54
sebesar 100,18 yang nilainya lebih besar daripada deviasi standar sebesar 61,37 menunjukkan rasio likuiditas mengalami peningkatan. Variabel rasio aktivitas
X
2
memiliki nilai minimum sebesar 19,72 persen dan nilai maksimum sebesar 202,13 persen. Nilai rata-rata sebesar 90,72 yang nilainya lebih besar daripada
deviasi standar sebesar 39,54 menunjukkan rasio aktivitas mengalami peningkatan.
Variabel rasio profitabilitas X
3
memiliki nilai minimum sebesar -188,94 persen dan nilai maksimum sebesar 207,09 persen. Nilai rata-rata sebesar -0,06
yang nilainya lebih kecil daripada deviasi standar sebesar 49,04 menunjukkan rasio profitabilitas mengalami penurunan. Variabel rasio leverage X
4
memiliki nilai minimum sebesar -3.059,81 dan nilai maksimum sebesar 2.797,71. Nilai
rata-rata sebesar 124,99 yang nilainya lebih kecil daripada deviasi standar sebesar 669,90 menunjukkan rasio leverage mengalami penurunan.
Variabel return saham Y memiliki nilai minimum sebesar -70,18 persen dan nilai maksimum sebesar 261,70 persen. Nilai rata-rata sebesar 26,19 yang
nilainya lebih kecil daripada deviasi standar sebesar 68,94 menunjukkan return saham mengalami penurunan.
4.3 Uji Asumsi Klasik
Agar regresi linier berganda bisa memberikan manfaat dengan benar maka perlu dilakukan uji asumsi klasik, dimana model regresi yang baik adalah tidak
terjadi korelasi antar variabel bebasnya, tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi heteroskedastisitas dan data berdistribusi normal. Asumsi dasar yang sering
55
disebut asumsi klasik, meliputi uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas.
4.3.1 Uji multikolinearitas
Asumsi multikolinearitas menyatakan bahwa dalam regresi berganda gejala korelasi seharusnya tidak ada. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala
ini diketahui dari nilai tolerance dan VIF seperti pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas
No Variabel Bebas
Collinearity Statistic Keterangan
Tolerance VIF
1 2
3 4
Rasio likuiditas X
1
Rasio aktivitas X
2
Rasio profitabilitas X
3
Rasio leverage X
4
0,895 0,901
0,430 0,429
1,118 1,110
2,327 2,333
Non multikolinearitas Non multikolinearitas
Non multikolinearitas Non multikolinearitas
Sumber: Lampiran 9. Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa angka tolerance kurang dari satu
dan nilai VIF Varian Inflation Factor kurang dari 10 menjelaskan tidak terjadi gejala multikolinearitas atau tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas, atau
dengan kata lain persamaan regresi memenuhi hasil prediksi yang baik.
4.3.2 Uji autokorelasi Uji ini mensyaratkan bahwa variabel dependen tidak berkorelasi dengan
dirinya sendiri. Untuk mendeteksi gejala autokorelasi digunakan uji Durbin- Watson DW. Nilai Durbin-Watson DW dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.
56
Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi
No Variabel Bebas
Durbin-Watson
1 2
3 4
Rasio likuiditas X
1
Rasio aktivitas X
2
Rasio profitabilitas X
3
Rasio leverage X
4
1,880
Sumber: Lampiran 9. Nilai Durbin-Watson DW diketahui dari Tabel 4.3 adalah 1,880.
Ketentuan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut: dU d DW 4-dU berarti tidak ada autokorelasi
dL d DW 4-dL berarti ada autokorelasi dL ≤ d DW ≤ dU atau 4-dU ≤ d DW ≤ 4-dL berarti tidak ada keputusan.
Dari tabel Durbin-Watson dengan taraf signifikan 5; n = 75 ; k = 4 diperoleh dL = 1,5151 dan dU = 1,7390 Lampiran 11.
Berdasarkan ketentuan di atas diketahui nilai Durbin-Watson = 1,880 terletak diantara dU = 1,7390 dan 4-dU = 4-1,7390 = 2,2610 sehingga ketentuan
yang digunakan adalah: 1,7390 1,880 2,2610 berarti tidak ada autokorelasi, artinya persamaan regresi linier berganda bebas dari masalah autokorelasi
sehingga memenuhi hasil prediksi yang baik. 4.3.3 Uji heteroskedastisitas
Asumsi heteroskedastisitas artinya bahwa varians dari residual tidak sama untuk satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pengujian asumsi ini bisa
dilakukan dengan melihat gambar scatterplot output regression. Bila penyebaran residualnya ada diantara nol dan tidak membentuk pola-pola tertentu maka bisa
57
disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Adapun gambar scatterplot output regression dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Scatterplot Output Regression
Sumber: Lampiran 9. Gambar scatterplot output regression menjelaskan bahwa penyebaran
residual adalah tidak teratur, hal tersebut dapat dilihat pada plot yang terpencar dan tidak membentuk pola tertentu. Hasil yang demikian menunjukkan bahwa
tidak terjadi gejala heteroskedastisitas, artinya persamaan regresi memenuhi asumsi hasil prediksi yang baik.
4.3.4 Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel terganggu atau residual memiliki distribusi normal. Mendeteksi
4 2
-2 -4
Regression Standardized Predicted Value
4 3
2 1
-1 -2
Regre ssion
Studentized Residu al
Dependent Variable: Y Scatterplot
58
apakah residual berdistribusi normal atau tidak digunakan analisis uji statistik. Uji statistik yang digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik
non-parametrik Kolmogrov-Smirnov K-S, seperti pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
Unstandardised Residual N
Kolmogorov-Smirnof Z Asymp. Sig 2-tailed
75 1,216
0,104 Sumber: Lampiran 9.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnof sebesar 1,216 dengan tingkat probabilitas sebesar 0,104. Nilai tingkat probabilitas atau Asymp.
Sig 2-tailed yang lebih besar dari level of significant 0,05, berarti model regresi memenuhi asumsi normalitas atau data berdistribusi normal.
Berdasarkan hasil uji asumsi klasik maka diketahui pada persamaan regresi tidak terjadi multikolinearitas, tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi
heteroskedastisitas dan distribusi data adalah normal sehingga model regresi linier berganda bisa digunakan karena mendapatkan hasil prediksi yang baik.
4.4 Analisis Regresi Linier Berganda