Model Penjalaran Waktu Tiba (Travel Time) Gelombang Tsunami di
IV.1.3 Model Penjalaran Waktu Tiba (Travel Time) Gelombang Tsunami di
Selatan Pulau Jawa Berdasarkan Identifikasi Gempa Bumi Pembangkit Tsunami
Travel time adalah waktu yang dibutuhkan oleh gelombang tsunami menjalar dari pusat/ sumber tsunami ke suatu titik tertentu yang terletak di laut atau pantai. Penjalaran gelombang tsunami tergantung morfologi wilayah dan posisi titik dari source tsunami.
Pemodelan waktu tiba dibuat menggunakan aplikasi TTT (Tsunami Travel Time ). Data parameter gempa bumi yang dapat dibuat model penjalaran waktu tiba tsunami yang diperoleh dari Pusat Gempa Nasional (PGN) BMKG sebagai berikut: (a) Tanggal 17 Juli 2006 pukul 08:19:28.7 (UTC); magnitudo 6,8 SR; kedalaman 33 km; latitude 9,55° LS; longtitude 107,18° BT; keterangan 80
commit to user
magnitudo 6,7 SR; kedalaman 30 km; latitude 9,25° LS; longtitude 107,66° BT; keterangan 305 km baratdaya Tasikmalaya dan (c) Tanggal 2 September 2009 pukul 07:55:46.5 (UTC); magnitudo 6,4 SR; kedalaman 30 km; latitude 8,54° LS; longtitude 107,69° BT; keterangan 142 km baratdaya Tasikmalaya. Untuk gempa bumi yang terjadi pada 8 Agustus 2007 pukul 17:05:53.0 (UTC); magnitudo 6,6 SR; kedalaman 280 km; latitude 6,47° LS; longitude 108,03° BT; keterangan 145 km timurlaut Sukabumi tidak dapat dibuat model penjalaran waktu tiba tsunami dikarenakan gempa tersebut pusat gempa (episenter) berada di daratan. Salah satu kriteria dapat dibuat model penjalaran waktu tiba gelombang tsunami adalah pusat gempa berada di laut sekitar daerah patahan dan terjadi deformasi dasar laut sehingga gempa tersebut berpotensi membangkitkan tsunami. Data bathimetri gempa 8 Agustus 2007 di selatan pulau Jawa dengan pusat gempa di daratan seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.14 Bathimetri dan episenter gempa 8 Agustus 2007
Pemodelan waktu tiba sangat ditentukan oleh tingkat ketelitian data input, yaitu data bathimetri. Hal ini disebabkan karena model travel time yang dihasilkan merupakan hasil dari analisa grid bathimetri. Analisis ini menggunakan data bathimetri dengan interval 5 menit. Waktu tiba yang dihasilkan adalah waktu tiba sampai daerah-daerah di sekitar pusat gempa. Stasiun-stasiun AWL didekat pantai disepanjang selatan pulau Jawa yang disimulasikan waktu tibanya sebanyak
79 lokasi. Berikut lokasi yang digunakan dalam model seperti tabel 4.1.
commit to user
Jarak dari episenter (km) 17 Juli 2006
19 September 2006 2-Sep-2009
1. PELABUHAN RATU
IV.1.3.1 Analisa Travel Time Gempa 17 Juli 2006
Pada tanggal 17 Juli 2006 pukul 08:19:28.7 (UTC) sebuah tsunami telah menerjang Pangandaran 700 orang meninggal, infrastruktur, bangunan dan sarana transportasi mengalami kerusakan parah (www.bmkg.go.id). Tsunami tersebut dibangkitkan oleh gempa dengan magnitudo 6,8 SR dan episenter 9,55° LS 107,18° BT di 80 km selatan Pangandaran pada kedalaman 33 km. Hasil analisa bola fokus (focal mechanism) menunjukkan bahwa gempa tersebut mempunyai mekanisme fokus tipe sesar naik (thrust fault/ reverse fault) seperti pada gambar
2.9 (c). Proses simulasi travel time melalui tiga tahapan proses, yaitu proses pembuatan model grid pada data bathimetri, proses visualisasi model grid dalam bentuk gambar dan proses perhitungan travel time pada daerah di sekitar pusat gempa. Input utama yang digunakan membuat model penjalaran waktu tiba gelombang tsunami adalah data bathimetri. Penampang melintang bathimetri dari sumber gempa ke masing-masing lokasi dekat pusat gempa digunakan untuk melihat karakteristik bathimetri dan jarak ke masing-masing lokasi dekat pusat
commit to user
membuat grid seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.15 Bathimetri dan episenter gempa 17 Juli 2006
Berdasarkan data bathimetri, menunjukkan bahwa di selatan pulau Jawa terdapat banyak patahan yang disebabkan pergerakan lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia disebut daerah subduksi dimana di daerah tersebut rawan terjadinya gempa bumi dan tsunami. Visualisasi model grid gempa 17 Juli 2006 dengan menggunakan data bathimetri interval 5 menit yaitu berupa peta pergerakan/ penjalaran gelombang tsunami adalah:
Gambar 4.16 Visualisasi Travel Time model grid gempa 17 Juli 2006
commit to user
Gambar 4.17 Peta lokasi titik Travel Time gempa 17 Juli 2006 di perairan Indonesia dan sekitarnya
Gempa pada tanggal 17 Juli 2006 digunakan data bathimetri interval 5 menit. Hasil travel time dengan model bathimetri 5 menit di sekitar pusat gempa (Tabel 4.2) Tabel 4.2 Travel Time model bathimetri 5 menit gempa 17 Juli 2006
No.
Lokasi
Latitude Longitude Jarak dari
episenter (km)
Arrival H M
1. PELABUHAN RATU
-6,6
106,33
340,77
00 34 42 2. UJUNGGENTENG
-7,24
106,24
276,83
00 29 10 3. CIJARIAN
-7,28
107,01
252,68
00 23 47 4. SINDANGBARANG
-7,29
107,08
251,11
00 24 10 5. CIPANDAK
-7,31
107,17
248,64
00 24 21 6. CIOLENG
-7,45
107,55
238,39
00 25 26 7. CIPARI
-7,45
107,56
236,89
00 25 26 8. PANGANDARAN
-7,44
108,39
269,99
00 48 58 9. NUSAKAMBANGAN
-7,45
108,54
277,71
00 46 32 10. CILACAP
-7,45
109,0
308,46
01 02 46 11. ADIPALA
-7,41
109,09
318,39
00 44 24 12. GLAGAH
-7,56
110,03
385,84
00 45 20 13. PASIROMBO
-8,12
110,41
392,09
00 47 03 14. WATES
-7,55
110,07
390,12
00 45 20 15. PARANGTRITIS
-8,02
110,18
373,81
00 45 58 16. PACITAN
-8,13
111,07
459,28
00 56 07 17. GRAJAGAN
-8,36
114,13
782,68
02 00 04
commit to user
berada di tepi pantai sehingga terdapat variasi nilai waktu tiba gelombang. Daerah yang memiliki waktu tiba tercepat adalah daerah Cijarian dengan waktu tiba gelombang 23 menit 47 detik (2 3’47’’). Daerah ini memiliki jarak 252,68 km dari episenter. Sedangkan waktu tiba terlama pada daerah Grajagan yaitu 2 jam 4 detik dengan jarak 782,68 km dari episenter. Hasil simulasi menunjukkan adanya variasi travel time terhadap jarak suatu daerah terhadap episenter. Variasi travel time tidak selalu berbanding lurus dengan jarak suatu lokasi terhadapa pusat gempa. Hal ini disebabkan karena beberapa lokasi yang digunakan untuk simulasi tidak berada di tepi pantai.
Lokasi dengan jarak terhadap episenter antara 248 km sampai 253 km memiliki variasi travel time dari 23 menit sampai 25 menit yaitu Cijarian, Sindangbarang, Cipandak, dan Cidaun.
IV.1.3.2 Analisa Travel Time Gempa 19 September 2006
Pada tanggal 19 September 2006 pukul 13:59:51.8 (UTC) terjadi gempa bumi di 305 km baratdaya Tasikmalaya dengan magnitudo 6,7 SR dan episenter 9,25° LS 107,66° BT pada kedalaman 30 km dirasakan sampai di Bantul (www.bmkg.go.id). Hasil analisa bola fokus (focal mechanism) menunjukkan bahwa gempa tersebut mempunyai mekanisme fokus tipe sesar transtension seperti pada gambar 2.9 (d).
Proses simulasi travel time melalui tiga tahapan proses, yaitu proses pembuatan model grid pada data bathimetri, proses visualisasi model grid dalam bentuk gambar dan proses perhitungan travel time pada daerah di sekitar pusat gempa. Input utama yang digunakan membuat model penjalaran waktu tiba gelombang tsunami adalah data bathimetri. Penampang melintang bathimetri dari sumber gempa ke masing-masing lokasi dekat pusat gempa digunakan untuk melihat karakteristik bathimetri dan jarak ke masing-masing lokasi dekat pusat gempa. Data bathimetri gempa 19 September 2006 di selatan pulau Jawa yang digunakan membuat grid seperti pada gambar berikut:
commit to user
Gambar 4.18 Bathimetri dan episenter gempa 19 September 2006
Berdasarkan data bathimetri, menunjukkan bahwa di selatan pulau Jawa terdapat banyak patahan yang disebabkan pergerakan lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia disebut daerah subduksi dimana di daerah tersebut rawan terjadinya gempa bumi dan tsunami. Visualisasi model grid gempa 19 September 2006 dengan menggunakan data bathimetri interval 5 menit yaitu berupa peta pergerakan/ penjalaran gelombang tsunami adalah:
Gambar 4.19 Visualisasi Travel Time model grid gempa 19 September 2006
commit to user
Gambar 4.20 Peta lokasi titik Travel Time gempa 19 September 2006 di perairan Indonesia dan sekitarnya
Gempa pada tanggal 19 September 2006 juga digunakan data bathimetri interval 5 menit. Hasil travel time dengan model bathimetri 5 menit di sekitar pusat gempa (Tabel 4.3) Tabel 4.3 Travel Time model bathimetri 5 menit gempa 19 September 2006
No.
Lokasi
Latitude Longitude
Jarak dari
episenter
(km)
Arrival H M
1. PELABUHAN RATU
-6,6
106,33
329,12
00 37 29 2. UJUNGGENTENG
-7,24
106,24
273,17
00 31 57 3. CIJARIAN
-7,28
107,01
230,27
00 22 20 4. SINDANGBARANG
-7,29
107,08
226,89
00 22 25 5. CIPANDAK
-7,31
107,17
222,1
00 22 14 6. CIOLENG
-7,45
107,55
200,17
00 22 30 7. CIPARI
-7,45
107,56
200,11
00 22 30 8. PANGANDARAN
-7,44
108,39
216,63
00 43 45 9. NUSAKAMBANGAN
-7,45
108,54
222,4
00 41 20 10. CILACAP
-7,45
109,0
249,09
00 57 29 11. ADIPALA
-7,41
109,09
258,67
00 39 07 12. GLAGAH
-7,56
110,03
323,1
00 40 15 13. PASIROMBO
-8,12
110,41
330,02
00 42 21 14. WATES
-7,55
110,07
327,37
00 40 15 15. PARANGTRITIS
-8,02
110,18
311,26
00 40 56 16. PACITAN
-8,13
111,07
398,4
00 52 36 17. GRAJAGAN
-8,36
114,13
724,93
02 00 11
commit to user
berada di tepi pantai sehingga terdapat variasi nilai waktu tiba gelombang. Daerah yang memiliki waktu tiba tercepat adalah daerah Cipandak dengan waktu tiba gelombang 22 menit 14 detik (22 ’14’’). Daerah ini memiliki jarak 222,1 km dari episenter. Sedangkan waktu tiba terlama pada daerah Grajagan yaitu 2 jam 11 detik dengan jarak 724,93 km dari episenter. Hasil simulasi menunjukkan adanya variasi travel time terhadap jarak suatu daerah terhadap episenter. Variasi travel time tidak selalu berbanding lurus dengan jarak suatu lokasi terhadapa pusat gempa. Hal ini disebabkan karena beberapa lokasi yang digunakan untuk simulasi tidak berada di tepi pantai.
Lokasi dengan jarak terhadap episenter antara 200 km sampai 227 km memiliki variasi travel time dari 22 menit sampai 23 menit yaitu Sindangbarang, Cipandak, Cidaun, dan Cipancong.
Hasil simulasi travel time gempa bumi 19 September 2006 dengan input bathimetri 5 menit seperti pada tabel 4.3. Proses simulasi yang dilakukan sama seperti sebelumnya yaitu gempa bumi 17 Juli 2006, yang membedakan adalah episenter gempa buminya. Pada gempa bumi tanggal 17 Juli 2006, model travel time yang dihasilkan menunjukkan daerah Cijarian dan Sindangbarang merupakan daerah yang memiliki waktu tiba tercepat kurang dari 25 menit. Daerah Cijarian waktu tibanya 23 ’47” dan Sindangbarang sebesar 24’10”. Sedangkan waktu tiba terlama daerah Grajagan memiliki waktu tiba gelombang tsunami 2 jam 4 detik. Distribusi waktu tiba tidak selalu berbanding lurus dengan jarak lokasi tersebut dengan pusat gempa. Terdapat variasi jarak dengan travel time pada model yang dihasilkan karena masing-masing lokasi memiliki karakteristik topografi dan bathimetri yang berbeda-beda. Jarak yang digunakan pada perhitungan adalah jarak horizontal suatu lokasi terhadap lokasi lain tanpa mempertimbangkan karakteristik masing-masing lokasi. Gambar 4.16 dan 4.19 menunjukkan visualisasi travel time dengan model bathimetri 5 menit. Gradasi warna pada model menunjukkan variasi travel time dari yang tercepat (merah) sampai terlama (hijau).
commit to user
Pada tanggal 2 September 2009 pukul 07:55:46.5 (UTC) terjadi gempa bumi di 142 km baratdaya Tasikmalaya dengan magnitude 6,4 SR dan episenter 8,54° LS 107,69° BT pada kedalaman 30 km di rasakan di Yogyakarta II-IV MMI dengan menelan korban >50 jiwa, ratusan rumah roboh dan terdapat tanah longsor (www.bmkg.go.id).
Hasil analisa bola fokus (focal mechanism) menunjukkan bahwa gempa tersebut mempunyai mekanisme fokus tipe sesar transpression seperti pada gambar 2.9 (e).
Input utama yang digunakan membuat model penjalaran waktu tiba gelombang tsunami adalah data bathimetri. Penampang melintang bathimetri dari sumber gempa ke masing-masing lokasi dekat pusat gempa digunakan untuk melihat karakteristik bathimetri dan jarak ke masing-masing lokasi dekat pusat gempa. Data bathimetri gempa 2 September 2009 di selatan pulau Jawa yang digunakan membuat grid seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.21 Bathimetri gempa 2 September 2009
Berdasarkan data bathimetri, menunjukkan bahwa di selatan pulau Jawa terdapat banyak patahan yang disebabkan pergerakan lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia disebut daerah subduksi dimana di daerah tersebut rawan terjadinya gempa bumi dan tsunami. Visualisasi model grid gempa 19
commit to user
berupa peta pergerakan/ penjalaran gelombang tsunami adalah:
Gambar 4.22 Visualisasi Travel Time model grid gempa 2 September 2009
Gambar 4.23 Peta lokasi titik Travel Time gempa 2 September 2009 di perairan Indonesia dan sekitarnya
commit to user
bathimetri interval 5 menit. Hasil travel time dengan model bathimetri 5 menit di sekitar pusat gempa (Tabel 4.4) Tabel 4.4 Travel Time model bathimetri 5 menit gempa 2 September 2009
No.
Lokasi
Latitude Longitude
Jarak dari
episenter
(km)
Arrival H M
1. PELABUHAN RATU
Daerah yang digunakan untuk simulasi travel time tidak semuanya berada di tepi pantai sehingga terdapat variasi nilai waktu tiba gelombang. Pada gempa bumi tanggal 2 September 2009, model travel time yang dihasilkan menunjukkan daerah Cioleng dan Cipari merupakan daerah yang memiliki wakti tiba tercepat kurang dari 15 menit. Daerah Cioleng dan Cipari waktu tibanya 14 menit 07 detik (14 ’07’’). Daerah ini memiliki jarak 107,55 km dari episenter. Sedangkan waktu tiba terlama pada daerah Grajagan yaitu 2 jam 04 menit 25 detik (0204’25”) dengan jarak 715,12 km dari episenter. Hasil simulasi menunjukkan adanya variasi travel time terhadap jarak suatu daerah terhadap episenter.
Lokasi dengan jarak terhadap episenter antara 120 km sampai 160 km memiliki variasi travel time dari 14 menit sampai 15 menit yaitu Sindangbarang, Cipandak, Cioleng, dan Cipari.
Analisa perbedaan model travel time dengan input episenter gempa bumi
17 Juli 2006, 19 September 2006, dan 2 September 2009 dipengaruhi karena
commit to user
bathimetri merupakan input utama dalam pembuatan grid travel time. Apabila terjadi gempa di selatan pulau Jawa dengan jarak antara 120 km sampai 200 km dan menimbulkan tsunami maka waktu tiba gelombang tsunami
akan mencapai pantai antara waktu 15 sampai 23 menit. Hal ini dikarenakan
bentuk morfologi pantai sangat berpengaruh terhadap dampak kerusakan yang akan ditimbulkan oleh bencana tsunami. Bentuk pantai berteluk umumnya memiliki kecenderungan untuk diwaspadai karena bentuk pantai seperti ini dapat mengakumulasikan energi tsunami dan akan mengalami kerusakan lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya yang memiliki garis pantai lurus. Kemiringan muka pantai landai lebih berbahaya dibandingkan dengan bentuk muka pantai yang mempunyai kemiringan curam.
commit to user