365 memperoleh spot berwarna merah violet, hijau, jingga dan kuning. Warna spot yang dihasilkan mengindikasikan bahwa senyawa yang terekstrak oleh metanol berupa terpenoid. Hal ini selaras dengan adanya deteksi dengan reagen Liebermann-buchard. Senyawa-senyawa yang terdeteksi juga dimunginkan berupa alkaloid dan flavonoid, hal ini dikarenakan alkaloid dan flavonoid juga memiliki ikatan rangkap konjugasi yang mampu menyerap foton dari UV sehingga memancarkan warna. Adapun hasil deteksi UV- 254 terhadap kromatografi lapis tipis analitik ekstrak etil asetat memperlihatkan
Pada deteksi alkaloid digunakan reagensia dragendorf, mayer dan wagner. Ekstrak yang dideteksi dengan dragendrorf akan memberikan reaksi warna jingga dan
disertai adanya endapan keruh, yang merupakan hasil reaksi ion logam K + dari kalium tetraiodobismutat dengan nitrogen alkaloid. Reaksi reagen mayer dengan senyawa
alkaloid memberikan perubahan warna kuning dan endapan putih yang merupakan hasil reaksi nitrogen alkaloid dengan ion logam K + dari kalium tetraiodomerkurat (II). Reaksi
reagen wagner dengan senyawa alkaloid memberikan perubahan warna kecoklatan-coklat tua, yang merupakan ikatan kovalen koordinat ion logam K + dengan nitrogen alkaloid
(Cordell, 1999). Deteksi untuk flavonoid menggunakan anisaldehid dalam H 2 SO 4 . Senyawa yang akan dideteksi dilarutkan kedalam metanol dan dipanaskan, kemudian ditambahkan asam sulfat pekat. Hasil positif ditunjukkan adanya perubahan warna dari kuning, jingga hingga merah (Tabel 7 dan 8). Deteksi steroid terpenoid menggunakan reagen Liebermer burchard. Reagen ini terdiri atas asam asetat anhidrat dan asam pekat. Kehadiran steroid ditandai adanya cincin berwarna hijau lembayung. Adapun kehadiran terpenoid ditandai adanya perubahan warna menjadi ungu (Cordell, 1999).
Retensi faktor (Rf) adalah selisih antara jarak tempuh larutan pembawa dengan jarak tempuh spot dibagi dengan jarak tempuh larutan pembawa (Syatrawati, 2005). Penentuan Rf sangat membantu dalam memberikan informasi tentang jenis senyawa yang diperoleh. Pada kegiatan KLT kualitatif dilakukan penghitungan Rf (Lampiran 2).
Perhitungan Rf hanya dilakukan pada sampel yang telah terindikasi mempunyai aktivitas antibakteri pada pengujian antibakteri yang dilakukan. Berdasarkan hasil penghitungan besarnya Rf yang diperoleh menunjukkan kisaran yang sama. Hasil KLT ini memberikan informasi tentang kimiawi dari senyawa yang dihasilkan. Informasi ini memberikan peluang untuk menentukan senyawa yang dihasilkan dari metabolisme gorgonian tersebut. Nilai Rf dari masing-masing ekstrak merupakan hasil perhitungan jarak spot yang terlihat pada saat deteksi dengan UV (Lampiran 2 dan 3). Nilai Rf dan warna spot yang ada merupakan dasar informasi dalam penentuan senyawa dalam analisa lebih lanjut.