ANALISIS PENENTUAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 1996-2006

ANALISIS PENENTUAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 1996-2006

Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh Putri Masita F1107514 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

MOTTO

Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah, dengan seni kehidupan menjadi halus, dan dengan agama kehidupan menjadi terarah dan bermakna (H.A Ali Mukti)

Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Usaha dengan keras adalah

kemenangan yang hakiki (Mahatma Gandhi)

Jika doamu dikabulkan, tanda Allah menyayangimu Jika doamu lambat dikabulkan, tanda Allah ingin mengujimu Jika doamu dikabulkan kembali, tanda Allah merancang yang terbaik untukmu

(penulis)

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini kupersembahkan kepada:

1. ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW

2. Ayah dan ibuku tercinta

3. Saudaraku tersayang Imel dan Usi

4. Teman-temanku

5. Almamaterku

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi.

Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik materiil maupun non materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang berbahagia ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini:

1. Bapak Prof. DR. Bambang Sutopo, M.Com., Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin menyusun skripsi.

2. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Dwi Prasetyani, SE. Msi selaku sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Non Reguler Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Sumardi SE, selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing Skripsi yang dengan arif dan bijak telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Bapak dan ibu dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan sehingga dapat menunjang terselesaikannya skripsi .

6. Ayah dan ibu tercinta yang telah memberikan dorongan, waktu, biaya, kasih sayang, doa dan restunya.

7. Adik-adikku Imel dan usi yang telah memberikan keceriaan dan semangat sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Syaiful Annas Wafaqi terimakasih atas kesabaran, doa, cinta dan support yang tak pernah henti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Teman-teman Wisma Sakinah yang telah memberikan keceriaan, kehangatan kekeluargaan, terimakasih atas persahabatan yang indah sampai saat ini dan seterusnya.

10. Teman-teman Segara Community, Love U All...

11. Teman- teman EP Non Reguler ‘07

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih terdapat

kekurangan-kekurangan yang dikarenakan keterbatasan waktu dan pikiran. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 PDRB Kabupaten Wonosobo Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2006 (Jutaan Rupiah .........................................

4 Tabel I.2

Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Wonosobo Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2006 (dalam persen) ................

5 Tabel IV.1

Pembagian Wilayah Administrasi Menurut Kecamatan di Kabupaten Wonosobo Tahun 2006 ......................................

45 Tabel IV.2

Jumlah Desa Menurut Kecamatan dan Tipe Desa di Wonosobo Tahun 2006 ...........................................................................

46 Tabel IV.3

Banyaknya Pelayanan Akte Pada Kantor Catatan Sipil di Kabupaten Wonosobo Tahun 2005-2006 .........................

47 Tabel IV.4

Banyak Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin di Kabupaten Wonosobo Tahun 2006 ....................

48 Tabel IV.5

Luas Panen dan Produksi Padi Sawah, Padi Gogo Dirinci Per Kecamatan di Kabupaten Wonosobo ..............................

53 Tabel IV.6

Banyaknya Ternak di Kabupaten Wonosobo Tahun 2002-2006 (ekor) ...................................................................

54 Tabel IV.7

Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PDAS)

58 Tabel IV.8

Kabupaten Wonosobo Tahun Anggaran 2005-2006 (rupiah)

PDRB Kabupaten Wonosobo Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004-2006 (Jutaan Rupiah) ........................................

61

Tabel IV.9 PDRB Kabupaten Wonosobo Atas Dasar Konstan Tahun 2004-2006 (Jutaan Rupiah) ...................................................

61 Tabel IV.10

Distribusi Presentase PDRB Kabupaten Wonosobo Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004-2006 ...............................

62 Tabel IV.11

65 Tabel IV.12.a Hasil Perhitungan Location Quotient Kabupaten Paten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 1996-2006 Menggunakan Data PDRB ....................................................

Hasil Perhitungan Tipologi Klassen Kabupaten Wonosobo ..

69 Tabel IV.12.b Hasil Perhitungan Location Quotient Kabupaten Paten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 1996-2006 Menggunakan Data PDRB ....................................................

71 Tabel IV.13

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 1996-1997 Menggunakan Data PDRB ..................................

76 Tabel IV.14

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 1997-1998 Menggunakan Data PDRB ..................................

78 Tabel IV.15

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 1998-1999 Menggunakan Data PDRB ..................................

79 Tabel IV.16

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 1999-2000 Menggunakan Data PDRB ..................................

Tabel IV.17

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 2000-2001 Menggunakan Data PDRB ..................................

82 Tabel IV.18

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 2001-2002 Menggunakan Data PDRB ..................................

83 Tabel IV.19

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 2002-2003 Menggunakan Data PDRB ..................................

85 Tabel IV.20

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 2003-2004 Menggunakan Data PDRB ..................................

86 Tabel IV.21

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 2004-2005 Menggunakan Data PDRB ..................................

88 Tabel IV.22

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 2005-2006 Menggunakan Data PDRB ..................................

89 Tabel IV.23

Perhitungan Shift Share Analisis (SSA) Rata-Rata Kabupaten Wonosobo Menurut Lapangan Usaha/Sektor Tahun 1996-2006 Menggunakan Data PDRB ..................................

90 Tabel IV. 24 Hasil Perhitungan Gabungan Analisis LQ dan SSA Menggunakan Data PDRB ....................................................

ANALISIS PENENTUAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 1996-2006

Putri Masita ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan perekonomian Kabupaten Wonosobo yang diukur melalui tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita dibandingkan dengan perekonomian di Propinsi Jawa Tengah Tahun 1996-2006, sektor mana yang menjadi sektor basis di Kabupaten Wonosobo dengan menggunakan hasil perhitngan analisis Location Quotient (LQ), sektor perekonomian yang menjadi sektor potensial yang mempunyai kontribusi tinggi dalam perekonomian Kabupaten Wonosobo.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 1993 selama kurun waktu 1996-2002 dan harga konstan 2000 selama kurun waktu 2003-2006. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Analisis Tipologi Klassen, Analisis Shift Share, analisis Location Quotient (LQ) dan Analisis Gabungan LQ dan Shift Share untuk mengetahui sektor basis dan potensial.

Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1996-2006 Kabupaten Wonosobo mengalami perubahan pola struktur pertumbuhan. Pada tahun 1996, 1998 dan tahun 2000 merupakan daerah dengan klasifikasi daerah berkembang cepat. Sedangkan pada tahun 1997, 1999,2001 sampai 2006 merupakan daerah relatif tertinggal. Pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder. Sedangkan sektor basis yang mendukung perekonomian Kabupaten Wonosobo selama kurun waktu 1996-2006 adalah sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan/ konstruksi; sektor angkutan dan komunikasi; dan sektor bank, lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Dari hasil analisis tersebut maka dapat diajukan beberapa saran untuk pengembangan lebih lanjut: (1) Pemerintah Kabupaten Wonosobo diharapkan dapat membuat perencanaan kebijakan pembangunan daerah yang bersifat strategis.,(2)Berusaha mempromosikan sektor basis ekonomi ke luar daerah guna menarik investor baru,(3)Perlu melakukan pengembangan setiap sektor dan memperhatikan urutan pengembangan setiap sektor.

Kata kunci: Tipologi Klassen, LQ, Shift Share, Gabungan LQ dan SSA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan dan rangkaian kegiatan-kegiatan yang berkesinambungan, berlanjut dan bertahap menuju ke tingkat yang lebih baik. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan suatu bangsa tidak akan cepat dan merata bila pembangunan di daerah selalu ditentukan oleh pemerintah pusat. Daerah harus memiliki kemandirian yang inisiatif bagi pembangunan daerahnya. Masyarakat daerahlah yang sesungguhnya mengetahui kepentingan serta aspirasi mereka, maka idealnya mereka jugalah yang tentunya dapat mengatur dan mengurus kepentingannya secara efektif dan efisien. Sedangkan pemerintah pusat memberikan dorongan, bimbingan dan bantuan bila diperlukan. Dengan demikian daerah dirangsang dan diharapkan untuk senantiasa mengembangkan kemampuannya agar dapat melaksanakan pembangunan di daerahnya selaras dengan tuntutan dan kepentingan yang ada di daerahnya.

Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu harus benar-benar diperhatikan Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu harus benar-benar diperhatikan

Menurut Sitohang (1991) potensi yang dimiliki antara daerah satu dengan daerah yang lainnya tidak merata dan tidak seragam, oleh karena itu pertumbuhannyapun berbeda. Untuk dapat tumbuh secara cepat suatu Negara perlu memiliki satu atau lebih pusat-pusat pertumbuhan regional yang memiliki potensi paling kuat.

Peranan masyarakat dan swasta dalam pembangunan daerah akan menentukan tercapainya maksud dan tujuan dari otonomi daerah. Melalui otonomi, membangun daerah yang kondusif, sehingga muncul kreasi dan inovasi dengan masyarakat yang dapat bersaing dengan daerah yang lain. Pembardayaan masyarakat dan swasta dilakukan untuk mengetahui serta dapat memanfaatkan secara optimal potensi yang dimiliki daerah tersebut, yang berkaitan dengan proses pembangunan ekonomi daerah.

Otonomi daerah tidak hanya berkaitan dengan pelimpahan urusan akan tetapi lebih dalam lagi yaitu seberapa jauh kewenangan yang dilimpahkan itu dapat memberikan kontribusi positif terhadap daerah dalam berbagai segi yang berkaitan dengan pembangunan di segala bidang.

Beberapa kebijakan yang ditempuh pemerintah yang merupakan cerminan undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diarahkan agar pembangunan daerah dapat meningkatkan perekonomian daerah. Kebijakan tersebut mencakup lima komponen utama (Halim,2004:

6). Pertama adalah kebijakan di bidang penerimaan daerah yang diprioritaskan pada penggalian sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua adalah kebijakan di bidang pengeluaran yang berorientasi pada prinsip desentralisasi dalam perencanaan, penyusunan program, pengambilan keputusan dalam memilih kegiatan dan proyek-proyek daerah serta pelaksanaannya. Ketiga adalah peningkatan kemampuan organisasi pemerintah daerah. Keempat adalah usaha memperkuat sistem pemantauan dan pengendalian pemerintah daerah yang efektif. Kelima adalah mendorong partisipasi swasata dalam bidang pelayanan masyarakat.

Pembangunan suatu wilayah ditunjang oleh beberapa sektor antara lain sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor jasa, sektor bangunan, sektor transportasi, sektor pertambangan dan jasa. Masing-masing sektor tersebut memberikan kontribusi yang besarnya berbeda-beda terhadap perekonomian wilayah. Besarnya kontribusi masing-masing sektor akan berpengaruh terhadap prioritas pembangunan tersebut.

Pada tahun 2006, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Wonosobo mencapai 1.621.132,23 juta rupiah dengan tingkat pertumbuhan 3,34%. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan di Kabupaten Wonosobo mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, 2005 yaitu dengan PDRB sebesar 1.570.347,68 juta rupiah.

Tabel I.1 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Wonosobo Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2006 (jutaan rupiah)

Lapangan Usaha

11.265,59 11.729,47 dan Penggalian. 3. Industri Pengolahan.

174.839,36 179.686,68 4. Listrik, Gas, dan Air

11.347,98 11.384,47 Bersih. 5. Bangunan. 6. Perdagangan,

63.502,66 65.443,79 Hotel, dan

182.891,39 190.268,79 Restoran. 7. Angkutan dan Komunikasi.

92.465,10 95.011,12 8. Bank, Persewaan, dan Jasa

96.584,88 99.172,58 Perusahaan. 9. Jasa-jasa.

PDRB 1.487.044,17 1.521.807,34 1.570.347,68 1.621.132,33 Sumber: PDRB Kabupaten Wonosobo Tahun 2006

Dari tabel 1.1 dapat diketahui bahwa sektor pertanian; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; serta sektor industri pengolahan memiliki kontribusi yang paling tinggi terhadap PDRB bila dibandingkan sektor-sektor lain. Pada tahun 2006 ketiga sektor tersebut secara berurutan memiliki kontribusi sebesar 795.766,96 juta rupiah, 190.168,79 juta rupiah, dan 179.686,68 juta rupiah.

Tabel I.2 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Wonosobo

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2006

(dalam persen)

Lapangan Usaha

1. Pertanian

2,26 3,41 3,32 2. Pertambangan dan Penggalian.

4,12 4,33 4,12 3. Industri Pengolahan.

1,90 1,89 2,77 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih.

2,35 3,38 3,06 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran.

2,19 3,62 4,03 7. Angkutan dan Komunikasi.

2,77 2,39 2,75 8. Bank, Persewaan, dan Jasa Perusahaan. 2,18

2,34 3,19 3,32 Sumber: PDRB Kabupaten Wonosobo Tahun 2006

Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa Kabupaten Wonosobo memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pada tahun 2003-2006 mengalami peningkatan, yaitu tahun 2003 laju pertumbuhan mencapai 2,11%, tahun 2004 meningkat menjadi 2,34%, tahun 2005 meningkat lagi menjadi 3,19% dan tahun 2006 meningkat menjadi 3,32%.

Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi yang utama untuk mengatur sejauh mana daerah melakukan pembangunan. Mengingat krisis ekonomi membawa dampak yang sedemikian besar terhadap perekonomian di Indonesia khususnya di Kabupaten Wonosobo.

Kabupaten Wonosobo adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dengan luas keseluruhan adalah 984,68 Km 2. Kabupaten

Wonosobo merupakan daerah dataran tinggi yang termasuk ke dalam wilayah Propinsi Jawa Tengah. Keadaan struktur perekonomian pada Wonosobo merupakan daerah dataran tinggi yang termasuk ke dalam wilayah Propinsi Jawa Tengah. Keadaan struktur perekonomian pada

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka perlu diadakan studi untuk menganalisis potensi ekonomi di Kabupaten Wonosobo tahun 1996-2006. Agar secara dini dapat diketahui seberapa besar keberhasilan pembangunannya dilihat dari sektor basis dan prospek di masa yang akan datang.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonosobo bila dibandingkan dengan perekonomian Propinsi Jawa Tengah Tahun 1996-2006?

2. Sektor manakah yang menjadi sektor basis perekonomian di Kabupaten Wonosobo ditinjau dari sisi PDRB?

3. Sektor-sektor manakah yang merupakan sektor potensial dalam perekonomian Kabupaten Wonosobo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui keadaan perekonomian Kabupaten Wonosobo yang diukur melalui perbandingan tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita dibandingkan dengan perekonomian di Propinsi Jawa Tengah Tahun 1996-2006.

2. Untuk mengetahui sektor mana yang menjadi sektor basis di Kabupaten Wonosobo dengan menggunakan hasil perhitungan analisis Location Question (LQ).

3. Untuk mengetahui sektor perekonomian yang menjadi sektor potensial yang mempunyai kontribusi tinggi dalam perekonomian Kabupaten Wonosobo.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan dan evaluasi bagi pemerintah daerah Kabupaten Wonosobo dalam menerapkan kebijakan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah.

2. Bagi penulis merupakan suatu penerapan terhadap pemahaman teoritis yang telah diperoleh selama mengikuti kuliah.

3. Sebagai bahan informasi yang dapat menjadi bahasn studi penelitian sejenis secara lebih mendalam dan juga sebagai bahan perbandingan penelitian di masa yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Lincolin Arsyad, 1999: 6).

Pembangunan menurut Rostow adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan perubahan dari ciri-ciri penting dalam suatu masyarakat, yaitu perubahan keadaan politik, struktur kegiatan ekonominya (Sadono Sukirno,1976: 103).

Menurut Todaro dan Smith (2003: 21) pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses (miltidimensional) yang melibatkan perubahan-perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping telah mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi, pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual.

Pertumbuhan ekonomi berpokok pada proses [eningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sedangkan pembangunan ekonomi mempunyai arti yang lebih luas dan mencakup perubahan pendapatan, tata susunan ekonomi masyarakat secara menyaluruh. Pembanguan ekonomi ditandai oleh perubahan struktural, yaitu pada landasan ekonomi yang bersangkutan. Paham pertumbuhan telah digunakan dalam teori dinamika sebagaimana hal itu dikembangkan oleh para pemikir Neo-Klasik (Sumitro Djojohadikusumo, 1994: 1).

Sekitar tahun 1950-an definisi pembangunan ekonomi lebih menekankan pada peningkatan pendapatan perkapita seperti yang telah dikemukakan oleh Meier dan Baldwin. Kedua orang tersebut mengartikan pembangunan okonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari definisi tersebut mengandung tiga unsur, yaitu: pembangunan ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang terus menerus yang di dalamnya tersebut mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi baru, usaha peningkatan pendapatan perkapita, dan kenaikan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang (Meier dan Baldwin dalam Suryana, 2000: 3).

Sedangkan menurut Moh. Arsjad Anwar (1995) dalam Mulyanto (2004: 13), definisi pembangunan ekonomi adalah suatu proses terus meningkatnya pendapatan nasional atau regional perkapita secara riil dalam kurun waktu yang relatif lama yang disertai dengan: Sedangkan menurut Moh. Arsjad Anwar (1995) dalam Mulyanto (2004: 13), definisi pembangunan ekonomi adalah suatu proses terus meningkatnya pendapatan nasional atau regional perkapita secara riil dalam kurun waktu yang relatif lama yang disertai dengan:

b. Makin berkurangnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.

c. Terjadinya distribusi atau pembagian pendapatan secara relatif tanpa menjadi tambah buruk.

d. Terciptanya kelestarian Sumber Daya Alam dan lingkungan hidup yang terpelihara.

Pada intinya pembangunan harus menampilkan perubahan yang menyeluruh yang meliputi usaha penyelarasan keseluruhan sistem sosial terhadap kebutuhan dasar dan keinginan yang berbeda pada setiap individu dan kelompok sosial dalam sistem tersebut, berpindah dari suatu kondisi kehidupan yang ”lebih” secara materiil maupun spiritual. Selain itu

pembangunan juga harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyababkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama.

Dari beberapa pengertian di atas maka pembangunan ekonomi mempunyai pengertian (Lincolin Arsyad, 1999: 6):

a. Suatu proses yang berarti perubahan terus menerus.

b. Usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita.

c. Kenaikan pendapatan perkapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang.

d. Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang organisasi (institusi) dan perbaikan di bidang regulasi (baik formal maupun informal).

Simon Kuznet dalam kuliahnya pada peringatan Nobel mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dan kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, kesesuaian kelembagaan dan ideologis yang dikemukakannya. Definisi ini mempunyai tiga komponen dasar, yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang.

2. Teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampian dalan penyediaan aneka macam barang kepada pendududuk.

3. Penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi, sehingga inovasi yang dihasilkan ilmu pengetahuan oleh umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat (Kuznets dalam Jingan, 1996: 72). Simon Kuznets juga menambahkan beberapa karakteristik proses

pertumbuhan ekonomi (Todaro dan Smith, 2003: 99):

1. Tingkat pertumbuhan output perkapita dan pertumbuhan penduduk yang tinggi.

2. Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi.

3. Tingkat transformasi struktural yang tinggi.

4. Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.

5. Adanya kecenderungan negara-negara yang sudah maju perekonomiannya untuk menambah bagian dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku yang baru.

6. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sekitar sepertiga bagian penduduk dunia. Menurut Todaro dan Smith (2003: 92) ada tiga faktor atau

komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa. Ketiga faktor tersebut adalah:

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.

2. Perumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi.

B. Tujuan Pembanguanan Ekonomi

Tujuan pembangunan ekonomi dibagi menjadi tiga tujuan utama atau tujuan primer dan tujuan sampingan atau tujuan sekunder. Tujuan utama adalah menaikkan atau memperbesar output nasional dan Tujuan pembangunan ekonomi dibagi menjadi tiga tujuan utama atau tujuan primer dan tujuan sampingan atau tujuan sekunder. Tujuan utama adalah menaikkan atau memperbesar output nasional dan

Sedangkan Michael P. Todaro membuat kesimpulan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Berupa apapun komponen spesifik atas kehidupan yang serba lebih baik itu, proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti seperti di bawah ini:

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya intu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materi melainkan juga membutuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara atau bangsa lain, namun juga terdapat setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka. (Todaro dan Smith, 2003: 28).

Pembanguan ekonomi Indonesia pada masa yang akan datang harus lebih baik dari perekonomian Indonesia sebelum terjadi krisis. Wujud perekonomian yang akan dibangun harus lebih adil dan merata, mencerminkan peran daerah dan pemberdayaran seluruh rakyat, berdaya saing dengan basis efisiensi, serta menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

C. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah

Para ahli banyak memberikan pengertian mengenai pembanguanan ekonomi daerah, diantaranya adalah: pembanguanan ekonomi daerah diartikan sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasat untuk mensiptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut) (Lincolin Arsyad, 1999: 298).

Bila ditinjau dari aspek ekonomi, daerah memiliki tiga pengertian yaitu:

1. Suatu daerah dianggap suatu ruang dimana kegiatan ekonomi terjadi dan di dalam berbagai pelosok ruang terdapat sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan perkapitanya, sosial budayanya, geografisnya, dan lain-lain. Daerah dengan pengertian ini disebut daerah homogen.

2. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh sati atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dengan pengertian seperti ini dinamakan daerah nodal.

3. Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi tertentu seperti satu propinsi, kabupaten, kecamatan, dan sebagainya. Daerah ini didasarkan pada pembagian administratif suatu negara. Daerah dengan pengertian ini disebut daerah perencanaan atau daerah administrasi.

Dalam hal ini pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber- sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Sehingga timbul masalah pokok dalam pembangunan daerah yaitu terletak pada penekanan terhadap kebijakan pembangunan yang didasarkan pada ke khasan daerah yang bersangkutan (endogeous Dalam hal ini pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber- sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Sehingga timbul masalah pokok dalam pembangunan daerah yaitu terletak pada penekanan terhadap kebijakan pembangunan yang didasarkan pada ke khasan daerah yang bersangkutan (endogeous

Pembangunan daerah merupakan upaya terpadu yang menggabungkan beberapa dimensi kebijakan dari seluruh faktor yang ada dengan tujuan mewujudkan masyarakat sejahtera, damai, demokratis, berkeadilan dan memiliki daya saing. Secara umum pembangunan daerah mempunyai tujuan untuk :

1. Menciptakan stabilitas perekonomian yang ditempuh dengan cara menciptakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi pengembangan kegiatan ekonomi daerah.

2. Mendorong terciptanya pekerjaan yang berkualitas, sehingga akan mampu berperan aktivitas yang lebih produktif.

3. Meningkatkan standar hidup masyarakat, dimana tidak hanya peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan kualitas kultural, yang semuanya itu akan memperbaiki kesejahteraan materiil maupun non materiil.

4. Mendorong terciptanya diversifikasi ekonomi yang lebih luas.

5. Meningkatkan ketersediaan dan perluasan distribusi berbagai kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan). (Todaro,2002: 22-24).

Tujuan pembangunan daerah seperti yang telah tersebut di atas akan dapat tercapai bila pemerintah daerah dapat melakukannya dengan Tujuan pembangunan daerah seperti yang telah tersebut di atas akan dapat tercapai bila pemerintah daerah dapat melakukannya dengan

1. Enterpreneur Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis. Dalam hal ini pemerintah daerah dapat mengembangkan suatu usaha sendiri (BUMD). Dalam hal ini pemerintah daerah harus dapat mengelola aset-aset yang dimiliki dengan baik sehingga secara ekonomis menguntungkan.

2. Koordinator Pemerintah daerah bertindak sebagai koordinator untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan daerahnya. Pemerintah daerah dalam menjalankan perannya ini, dapat melibatkan lembaga-lembaga lainnya, dunia usaha, maupun masyarakat dalam penyusunan sasaran ekonomis, rencana, serta strategi kebijakan. Pendekatan yang dilakukan pemerintah daerah

terhadap stakeholder tersebut, dapat menjaga konsistensi pembangunan daerah pembangunan nasional.

3. Fasilitator Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan daerah melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku masyarakat) di daerahnya. Sehingga akan mempercepat proses pembangunan daerah yang lebih baik.

4. Stimulator Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui kebijakan-kebijakan yang diambil guna mempengaruhi terciptanya kondisis kegiatan ekonomi yang dinamis.

Berdasarkan pembanguna ekonomi, mak bisa dikatakan penertian pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses. Proses yang dimaksud disini yaitu: proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, ahli ilmu pengetahuan

pengembangan perusahaan-perusahaan baru.(Lincolin Arsyad, 1999: 109). Apabila dibuat suatu ringkasan maka pembangunan daerah bisa disebut sebagai fungsi dari sumber daya alam, tenaga kerja, investasi, enterpreneurship,

alam

dan

transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi,luas daerah, pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah pusat, dan bantuan- bantuan pembangunan (Lincolin Arsyad, 1999: 300).

D. Pembangunan Ekonomi Regional

Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses dimana masyarakat daerah dan pemerintah mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsa Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses dimana masyarakat daerah dan pemerintah mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsa

Pembangunan ekonomi regional merupakan pelaksanaan dari pembangunan nasional pada wilayah tertentu yang disesuaikan dengan kemampuan fisik, sosial ekonomi regional serta tunduk pada peraturan tertentu.

Menurut Kuncoro, ada tiga unsur dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah yaitu:

1. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan rasional dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.

2. Sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah, dan sebaliknya yang baik untuk daerah belum tentu baik secara nasional.

3. Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah biasanya sangat berbeda dengan tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat.

Secara teoritis wilayah daerah berbeda dengan wilayah nasional. Perbedaan yang jelas adalah wilayah daerah lebih terbuka dibandimgkan wilayah nasional, sehingga sumber-sumber daya lebih mudah antar daerah daripada antar negara dan tidak adanya rintangan masuk seperti tarif, Secara teoritis wilayah daerah berbeda dengan wilayah nasional. Perbedaan yang jelas adalah wilayah daerah lebih terbuka dibandimgkan wilayah nasional, sehingga sumber-sumber daya lebih mudah antar daerah daripada antar negara dan tidak adanya rintangan masuk seperti tarif,

Selanjutnya pembangunan ekonomi daerah dilihat dari sektoral, perlu dirumuskan satu sektor atau beberapa sektor kegiatan ekonomi yang dinyatakan sebagai kegitan ekonomi yang penting. Menghadapi masalah sektoral tersebut pemerintah daerah harus dapat mengambil sikap tegas, mengembangkan lebih lanjut, mempertahankan atau membiarkan sektor kegiatan ekonomi tersebut berkembang sendiri. Sikap semacam itu dimaksudkan antara lain agar sektor-sektor daerah yang bersangkutan dapat bersama-sama berkembang secara sinkron yang pada akhirnya pembanguan ekonomi berjalan seimbang.

E. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi daerah adalah proses pertumbuhan dari pendapatan regional yang terjadi di suatu wilayah dari suatu tahun ke tahun berikutnya. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat.

Setiap pertumbuhan ekonomi detentukan oleh adanya sektor basis. Penempatan kriteria pertumbuhan sebagai dasar penetapan kawasan andalan yang relevan dengan teori pusat pertumbuhan sebagai dasar Perroux (1998). Pertumbuhan tidak muncul secara bersamaan dalam suatu daerah. Menurut Perroux, kota merupakan suatu tempat sentral dan Setiap pertumbuhan ekonomi detentukan oleh adanya sektor basis. Penempatan kriteria pertumbuhan sebagai dasar penetapan kawasan andalan yang relevan dengan teori pusat pertumbuhan sebagai dasar Perroux (1998). Pertumbuhan tidak muncul secara bersamaan dalam suatu daerah. Menurut Perroux, kota merupakan suatu tempat sentral dan

Di lain pihak diungkapkan bahwa industri unggulan merupakan penggerak utama dalam pembangunan daerah. Dengan adanya sektor unggulan memungkinkan adanya pemusatan industri yang akan mempercepat pertumbuhan perekonomian. Adanya pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah, sehingga perkembangan industri dalam suatu daerah akan mempengaruhi perkembangan daerah (Mudrajad Kuncoro, 2002: 28-30)

Beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisa pertumbuhan ekonomi daerah atau regional antara lain (Lincolin Arsyad, 1999: 115-118)

a. Teori Ekonomi Neo Klasik Peranan teori neo klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis pembangunan daerah karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial dan signifikan.Teori ekonomi klasik ini memberikan dua konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah, yaitu keseimbangan (equilibrium) dan keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa pembatasan oleh karena itu modal akan mengalir dari daerah yang berubah rendah.

b. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori ini didasarkan pada sudut pandang teori lokasi, yaitu pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Berarti dalam menentukan strategi pembangunan harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimiliki guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

c. Teori Lokasi Teori ini mengemukakan tentang pemilihan lokasi yang dapat meminimumkan biaya. Lokasi optimum dari suatu perusahaan atau industri umumnya terletak atau berdekatan dengan pasar atau sumber bahan baku. Artinya semakin tepat dalam pemilihan lokasi (strategis) maka semakin kecil ongkos produksi yang akan dikeluarkan.

d. Teori Tempat Sentral Teori ini menganggap bahwa semacam hierarki tempat. Setiap sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.

e. Teori Kausasi Kumulatif Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari teori kausasi kumulatif, dengan kata lain kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan e. Teori Kausasi Kumulatif Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari teori kausasi kumulatif, dengan kata lain kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan

f. Model Daya Tarik (Attraction) Teori model daya tarik adalah model pertumbuhan ekonomi- ekonomi yang banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialisai melalui pemberian subsidi dan insentif.

F. Konsep Basis Ekonomi

Model basis ekonomi menyederhanakan perekonomian menjadi dua sektor, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan sektor basis adalah kegiatan yang mengekspor barang dan jasa keluar dari basis perekonomian masyarakat atau memasarkan barang dan jasa kepada mereka yang datang dari perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan sektor basis ini sangat penting dalam menciptakan permintaan terhadap faktor produksi dan pendapatan wilayah serta menciptakan permintaan atas produk industri lokal yang dihasilkan terutama digunakan untuk permintaan pasar di wilayah yang bersangkutan. Dengan demikian sektor basis berperan sebagai faktor penggerak utama, dimana setiap perubahan yang terjadi dalam aktivitas ekonomi tersebut akan menimbulkan dampak multiplier terhadap pertumbuhan perekonomian suatu wilayah.

Untuk mempelajari apakah sektor ekonomi merupakan sektor basis atau non basis dari suatu wilayah maka dapat dilakukan melalui dua metode yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dilakukan melalui survei secara langsung dalam mengidentifikasi sektor mana yang basis dan non basis.

Melalui pendekatan ini dapat ditentukan sektor basis dan non basis secara tepat, tetapi dalam kenyataannya memerlukan dana dan sumber- sumber daya yang besar. Atas dasar ini para pakar ekonmi regional merekomendasikan penggunaan metode pegukuran tidak langsung yaitu menggunakan kuosien lokasi (Location Quotients) atau menggunakan asumsi sesuai dengan berdasarkan kondisi wilayah tersebut dan ada kegiatan tertentu yang diasumsikan sebagai kegiatan basis dan kegiatan lain sebagai kegiatan non basis (Robinson Tarigan, 2004: 31).

G. Kesenjangan Regional

Kesenjangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat sebab kesenjangan wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugerah awal (endowment factor). Pebedaan inilah yang menyebabkan tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sukirno, 1976).

Menurut Williamson (1965) dalam empirisnya menemukan bahwa pada tahap awal pembangunan akan terjadi kesenjangan pendpatan regional. Beberapa penyebab kesenjangan antar daerah adalah:

a. Migrasi Tenaga Kerja Tenaga kerja di daerah yang terdidik, terampil, memiliki skill dan produktif akan berpindah dan terserap di daerah yang kaya sehingga migrasi tenaga kerja ini mengakibatkan ketimpangan spasial.

b. Migrasi Kapital Keuntungan yang diperoleh dari aglomerasi proyek-proyek kapital dari daerah yang relatif kaya menyababkan kapital mengalir dari daerah miskin ke daerah kaya. Hal ini mengakibatkan antar daerah melebar.

c. Kebijakan Pemerintah Sasaran kebijakan pemerintah untuk meningkatkan prestasi pembangunan ekonominya dapat dilakukan dengan mengalokasikan dana investasinya ke daerah-daerah kaya dan membutuhkan berbagai sarana publik dan dapat dengan segera mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan mendorong semakin cepatnya laju pertumbuhan di daerah kaya sehingga cenderung memperbesar kesenjangan.

d. Keterkaitan Antar Daerah Williamson menyatakan kesenjangan antar daerah juga dapat disebabkan oleh kondisi geografis suatu daerah. Semakin luas wilayah d. Keterkaitan Antar Daerah Williamson menyatakan kesenjangan antar daerah juga dapat disebabkan oleh kondisi geografis suatu daerah. Semakin luas wilayah

Kurangnya keterkaitan antar daerah dapat menyebabkan kurang efek penyabaran, perubahan sosial dan penggandaan pendapatan. Apabila daerah kaya juga mempunyai areal pertanian yang luas dan produktif maka daerah miskin tidak memperoleh keuntungan dari adanya hubungan antar daerah dapat menyebabkan input-input untuk seperangkat alat industrinya (Jhingan, 1994).

H. Penelitian Sebelumnya yang Relevan

Salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu Tri Hartanto (2001) yang menganalisis sektor-sektor prioritas yang mendukung perekonomian daerah Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah tahun 1993-1999 dengan menggunakan metode Basis Ekonomi serta Shift Share Analisis. Dalam penelitian tersebut terdapat beberapa kesimpulan yaitu komposisi struktural yang paling dominan adalah sektor perdagangan , hotel, dan restoran yang memberikan kontribusi terbesar trhadap PDRB Kota Semarang dan mengalami peningkatan dari tahun 1993-1999 sebesar 33,32%. Kemudian sektor yang merupakan sektor basis dan memiliki keunggulan komperatif yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor bangunan dan sektor jasa. Selanjutnya dari penggabungan analisis Location Quotient dan

Shift Share, prioritas pertama (pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran), prioritas kedua (sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas, da air bersih; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan sektor jasa. Sedangkan prioritas ketiga, keempat, dan kelima berturut-turut adalah sektor bangunan; sektor pertambangan dan penggalian; dan yang terakhir sektor pertanian.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Handayani Astuti (2003) dengan judul ”Analisis Potensi Sektor Ekonomi Kota dan Kabupaten di Propinsi Yogyakarta Dalam Pelaksanaan Pembangunan di Era Otonomi Daerah Tahun 1998- 2001” terdapat kesimpulan bahwa sektor ekonomi yang menjadi sektor basis masing-masing di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain: Kabupaten Sleman adalah sektor industri pengolahan; sektor bangunan; dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran; di Kota Yogyakarta adalah sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; di Kabupaten Bantul adalah sektor pertanian; sektor bangunan; sektor industri pengolahan; di Kabupaten Gunung Kidul adalah sektor pertanian; sektor pertambangan dan bahan galian; di Kabupaten Kulon Progo adalah sektor pertanian dan sektor jasa.

Pada penelitian Thatit Wijayanti (2006) menganalisis sektor-sektor prioritas yang mendukung perekonomian propinsi DKI Jakarta tahun 1993-2003 dengan menggunakan metode basis ekonomi serta shift share analysis. Dalam penelitian tersbut terdapat beberapa kesimpulan yaitu: Pada penelitian Thatit Wijayanti (2006) menganalisis sektor-sektor prioritas yang mendukung perekonomian propinsi DKI Jakarta tahun 1993-2003 dengan menggunakan metode basis ekonomi serta shift share analysis. Dalam penelitian tersbut terdapat beberapa kesimpulan yaitu:

Selanjutnya, dari hasil analisis gabungan Location Quotients (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA) dapat disusun sektor-sektor yang memiliki prospek lebih bagus untuk dikembangkan di propinsi DKI Jakarta. Sektor- sektor tersebut dibagi menjadi 6 klasifikasi :

1. Pengembangan sektor prioritas pertama tidak ada

2. Pengembangan sektor prioritas kedua meliputi :

a. Sektor listrik, gas dan air

b. Sektor pengangkutan dan komunitas

3. Pengembangan sektor prioritas ketiga meliputi

a. Konstruksi/ bangunan

b. Perdagangan, hotel dan restoran

c. Keuangan

4. Pengembangan sektor prioritas keempat hanya ada 1 sektor yaitu sektor industri pengolahan

5. Pengembangan sektor prioritas ke lima ada dua sektor meliputi: sektor pertanian,jasa-jasa.

Sedangkan penelitian yang dilakukan Taufiqqurrahman (2006) yang berjudul ”Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Struktur Unggulan di Kabupaten Magelang tahun 1998- 2003” menggunakan Analisis Shift Share beserta modifikasinya Analysis Location Quotient dan Analisis Overlay dengan menggunakan data PDRB

Propinsi Jateng dan PDRB Kab Magelang. Kegiatan ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan dan kriteria kontribusi Kabupten Magelang pada era sebelum otonomi daerah (1998-2000) adalah sektor pertambangan dan penggalian sektor jasa, sedangkan era selama otonomi daerah (2001-2003). Kegiatan ekonomi yang potensial adalah sektor pertanian,sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor bangunan.

I. Kerangka Pemikiran

PDRB Propinsi Jawa Tengah PDRB Kab. Wonosobo

Potensi Ekonomi Sektoral Kab. Wonosobo

Kebijakan Pembangunan Kab. Wonosobo

Pembangunan Ekonomi Kab. Wonosobo di Era Otonomi Daerah