BAB II ISI
2.1 Epidemiologi
Stroke dapat ditemukan pada semua golongan umur, akan tetapi sebagian besar ditemukan pada golongan umur di atas 55 tahun. Hasil SKRT 1986 dan
2001 memperlihatkan adanya peningkatan proporsi angka kesakitan pada penyakit kardiovaskuler, jantung iskemik, dan stroke. Pada dasarnya stroke dapat
terjadi pada usia berapa saja bahkan pada usia muda sekalipun bila dilihat dari berbagai kelainan yang menjadi pencetus serangan stroke, seperti aneurisma
intrakranial, malformasi vaskular otak, kelainan jantung bawaan, dan lainnya
10
. Hasil SKRT 1984 dilaporkan prevalensi stroke pada golongan umur 25-34
tahun, 35-44 tahun, dan di atas 55 tahun adalah 6,7; 24,4; 276,3 per 100.000 penduduk. Pada tahun 1986, proporsi kasus stroke sebesar 0,96 per 100 penderita.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa kasus stroke memperlihatkan tren yang meningkat tiap tahunnya
11
. Meskipun stroke dapat menyerang segala usia, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa beberapa orang lebih rentan terserang penyakit yang berpotensi mematikan dan menimbulkan kecacatan menetap ini.
Ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang lebih rentan terserang stroke, dibanding yang lainnya. Faktor risiko tersebut dapat dibedakan
menjadi dua : 2.1.1 Faktor Risiko Tidak Terkendali
a. Usia Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah
berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang
lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur
12
. b. Jenis Kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda
sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan
perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih
besar
12
. c. Keturunan atau Sejarah Stroke dalam Keluarga
Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, obesitas
dan cacat pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk
pembuluh darah cadasil mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke yang lain
12
. 2.1.2 Faktor Risiko Terkendali
a. Hipertensi Hipertensi tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama
yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat
dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena
stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 140—90 tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan
risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang lanjut usia, faktor-faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar
terhadap risiko stroke. Pada orang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko stroke
pada orang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian menunjukkan obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38
persen dan pengurangan angka kematian karena stroke sebesar 40 persen
12
. b. Obesitas
Obesitas obesity adalah kelebihan berat badan sebanyak antara 10-20 dari berat normal. Obesitas ternyata memicu stroke. Sebab,
obesitas cenderung bertekanan darah tinggi sebagai pemicu stroke. Pada
pria berbobot tubuh ideal, rata- rata serangan stroke hanya 28,7 per 1000 orang. Bandingkan dengan pria obesitas, rata- rata 55 per 1000 orang
12
. c. Aktivitas Fisik
Aktifitas fisik dapat diartikan sebagai rerata pengeluaran energi dalam sehari. Dimensi dari aktifits fisik dapat dilihat dari tiga aspek
yaitu aktivitas sehari-hari seperti bekerja dan sekolah, aktivitas untuk bersantai dan latihan-latihan baik kontinyu maupun diskontinyu seperti
olahraga. Aktivitas fisik sehari-hari seperti bekerja dan sekolah, aktivitas untuk bersantai dan latihan-latihan baik rutin maupun kontinyu seperti
olahraga. Aktivitas fisik khususnya exercise sangat penting untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Tipe exercise yang likukan tiap
orang dapat berbeda, tergantung dari kondisi orang tersebut. Dengan melakukan exercise sesuai dengan kebutuhan, akan bermanfaat untuk
meningkatkan kemampuan tubuh dalam mengoptimalkan oksigen dalam tubuh, menurunkan asam lemak, dan efisiensi glukosa, menurunkan
tekanan darah, menurunkan kejadian gangguan irama jantung, menurunkan LDL serum kolesterol dan meningkatkan HDL. Dengan
demikian aktivitas fisik diharapkan dapat mencegah atau melindungi seseorang dari beberapa penyakit yang berkaitan dengan masalah
lemak, glukosa dan oksigen seperti penyakit kardiovaskuler atau stroke
12
. Aktivitas fisik yang moderat dan tinggi terbukti menurunkan
kadar insiden PJK. Pada penelitian terdahulu pengaruh latihan fisik ini tidak dapatmengurangi insidens stroke, akan tetapi akhir-akhir ini
terbukti dengan latihan yang ringan saja mempunyai efek protektif pada pria, tetapi tidak pada wanita. Poerwadi T, 2000. Berbagai penelitian
yang dilakukan di Amerika Serikat membuktikan berbagai macam latihan dapat mengurangi insidens, dimana dilibatkan 11.130 alumni
yang tidak perpenyakit jantung atau kanker, kemudian pertisipan melaporkan kegiatannya berjalan, naik tangga dan partisipasi dalam
olahraga atau rekreasi. Dan terbukti latihanolahraga yang mengeluarkan
energi sebanyak 1000-1999 kcalminggu sampai 2000-2999 kcalminggu dapat mengurangi insidens stroke
13
. d. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar
dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat juga
meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak
terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih tua. Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah
berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi
fibrinogen faktor penggumpal darah lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis. Pada pasien perokok, kerusakan
yang diakibatkan stroke jauh lebih parah karena dinding bagian dalam endothelial pada sistem pembuluh darah otak serebrovaskular
biasanya sudah menjadi lemah. Ini menyebabkan kerusakan yang lebih besar lagi pada otak sebagai akibat bila terjadi stroke tahap kedua
14
. e. Makanan dan Minuman
Proporsi penderita stroke yang ditemukan dalam RISKESDAS 2013 sebesar 12,1 per 1000 penduduk. Hal ini disebabkan sebagian oleh
pola perubahan pola makanan yang dikonsumsi, termasuk konsumsi lemak kolesterol, makanan asin, makanan yang dibakar panggang,
berkafein
2
. Makanan beresiko adalah makanan yang dapat menimbulkan resiko penyakit degeneratif. Makanan yang menjadi
pencetus stroke antara lain adalah makanan manis, asin, penyedap, makanan yang diawetkan, berlemak, jeroan dan berkafein
15
. Reynolds, et al., melakukan penelitian epidemiologi dengan metaanalisis untuk
mengetahui risiko relatif kejadian stroke akibat konsumsi tingkat variasi
konsumsi alkohol. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi alkohol kurang dari 1 kali minum per hari merupakan
risiko ringan terjadinya stroke iskemik. Apabila minum alkohol 1-2 kali minum per hari berisiko sedang terhadap kejadian stroke iskemik.
Apabila mengkonsumsi alkohol lebih dari 5 kali minum per hari berisiko berat terjadinya stroke iskemik. Risiko relatif terjadinya stroke iskemik
baik pada pria atau pun wanita akibat mengkonsumsi alkohol hampir sama
16
. Hubungan alkohol dapat meningkatkan risiko stroke iskemik juga diteliti oleh Mukamal, hasil penelitiannya menyatakan pada pria
yang mengkonsumsi alkohol lebih dari 2 kali minum per hari dengan dosis sedang 10.0-29.9 ghari ataupun dosis berat ≥ 30.0 ghari
sangat berisiko terjadinya stroke iskemik. Mengkonsumsi red wine anggur merah tidak menunjukkan kaitan dengan terjadinya stroke
iskemik, kecuali minuman alkohol lainnya
17
. Furie, et al., menyatakan terjadinya stroke yang berulang meningkat pada penderita stroke
iskemik dengan peminum alkohol berat berdasarkan penelitian kohort di Northerm Manhattan
18
.
2.2 Manifestasi Klinis 2.2.1 Tanda dan Gejala Stroke