Pengembangan Kemandirian Pelaku Usaha Mikro dan Kecil dalam Implementasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Kabupaten Bogor Jawa Barat

PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN PELAKU USAHA
MIKRO DAN KECIL DALAM IMPLEMENTASI
TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

FAIZAL M

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

i

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan
Kemandirian Pelaku Usaha Mikro dan Kecil dalam Implementasi Tanggungawab
Sosial Perusahaan di Kabupaten Bogor Jawa Barat adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Faizal M
NIM I361090031

1



Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama terkait
iii
iii


iv

RINGKASAN
FAIZAL M. Pengembangan Kemandirian Pelaku Usaha Mikro dan Kecil dalam
Implementasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Dibimbing oleh SUMARDJO, AMIRUDDIN SALEH, dan PUDJI MULJONO.
Usaha mikro dan kecil (UMK) merupakan pilar pembangunan yang
berperanan penting untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan, menyediakan kebutuhan masyarakat luas, menciptakan lapangan
kerja dan mengentaskan kemiskinan baik di tingkat nasional maupun di
Kabupaten Bogor. Walaupun demikian, golongan UMK masih menghadapi
permasalahan mendasar, yakni rendahnya kualitas sumber daya manusia pelaku
UMK yang berimplikasi kepada rendahnya keberdayaan dan kemandirian mereka
dalam mengelola usaha. Di samping itu, golongan usaha ini juga dihadapkan
kepada perubahan lingkungan strategis, yakni berlakunya sistem ekonomi terbuka
melalui Perdagangan Bebas Asean (AFTA), perdagangan bebas Asean dan China
(ACFTA) dan Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang menciptakan
peluang usaha yang semakin besar sekaligus iklim usaha yang semakin
kompetitif. Kedua kondisi tersebut merupakan suatu tantangan yang harus
dihadapi dengan mengembangkan sumber daya manusia pelaku UMK melalui

proses pemberdayaan agar menjadi pelaku usaha yang berdaya dan mandiri.
Pemberdayaan UMK tidak hanya merupakan tanggungjawab pemerintah semata,
tetapi juga menjadi bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan (TSP).
Kabupaten Bogor masih dihadapkan kepada permasalahan kemiskinan dan
pengangguran, yang semestinya dapat diatasi dengan meningkatkan peran UMK
sebagai pilar pembangunan daerah yang mampu menciptakan lapangan kerja dan
mengentaskan kemiskinan. Di daerah ini terdapat dua perusahaan yang telah
mengimplementasikan TSP, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
Perusahaan Swasta Transnasional. Kedua perusahaan tersebut memiliki pelaku
UMK mitra binaan dalam jumlah yang cukup banyak.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis profil TSP, lingkungan
pendukung UMK, dan karakteristik pelaku UMK; (2) menganalisis pemberdayaan
pelaku UMK dalam implementasi TSP di Kabupaten Bogor; (3) merumuskan
strategi pengembangan kemandirian pelaku UMK dalam implementasi TSP di
Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan di 11 desa binaan BUMN di
Kecamatan Nanggung dan di 12 desa binaan Perusahaan Swasta Transnasional di
tiga kecamatan (Citeureup, Gunung Putri dan Klapanunggal) dalam wilayah
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, yang berlangsung dari bulan Juli sampai
dengan Desember 2013. Populasi penelitian ini adalah pelaku UMK mitra
binaan TSP kedua perusahaan, yang berjumlah 450 orang dengan jenis usaha:

perdagangan, pertanian; usaha industri rumah tangga, dan jasa. Penentuan jumlah
sampel sebanyak 212 orang pelaku UMK menggunakan formulasi Slovind engan
derajat kesalahan 5%. Pengambilan sampel dilakukan secara acak klaster (cluster
random sampling), dengan klaster jenis perusahaan BUMN dan Perusahaan
Swasta Transnasional. Analisis profil tanggungjawab sosial perusahaan,
lingkungan pendukung UMK, dan karakteristik pelaku UMK mitra binaan dari
vii
v

kedua perusahaan dilakukan secara deskriptif didukung oleh statistik non
parametrik untuk melakukan uji beda. Korelasi rank Spearman digunakan untuk
menganalisis hubungan antar peubah, sedangkan analisis model persamaan
struktural (structural equation models) dengan bantuan program Lisrel 8.30
digunakan untuk menganalisis faktor dominan yang mempengaruhi kemandirian
pelaku UMK serta melihat kecocokan model empirik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi TSP pada BUMN dan
Perusahaan Swasta Transnasional belum memberdayakan pelaku UMK. Profil
lingkungan pendukung UMK termasuk kategori rendah, yang direfleksikan oleh
ketersediaan sumber daya informasi, sumber daya modal, jaringan transportasi,
jaringan pemasaran, dukungan kebijakan pemerintah dalam kategori rendah.

Sebagian besar pelaku UMK berumur produktif dan memiliki motivasi berusaha
yang tinggi. Kondisi yang demikian perlu menjadi pertimbangan dalam
mengembangkan keberdayaan menuju kemandirian pelaku UMK.
Intensitas pemberdayaan pelaku UMK dalam implementasi TSP yang
direfleksikan oleh kegiatan edukasi, fasilitasi dan representasi berada dalam
kategori rendah. Tingkat keberdayaan pelaku UMK mitra binaan BUMN dan
Perusahaan Swasta Transnasional termasuk dalam kategori rendah, yang
terefleksikan oleh kemampuan proaktif, kepemimpinan personal dan kemampuan
manajemen usaha dalam kategori rendah. Analisis korelasi rank Spearman
menunjukkan bahwa karakteristik indvidu pelaku UMK, intensitas pemberdayaan
pelaku UMK, dan kualitas lingkungan pendukung UMK berhubungan nyata
dengan tingkat keberdayaan pelaku UMK. Dengan demikian, dalam peningkatan
keberdayaan perlu diperhatikan intensitas pemberdayaan dan kualitas lingkungan
UMK; dan upaya memberikan peluang yang lebih besar kepada pelaku UMK
yang berumur produktif dan bermotivasi tinggi dalam pemberdayaan.
Kemandirian pelaku UMK mitra binaan BUMN dan Perusahaan Swasta
Transnasional termasuk dalam kategori rendah, direfleksikan oleh kemampuan
bermitra, kemampuan berkomunikasi empatik, kemampuan bersinergi, antisipatif,
kemodernan, dan daya saing dalam kategori rendah. Analisis SEM menunjukkan
bahwa keberdayaan pelaku UMK, kualitas lingkungan pendukung UMK,

intensitas pemberdayaan pelaku UMK berpengaruh positif dan nyata terhadap
tingkat kemandirian pelaku UMK. Oleh sebab itu, strategi untuk mengembangkan
kemandirian pelaku UMK dalam implementasi TSP dilakukan dengan
meningkatkan keberdayaan pelaku UMK, meliputi: kemampuan proaktif,
kepemimpinan personal dan kemampuan manajemen usaha; meningkatkan
kualitas lingkungan pendukung UMK, mencakup: ketersediaan jaringan
pemasaran, sumber daya modal, dan jaringan transportasi yang terjangkau oleh
pelaku UMK; dan meningkatkan intensitas pemberdayaan pelaku UMK baik
berupa kegiatan edukasi, fasilitasi maupun representasi.
Kata kunci: keberdayaan, kemandirian, pemberdayaan, tanggungjawab sosial
perusahaan, usaha mikro dan kecil

viii
vi

SUMMARY
FAIZAL M. The Autonomous Development of Micro and Small Holders of

Entreprises in the Implementation of Corporate Social Responsibility in Bogor
District, West Java. Supervised by SUMARDJO, AMIRUDDIN SALEH, and

PUDJI MULJONO.
The micro and small holders of enterprises (MSEs) are the pillars of
development important role to drive growth and equitable development, providing
the needs of the wider community, creating jobs and alleviating poverty both
nationally and in the district of Bogor. However, the MSE group still faces
fundamental problems, namely the low quality of human resources MSEs which
has implications for their lack of powerness and autonomous in managing the
business. In addition, the business group is also exposed to change in the strategic
environment, such as an open economic system through the ASEAN Free Trade
Area (AFTA), ASEAN Free Trade and China (ACFTA) and the Asia-Pacific
Economic Cooperation (APEC) which creates greater business opportunities at
once increasingly competitive business climate. Both conditions are a challenge
that must be faced by developing human resources through the empowerment
process MSEs to become empowered and autonomous entrepreneurs.
Empowering of the MSEs is not only responsibility of the government, but also
becomes a part of Corporate Social Responsibility (CSR).
Bogor district still faced with the problems of poverty and unemployment,
which should be addressed by enhancing the role of SMEs as a pillar of regional
development which able to create jobs and alleviate poverty. In this area there are
two companies that have implemented the CSR, the State-Owned Enterprises

(SOEs) and the Transnational Private Companies (TPC). Both companies have
established partners MSEs in considerable amounts.
The objective of research were to: (1) analyze the profile of CSR,
environmental support MSEs and MSEs characteristics; (2) analyze the
empowerment of MSEs in the implementation of CSR in Bogor district; (3)
formulating the development strategies autonomus MSEs in the implementation
of CSR in Bogor district. The research was conducted in 11 villages built of
SOEs in the subdistrict Nanggung and in 12 village built of TPC in three
subdistricts (Citeureup, Gunung Putri and Klapanunggal) in Bogor district of
West Java Province. The period of research from July to December 2013.
Research population was MSEs entrepreneur, partners of CSR of both companies,
which amounted to 450 people with the type of business: trade, agriculture;
household industry, and services. The total sample was 212 people MSEs and
determined by using formulations Slovin, with a degree was error of 5%.
Sampling was done at random clusters (cluster random sampling), the cluster type
of SOE and TPC. The corporate social responsibility profile, environmental
supporting, and MSEs were describe with descriptive, and supported by statistical
non parametric to perform different test. Spearman rank correlation was used to
analyze the relationship between variables, and structural equation modeling
(SEM) with help of 8:30 Lisrel program was used to analyze the dominant factor

affecting the automous of MSEs and view the fitting empirical model.
The results showed that the implementation of CSR of both companies are
not yet empowered MSEs. Supporting environmental profile of MSE is low,
vii
ix

which is reflected by the availability of information resources, capital resources,
transportation networks, network marketing, government policy support in the
low category. Most of the MSEs productive age and have a high motivation to
strive. Such conditions should be considered in developing MSEs towards self
empowerment.
The intensity of the empowerment of MSEs in the implementation of the
CSR is reflected by educational activities, facilitation and representation are in
low category. The level of powerness of trained partners of MSEs SOE and TPC
are low category, which is reflected by the ability of proactive, personal
leadership and business management capabilities in low category. Spearman rank
correlation analysis showed that the MSEs individual characteristics, intensity of
MSEs empowerment, and environmental quality supporting MSEs significantly
correlated with the level of powerness of MSEs. Thus, the powerness of MSEs
require an increase in the intensity of empowerment in accordance with the need

for increased powerness of MSEs; improvement of the environmental quality of
the supporting MSE; and efforts to provide greater opportunities to the old MSEs
productive and motivated in empowerment.
The autonomous trained partnerships MSEs SOE and TPC were in the low
category, reflected by the ability to work in partnership, empathic communication
skills, ability to synergize, anticipatory, modernity, and competitiveness in the low
category. SEM analysis shows that MSEs powerness, environmental quality
support MSEs, dan intensity of MSEs empowerment were real positive effect on
the level of autonomous of MSEs. Therefore, strategies to develop autonomous of
MSEs in the CSR implementation is done by increasing the the powerness of
MSEs, improve the environmental quality of supporting SMEs, and increasing the
intensity of empowerment of MSEs in the form education, facilitation and
representation.
Key words: autonomous, corporate social responsibility, empowerment, micro
and small enterprises, powerness

x
viii

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

ix
xi

xii

PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN PELAKU USAHA
MIKRO DAN KECIL DALAM IMPLEMENTASI
TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

FAIZAL M

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
xiii
xi

Penguji Luar Komisi

:

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof (Ris) Dr Ign.Djoko Susanto, SKM
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB
2. Dr Ir Ma’mun Sarma, M.Ec
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan
Manajemen IPB
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr Ir Muhammad Taufiq, SH, M.Sc
Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM
Kementerian Koperasi dan UKM
Republik Indonesia
2. Prof Dr (Ris) Ign.Djoko Susanto, SKM
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB

xiv
xiii

Judul Disertasi

Nama
NIM

: Pengembangan Kemandirian Pelaku Usaha Mikro dan
Kecil dalam Implementasi Tanggungjawab Sosial
Perusahaan di Kabupaten Bogor Jawa Barat
: Faizal M
: I361090031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sumardjo, MS
Ketua

Dr Ir Pudji Muljono, M.Si
Anggota

Dr Ir Amiruddin Saleh, MS
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, M.ScAgr

Tanggal Ujian: 23 Juli 2014

Tanggal Lulus:

xv
xv

PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas
segala Rahmat dan KaruniaNya, penulisan disertasi tentang kemandirian pelaku
usaha mikro dan kecil dengan judul ―Pengembangan Kemandirian Pelaku Usaha
Mikro dan Kecil dalam Implementasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan di
Kabupaten Bogor Jawa Barat,‖ dapat diselesaikan.
Dengan selesainya penulisan disertasi ini, penulis menyampaikan
penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Sumardjo, MS selaku
Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Bapak
Dr Ir Pudji Muljono, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah
banyak memberikan perhatian dan bimbingan kepada penulis, sejak penyusunan
rencana penelitian sampai kepada penulisan disertasi ini. Terima kasih penulis
sampaikan kepada Bapak Prof. Ir. Ahmad Sulaiman, MS, PhD., sebagai pimpinan
sidang ujian tertutup dan terbuka; Bapak Prof Dr (Ris) Ign. Djoko Susanto, SKM
dan Bapak Dr Ir Ma’mun Sarma, M.Ec selaku penguji luar komisi pada ujian
tertutup; Bapak Dr Ir Muhammad Taufiq, SH, M.Sc. dan Bapak Prof Dr (Ris)
Ign. Djoko Susanto, SKM selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka; serta
Ibu Dr Ir Anna Fatchiya, M.Si mewakili Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan pada ujian tertutup dan terbuka.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Koordinator Kopertis Wilayah IV dan
Rektor Universitas Nusa Bangsa yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan untuk melaksanakan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor.
Kepada Manajemen BUMN dan Perusahaan Swasta Transnasional di
Kabupaten Bogor serta Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor yang telah
memberi izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian, penulis haturkan
terima kasih. Penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada seluruh
responden dan enumerator yang telah membantu terselenggaranya pengumpulan
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini; kepada teman-teman mahasiswa Ilmu
Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB angkatan 2009 yang telah
berbagi ilmu dan pengalaman yang bermanfaat untuk menyelesaikan studi.
Penghargaan dan ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan
kepada Ayahnda Dt. Rangkayo Nan Basa, Ibu Mertua Hj. Rostina Yanis, kakakkakak, isteri tercinta Devarina Yanis serta putra dan putri tercinta Arief Afdy
Aulia, Muhammad Asyraf Fanany dan Dinda Putri Qonita yang telah memberikan
perhatian, doa, dan dukungan yang telah menjadi kekuatan dan motivasi bagi
penulis dalam menyelesaikan studi dan disertasi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014

Faizal M
xix
xvi

DAFTAR ISI

1

DAFTAR TABEL

xix

DAFTAR GAMBAR

xx

DAFTAR LAMPIRAN

xxi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2

1
3
4
6
6

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR,
HIPOTESIS PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Usaha Mikro dan Kecil
Karakteristik Individu
Lingkungan Pendukung Usaha
Pemberdayaan
Penyuluhan dan Pemberdayaan
Keberdayaan
Kemandirian
Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Kerangka Berpikir
Hipotesis Penelitian
Metode Penelitian

3

PROFIL TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN,
LINGKUNGAN PENDUKUNG DAN KARAKTERISTIK
PELAKU USAHA MIKRO DAN KECIL
DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

8
8
8
15
17
19
24
29
32
37
47
57
58
72

72
73
74
96

xx
xvii

4

PEMBERDAYAAN PELAKU USAHA MIKRO DAN
KECIL DALAM IMPEMENTASI TANGGUNGJAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT
Pendahuluan
Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

5

STRATEGI PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN PELAKU
USAHA MIKRO DAN KECIL DALAM IMPLEMENTASI
TANGGUNGJAWABSOSIAL PERUSAHAAN
DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT
Pendahuluan
Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

98

98
100
102
102
113
114

114
115
118
121
151

6

PEMBAHASAN UMUM

152

7

SIMPULAN DAN SARAN

158

DAFTAR PUSTAKA

160

LAMPIRAN

170

RIWAYAT HIDUP

188

xxi
xviii

DAFTAR TABEL
1 Identifikasi beberapa penelitian terkait dengan pengembangan
kemandarian pelaku usaha mikro dan kecil
2 Kriteria usaha mikro dan kecil

5
9

3 Paradigma pemberdayaan pelaku UMK

52

4 Paradigma keberdayaan pelaku UMK

54

5 Paradigma kemandirian pelaku UMK

56

6 Sebaran populasi dan sampel penelitian

59

7 Peubah, definisi operasional, parameter dan kategori pengukuran
karakteristik individu pelaku UMK
8 Indikator, definisi operasional, parameter dan kategori pengukuran
indikator peubah intensitas pemberdayaan pelaku UMK
9 Indikator, definisi operasional, parameter dan kategori pengukuran
indikator peubah kualitas lingkungan pendukung UMK
10 Indikator, definisi operasional, parameter dan kategori pengukuran
indikator peubah keberdayaan pelaku UMK
11 Indikator, definisi operasional, paramter dan kategori pengukuran
indikator peubah tingkat kemandirian pelaku UMK
12 Perbandingan penerapan aspek pemberdayaan dalam implementasi
TSPbagi pelaku UMKdi antara dua jenis perusahaan di
Kabupaten Bogor tahun 2014
13 Sebaran pelaku UMK mitra binaan berdasarkan indikator kualitas
lingkungan pendukung UMK pada dua jenis perusahaan dan
koefisien uji beda di Kabupaten Bogor tahun 2014
14 Sebaran pelaku UMK mitra binaan berdasarkan karakterisitik
individu pada dua jenis perusahaan dan uji beda di Kabupaten
Bogor tahun 2014
15 Sebaran pelaku UMK mitra binaan berdasarkan persepsi mereka
terhadap indikator peubah intensitas pemberdayaan pada dua jenis
perusahaan dan koefisien uji beda di Kabupaten Bogor tahun 2014
16 Sebaran pelaku UMK berdasarkan kategori peubah tingkat
keberdayaan pada dua jenis perusahaan dan uji beda di Kabupaten
Bogor tahun 2014
17 Koefisien korelasi karakterisitik individu dengan tingkat
keberdayaan pelaku UMK mitraa binaan pada dua jenis
perusahaan di Kabupaten Bogor tahun 2014
18 Koefisien korelasi intensitas pemberdayaan dengan tingkat
keberdayaan pelaku UMK mitra binaan pada dua jenis perusahaan
di Kabupaten Bogor tahun 2014
19 Koefisien korelasi kualitas lingkungan pendukung UMK dengan
tingkat keberdayaan pelaku UMK mitra binaan TSP pada dua
perusahaan di Kabupaten Bogor tahun 2014

xxii
xix

61
62
63
64
65
81

91

94

103

107

109

111

112

DAFTAR TABEL
20 Sebaran pelaku UMKmitra binaan berdasarkan kategori indikator
kemandirian pada dua perusahaan dan uji beda di Kabupaten
Bogor tahun 2014
21 Dikomposisi antar peubah tingkat kemandirian pelaku UMK
(standarized n=212)
22 Kondisi tingkat kemandirian pelaku usaha mikro dan kecil mitra
binaan saat ini dan yang diharapkan di Kabupaten Bogor

122

128
154

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

9

Alur berpikir penelitian pengembangan kemandirian pelaku UMK
di Kabupaten Bogor
Hubungan antar peubah penelitian dalam model pengembangan
kemandirian pelaku UMK di Kabupaten Bogor
Struktur organisasi penyelenggara TSP pada BUMN di Kabupaten
Bogor
Struktur organisasi penyelenggara TSP padaPerusahaan Swasta
Transnasionaldi Kabupaten Bogor
Kerangka hubungan peubah penelitian pemberdayaan pelaku UMK
di Kabupaten Bogor
Kerangka hubungan peubah penelitian pengembangan kemandirian
pelaku UMK dalam implementasi TSP di Kabupaten Bogor
Kerangka hipotetik model struktural peubah penenelitian
Estimasi parameter hybridmodelpengembangan kemandirian pelaku
usaha mikro dan kecil dalam implementasitanggungjawab sosial
perusahaan(Standarized) di Kabupaten Bogor
Model pengembangan kemandirian pelaku UMK dalam
implementasi tanggungjawab sosial perusahaan di Kabupaten
Bogor

xxiii
xx

49
50
77
80
101
118
120
128

143

DAFTAR LAMPIRAN
1

Hasil uji validitas instrumen penelitian

170

2

Hasil uji reliabilitas instrumen penelitian

175

3

Hasil uji beda indikator kualitas lingkungan pendukung UMK di
antara desa binaan BUMN dan Perusahaan Swasta Transnasional
di Kabupaten Bogor tahun 2014

176

4

Hasil uji beda indikator karakteristik individu pelaku UMK mitra
binaan BUMN dan Perusahaan Swasta Transnasional di Kabupaten
Bogor tahun 2014

176

5

Hasil uji beda indikator intensitas pemberdayaan dalam
implementasi TSP antara BUMN dan Perusahaan Swasta
Transnasional di Kabupaten Bogor tahun 2014

176

6

Hasil uji beda indikator tingkat keberdayaan pelaku UMK mitra
binaan BUMN dan Perusahaan Swasta Transnasional
di Kabupaten Bogor tahun 2014

177

7

Hasil uji korelasi rank Spearman karakteristik individu UMK
dengan tingkat keberdayaan pelaku UMK pada BUMN dan
Perusahaan Swasta Transnasional di Kabupaten Bogor tahun 2014

178

8

Hasil uji korelasi rank Spearman intensitas pemberdayaan UMK
dengan tingkat keberdayaan pelaku UMK pada BUMN dan
Perusahaan Swasta Transnasional di Kabupaten Bogor tahun 2014

180

9

Hasil uji korelasi rank Spearman kualitas lingkungan pendukung
UMK dengan tingkat keberdayaan pelaku UMK mitra binaan pada
BUMN di Kabupaten Bogor tahun 2014

182

10

Hasil uji beda tingkat kemandirian pelaku UMK mitra binaan
antara BUMN dan Perusahaan Swasta Transnasional di Kabupaten
Bogor tahun 2014

184

11

Hasil analisis structural equation models (SEM) peubah
kemandirian pelaku UMK mitra binaan BUMN dan Perusahaan
Swasta Transnasional di Kabupaten Bogor tahun 2014

185

xxi
xxiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Golongan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) menghadapi kompetisi yang
semakin ketat sejalan dengan perubahan lingkungan strategis, yakni
pemberlakuan sistem ekonomi terbuka melalui persetujuan perdagangan bebas di
kawasan Asia Tenggara atau Asean Free Trade Agreement (AFTA) yang telah
berlaku sejak tahun 2002, persetujuan perdagangan bebas Asean dan Cina atau
Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang mulai dijalankan sejak tahun
2010, dan kerjasama ekonomi Asia Pasifik atau Asia-Pasific Economic
Cooperative (APEC) yang akan diberlakukan pada tahun 2020. Pemberlakuan
sistem ekonomi terbuka ini akan menghilangkan batas kegiatan ekonomi antara
negara dan kawasan sehingga menciptakan peluang usaha yang semakin luas
sekaligus persaingan usaha yang semakin meningkat. Kondisi yang demikian,
hanya mungkin dihadapi oleh pelaku UMK yang memiliki kemandirian.
Mengacu kepada pemikiran Covey (2013) dan Sumardjo (1999 dan 2012a),
kemandirian pelaku UMK adalah kondisi yang direfleksikan oleh kemampuan
mereka untuk memilih dan mengelola usaha menurut kehendaknya sendiri disertai
oleh kemampuan untuk bekerjasama dengan berbagai pihak yang bersifat saling
membutuhkan dan menguntungkan dalam kesetaraan. Pelaku UMK yang mandiri
dicirikan oleh: kemampuan bermitra, kemampuan berkomunikasi empatik,
kemampuan bersinergi, antisipatif, modernitas dan berdaya saing.
Perspektif dunia sudah mengakui bahwa UMK memainkan suatu peranan
vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara
sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju. Di negara-negara maju
umumnya UMK berperan dalam mewariskan kewirausahaan yang diperlukan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Di negara-negara berkembang UMK
bersifat padat tenaga kerja; terdapat di semua lokasi di perdesaan; lebih tergantung
pada bahan baku lokal dan penyedia utama barang dan jasa kebutuhan pokok
masyarakat luas; sehingga lebih banyak berperan sebagai pencipta lapangan kerja
dan memeratakan pembangunan yang diperlukan untuk mengurangi
pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan menjaga stabilitas sosial (Ayanda
& Laraba 2011; Jasra et al. 2011; Muritala et al.2012; Tambunan 2013).
Data perkembangan UMKM yang dipublikasikan oleh Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia pada tahun
2011-2012, menunjukkan peran penting UMK, yakni: (1) jumlah UMK
mencapai 99.90 persen dibandingkan dengan Usaha Menengah (UM) dan Usaha
Besar (UB), masing-masing hanya 0.09 persen dan 0.01persen; (2) kontribusi
dalam penyediaan lapangan kerja mencapai 94.21 persen dibandingkan dengan
UM dan UB masing-masing 2.94 persen dan 2.84 persen; dan (3) kontribusi
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 45.49 perseb dibandingkan
dengan UM dan UB masing-masing 13.59 persen dan 40.92 persen. Dengan
demikian, UMK merupakan golongan usaha yang dominan dan memiliki
kontribusi paling besar terhadap pembangunan nasional (Kemenkop UKM 2013).

1

2

Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
ditetapkan visi pembangunan nasional tahun 2005-2015 yaitu mewujudkan
―Indonesia Mandiri, Maju, Adil dan Makmur.‖ Salah satu misi yang harus
dijalankan untuk mencapai visi pembangunan nasional ini adalah melaksanakan
pembangunan yang merata dan berkeadilan melalui pengurangan kesenjangan
sosial ekonomi, keberpihakan kepada kelompok dan atau masyarakat lemah,
menanggulangi kemiskinan dan pengangguran, menyediakan kesempatan yang
sama bagi masyarakat terhadap pelayanan serta sarana dan prasarana sosial dan
ekonomi (Pemerintah Republik Indonesia 2007a).
Pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan
langkah strategis untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan nasional, karena
kelompok usaha ini mampu memperluas lapangan kerja dan pelayanan ekonomi
kepada masyarakat, berperan serta dalam proses pemerataan dan peningkatan
pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi serta
berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional (Pemerintah Republik Indonesia
2008).
Persoalannya, dari berbagai kajian yang dilakukan (Hubeis 2009; Primiana
2009; Tambunan 2010; Effendi & Subandi 2010) ditemukan bahwa pada
umumnya pelaku UMK di tanah air menghadapi sejumlah permasalahan, di
antaranya: (1) kekurangmampuan dalam mengakses sumberdaya informasi,
permodalan, teknologi, dan inovasi; (2) kekurangmampuan membangun
kerjasama dengan berbagai pelaku usaha, suplier dan pihak-pihak terkait; (3)
belum sepenuhnya menyadari dan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk
proses produksi, jaringan pemasaran, margin pengelolaan usaha dan manfaat
komersialisasi teknologi; (4) kekurangmampuan menentukan pola manajemen
yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan usaha; (5) kekurangan
pengetahuan tentang bagaimana memproduksi barang yang berkualitas, efisien
dan tepat waktu; (6) kekurangmampuan melihat peluang dan selera pasar; (7)
kekurangmampuan dalam melakukan analisis usaha; (8) kekurangmampuan
dalam mengendalikan operasional usaha; (9) kekurangmampuan menghasilkan
dan memasarkan barang dan jasa secara berdaya saing.
Berbagai temuan sebagaimana diuraikan mengindikasikan rendahnya
kemandirian pelaku UMK, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa UMK
nasional akan mengalami kehancuran karena gagal bersaing dengan pelaku usaha
dari luar negeri (Suyatna 2010; Effendi & Subandi 2010). Bahkan, belakangan ini
terjadi perdebatan di antara kalangan akademisi dan pembuat kebijakan, apakah
UMK Indonesia akan mampu bersaing dari pasar ekspor atau paling tidak bisa
bertahan di pasar dalam negeri terhadap persaingan yang semakin ketat dengan
produk-produk impor (Tambunan 2013).
Rendahnya kemandirian pelaku UMK dan pemberlakuan sistem ekonomi
terbuka semestinya tidak menimbulkan pandangan pesimis. Kedua hal itu, harus
dipandang sebagai tantangan yang perlu dihadapi dengan mengembangkan
sumber daya manusia pelaku UMK agar mereka menjadi pelaku usaha yang
mandiri, sehingga mampu memanfaatkan peluang dan berkembang dalam iklim
usaha yang kompetitif. Pertanyaannya, siapa saja pihak yang seharusnya berperan
dalam pengembangan kemandirian pelaku UMK? dan pendekatan pengembangan
sumberdaya manusia yang bagaimana yang efektif bagi penguatan kemandirian
pelaku UMK?

3

Perumusan Masalah
Pengembangan sumber daya manusia pelaku UMK sebagai tugas-tugas
pembangunan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga
merupakan bagian dari tanggung jawab dunia usaha yang diwujudkan melalui
TanggungJawab Sosial Perusahan (TSP) atau Corporate Social Responsibility
(CSR). Pada tataran global, perwakilan pelaku usaha dari berbagai belahan dunia
yang terhimpun dalam wadah World Business Council for Sutainable
Development (WBCSD) telah menetapkan TSP sebagai komitmen untuk
bertindak etis dan memberikan kontribusi secara berkelanjutan kepada
peningkatan taraf hidup karyawan perusahaan beserta seluruh keluarganya
bersamaan dengan pengembangan ekonomi dan sosial dari komunitas setempat
ataupun masyarakat luas yang selanjutnya ditetapkan sebagai salah satu konsep
TSP (WBCSD 1999).
Praktek TSP di Indonesia bukanlah fenomena baru. Pada tahun 1994
pemerintah melalui Menteri Keuangan RI Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27
Juni 1994 telah mengeluarkan ketentuan tentang Pedoman Pembinaan Usaha
Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Hakekat dari ketentuan ini adalah peran serta dunia usaha
dalam Program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) yang dapat dilihat
sebagai praktek TSP. Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah telah
menerbitkan beberapa peraturan, seperti: (1) Undang-Undang (UU) Nomor 19
Tahun 2003 tentang BUMN, khususnya pasal 88 tentang penyisihan laba
perusahaan untuk pembinaan UKM, koperasi dan masyarakat sekitar BUMN
(Pemerintah Republik Indonesia 2003); (2) Kepmen BUMN Nomor PER05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan; (3) UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, khususnya pasal 15 tentang kewajiban penanam modal melaksanakan TSP
(Pemerintah Republik Indonesia 2007b); dan (4) UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, khususnya pasal 74 tentang kewajiban perseroan
melaksanakan TSP (Pemerintah Republik Indonesia 2007c).
Pada saat penerimaan TSP yang semakin meluas oleh kalangan dunia
usaha, ternyata di antara perusahaan terdapat pendekatan yang berbeda dalam
mengimplementasikan TSP. Suharto (2010) mengidentifikasi bahwa paling tidak
ada empat pendekatan yang sudah dilakukan perusahaan dalam
mengimplementasikan TSP, yaitu: coorporate giving bermotif amal atau sedekah
(charity), coorporate philanthropy yang bermotif kemanusiaan, coorporate
community relation yang bermotif tebar pesona atau iklan dan pengembangan
masyarakat atau pemberdayaan masyarakat (community development). Di antara
keempat pendekatan ini, pemberdayaan merupakan pendekatan TSP yang paling
tepat. Dengan kata lain, impelementasi TSP dengan pendekatan selain
pemberdayaan akan berdampak buruk bagi masyarakat karena akan membunuh
daya kreatif dan menumbuhkan perilaku ketergantungan di kalangan masyarakat.
Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbanyak,
yakni 4.857.612 jiwa dan jumlah angkatan kerja mencapai 3.369.634 jiwa, paling
banyak di Provinsi Jawa Barat (Bappenas 2013). Di samping itu, berdasarkan data
tahun 2010, tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka di daerah ini
masing-masing mencapai 9.97 persen dan 15.99 persen, yakni tertinggi di

4

Provinsi Jawa Barat. Kondisi yang demikian membutuhkan peningkatan peran
UMK sebagai pencipta lapangan kerja sekaligus pengentas kemiskinan yang
dilakukan dengan cara mengembangkan kualitas sumber daya manusianya melalui
pemberdayaan, sehingga menjadi pelaku usaha yang mandiri. Terkait dengan
pemberdayaan pelaku UMK ini, di Kabupaten Bogor terdapat dua perusahaan,
yakni BUMN dan Perusahaan Swasta Transnasional yang telah mempraktekkan
TSP sejak tahun 1990-an. Dalam implementasi TSP, BUMN dan Perusahaan
Swasta Transnasional telah membina pelaku UMK masing-masing pada 11 desa
binaan di Kecamatan Nanggung dan 12 desa binaan di tiga Kecamatan (Citeureup,
Klapanunggal, Gunung Putri) dalam wilayah Kabupaten Bogor. Pertanyaannya
adalah ‖sejauhmana implementasi TSP menggunakan pendekatan pemberdayaan
untuk mewujudkan kemandirian pelaku UMK? sehingga mampu berperan sebagai
pencipta lapangan kerja dan pengentas kemiskinan.‖ Penelitian ini berusaha untuk
menjawab pertanyaan tersebut dengan mengemukakan rumusan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana profil TSP dan lingkungan pendukung UMK serta karakteristik
pelaku UMK mitra binaan TSP di Kabupaten Bogor?
2. Sejauhmana pemberdayaan pelaku UMK mitra binaan TSP dalam
implementasi TSP di Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana strategi yang tepat bagi pengembangan kemandirian pelaku UMK
dalam implementasi TSP di Kabupaten Bogor?
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam
menentukan strategi pengembangan kemandirian pelaku UMK dalam
implementasi TSP. Secara terperinci, tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis profil TSP dan lingkungan pendukung UMK, serta karakteristik
pelaku UMK mitra binaan TSP di Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis pemberdayaan pelaku UMK dalam implementasi TSP di
Kabupaten Bogor.
3. Merumuskan strategi yang tepat bagi pengembangan kemandirian pelaku UMK
dalam implementasi TSP di Kabupaten Bogor.
Kebaruan Penelitian
Pembangunan di Kabupaten Bogor belum sepenuhnya berhasil mengatasi
kemiskinan dan pengangguran. Kondisi yang demikian antara lain disebabkan
oleh karena belum berperannya UMK sebagai pilar pembangunan daerah yang
mampu menciptakan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Peran UMK
perlu ditingkatkan dengan mengembangkan sumber daya pelakunya agar menjadi
pelaku usaha mandiri. Namun demikian, untuk mencapai kemandirian pelaku
UMK, diperlukan peningkatan keberdayaan mereka melalui proses
pemberdayaan.
Selama ini penelitian yang berkaitan dengan pemberdayaan, keberdayaan,
kemandirian individu, kelompok maupun masyarakat telah dilakukan
oleh beberapa peneliti (Tabel 1). Namun dari hasil-hasil penelitian itu belum

5

Tabel 1 Identifikasi beberapa penelitian terkait dengan pemberdayaan,
keberdayaan dan kemandirian pelaku usaha mikro dan kecil
No.

Peneliti, tahun dan
jenis penelitian

Judul penelitian

Topik penelitian

Kontribusi penelitian

1.

FX. Soebiyanto,
1998, Disertasi

Peranan kelompok dalam
pengembangan kemandirian
petani dan ketangguhan
berusahatani

Pengembangan
kemandirian
petani

Pengembangan sumber daya
manusia dalam mewujudkan
kemandirian petani

2.

Sumardjo, 1999,
Disertasi

Transformasi Model Penyuluhan
Pertanian Menuju Pengembangan
Kemandirian Petani (Kasus di
Provinsi Jawa Barat)

Model
penyuluhan dalam
pengembangan
kemandirian
petani

Model penyuluhan pertanian
yang efektif untuk
pengembangan kemandirian
petani

3.

Henrykus
Sihaholo, 2005,
Disertasi

Pemberdayaan Pengusaha Kecil
Melalui Bantuan Kredit dan
Pendampingan (Kasus Peserta
Proyek P4K di Kabupaten Bogor)

Pemberdayaan
pengusaha kecil

Strategi pemberdayaan yang
efektif dalam peningkatan
kapasitas pengrajin kecil

4.

Dasmin Sidu,
2006, Disertasi

Pemberdayaan Masyarakat
Sekitar Kawasan Hutan Lindung
Jompi Kabupaten Muna Provinsi
Sulawesi Tenggara

Pemberdayaan
masyarakat

Model pemberdayaan
masyarakat yang efektif

5.

Marliati, 2008,
Disertasi

Pemberdayaan Petani untuk
Pemenuhan Kebutuhan
Pengembangan Kapasitas dan
Kemandirian Petani Beragribisnis
(Kasus Kabupaten Kampar
Provinsi Riau)

- Pengembangan
kapasitas petani
- Pengembangan
Kemandirian
petani

Strategi penyuluhan
pertanian untuk pemenuhan
kebutuhan pengembangan
kapasitas dan kemandirian

6.

Abdul Farid,
2008, Disertasi

Kemandirian Petani dalam
Pengambilan Keputusan
Usahatani di Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten
Pasuruan

Kemandirian
petani

Strategi penyuluhan dalam
pengembangan kemandirian
petani

7

Sumaryo, 2009,
Disertasi

Implementasi Tanggungjawab
Sosial Perusahaan dalam
Pemberdayaan dan Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat di
Provinsi Lampung

Implementasi
tanggungjawab
sosial perusahaan
dalam
pemberdayaan
masyarakat

Model pemberdayaan
ekonomi masyarakat yang
sesuai dengan pelaksanaan
CSR

8.

Suwignya Utama,
2010, Disertasi

Pemberdayaan Masyarakat
Sekitar Hutan Melalui
Pendekatan Kelompok (Kasus
Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat pada Areal Hutan
Produksi Perum Perhutani Unit I
Provinsi Jawa Tengah)

Pemberdayaan
masyarakat

Model dan strategi
pemberdayaan masyarakat

9.

Dwi Sadono, 2012

Model Pemberdayaan Petani
dalam Pengelolaan Usahatani
Padi Sawah di Kabupaten
Karawang dan Cianjur Provinsi
Jawa Barat

Pemberdayaan
petani

Model dan strategi
pemberdayaan petani

10.

Helda Ibrahim,
2014, Disertasi

Pemberdayaan Pengrajin
Ekonomi Kreatif Kerajinan
Sutera di Perdesaan Sulawesi
Selatan

Pemberdayaan
pengrajin
ekonomi kreatif

Model pemberdayaan usaha
pengrajin ekonomi kreatif

11.

Faizal M, 2014,
Disertasi

Pengembangan Kemandirian
pelaku Usaha Mikro dan Kecil
dalam Implementasi
Tanggungjawab Sosial
Perusahaan di Kabupaten Bogor
Jawa Barat

Pengembangan
kemandirian
pelaku usaha
mikro dan kecil

Strategi pengembangan
kemandirian pelaku usaha
mikro dan kecil dalam
implementasi Tanggungjawab sosial perusahaan

6

ditemukan hubungan keberdayaan dan kemandirian, seperti yang dapat dimaknai
dari pemikiran Covey (2013) dan Sumardjo (2010 dan 2012a), bahwa
keberdayaan menuju kemandirian merupakan suatu kontinum kematangan
(perkembangan bertahap) perilaku individu, kelompok, atau masyarakat yang
dihasilkan dari pemberdayaan sebagai proses. Dari pemikiran Sumardjo (2010 dan
2012b) terkandung hipotesis bahwa kemandirian hanya mungkin diwujudkan dari
masyarakat yang berdaya. Penelitian ini mengkaji pengembangan kemandirian
pelaku UMK serta membuktikan hubungan antara keberdayaan dan kemandirian
sebagai suatu perkembangan kematangan perilaku yang kontinum.
Perkembangannya bermula dari pemberdayaan terhadap pelaku UMK yang tidak
berdaya (tergantung atau apatis) untuk mewujudkan pelaku UMK yang berdaya,
selanjutnya diberdayakan menjadi pelaku UMK yang mandiri.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara akademis maupun
secara praktis. Secara akademis, penelitian ini diharapkan menjadi proses
pembelajaran dalam mensintesis model pemberdayaan untuk mewujudkan
keberdayaan menuju kemandirian, yang didasarkan kepada analisis teoritik dan
empirik. Kemudian hasil penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai
tambahan referensi tentang keberlakuan konsep atau teori tentang pemberdayaan
yang sudah ada. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai
salah satu sumber informasi bagi pihak-pihak yang berminat dan terkait dengan
pemberdayaan dalam upaya meningkatkan kemandirian pelaku UMK. Selanjutnya
hasil penelitian ini diharapkan pula berguna sebagai bahan pertimbangan bagi
pemerintah dan dunia usaha dalam rangka merumuskan kebijakan dan program
tentang pengembangan UMK melalui TSP.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup penelitian perilaku dalam
perspektif ilmu penyuluhan pembangunan dengan fokus kajian pada
pemberdayaan pelaku UMK dalam implementasi TSP untuk mewujudkan
keberdayaan menuju kemandirian mereka dalam berusaha. Peubah penelitian
terdiri dari: karakteristik individu pelaku UMK, pemberdayaan pelaku UMK
dalam implementasi TSP, kualitas lingkungan pendukung UMK, keberdayaan dan
kemandirian pelaku UMK.
Karakteristik individu pelaku UMK merupakan bagian dari individu yang
dapat mempengaruhi dan mencerminkan perilaku dan kehidupan individu yang
bersangkutan, yakni: umur, pendidikan formal, pendidikan non fomal,
pengalaman berusaha dan motivasi berusaha. Pemberdayaan pelaku UMK dilihat
sebagai suatu proses merubah perilaku, yang dijalankan dengan tiga strategi: (a)
edukasi (penguatan) yaitu kegiatan pendidikan yang berwujud pelatihan atau
penyuluhan untuk memperkuat kapasitas (capacity building) pelaku UMK; (b)
fasilitasi (pemungkinan) yaitu proses yang berwujud pemberian motivasi,
dukungan dan bantuan terhadap pelaku UMK dalam memecahkan masalah,

7

memenuhi kebutuhan dan meraih keberhasilan dalam berusaha; dan perlindungan
(representasi), yaitu proses interaksi dengan pihak eksternal atas nama dan
kepentingan pelaku UMK, seperti: menyediakan jasa konsultasi, menemukan
sumber-sumber daya, meningkatkan hubungan dan membangun jaringan kerja.
Lingkungan pendukung UMK, terdiri dari aspek-aspek yang dapat mendukung
perkembangan UMK, meliputi: ketersediaan sumber daya informasi, sumber daya
modal, jaringan transportasi, jaringan pemasaran dan kebijakan pemerintah.
Keberdayaan pelaku UMK merupakan kondisi perilaku (aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor yang menunjukkan kemampuannya dalam memilih dan
mengelola usaha sesuai dengan potensi diri dan kehendaknya sendiri bebas dari
segala subordinasi pihak lain yang terefleksikan dari: (a) proaktif (kemampuan
mewujudkan kebebasan dalam menentukan keputusan dan tindakan, mengambil
inisiatif dan bertanggung jawab atas setiap keputusan dan tindakan yang diambil
dalam berusaha; (b) kepemimpinan personal (kemampuan menetapkan visi dan
misi usaha, menghadapi dan menemukan solusi dari setiap permasalahan, serta
mengambil pelajaran dari setiap kegagalan yang dialami dalam berusaha; dan (c)
kemampuan manajemen usaha (kemampuan merencanakan, mengakses dan
mengelola sumber daya permodalan dan mengakses jaringan pemasaran,
mengelola proses produksi dan mengendalikan keuangan perusahaan.
Kemandirian pelaku UMK adalah kondisi perilaku (aspek kognitif, afektif
dan psikomotor) yang menunjukkan kemampuan mereka dalam memilih dan
mengelola usahanya sesuai dengan kehendaknya sendiri disertai dengan
kemampuan untuk bekerjasama dengan para pemangku kepentingan yang bersifat
saling membutuhkan, saling menghargai, saling mempercayai, dan saling
menguntungkan dalam kesetaraan atau kesamaan derajat. Peubah ini direfleksikan
oleh: kemampuan bermitra, berkomunikasi empatik, bersinergi, antisipatif,
modernitas, dan daya saing.
Penelitian ini terdiri dari tiga rangkaian. Pertama, profil TSP, lingkungan
pendukung dan karakteristik pelaku UMK; yang bertujuan untuk menganalisis
implementasi TSP, kualitas lingkungan pendukung UMK dan karakteristik pelaku
UMK yang menjadi mitra binaan perusahaan dalam implementasi TSP.
Kedua, pemberdayaan pelaku UMK dalam implementasi TSP, yang
bertujuan menganalisis intensitas pemberdayaan, tingkat keberdayaan dan faktorfaktor yang berhubungan dengan tingkat keberdayaan pelaku UMK mitra binaan
perusahaan.
Ketiga tentang strategi pengembangan kemandirian pelaku UMK dalam
implementasi TSP; bertujuan untuk menganalisis tingkat kemandirian pelaku
UMK, faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kemandirian pelaku UMK dan
merumuskan strategi pengembangan kemandirian pelaku UMK dalam
implementasi TSP.
Hasil penelitian ini disajikan dengan pola rangkaian penelitian yang terdiri
dari beberapa judul penelitian. Pola ini digunakan dengan maksud agar setiap
judul memiliki fokus penelitian. Selanjutnya, hasil-hasil dan pembahasan yang
disajikan pada setiap judul penelitian tersebut diintegrasikan dalam bagian
pembahasan umum dan ditutup dengan kesimpulan dan saran.

8

2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN
METODE PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan kajian deduktif mengenai konsep-konsep dan
teori-teori utama yang dijadikan landasan dalam melakukan studi, terdiri dari:
konsep usaha ekonomi mikro dan kecil; teori pengembangan masyarakat yang
mencakup konsep pemberdayaan, keberdayaan, kemandirian; pelaku usaha mikro
dan kecil; dan teori tanggungjawab sosial perusahaan. Secara ringkas landasan
konsep dan teori dimaksud dikemukakan sebagai berikut.
Usaha Mikro dan Kecil
Bank Dunia (2008) menjelaskan UMK dengan membuat klasifikasi sebagai
berikut: (1) Micro Enterprise (Usaha Mikro), dengan kriteria:jumlah karyawan
kurang dari 10 orang, pendapatan setahun tidak melebihi US$ 100 ribu; dan
jumlah aset tidak melebihi US$ 100 ribu; dan (2) Small Enterprise (Usaha Kecil),
dengan kriteria: jumlah karyawan kurang dari 30 orang, pendapatan setahun tidak
melebihi US$ 3 juta, dan jumlah aset tidak melebihi US$ 3 juta.
European Commision (Noorinasab & Yadav 2014) memberikan penjelasan
UMK berdasarkan kriteria jumlah karyawan, pendapatan per tahun dan jumlah
aset. Usaha Mikro (Micro-sized Enterprise), dengan kriteria: jumlah karyawan
kurang dari 10 orang, pendapatan setahun tidak melebihi US$ 2 juta, dan jumlah
aset tidak melebihi US$ 2 juta.Usaha Kecil (Small-sized Enterprise), dengan
kriteria: jumlah karyawan kurang dari 50 orang, pendapatan setahun tidak
melebihi US$ 10 juta, dan jumlah aset tidak melebihi US$ 13 juta.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan
kuantitas tenaga kerja. Dalam hal ini usaha kecil merupakan entitas usaha yang
memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha
menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan
99 orang (BI 2011).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Usaha Mikro (UM) adalah
usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan dengan
kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Usaha Kecil (UK) adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan
atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar dengan kekayaan bersih
lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah) (Pemerintah Republik Indonesia 2008).
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Indonesia terdapat di berbagai sektor
ekonomi, seperti: pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, pertambangan dan
penggalian; industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel, dan restoran,
8

9

pengangkutan dan komunikasi, persewaan dan jasa keuangan. Umumnya UMK
memiliki keunggulan dalam bidang yang memanfaatkan sumberdaya alam dan
padat
karya,
seperti:
pertanian
tanaman
pangan,
perkebunan,
peternakan,perikanan, perdagangan dan restoran, dan industri kerajinan rumah
tangga. Usaha menengah memiliki keunggulan dalam penciptaan nilai tambah di
sektor hotel, keuangan, persewaan, jasa perusahaan dan kehutanan. Usaha besar
memiliki keunggulan dalam industri pengolahan, listrik dan gas, komunikasi dan
pertambangan. Hal ini membuktikan usaha mikro, kecil, menengah dan usaha
besar di dalam praktiknya saling melengkapi (Kuncoro & Supomo 2003).
Bertitik tolak dari berbagai pengertian dan karakteristik UMK yang telah
dikemukakan, maka dalam penelitian ini pengertian UMK dan karakternya
mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah. Secara ringkas, kriteria UMK dimaksud disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria usaha mikro dan kecil
Kriteria Utama
Jenis Usaha

Usaha Mikro

Usaha Kecil

Keterangan
Sumber

Pemilik

Jumlah kekayaan
bersih* (Rp)

Hasil penjualan per
tahun (Rp)

Orang perorangan
atau badan usaha
perorangan

Maksimum 50 juta

Maksimum 300 juta

Orang perorangan
atau badan usaha
yang bukan cabang
usaha menengah
atau usaha besar

>50 juta – 500juta

>300juta -2,5 milyar

: * di luar tanah dan bangunan
: Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan
menengah

Dalam kegiatan pertanian, wujud UMK ini adalah kegiatan ekonomi yang
dijalankan oleh petani gurem, peternak, dan nelayan kecil; sedangkan dalam
kegiatan perdagangan dan industri, wujud UMK adalah kegiatan ekonomi yang
dilaksanakan oleh pedagang kecil atau pedagang eceran, pengrajin industri rumah
tangga, sektor informal kota, lembaga keuangan mikro, dan sejenisnya.

Peran Usaha Mikro dan Kecil dalam Pembangunan
Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang
Politik Ekonomi dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mik