Aplikasi Digital Watermarking Pada Citra Menggunakan 2d Haar Wavelet Transformation (2d-Hwt) Dan Least Significant Bit (Lsb)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Wenni. 2010. Aplikasi Watermarking Untuk Melindungi Hak Cipta Pada File Gambar Digital Dengan Menggunakan Matlab. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Adwan, Omar; Ammar Huneiti; Moh‟d Belal Al- Zoubi; Amjad Hudaib; dan Thaer Hamtini. 2014. Simple Image Watermarking Method using Wavelet Transform. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 8(17) November 2014, Pages: 98-101

Ariyus, Dony. 2006. KRIPTOGRAFI, Keamanan Data dan Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badgaiyan, C. Dewangan, A. K. Pandey, B. K. Yeulkar, K. Sinha, K. K. 2012. A New Steganographic Technique: Image Hiding In Mobile Application.

Chui, Charles K. 1992. An Introduction to Wavelets. Academic Press, San Diego

Cox, Ingerman J; Matthew L. Miller; Jeffry A. Bloom; Jessica Fridrich; dan Ton Kalker. 2008. Digital Watermarking and Steganography Second Edition. United States of America: Morgan Kaufan Publisher.

Desmawati. 2011. Analisis dan Perancangan Aplikasi Steganalisis pada Media Citra BMP Dengan Metode Enchanced Least Significant Bit. Medan: Universitas Sumatera Utara.


(2)

Durvey, Mohan; Satyarthi, Devshri. 2014. A Review Paper on Digital Watermarking. India: Dr. Bhimrao Ambedkar Polytechnic College.

Fahmi. 2007. Studi dan Implementasi Watermarking Citra Digital Dengan Menggunakan Fungsi Hash. Bandung : Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung.

Jiansheng, Mei; Li Sukang; dan Tan Xiaomei. 2009. A Digital Watermarking Algorithm Based On DCT and DWT. International Symposium on Web Information Systems and Applications (WISA’09). Nanchang, P. R. China, May 22-24, 2009, pp. 104-107

Mahmoud, Mohamed I.; Moawad I. M. Dessouky; Salah Deyab; dan Fatma H. Elfouly. 2007. Comparison between Haar and Daubechies Wavelet Transformions on FPGA Technology. World Academy of Science, Engineering and Technology International Journal of Electrical, Computer, Electronics and Communication Engineering Vol:1, No:2

Megawati, Sri. 2011. Algoritma Hill Cipher Untuk Enkripsi Data Teks yang Digunakan Untuk Steganografi Gambar Dengan Metode LSB. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Purba, Tri Bagus. 2012. Implementasi Penyembunyian Dan Penyandian Pesan Pada Citra Menggunakan Algoritma Affine Cipher Dan Metode Least Significant Bit . Medan: Universitas Sumatera Utara

Qingsong, Xu. 2013. Digital Watermarking Algorithm Based on Wavelet Analysis. 2nd International Conference on Computer Science and Electronics Engineering (ICCSEE 2013)


(3)

Ritonga, Ridwan. 2010. Studi Watermarking Pada Citra Digital Dengan Menggunakan Metode Least Significant Bit. Medan: Universitas Sumatera Utara

Saragih, Echolima. 2008. Penerapan Daubechies Wavelet Dan Hamming Code Dalam Watermarking Citra Digital. Medan: Universitas Sumatera Utara

Sharma, Pratibha; Shanti Swami. 2013. Digital Image Watermarking Using 3 level Discrete Wavelet Transform. Conference on Advances in Communication and Control Systems 2013 (CAC2S 2013)

Sitorus, Panji Putra. 2008. Watermarking Pada Citra Digital Dengan Menggunakan Discrete Cosine Transform. Medan: Universitas Sumatera Utara

Utami, Esti. 2013. Aplikasi Watermarking Sebagai Teknik Penyembunyian Label Hak Cipta Pada Citra Digital Dengan Metode Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code. Medan: Universitas Sumatera Utara


(4)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini merupakan pembahasan tentang analisis dan implementasi metode 2D Haar Wavelet Transform dan Least Significant Bit dalam proses penyisipan watermark pada citra digital. Bab ini juga akan membahas tentang tahap-tahap yang dilakukan dalam perancangan sistem yang akan dibangun.

3.1 Arsitektur Umum

Bentuk perancangan sistem aplikasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 yang memberikan gambaran arsitektur umum dan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini. Tahapan-tahapan yang dimaksud adalah pengumpulan data citra berupa test image dan beberapa citra logo yang digunakan sebagai watermark. Citra yang telah dikumpulkan akan digunakan sebagai sumber (source). Tahapan selanjutnya adalah penerapan proses transformasi 2D Haar Wavelet Transform dalam melakukan transformasi terhadap sumber (source). Diikuti dengan tahapan penerapan Least Significant Bit (LSB) dalam menyisipkan citra watermark ke dalam citra asli dan sebaliknya. Tahapan terakhir adalah melakukan langkah mundur untuk pengecekan apakah citra watermark sudah berhasil disisipkan ke dalam citra asli. Detail tahapan-tahapan yang dilakukan akan dijelaskan secara terperinci pada sub-bab berikutnya.

3.1.1. Pengumpulan Data Citra

Data citra yang digunakan adalah test image yang sudah sering digunakan untuk image processing. Citra asli yang digunakan harus memiliki ukuran panjang x lebar yang sama. Sedangkan citra watermark yang digunakan sebagai label hak cipta citra dengan ukuran maksimal ½ dari file citra yang akan disisipkan. Contoh: Jika


(5)

menggunakan citra asli ukuran 512 x 512px maka citra watermark maksimal berukuran 256 x 256px

Gambar 3.1 Arsitektur Umum

Watermarking Pengecekan Watermark

Aplikasi Digital Watermarking

Citra asli

Citra watermark (Logo)

Transformasi 2D Haar Wavelet

Citra hasil watermarking

Aplikasi Digital Watermarking

Transformasi 2D Haar Wavelet

Decode Least Significant Bit Encode Least Significant Bit

Citra hasil watermarking

Citra Watermark (Logo) ditemukan


(6)

3.1.2. 2D-Haar Wavelet Transform

Setelah data citra berhasil dikumpulkan maka selanjutnya akan dilakukan proses transformasi. Proses transformasi menggunakan metode 2D-Haar Wavelet Transform dapat diterapkan pada citra dengan menggunakan rumus matriks berikut ini:

[ ] [ ] [ ]

Adapun rumus proses invers yang digunakan untuk mengembaklikan citra ke bentuk semula adalah sebagai berikut:

[ ] [ ] [ ]

3.1.3. Least Significant Bit

Penyisipan citra watermark ke dalam citra asli dapat dilakukan dengan membandingkan bit RGB tiap pixel pada kedua citra sumber. Citra watermark akan disisipkan dengan cara 3 bit awal pada citra watermark akan menggantikan 3 bit

(3,1)


(7)

terakhir pada citra asli. Pada 1 pixel citra terkandung warna RGB sehingga pada 1 pixel citra perbandingan akan terjadi sebanyak 3 kali. Contoh: Pada pixel pertama akan dibandingkan warna Red pada citra watermark dengan citra asli.

Citra watermark memiliki nilai bit:

11001010 00100010 11110001 10101011 Citra asli memiliki nilai bit:

01010101 10100100 01100100 11010110 Maka hasil dari shifting kedua pixel ini adalah:

01010110 10100001 01100111 11010101

Proses ini akan berlangsung juga pada warna Green dan Blue kemudian berlanjut ke pixel ke-2 dan berlangsung terus sampai pixel terakhir citra watermark. 3.2 Proses Penyisipan Watermark

Pada awalnya, user akan diminta untuk memberikan input berupa 2 buah citra. Kedua citra ini akan mewakili 2 variabel dalam aplikasi yakni: citra asli dan citra watermark. Kedua citra sumber akan ditransformasi dengan menggunakan rumus 2D-Haar Wavelet Transform. Citra asli dan citra watermark yang telah ditransformasi ke dalam bentuk 2D-Haar Wavelet kemudian akan dilakukan proses watermarking dengan menggunakan metode Least Significant Bit (LSB). Contoh citra yang telah mengalami proses transformasi 2D-Haar Wavelet dapat dilihat pada gambar 3.2.

Citra watermark yang telah ditransformasi sebelumnya akan disisipkan ke dalam citra asli yang juga telah ditransformasikan. Penyisipan dilakukan dengan metode Least Significant Bit (LSB) dengan membandingkan bit warna RGB tiap pixel pada citra asli dan citra watermark kemudian melakukan shifting dengan perbedaan bit warna sebesar 3 bit. Shifting yang dilakukan dimulai dari awal kiri atas pixel citra dan diakhiri sampai ke pixel terakhir citra watermark. Contoh hasil dari proses ini dapat dilihat pada gambar 3.3.


(8)

Gambar 3.2 Hasil 2D-Haar Wavelet Transform

Gambar 3.3 Hasil Encode Least Significant Bit

Setelah citra watermark berhasil disisipi maka selanjutnya akan dilakukan transformasi kembali agar kedua citra kembali ke bentuk semula. Untuk itu perlu digunakan proses invers metode 2D-Haar Wavelet Transform.

Setelah dilakukan proses invers maka citra watermark tidak akan terlihat lagi secara kasat mata dan citra yang dihasilkan akan persis sama dengan citra asli.


(9)

3.3 Proses Pengecekan Watermark

Citra yang sudah diberi watermark tidak akan dapat terdeteksi karena proses penyisipan watermark sebelumnya menggunakan metode penyisipan yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata. Citra watermark tersembunyi di dalam citra hasil dan hanya dapat dilihat dengan melakukan langkah mundur terhadap proses watermarking. Oleh karena itu, untuk melakukan pengecekan terhadap citra hasil apakah sudah berhasil dilakukan penyisipan maka citra hasil akan ditransformasi kembali dengan metode 2D Haar Wavelet Transform dan akan dilakukan pengecekan nilai bit tiap pixel citra dengan Least Significant Bit yang berlawanan dengan proses penyisipan.

3.4 Perancangan Antarmuka

Perancangan antarmuka merupakan tahap dimana peneliti akan melakukan perancangan tampilan yang menghubungkan user dengan aplikasi. Tampilan yang dirancang diusahakan sesederhana mungkin agar user dapat dengan mudah menggunakan aplikasi ini. Peletakan tombol dan fungsi lainnya juga dilakukan sesederhana mungkin sehingga user dapat dengan mudah mengoperasikan aplikasi ini. Perancangan antar muka sehendaknya dilakukan sebelum melakukan implementasi program agar mendapatkan gambaran umum setiap tampilan yang terdapat pada aplikasi yang dibangun. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pengembangan aplikasi. Rancangan tampilan utama aplikasi dapat dilihat pada gambar 3.4.

Pada halaman utama aplikasi, sudah tersedia seluruh fungsi dan tombol yang diperlukan oleh user untuk menjalankan semua fungsi yang ada pada aplikasi ini. Terdapat 3 buah tombol browse yang masing-masing meminta input berupa file citra dan masing-masing berada di tempat yang berbeda untuk mewakili apakah citra tersebut citra asli, citra watermark maupun citra hasil. Untuk lebih memudahkan dalam membedakan citra, disediakan pula kotak preview yang langsung akan menampilkan citra yang di-input oleh user. Disediakan pula tempat untuk mencoba pengaplikasian tranformasi 2D Haar Wavelet Transform yang disertai dengan tombol dan kotak preview sehingga hasil dapat ditampilkan secara langsung.


(10)

Jika user sudah memberikan input pada citra asli dan citra watermark maka user dapat melakukan penyisipan langsung dengan menekan tombol Insert Watermark. Begitu pula jika user sudah memberikan input pada citra hasil maka user dapat melakukan pengecekan watermark dengan menekan tombol Check Watermark. Tombol Insert Watermark dan Check Watermark akan memunculkan dialog hasil (Result). Dialog hasil dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.4 Rancangan Tampilan Utama Aplikasi


(11)

BAB 4

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Bab ini membahas hasil penelitian yang dilakukan dari aplikasi digital watermarking dengan menggunakan metode 2D-Haar Wavelet Transform (2D-HWT) dan Least Significant Bit (LSB) sesuai dengan spesifikasi penerapan yang telah dibahas pada Bab 3. Bab ini akan menjabarkan hasil dari aplikasi digital watermarking.

4.1. Implementasi Sistem

Dalam penelitian ini, aplikasi digital watermarking dibangun dengan menggunakan VB (Visual Basic).

4.1.1 Konfigurasi Perangkat Keras

Spesifikasi perangkat keras yang digunakan untuk membangun aplikasi ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Spesifikasi perangkat keras yang digunakan

No. Jenis Komponen Komponen yang digunakan

1. Processor AMD Phenom II X6 1050T

2. Memory 8.00GB Dual-Channel DDR3

3. Kartu Grafis 1023MB NVIDIA GeForce GTX 550 Ti

4. Storage 223GB Crucial_CT240M500SSD1 ATA

Device (SSD) 5. Resolusi Layar 1280 x 1024 pixel


(12)

4.1.2 Konfigurasi Perangkat Lunak

Konfigurasi perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini, baik pada proses implementasi maupun pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Spesifikasi perangkat lunak yang digunakan No. Jenis Software Software yang digunakan

1. Sistem Operasi Microsoft® Windows 7 Ultimate 64-bit SP1 2. Image Editor Adobe Photoshop CS6 64-bit

3. Bahasa Pemrograman Visual Basic 4. Aplikasi Pemrograman Visual Studio 2013

4.2. Pengujian Sistem

Pengujian sistem dilakukan untuk menguji apakah sistem yang dibangun sudah berjalan dengan baik dan benar serta sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa langkah pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

4.2.1 Pengujian 2D-Haar Wavelet Transformation

Pada tahapan ini, dilakukan pengujian terhadap rumus matriks 2D-Haar Wavelet Transformation yang telah diaplikasikan dalam bahasa pemrograman Visual Basic. Hasil yang didapatkan dari proses transformasi dapat dilihat pada gambar 4.1.

Hasil transformasi yang dilakukan sesuai dengan harapan. Citra asli berhasil ditransformasikan menjadi 4 sub-bands wavelet yakni LL, LH, HL dan HH. Percobaan pertama dapat dilihat pada gambar 4.1a dimana citra berhasil ditransformasi. Dilanjutkan dengan percobaan kedua dan ketiga (gambar 4.1b dan gambar 4.1c) juga berhasil dilakukan transformasi. Pada percobaan keempat (gambar 4.1d) juga berhasil dilakukan transformasi. Percobaan menggunakan citra yang memiliki ukuran panjang x lebar yang berbeda (gambar 4.1e) juga menghasilkan hasil yang memuaskan. Hasil pengujian secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.3 dimana percobaan menggunkan


(13)

berbeda-beda pula. Waktu yang diperlukan untuk melakukan transformasi pada citra sangat tergantung pada ukuran pixel pada gambar. Semakin besar pixel-nya maka proses transformasi akan membutuhkan waktu lebih lama. Begitu juga sebaliknya semakin kecil pixel-nya maka proses transformasi akan berlangsung lebih cepat.

Tabel 4.3 Hasil pengujian 2D-Haar Wavelet Transformation No. Nama & Ekstensi Ukuran Citra Waktu Transformasi

1. Barbara.jpg 512 x 512px 0.811 detik 2. Carole Hersee.jpg 304 x 304px 0.281 detik

3. Lenna.png 512 x 512px 0.827 detik

4. usu small.bmp 107 x 107px 0.031 detik

5. duit.jpg 186 x 168px 0.093 detik


(14)

Gambar 4.1b Hasil 2D-Haar Wavelet Transformation


(15)

Gambar 4.1d Hasil 2D-Haar Wavelet Transformation


(16)

4.2.2 Pengujian Least Significant Bit

Pada tahapan ini, dilakukan pengujian terhadap metode Least Significant Bit dengan shifting bit diantara citra asli dan citra watermark. Hasil yang didapatkan sesuai harapan. Citra hasil penyisipan dapat dilihat pada gambar 4.2.

Percobaan pertama dapat dilihat pada gambar 4.2a dimana citra watermark berhasil disisipkan ke dalam citra asli dan citra watermark dapat dilihat secara kasat mata. Percobaan kedua (gambar 4.2b) menunjukkan penyisipan berhasil dilakukan. Begitu pula dengan percobaan berikutnya (gambar 4.2c) juga menunjukkan hasil yang memuaskan. Pada gambar 4.2d dapat dilihat bahwa citra watermark berhasil disisipkan. Pada gambar 4.2e percobaan dilakukan menggunakan 2 citra dengan ukuran yang sama dan menghasilkan hasil yang cukup memuaskan. Hasil pengujian secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.4 dimana waktu penyisipan bergantung pada ukuran citra asli dan citra watermark tidak terlalu mempengaruhi waktu penyisipan.


(17)

Gambar 4.2b Hasil Least Significant Bit


(18)

Gambar 4.2d Hasil Least Significant Bit


(19)

Tabel 4.4 Hasil pengujian Least Significant Bit

No. Nama & Ekstensi Citra Asli Ukuran Citra Asli Nama & Ekstensi Citra Watermark Ukuran Citra

Watermark Waktu Penyisipan 1. Barbara.jpg 512 x 512px usu small.bmp 107 x 107px 0.577 detik 2. Carole Hersee.jpg 304 x 304px usu small.bmp 107 x 107px 0.172 detik 3. Lenna.png 512 x 512px usu small.bmp 107 x 107px 0.499 detik 4. Lenna.png 512 x 512px BinaryImage.jpg 325 x 270px 0.531 detik 5. Barbara.jpg 512 x 512px Lenna.png 512 x 512px 0.671 detik

4.2.3 Pengujian Proses Penyisipan Watermark

Proses penyisipan watermark menggabungkan metode 2D-Haar Wavelet Transformation dan Least Significant Bit. Hasil yang diperoleh dari proses penyisipan watermark dapat dilihat pada gambar 4.3.

Hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan. Antara citra asli dengan citra hasil tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Pada gambar 4.3a tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Jika diperhatikan secara teliti pada gambar 4.3b, di bagian kiri atas citra hasil memiliki warna yang lebih gelap dibanding dengan citra asli. Ini menunjukkan bahwa citra watermark telah berhasil disisipkan ke dalam citra asli. Pada gambar 4.3c juga sulit menemukan perbedaan yang signifikan diantara kedua gambar. Begitu pula dengan gambar 4.3d dan gambar 4.3e tidak ditemukan perbedaan yang terlalu signifikan. Hasil pengujian menurut waktu penyisipan dapat dilihat pada tabel 4.5 dimana diperoleh bahwa waktu penyisipan bergantung pada ukuran citra asli dan ukuran citra watermark.


(20)

Gambar 4.3a Hasil Proses Penyisipan Watermark


(21)

Gambar 4.3c Hasil Proses Penyisipan Watermark


(22)

Gambar 4.3e Hasil Proses Penyisipan Watermark

Tabel 4.5 Hasil pengujian proses penyisipan watermark

No. Nama & Ekstensi Citra Asli

Ukuran Citra Asli

Nama & Ekstensi Citra

Watermark

Ukuran Citra

Watermark Waktu Penyisipan 1. Barbara.jpg 512 x 512px usu small.bmp 107 x 107px 2.013 detik 2. Carole Hersee.jpg 304 x 304px usu small.bmp 107 x 107px 0.749 detik 3. Lenna.png 512 x 512px usu small.bmp 107 x 107px 2.012 detik 4. Lenna.png 512 x 512px BinaryImage.jpg 325 x 270px 2.262 detik 5. Barbara.jpg 512 x 512px Lenna.png 512 x 512px 2.917 detik

4.2.4 Pengujian Proses Pengecekan Watermark

Proses pengecekan watermark yang dilakukan tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Hal ini terjadi dikarenakan saat dilakukan proses rekonstruksi ulang citra


(23)

yang telah ditransformasi dengan metode 2D-Haar Wavelet Transfromation modus invers ditemukan bahwa 4 sub-bands hasil transformasi wavelet yakni LL, HL, LH, dan HH memiliki peranan penting dalam melakukan rekonstruksi ulang citra. Penyisipan citra watermark hanya menempati sub-bands LL sehingga pada saat rekonstruksi ulang citra, citra watermark yang telah disisipkan terpecah bentuknya dan tidak dapat ditemukan dalam citra hasil. Jika penyisipan dilakukan pada 2 atau 3 sub-bands maka hasil yang didapatkan kurang lebih sama yakni citra watermark tidak dapat ditemukan dalam citra hasil. Sedangkan jika penyisipan dilakukan pada masing-masing 4 sub-bands, hasil yang akan diperoleh adalah hasil proses pengujian Least Significant Bit yaitu gambar 4.5. Hal ini membuktikan bahwa untuk melakukan rekonstruksi ulang citra secara sempurna maka ke 4 sub-bands harus memiliki nilai bit yang kurang lebih sama atau sesuai dengan perhitungan matematis matriksnya. Hasil pengecekan watermark yang tidak berhasil ini dapat dilihat pada gambar 4.7.

Pada gambar 4.7a dan gambar 4.7e memiliki waktu deteksi dan hasil pengecekan yang sama. Begitu pula dengan gambar 4.7c dan gambar 4.7d memiliki waktu deteksi yang mendekati dan hasil pengecekan yang sama. Pada gambar 4.7b dapat dilihat bahwa hasil pengecekan tidak menemukan citra watermark.


(24)

Gambar 4.4b Hasil Proses Pengecekan Watermark


(25)

Gambar 4.4d Hasil Proses Pengecekan Watermark


(26)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas tentang kesimpulan dari metode yang diajukan untuk digital watermarking pada bagian 5.1, serta pembahasan saran-saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya pada bagian 5.2.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penerapan metode 2D Haar Wavelet Transformation (2D-HWT) dan Least Significant Bit (LSB) dalam melakukan proses digital watermarking, didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Metode 2D-Haar Wavelet Transformation sangat mudah diaplikasikan dalam melakukan transformasi terhadap citra. Citra yang telah ditransformasi dengan modus forward sebanyak berapa kali pun dapat direkonstruksikan kembali dengan modus invers.

2. Penyisipan invisible watermark sulit dilakukan dikarenakan Metode Least Significant Bit tidak dapat digunakan sebanding dengan metode 2D-Haar Wavelet Transformation.

5.2. Saran

Pada penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penyisipan watermark dengan metode selain Least Significant Bit (LSB) agar penyisipan dapat berlangsung dengan baik dan tidak mengalami redundansi yang diakibatkan oleh transformasi citra secara 2D Haar Wavelet Transformation (2D-HWT). Penggunaan wavelet lain juga lebih disarankan karena Haar Wavelet hanya mampu menyimpan data integer ke integer.


(27)

LANDASAN TEORI

Bab ini merupakan pembahasan tentang teori-teori penunjang serta penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan citra digital, watermarking, wavelet transform, serta Least Significant Bit.

2.1Citra Digital

Beberapa teori tentang citra digital dipaparkan sebagai berikut. 2.1.1 Pengertian Citra Digital

Citra digital adalah gambar berupa himpunan atau diskrit nilai digital yang disebut dengan pixel (picture elements) dan dapat ditampilkan pada layar komputer. Menurut tinjauan matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Citra tersebut dikatakan sebagai citra digital karena bentuk representasinya yang berupa bilangan (numbers). Oleh komputer akan dikenal dalam

urutan „0‟ dan „1‟ (Saragih, 2010). Untuk mendapatkan suatu citra digital, dapat digunakan alat yang memiliki kemampuan untuk mengubah sinyal yang diterima oleh sensor citra menjadi bentuk digital, misalnya dengan menggunakan kamera digital atau scanner (Utami, 2013).

Citra digital (diskrit) dihasilkan dari citra analog (kontinu) melalui digitalisasi. Digitalisasi citra analog terdiri atas penerokan (sampling) dan kuantisasi (quantization). Penerokan (sampling) adalah pembagian citra ke dalam elemen-elemen diskrit (pixel), sedangkan kuantisasi (quantization) adalah pemberian nilai intensitas warna pada setiap pixel dengan nilai yang berupa bilangan bulat (Fahmi, 2007).


(28)

terdiri dari M kolom dan N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (pixel) atau elemen terkecil dari sebuah citra (Kusumanto, et al., 2011). Dengan begitu akan didapat bahwa citra digital berbentuk empat persegi panjang dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai panjang x lebar.

Suatu citra ƒ(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan sebagai berikut: 0 ≤ x ≤ M-1

0 ≤ y ≤ N-1 0 ≤ ƒ(x,y) ≤ G-1

dimana: M = jumlah piksel baris (row) pada array citra N = jumlah piksel kolom (column) pada array citra G = nilai skala keabuan (graylevel)

Gambar 2.1 Representasi Citra Digital (Sumber:

https://yusronrijal.wordpress.com/2012/03/24/pengolahan-citra-digital/)

2.1.2 Jenis Citra Digital

Berdasarkan warna-warna penyusunnya, suatu citra digital dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :


(29)

tertentu. Banyaknya warna pada pixel bergantung pada kedalaman pixel citra yang bersangkutan (8-bit, 16-bit atau 24-bit). Kedalaman 8-bit diwakili dengan 1 byte memory dan mampu menampung hingga 256 warna. Kedalaman 16-bit diwakili dengan 2 byte memory dan mampu menampung hingga 65.536 warna. Kedalaman 24-bit diwakili dengan 3 byte memory dan mampu menampung hingga 16.777.216 warna. Komponen-komponen warna penyusun citra direpresentasikan dalam beberapa kanal (channel). Banyaknya kanal yang digunakan bergantung pada model warna yang digunakan dalam pembentukan citra tersebut. Contoh model warna yang sering digunakan adalah RGB (Red Green Blue).

Gambar 2.2 Citra Berwarna dan Pembagian Pixel Warna RGB (Sumber: https://yusronrijal.wordpress.com/2012/03/24/pengolahan-citra-digital/)

2. Citra grayscale atau citra keabuan, yaitu suatu citra yang nilai pixel-nya merepresentasikan derajat keabuan atau intensitas warna putih. Nilai intensitas


(30)

tinggi akan merepresentasikan warna putih. Sama halnya dengan citra berwarna, citra grayscale juga memiliki kedalaman pixel yang pada umumnya menggunakan kedalaman 8-bit (256 derajat keabuan). Penggunaan kedalaman 16-bit (65.536 derajat keabuan) digunakan untuk citra dengan tingkat ketelitian tinggi.

Gambar 2.3 Citra Grayscale (Sumber:

https://catatanpeneliti.wordpress.com/2013/06/04/empat-tipe-dasar-citra-digital/)

3. Citra binary atau citra biner, yaitu suatu citra yang hanya terdiri atas 2 warna: hitam dan putih. Oleh karena itu, setiap pixel pada citra biner cukup direpresentasikan dengan 1 bit saja. Nilai 0 mewakili angka hitam dan nilai 1 mewakili angka putih. Citra biner sangat efisien digunakan dalam penyimpanan data.


(31)

Gambar 2.4 Citra Biner (Sumber:

https://catatanpeneliti.wordpress.com/2013/06/04/empat-tipe-dasar-citra-digital/)

Berdasarkan cara pembentukannya, suatu citra digital dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Citra bitmap (raster), yaitu citra yang terbentuk dari sekumpulan pixel (picture element). Citra bitmap sangat dipengaruhi oleh banyaknya pixel yang terkandung, sehingga semakin banyak pixel yang digunakan maka kualitas gambar akan semakin bagus, begitu juga sebaliknya. Jika citra bitmap diperbesar maka ketajaman gambar akan berkurang.

2. Citra vektor (vector), yaitu citra yang terbentuk dari garis, kurva dan bidang yang merupakan hasil dari rumus matematika. Sesuai dengan namanya citra vector sama sekali tidak menggunakan pixel sebagai penyusunannya tetapi menggunakan vektor (persamaan matematis). Jika citra vektor diperbesar maka ketajaman gambar akan tetap sama seperti sebelumnya.


(32)

Gambar 2.5 Perbandingan Citra Bitmap dan Citra Vektor (Sumber: https://blogs.articulate.com/rapid-elearning/what-you-need-to-know-when-working-with-grouped-clip-art/ &

http://alexpenhallurick.weebly.com/vector-and-bitmap-images.html)

2.2Watermarking

Watermark merupakan sebuah informasi yang disisipkan pada media lain dengan tujuan melindungi media yang disisipi oleh informasi tersebut dari pembajakan, penyalahgunaan hak cipta, dan sebagainya. Watermarking adalah cara untuk menyisipkan watermark ke dalam media yang ingin dilindungi hak ciptanya (Saragih, 2010).

Watermarking atau tanda air dapat diartikan sebagai suatu teknik penyisipan dan atau penyembunyian informasi yang bersifat rahasia pada suatu data lainnya

untuk “ditumpangi” (kadang disebut dengan host data), tetapi orang lain tidak menyadari adanya kehadiran data tambahan pada data host-nya (Istilah host digunakan untuk data/sinyal digital yang disisipi), sehingga seolah-olah tidak ada perbedaan berarti antara data host sebelum dan sesudah proses watermarking. Di samping itu data yang sudah diberi watermark harus tahan (robust) terhadap segala perubahan baik secara sengaja maupun tidak, yang bertujuan untuk menghilangkan data watermark yang terdapat di data utamanya. Watermark juga harus tahan terhadap berbagai jenis pengolahan/proses digital yang tidak merusak kualitas data yang diberi watermark (Ariyus, 2006).


(33)

diperkenalkannya web browser ciptaan Marc Andreessen pada Nopember 1993 dimana para pengguna internet ingin mengunduh gambar, lagu dan video dengan internet. Internet adalah suatu media distribusi digital yang sangat baik dikarenakan harganya yang tidak mahal, mengurangi pergudangan, stok dan pengiriman. Namun karena itu para pemilik hasil karya dapat melihat resiko pembajakan yang semakin tinggi. Pada mulanya digunakan teknik kriptografi dalam memberikan watermark terhadap konten hasil karya namun kriptografi tersebut hanya mampu melindungi konten dari serangan saat pendistribusian barang. Maka dari itu dibutuhkan alternatif ataupun penambahan dari kriptografi yang mampu melindungi konten hasil karya hingga keseluruhan (Cox, et al., 2008). Sampai sekarang teknik watermarking masih terus dikembangkan dan akan selalu berkembang dengan seiringnya perkembangan teknologi yang terus diperbaharui.

Gambar 2.6 Proses Watermarking (Sumber:

http://www.slideshare.net/memezztnarzizt/watermarking-ni-made-galih-ap-diyah-chandra-ks)

Teknik watermarking pada citra digital dekat hubungannya dengan Steganografi (Steganography) yaitu ilmu yang mempelajari tentang penyembunyian pesan. Yang membedakan steganografi dengan watermarking hanyalah perbedaan data yang disembunyikan dimana watermarking menyembunyikan label hak cipta sedangkan steganografi menyembunyikan pesan rahasia.


(34)

Gambar 2.7 Proses Steganografi (http://www.amfastech.com/2013/11/a-paper-presentation-on-image.html)

2.2.1 Jenis Watermarking

Berdasarkan tipe dokumen yang disisipkan watermark, watermarking dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu :

1. Text Watermarking, yaitu penyisipan label pada media teks/dokumen. 2. Image Watermarking, yaitu penyisipan label pada media gambar/citra. 3. Audio Watermarking, yaitu penyisipan label pada media suara.

4. Video Watermarking, yaitu penyisipan label pada media video.

Berdasarkan persepsi manusia, watermarking dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :

1. Visible Watermarking, yaitu penyisipan label yang terlihat oleh indera manusia.

2. Invisible Watermarking, yaitu penyisipan label yang tidak terlihat oleh indera manusia.


(35)

Menurut (Durvey, Mohan; Satyarthi, Devshri. 2014) ada beberapa karakteristik utama dari digital watermarking sebagai berikut.

Robustness (ketahanan); watermark harus tetap terbaca setelah dilakukan pengolahan pada citra seperti pemotongan, transformasi, kompresi dan sebagainya.

Imperceptibility (tidak dapat dipersepsi); hasil citra watermark harus terlihat sama seperti citra aslinya jika dipandang oleh indera manusia. Pengamat tidak akan dapat mengetahui adanya watermark yang disisipkan ke dalam citra.

Security (sekuritas); orang yang tidak diizinkan tidak dapat menemukan, mengambil atau mengubah watermark yang telah disisipkan.

Transparency (transparansi); transparansi mengacu pada panca indra manusia. Watermark yang transparan tidak menimbulkan kerusakan pada media yang disisipkan.

Capacity (kapasitas); kapasitas yang dimaksud adalah berapa banyak informasi yang dapat disisipkan. Dapat juga diartikan sebagai berapa banyak watermark yang dapat ditampung. Karakteristik ini bertolak belakang dengan karakteristik Imperceptibility dan Robustness.

2.2.3 Tujuan Watermarking

Menurut (Ritonga, 2010), Watermarking sebagai teknik untuk menyisipkan label ke dalam media dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai berikut :

Copyright Protection; yaitu watermarking digunakan sebagai penanda atau pemberi label sebagai bukti otentik kepemilikan suatu hasil karya. Label dapat berupa nama, logo, tanda tangan atau apapun yang dapat dijadikan tanda pengenal hasil karya tersebut. Dengan diberikannya watermark pada hasil karya maka tidak sembarang orang dapat mengaku sebagai pemilik hasil karya tersebut.

Tampering; yaitu watermarking digunakan sebagai alat indicator untuk mengidentifikasi apakah suatu media sudah mengalami perubahan dari aslinya.


(36)

dapat disimpulkan bahwa media sudah diolah oleh pihak lain dan media tersebut sudah tidak otentik lagi.

Anti counterfeiting watermarking; yaitu watermark yang digunakan untuk mengecek keaslian. Watermark disisipkan saat proses pembuatan media tersebut dan hasilnya dapat terlihat jika media itu dicetak atau discan. Contoh: watermark pada pembuatan uang.

Feature Location; yaitu menggunakan watermark untuk mengidentifikasi isi dari data digital pada lokasi-lokasi tertentu, seperti penamaan objek tertentu dari beberapa objek yang lain pada suatu citra digital.

Annotation/Caption; yaitu menggunakan watermark untuk memberikan keterangan mengenai data digital itu sendiri.

Fingerprinting; yaitu watermarking yang digunakan sebagai penanda dengan tanda yang berbeda-beda untuk setiap distributor media digital. Watermark yang disisipi dianggap sebagai sidik jari (Copyright) distributor sehingga distributor tidak dapat secara sembarangan menggandakan media digital tersebut dan menjualnya ke pihak lain. Contoh: Seorang pemilik citra asli menemukan citra berwatermarknya disebarkan secara illegal, maka sang pemilik dapat mengetahui distributor mana yang menyebarkan citra tersebut.

Covert Communication; yaitu watermarking yang digunakan sebagai media komunikasi dengan mengirimkan pesan-pesan rahasia kepada orang yang dituju tanpa diketahui oleh pihak yang tidak diinginkan.

Medical Record; yaitu penyisipan watermark dalam catatan medis. Contoh: watermark disisipkan ke dalam foto sinar-X berupa ID pasien dengan maksud untuk memudahkan identifikasi pasien atau untuk menyimpan hasil diagnosis penyakit sang pasien.


(37)

Wavelet adalah suatu metode pengolahan sinyal yang mana sebuah sinyal dipecah menjadi beberapa bagian yang merujuk kepada frekuensi yang berbeda-beda. Wavelet digunakan untuk menyusun, menganalisis dan mensintesis data numeris hasil pengukuran/pengamatan suatu fenomena fisis tertentu. Dengan transformasi wavelet, sinyal digital dikalkulasi untuk menentukan domain frekuensi dan waktu secara bersamaan. Transformasi wavelet dapat diaplikasikan pada pengenalan objek, smoothing (memperhalus) dan kompresi (Saragih, 2010).

Sebagai fungsi matematika, wavelet digunakan untuk mengekstraksi informasi didalam data yang berbeda-beda seperti sinyal audio dan gambar. Sususnan dataset wavelet sepenuhnya dibutuhkan untuk menganalisa data. Wavelet bersifat komplemen dalam memecah data tanpa menghasilkan rentang atau menimpa set data sehingga data dapat dikembalikan seperti semula (reversible). Oleh karena itu, wavelet digunakan sebagai algoritma kompresi dan dekompresi dimana data yang udah dipecah dapat dikembalikan lagi dengan tingkat kerusakan yang minimal. 2.3.1 Transformasi Wavelet

Dengan melakukan transformasi wavelet maka sinyal digital akan diolah menjadi domain frekuensi dan domain waktu secara bersamaan. Transformasi wavelet pada awalnya digunakan untuk menganalisis sinyal bergerak (non-stationary signails). Sinyal bergerak ini dianalisis menggunakan teknik multi-resolution analysis yaitu teknik menganalisis frekuensi dengan cara frekuensi yang berbeda dianalisis menggunakan resolusi yang berbeda. Resolusi disini adalah ukuran jumlah informasi di dalam sinyal yang dapat berubah melalui operasi filterisasi.

Seiring dengan perkembangan teknologi, transformasi wavelet sekarang digunakan untuk pengenalan objek, memperhalus objek (smoothing), dan kompresi/dekompresi sinyal. Ada 2 jenis wavelet yang sampai sekarang masih dikembangkan yakni, Continuous Wavelet Transforms (CWT) dan Discrete Wavelet Transforms (DWT). Cara kerja CWT adalah dengan CWT dan DWT merupakan hasil


(38)

sendiri adalah rumus dasar yang digunakan dalam transformasi wavelet. Oleh karena itu, karakteristik dari transformasi wavelet yang dihasilkan sangat tergantung terhadap mother wavelet yang digunakan.

Cara kerja transformasi wavelet adalah dengan melakukan fiterisasi digital. Sinyal yang diterima akan dianalisis pada filter dengan frekuensi dan skala yang berbeda. Sebuah sinyal harus dilewatkan dalam dua filterisasi DWT yaitu highpass filter dan lowpass filter agar frekuensi dari sinyal tersebut dapat dianalisis. Analisis sinyal dilakukan terhadap hasil filterisasi highpass filter dan lowpass filter yang mana highpass filter digunakan untuk menganalisis frekuensi tinggi dan lowpass filter digunakan untuk menganalisis frekuensi rendah. Analisis terhadap frekuensi dilakukan dengan cara menggunakan resolusi yang dihasilkan setelah sinyal melewati filterisasi (Saragih, 2010).


(39)

Wavelet d)Daubechies Wavelet e)Morlet Wavelet (Sumber:

http://www.scielo.org.mx/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0016-71692010000200001#figura1)

2.3.2 Haar Wavelet Transform

Haar Wavelet Transform adalah salah satu metode transformasi wavelet diskrit yang paling gampang untuk diterapkan. Dikembangkan pada tahun 1910 oleh seorang matematikawan dari Hungaria bernama Alfred Haar. Haar menciptakan fungsi ini untuk memberikan contoh sistem ortonormal pada ruang rumus integral dengan interval [0, 1]. Dalam perkembangan wavelet selanjutnya, secara khusus Haar wavelet juga dikenal sebagai Daubechies wavelet tipe D2. Kekurangan teknis dari Haar wavelet adalah sifatnya yang tidak kontinu sehingga tidak dapat diturunkan akan tetapi Haar wavelet sangat baik diimplementasikan pada analisis sinyal dikarenakan kepekaan terhadap transisi yang terjadi. Maka dari itu Haar wavelet cocok untuk memonitor kesalahan yang terjadi pada mesin. (Chui, 1992).

Rumus mother wavelet Haar dapat dijabarkan sebagai berikut :

{

Dan juga rumus scaling Φ(t) dijabarkan sebagai berikut : {

Contoh sederhana teori Haar wavelet, dikutip dari http://www.whydomath.org/node/wavlets/hwt.html yakni, misalkan ada delapan angka yang hendak anda dikirimkan (100, 200, 44, 50, 20, 20, 4, 2) dikarenakan oleh keterbatasan bandwidth anda hanya dapat mengirimkan empat angka ke teman anda.

(2,1)


(40)

Hasilnya adalah empat angka (150, 47, 20, dan 3). Keempat angka ini dapat merepresentasikan delapan angka sebelumnya. Namun, jika teman anda menerima keempat angka tersebut dia pasti tidak akan dapat mengetahui delapan angka asli yang harus dia ketahui. Dengan begitu anda dapat mengirimkan empat angka lagi ke teman anda agar dia dapat merekonstruksi ulang nilai delapan angka tesebut. Maka dikirimlah empat angka lagi (50, 3, 0, dan -1). Dari empat angka ini teman anda sudah dapat merekontruski ulang nilai delapan angka tersebut dikarenakan empat angka ini merepresentasikan jarak antar angka pasangan. 150 + 50 = 200, 47 + 3 = 50, 20 + 0 = 20, dan 3 + (-1) = 2 untuk daftar angka pertama dalam pasangan. 150 - 50 = 100, 47 - 3 = 44, 20 - 0 = 20, dan 3 - (-1) = 4 untuk daftar angka kedua dalam pasangan. Sehingga dengan daftar angka (150, 47, 20, 3) dan (50, 3, 0, -1) dapat direkonstruksi ulang daftar angka asli (100, 200, 44, 50, 20, 20, 4, 2). Dari contoh diatas ditemukan rumus transformasi:

Untuk melakukan transformasi pada citra dibutuhkan rumus Haar wavelet dalam bentuk matriks. Rumus matriks Haar wavelet adalah sebagai berikut :

[ ] [ ] [ ]

Dan juga rumus matriks inverse-nya sebagai berikut : (2,3)


(41)

[ ] [ ] [ ]

Syarat pengaplikasian rumus transformasi Haar wavelet pada citra dengan ukuran M x N dimana M dan N diwajibkan merupakan kelipatan dari angka 2. Dengan menggunakan rumus transformasi Haar wavelet maka akan dihasilkan citra seperti pada gambar 2.9. Citra hasil transformasi Haar wavelet dapat direkonstruksi ulang menjadi citra asli.

Gambar 2.9 Haar Wavelet 1D Pada Citra Grayscale (Sumber: http://www.whydomath.org/node/wavlets/hwt.html)

Pada umumnya, penggunaan Haar Wavelet 1D sangat jarang digunakan karena kelemahannya yang hanya berupa 2 potongan gambar. Rumus Haar Wavelet dapat juga diaplikasikan pada matriks 2-dimensi sehingga dapat dihasilkan citra seperti pada gambar 2.10.


(42)

Gambar 2.10 Haar Wavelet 2D Pada Citra Grayscale (Sumber: http://www.whydomath.org/node/wavlets/hwt.html)

Pada gambar 2.10 dapat kita lihat ada 4 potongan gambar yang masing-masing dapat dibagi menjadi empat bagian menurut filter sub-bands yang dilaluinya yakni: L = filter Low pass, H = filter High pass, huruf pertama menunjukkan filter pada baris, huruf kedua menjukkan filter pada kolom, dan angka menunjukkan level dekomposisi. Contoh: LH1 berarti filter Low pass diaplikasikan pada baris citra dan filter High pass diaplikasikan pada kolom citra. Keduanya dilakukan dalam 1 level dekomposisi citra.


(43)

Penyembunyian data dilakukan dengan mengganti bit-bit data yang tidak terlalu berpengaruh di dalam segmen citra dengan bit-bit data rahasia. Pada susunan bit di dalam sebuah byte (1 byte = 8 bit), ada bit yang paling berarti (most significant bit atau MSB) dan bit yang paling kurang berarti (least significant bit atau LSB). Bit yang cocok untuk diganti adalah bit LSB, sebab perubahan tersebut hanya mengubah nilai byte satu lebih tinggi atau satu lebih rendah dari nilai sebelumnya. Misalkan byte tersebut menyatakan warna merah, maka perubahan satu bit LSB tidak mengubah warna merah tersebut secara berarti. Lagi pula, mata manusia tidak dapat membedakan perubahan yang kecil. (Desmawati, 2011).

Cara kerja metode LSB dalam mengganti bit-bit data dapat dimisalkan segmen pixel-pixel citra sebelum dilakukan penambahan bit-bit pesan rahasia adalah:

01110010 10110010 10100011 10101111

dan misalkan pesan rahasia telah dikonversikan kedalam bilangan biner dan hasilnya adalah 0111. Maka setiap bit dari pesan rahasia akan menggantikan posisi bit terakhir dari segmen pixel-pixel citra menjadi:

01110010 10110011 10100011 10101111

Penyisipan pesan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penyisipan secara sekuensial dan secara acak. Penyisipan secara sekuensial pesan tersebut disisipkan dengan utuh sehingga timbul pola teratur disisipkan dengan utuh sehingga timbul pola teratur pada bagian gambar yang telah disisipkan. Penyisipan secara acak pesan tersebut disisipkandengan menyebarkan bit-bit karakter ke seluruh gambar. (Desmawati, 2011).


(44)

Penelitian mengenai penyisipan label hak cipta dengan menggunakan transformasi wavelet maupun teknik lainnya sudah pernah dilakukan sebelumnya. Berikut tabel yang berisi daftar penelitian terdahulu.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti (Tahun)

Teknik yang

Digunakan Hasil Kelemahan

1 Echolima Saragih (2008)

Daubechies Wavelet & Haming Code

Watermark berhasil disisipkan secara invisible. Hasil

rekonstruksi citra tidak menurunkan kualitas citra secara signifikan.

Citra dapat dirusak dengan resizing dan cropping.

2 Panji Putra Sitorus (2008) Discrete Cosine Transform (DCT) & Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code (RSPPMC)

Proses penyisipan dan ekstraksi cepat. Penyisipan tidak menyebabkan perubahan yang berarti.

Citra dapat dirusak dengan resizing dan cropping.

3 Esti Utami (2013) Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code (RSPPMC)

Penyisipan watermark pada citra asli berhasil dilakukan.

Citra hasil watermarking memiliki ukuran file yang lebih besar dari citra asli.


(45)

(2010) citra hasil tidak jauh berbeda bila dibandingan dengan citra asli.

digital. Citra hasil memiliki ukuran yang lebih besar. 5 Tri Bagus

Purba (2012)

Affine Cipher & Least Significant Bit (LSB)

Watermark yang disisipkan berupa cipherteks sehingga kerahasiaan pesan lebih terjaga.

Watermark akan rusak jika citra dimodifikasi.

6 Pratibha Sharma & Shanti Swami (2013)

3 Level Discrete Wavelet

Transform (DWT) & Alpha Blending

Citra hasil sama persis dengan citra asli dan hasilnya lebih baik dibanding dengan DWT level 1 atau 2.

-

7 Xu Qingsong (2013) Discrete Wavelet Transform (DWT) & Human Visual System (HVS)

Citra hasil sangat identik secara visual dan memiliki pola warna yang secara kasat mata nyaman untuk dipandang mata manusia dan tidak

menimbulkan kecurigaan

-

8 Adwan, et al. (2014)

Discrete Wavelet Transform (DWT) & Least Significant Bit (LSB)

Citra hasil mirip dengan citra asli

Citra hasil yang dimodifikasi

menurunkan kualitas watermark saat diekstrak


(46)

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang

Informasi adalah sekumpulan data/fakta yang jika diolah atau diorganisasi dengan cara tertentu akan menghasilkan suatu arti/makna bagi penerima. Seiring dengan perkembangan dunia teknologi dimana dunia sudah serba digital, maka informasi juga telah disimpan dalam bentuk digital (Badgaiyan, et al., 2012). Informasi ini merupakan kumpulan pesan yang di dalamnya terkandung pengetahuan tentang peristiwa/kejadian tertentu yang didapat dari proses komunikasi, proses pembelajaran, dan pengalaman. Semua orang membutuhkan informasi karena informasi merupakan salah satu komponen yang memengaruhi pengetahuan seseorang.

Seiring dengan perkembangan teknologi yakni internet, dimana dengan menggunakan internet semua orang dapat mengakses informasi apa saja, kapan saja, dan dimana saja. Perkembangan media internet dan aplikasi internet inilah yang menyebabkan semakin bertambahnya kejahatan yang terjadi dalam sistem informasi. Dengan menggunakan berbagai teknik pengambilan data/informasi secara illegal yang berkembang, tidak sedikit pula orang yang mencoba untuk mengakses data/informasi yang bukan merupakan haknya. Oleh karena itu, diperlukan cara pengamanan data/informasi dalam sistem informasi yang berada dalam media internet tersebut.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan format data digital sangat digemari, antara lain: karena data tersebut mudah disimpan, mudah untuk diolah kembali, dan mudah untuk diduplikasi atau didistribusikan. Hal ini juga berlaku terhadap karya cipta seseorang yang sekarang sudah banyak menggunakan format digital. Karya cipta tersebut dapat berupa lukisan, lagu, video animasi, video game, perangkat lunak


(47)

tanpa sepengetahuan penciptanya merupakan suatu tindakan pelanggaran hak cipta atau pembajakan. Karena format data digital dapat dengan mudah diduplikasi maka pelaku pembajakan dapat dengan mudah membajak hasil karya seseorang dan bahkan menjualnya untuk keuntungan pribadi.

Pelaku pembajakan di dunia internet ini sulit untuk diatasi dikarenakan beberapa faktor, antara lain: pelaku sulit untuk dilacak karena data pelaku tidak diketahui (anonymous), karya cipta yang dibajak tidak dilengkapi dengan data pemilik asli, dan karya cipta tersebut tidak mendapat perlindungan hukum. Sebenarnya masalah penyalahgunaan hak cipta pada bidang multimedia tidak hanya mengenai penggandaan dan pendistribusiannya saja, tetapi juga mengenai label kepemilikan. Saat ini produk multimedia tersebut tidak hanya dapat didistribusikan secara offline, tetapi juga dapat dilakukan secara online melalui internet. Dan sebagian besar dari produk multimedia yang beredar di internet tidak mencantumkan informasi pemiliknya, sehingga produk multimedia tersebut dapat diklaim oleh siapa saja sebagai hak miliknya (Adriani, 2010). Maka untuk mencegah terjadinya pembajakan karya cipta, ada baiknya suatu karya cipta diberikan suatu label kepemilikan sehingga karya cipta tersebut tidak dapat diklaim oleh sembarang orang sebagai hak miliknya.

Watermarking adalah suatu teknik penyisipan data/informasi kedalam suatu media untuk membuktikan kepemilikan akan media tersebut. Ada 2 jenis watermark yang dapat disisipkan pada media, antara lain: watermark yang terlihat/terasa oleh indera manusia, dan watermark yang tidak terlihat/terasa oleh indera manusia. Watermark yang tidak terlihat/terasa oleh indera manusia adalah watermark yang memanfaatkan kekurangan-kekurangan sistem indera manusia. Contohnya pada media audio dilakukan transformasi sinyal digital, pada media citra disisipkan logo yang hanya terlihat jika pixel pada citra disusun.

Haar Wavelet Transformation merupakan salah satu teknik Discrete Wavelet Transforms (DWT) yang digunakan untuk melakukan transformasi terhadap berbagai macam sinyal. Pengaplikasian transformasi ini dapat digunakan pada berbagai media seperti citra, suara maupun video. Algoritma Least Significant Bit (LSB) sendiri juga


(48)

metode ini maka idealnya akan dihasilkan suatu aplikasi digital watermarking yang baik.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengajukan proposal penelitian

dengan judul “APLIKASI DIGITAL WATERMARKING PADA CITRA

MENGGUNAKAN 2D HAAR WAVELET TRANSFORMATION (2D-HWT) DAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)”.

1.2 Rumusan Masalah

Dewasa ini, pencurian hasil karya sangat marak terjadi di dunia maya. Hal ini dikarenakan hasil karya semakin mudah dipublikasikan dan mudah diakses oleh khalayak ramai. Hasil karya juga semakin mudah diduplikasikan dan disebarkan secara bebas sehingga ada oknum tidak bertanggung jawab yang dengan mudah mengakui hasil karya orang lain sebagai hasil karyanya sendiri. Pencurian hasil karya seperti ini adalah masalah yang cukup serius karena akan sangat merugikan pembuat hasil karya yang asli. Pada penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah diperlukan suatu pendekatan untuk menyisipkan label hak cipta pada citra digital sebagai tanda kepemilikan.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan aplikasi untuk menyisipkan label hak cipta pada citra digital secara invisible dengan menggunakan metode 2D-Haar Wavelet Transform dan Least Significant Bit (LSB).

1.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari perluasan permasalahan yang ada, maka penulis membuat batasan masalah, yakni:


(49)

2) Label hak cipta yang digunakan adalah file citra dengan ukuran maksimal ½ dari file citra yang akan disisipkan.

3) Label hak cipta tidak dapat diekstrak kembali dan hanya dapat dilakukan pengecekan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Melindungi citra digital dengan menyisipkan label hak cipta sebagai tanda kepemilikan.

2. Menjadi referensi untuk penelitian yang akan datang.

1.6 Metodologi Penelitian

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Studi Literatur dilakukan dalam rangka pengumpulan bahan referensi mengenai teknik watermarking pada citra digital, serta metode yang digunakan untuk menyisipkan watermark pada citra digital.

2. Analisis Permasalahan

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap bahan referensi yang telah dikumpulkan pada tahap sebelumnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai metode yang diterapkan yakni teknik 2D-Haar Wavelet Transform untuk melakukan transformasi pada citra yang akan disisipkan dan least significant bit untuk menyisipkan citra watermark.


(50)

image yang akan digunakan untuk proses watermarking. 4. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan implementasi algoritma 2D Haar Wavelet Transform dan algoritma Least Significant Bit dengan menggunakan data yang telah dikumpulkan sebelumnya.

5. Evaluasi dan Analisis Hasil

Pada tahap ini dilakukan evaluasi serta analisis terhadap hasil yang didapatkan melalui implementasi metode 2D Haar Wavelet Transform dan metode Least Significant Bit dalam penyelesaian masalah watermarking.

6. Dokumentasi dan Pelaporan

Pada tahap ini dilakukan dokumentasi dan penyusunan laporan hasil evaluasi dan analisis wartermarking dengan menggunakan algoritma 2D Haar Wavelet Transform dan algoritma Least Significant Bit

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian utama sebagai berikut: Bab 1: Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang dari penelitian yang dilakukan, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2: Landasan Teori

Bab ini berisi teori-teori yang diperlukan untuk memahami permasalahan yang dibahas pada penelitian ini. Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori tentang citra digital, watermarking, wavelet transform, serta Least Significant Bit.


(51)

Haar Wavelet Transform dan Least Significant Bit dalam melakukan penyisipan citra digital.

Bab 4: Implementasi dan Pengujian

Bab ini berisi pembahasan tentang implementasi dari analisis dan perancangan yang disusun pada bab 3. Selain itu, hasil yang didapatkan dari pengujian yang telah dilakukan, apakah hasil yang didapat sesuai dengan harapan atau tidak.

Bab 5: Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari rancangan dan penelitian yang telah dibahas pada bab 3, serta hasil penelitian yang telah dijabarkan pada bab 4. Diakhiri dengan saran-saran yang diajukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.


(52)

Hasil karya cipta dalam bentuk digital sangat mudah diduplikasikan dan disebarkan melalui media internet. Oleh karena itu, pembajakan dapat terjadi dengan mudah dikarenakan kelalaian pembuat hasil karya yang tidak mencantumkan label hak cipta pada hasil karyanya. Untuk itu diperlukan suatu aplikasi Digital Watermarking untuk menyisipkan label hak cipta ke dalam hasil karya digital. Aplikasi yang dibangun pada penelitian ini menggunakan metode 2D-Haar Wavelet Transform sebagai teknik untuk melakukan transformasi pada citra dan metode Least Significant Bit sebagai teknik untuk melakukan proses penyisipan pada citra. Pada penelitian ini, ditunjukkan bahwa aplikasi yang dibangun mampu menyisipkan label hak cipta ke dalam citra secara invisible. Akan tetapi, aplikasi tidak menemukan label hak cipta saat melakukan proses pengecekan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penyisipan watermark secara invisible sulit untuk dilakukan menggunakan kedua metode ini.

Kata kunci: digital watermarking, Haar Wavelet Transform, Least Significant Bit, hak cipta.


(53)

ABSTRACT

Creations in form of digital data is easy to be published and spread across the internet. Therefore, piracy occured easily because of the creator‟s negligence for not embedding a copyright label in his/her creations. That‟s why we need a digital watermarking application to embed copyright label inside a digital creation. Application that is build in this research use 2D-Haar Wavelet Transform method as a technique to transform image and Least Significant Bit method as a technique to do the embedding process. In this research, it can be seen that the application can embed copyright label into image in invisible way. But, the application cannot find the copyright label when it is in checking process. In conclusion, it is hard to embed an invisible watermark using these methods.

Keywords: digital watermarking, Haar Wavelet Transform, Least Significant Bit, copyright.


(54)

APLIKASI DIGITAL WATERMARKING PADA CITRA

MENGGUNAKAN 2D HAAR WAVELET TRANSFORMATION

(2D-HWT) DAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

SKRIPSI

ANDRY ENDANG

101402031

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017


(55)

APLIKASI DIGITAL WATERMARKING PADA CITRA MENGGUNAKAN 2D HAAR WAVELET TRANSFORMATION (2D-HWT) DAN LEAST SIGNIFICANT

BIT (LSB)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Teknologi Informasi

ANDRY ENDANG 101402031

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017


(56)

Judul : APLIKASI DIGITAL WATERMARKING PADA CITRA MENGGUNAKAN 2D HAAR WAVELET TRANSFORMATION (2D-HWT) DAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

Kategori : SKRIPSI

Nama : ANDRY ENDANG

Nomor Induk Mahasiswa : 101402031

Program Studi : SARJANA (S1) TEKNOLOGI INFORMASI

Departemen : TEKNOLOGI INFORMASI

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Sarah Purnamawati, ST., M.Sc. M. Andri Budiman, ST., M.Comp.Sc., M.E.M. NIP. 19830226 201012 2 003 NIP. 19751008 200801 1 011

Diketahui/Disetujui oleh

Program Studi S1 Teknologi Informasi Ketua,

Muhammad Anggia Muchtar, ST., MM.IT NIP. 198001102008011010


(57)

APLIKASI DIGITAL WATERMARKING PADA CITRA MENGGUNAKAN 2D HAAR WAVELET TRANSFORMATION (2D-HWT) DAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 09 Februari 2017

Andry Endang 101402031


(58)

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak M. Andri Budiman selaku dosen pembimbing pertama dan Ibu Sarah Purnamawati selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing, memberi kritik dan saran kepada penulis selama proses penelitian serta penulisan skripsi. Tanpa inspirasi serta motivasi dari kedua dosen pembimbing, tentunya penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Anggia Muchtar, ST., MMIT. selaku dosen pembanding pertama dan Bapak Ivan Jaya, S.Si., M.Kom. sebagai dosen pembanding kedua yang telah membantu memberikan kritik dan saran yang membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan pada semua dosen, pegawai serta staff pada program studi S1 Teknologi Informasi yang telah membantu dan membimbing penulis selama proses perkuliahan.

Penulis juga berterima kasih terutama kepada kedua orang tua penulis, Bapak Tang Hin Meng dan Ibu Lina yang telah membesarkan penulis dengan sabar dan penuh kasih sayang. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh anggota keluarga penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman angkatan 2010 Teknologi Informasi USU. Secara khusus, penulis juga hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh teman-teman Scarlet Legion dan Pouting Chaika, untuk hari-hari yang telah dilalui bersama, serta untuk bantuan dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.


(59)

Hasil karya cipta dalam bentuk digital sangat mudah diduplikasikan dan disebarkan melalui media internet. Oleh karena itu, pembajakan dapat terjadi dengan mudah dikarenakan kelalaian pembuat hasil karya yang tidak mencantumkan label hak cipta pada hasil karyanya. Untuk itu diperlukan suatu aplikasi Digital Watermarking untuk menyisipkan label hak cipta ke dalam hasil karya digital. Aplikasi yang dibangun pada penelitian ini menggunakan metode 2D-Haar Wavelet Transform sebagai teknik untuk melakukan transformasi pada citra dan metode Least Significant Bit sebagai teknik untuk melakukan proses penyisipan pada citra. Pada penelitian ini, ditunjukkan bahwa aplikasi yang dibangun mampu menyisipkan label hak cipta ke dalam citra secara invisible. Akan tetapi, aplikasi tidak menemukan label hak cipta saat melakukan proses pengecekan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penyisipan watermark secara invisible sulit untuk dilakukan menggunakan kedua metode ini.

Kata kunci: digital watermarking, Haar Wavelet Transform, Least Significant Bit, hak cipta.


(60)

ABSTRACT

Creations in form of digital data is easy to be published and spread across the internet. Therefore, piracy occured easily because of the creator‟s negligence for not embedding a copyright label in his/her creations. That‟s why we need a digital watermarking application to embed copyright label inside a digital creation. Application that is build in this research use 2D-Haar Wavelet Transform method as a technique to transform image and Least Significant Bit method as a technique to do the embedding process. In this research, it can be seen that the application can embed copyright label into image in invisible way. But, the application cannot find the copyright label when it is in checking process. In conclusion, it is hard to embed an invisible watermark using these methods.

Keywords: digital watermarking, Haar Wavelet Transform, Least Significant Bit, copyright.


(61)

Hal.

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Ucapan Terima Kasih iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Batasan Masalah 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Sistematika Penulisan 5

BAB 2 Landasan Teori 7

2.1 Citra Digital 7

2.1.1. Pengertian Citra Digital 7

2.1.2. Jenis Citra Digital 8

2.2 Watermarking 12

2.2.1. Jenis Watermarking 14

2.2.2. Karakteristik Umum Watermarking 15

2.2.3. Tujuan Watermarking 15

2.3 Wavelet 17

2.3.1. Transformasi Wavelet 17


(62)

BAB 3 Analisis dan Perancangan Sistem 26

3.1 Arsitektur Umum 26

3.1.1. Pengumpulan Data Citra 26

3.1.2. 2D-Haar Wavelet Transform 28

3.1.3. Least Significant Bit 28

3.2 Proses Penyisipan Watermark 29

3.3 Proses Pengecekan Watermark 31

3.4 Perancangan Antarmuka 31

BAB 4 Implementasi dan Pengujian Sistem 33

4.1 Implementasi Sistem 33

4.1.1. Konfigurasi Perangkat Keras 33

4.1.2. Konfigurasi Perangkat Lunak 34

4.2 Pengujian Sistem 34

4.2.1. Pengujian 2D-Haar Wavelet Transformation 34

4.2.2. Pengujian Least Significant Bit 37

4.2.3. Pengujian Proses Penyisipan Watermark 41

4.2.4. Pengujian Proses Pengecekan Watermark 44

BAB 5 Kesimpulan dan Saran 48

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 48

Daftar Pustaka 49


(63)

Hal.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 24

Tabel 4.1 Spesifikasi perangkat keras yang digunakan 33 Tabel 4.2 Spesifikasi perangkat lunak yang digunakan 34 Tabel 4.3 Hasil pengujian 2D-Haar Wavelet Transformation 37

Tabel 4.4 Hasil pengujian Least Significant Bit 40


(64)

Hal.

Gambar 2.1 Representasi Citra Digital 8

Gambar 2.2 Citra Berwarna dan Pembagian Pixel Warna RGB 9

Gambar 2.3 Citra Grayscale 10

Gambar 2.4 Citra Biner 11

Gambar 2.5 Perbandingan Citra Bitmap dan Citra Vektor 12

Gambar 2.6 Proses Watermarking 13

Gambar 2.7 Proses Steganografi 14

Gambar 2.8 Keluarga Wavelet a)Haar Wavelet b)Coiflet Wavelet c)Symmet Wavelet

d)Daubechies Wavelet e)Morlet Wavelet 18

Gambar 2.9 Haar Wavelet 1D Pada Citra Grayscale 21

Gambar 2.10 Haar Wavelet 2D Pada Citra Grayscale 22

Gambar 2.11 Filter pada Haar Wavelet 2D 22

Gambar 3.1 Arsitektur Umum 27

Gambar 3.2 Hasil 2D-Haar Wavelet Transform 30

Gambar 3.3 Hasil Encode Least Significant Bit 30

Gambar 3.4 Rancangan Tampilan Utama Aplikasi 32

Gambar 3.5 Rancangan Tampilan Dialog Hasil 32

Gambar 4.1a Hasil 2D-Haar Wavelet Transformation 35


(65)

Gambar 4.1e Hasil 2D-Haar Wavelet Transformation 37

Gambar 4.2a Hasil Least Significant Bit 38

Gambar 4.2b Hasil Least Significant Bit 38

Gambar 4.2c Hasil Least Significant Bit 39

Gambar 4.2d Hasil Least Significant Bit 39

Gambar 4.2e Hasil Least Significant Bit 40

Gambar 4.3a Hasil Proses Penyisipan Watermark 41

Gambar 4.3b Hasil Proses Penyisipan Watermark 41

Gambar 4.3c Hasil Proses Penyisipan Watermark 42

Gambar 4.3d Hasil Proses Penyisipan Watermark 42

Gambar 4.3e Hasil Proses Penyisipan Watermark 43

Gambar 4.4a Hasil Proses Pengecekan Watermark 45

Gambar 4.4b Hasil Proses Pengecekan Watermark 45

Gambar 4.4c Hasil Proses Pengecekan Watermark 46

Gambar 4.4d Hasil Proses Pengecekan Watermark 46


(1)

vi DIGITAL WATERMARKING APPLICATION FOR IMAGE USING 2D HAAR WAVELET TRANSFORM (2D-HWT) AND LEAST SIGNIFICANT

BIT (LSB)

ABSTRACT

Creations in form of digital data is easy to be published and spread across the internet. Therefore, piracy occured easily because of the creator‟s negligence for not embedding a copyright label in his/her creations. That‟s why we need a digital watermarking application to embed copyright label inside a digital creation. Application that is build in this research use 2D-Haar Wavelet Transform method as a technique to transform image and Least Significant Bit method as a technique to do the embedding process. In this research, it can be seen that the application can embed copyright label into image in invisible way. But, the application cannot find the copyright label when it is in checking process. In conclusion, it is hard to embed an invisible watermark using these methods.

Keywords: digital watermarking, Haar Wavelet Transform, Least Significant Bit, copyright.


(2)

vii DAFTAR ISI

Hal.

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Ucapan Terima Kasih iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Batasan Masalah 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Sistematika Penulisan 5

BAB 2 Landasan Teori 7

2.1 Citra Digital 7

2.1.1. Pengertian Citra Digital 7

2.1.2. Jenis Citra Digital 8

2.2 Watermarking 12

2.2.1. Jenis Watermarking 14

2.2.2. Karakteristik Umum Watermarking 15

2.2.3. Tujuan Watermarking 15

2.3 Wavelet 17


(3)

viii

2.4 Least Significant Bit 23

2.5 Penelitian Terdahulu 24

BAB 3 Analisis dan Perancangan Sistem 26

3.1 Arsitektur Umum 26

3.1.1. Pengumpulan Data Citra 26

3.1.2. 2D-Haar Wavelet Transform 28

3.1.3. Least Significant Bit 28

3.2 Proses Penyisipan Watermark 29

3.3 Proses Pengecekan Watermark 31

3.4 Perancangan Antarmuka 31

BAB 4 Implementasi dan Pengujian Sistem 33

4.1 Implementasi Sistem 33

4.1.1. Konfigurasi Perangkat Keras 33

4.1.2. Konfigurasi Perangkat Lunak 34

4.2 Pengujian Sistem 34

4.2.1. Pengujian 2D-Haar Wavelet Transformation 34

4.2.2. Pengujian Least Significant Bit 37

4.2.3. Pengujian Proses Penyisipan Watermark 41

4.2.4. Pengujian Proses Pengecekan Watermark 44

BAB 5 Kesimpulan dan Saran 48

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 48

Daftar Pustaka 49


(4)

ix DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 24

Tabel 4.1 Spesifikasi perangkat keras yang digunakan 33 Tabel 4.2 Spesifikasi perangkat lunak yang digunakan 34 Tabel 4.3 Hasil pengujian 2D-Haar Wavelet Transformation 37

Tabel 4.4 Hasil pengujian Least Significant Bit 40


(5)

x DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1 Representasi Citra Digital 8

Gambar 2.2 Citra Berwarna dan Pembagian Pixel Warna RGB 9

Gambar 2.3 Citra Grayscale 10

Gambar 2.4 Citra Biner 11

Gambar 2.5 Perbandingan Citra Bitmap dan Citra Vektor 12

Gambar 2.6 Proses Watermarking 13

Gambar 2.7 Proses Steganografi 14

Gambar 2.8 Keluarga Wavelet a)Haar Wavelet b)Coiflet Wavelet c)Symmet Wavelet

d)Daubechies Wavelet e)Morlet Wavelet 18

Gambar 2.9 Haar Wavelet 1D Pada Citra Grayscale 21

Gambar 2.10 Haar Wavelet 2D Pada Citra Grayscale 22

Gambar 2.11 Filter pada Haar Wavelet 2D 22

Gambar 3.1 Arsitektur Umum 27

Gambar 3.2 Hasil 2D-Haar Wavelet Transform 30

Gambar 3.3 Hasil Encode Least Significant Bit 30

Gambar 3.4 Rancangan Tampilan Utama Aplikasi 32

Gambar 3.5 Rancangan Tampilan Dialog Hasil 32

Gambar 4.1a Hasil 2D-Haar Wavelet Transformation 35


(6)

xi

Gambar 4.1c Hasil 2D-Haar Wavelet Transformation 36

Gambar 4.1d Hasil 2D-Haar Wavelet Transformation 36

Gambar 4.1e Hasil 2D-Haar Wavelet Transformation 37

Gambar 4.2a Hasil Least Significant Bit 38

Gambar 4.2b Hasil Least Significant Bit 38

Gambar 4.2c Hasil Least Significant Bit 39

Gambar 4.2d Hasil Least Significant Bit 39

Gambar 4.2e Hasil Least Significant Bit 40

Gambar 4.3a Hasil Proses Penyisipan Watermark 41

Gambar 4.3b Hasil Proses Penyisipan Watermark 41

Gambar 4.3c Hasil Proses Penyisipan Watermark 42

Gambar 4.3d Hasil Proses Penyisipan Watermark 42

Gambar 4.3e Hasil Proses Penyisipan Watermark 43

Gambar 4.4a Hasil Proses Pengecekan Watermark 45

Gambar 4.4b Hasil Proses Pengecekan Watermark 45

Gambar 4.4c Hasil Proses Pengecekan Watermark 46

Gambar 4.4d Hasil Proses Pengecekan Watermark 46