RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine max [L] Merr.) PADA BEBERAPA FRAKSI PENIPISAN AIR TANAH TERSEDIA (AVAILABLE SOIL WATER DEPLETION)

(1)

ABSTRACT

RESPONSE GROWTH AND YIELD AT THREE OF SOYBEAN VARIETY (Glycine max. [L] Merr.) ON SOME AVAILABLE

SOIL WATER DEPLETION

By

WAWAN SETIAWAN

The aims of this research was to find out the effect of available soil water depletion fraction (p) on the growth and yield of three varieties of soybean (Glycine max. [L] Merr.). The research was conducted in the plastic housing, integrated laboratory of the Faculty of Agriculture, University of Lampung in November 2013 to January 2014. This study used a factorial in a completely randomized design (CRD) with 2 factors, namely factor I (Available soil water depletion) and Factor II (Variety). Each treatment consisted of 3 levels, the first factor consists of P1(0.2), P2(0.4) and P3(0.6), and consists of a variety of factors II Wilis (V1), the Kaba (V2) and Tanggamus (V3), with repeats 3 times in order to obtain 27 combinations of experimental units. Reference evapotranspiration measurements on P(0.2) is done using the grass plant.

The results showed that treatment of depletion fraction (p) and the varieties were not significantly different, and their interactions on the growth and production of all components. All three varieties of plants do not experience stress during growth and development stage until harvest. The highest production was in Tanggamus varieties (V3) in P1(0.2) of 17.86 g/pot with a total of 80.430 ml of irrigation water, followed by Kaba (V2) on P1(0.2) 15.23 g/pot with total irrigation water 75.800 ml and Willis (V1) on P3(0.6) 14.96 g/pot with a total of 75.600 ml of irrigation water. From results of the study can conclused that irrigation water demand in each variety according to the rate of depletion fraction ie the smaller the value the higher depletion fraction of the value etc except the Wilis varieties (V1). Crop yield response factor to water (Ky) greater than 1 (Ky> 1), this means that the soybean crop is sensitive to water shortages.


(2)

ABSTRAK

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine max. [L] Merr.) PADA BEBERAPA FRAKSI PENIPISAN

AIR TANAH TERSEDIA

Oleh

WAWAN SETIAWAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia (p) terhadap pertumbuhan dan hasil tiga varietas kedelai (Glycine max. [L] Merr.). Penelitian ini dilaksanakan di dalam rumah plastik, laboratorium terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan November 2013 sampai dengan Januari 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan, yaitu faktor I (Fraksi penipisan air tanah tersedia) dan Faktor II (Varietas). Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 taraf, yaitu faktor I terdiri dari P1(0,2), P2(0,4) dan P3(0,6), dan faktor II terdiri dari varietas Wilis (V1), Kaba (V2) dan Tanggamus (V3), dengan ulangan sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 27 kombinasi satuan percobaan. Pengukuran evapotranspirasi acuan pada P(0,2) dilakukan menggunakan tanaman rumput.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan fraksi penipisan (p) dan varietas serta interaksinya tidak berbeda nyata pada semua komponen pertumbuhan dan produksi. Ketiga varietas tanaman tidak mengalami cekaman selama stadia pertumbuhan dan perkembangan sampai panen. Produksi tertinggi berada pada varietas Tanggamus (V3) pada P1(0,2) sebesar 17.86 g/pot dengan total air irigasi sebesar 80.430 ml, diikuti oleh Kaba (V2) pada P1(0,2) 15.23 g/pot dengan total air irigasi 75.800 ml dan Wilis (V1) pada P3(0,6) 14.96 g/pot dengan total air irigasi 75.600 ml. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kebutuhan air irigasi pada masing-masing varietas sesuai dengan tingkat fraksi penipisan yaitu semakin kecil nilai fraksi penipisan semakin tinggi nilai ETc kecuali pada varietas Wilis (V1). Faktor respon hasil tanaman terhadap air (Ky) lebih besar dari 1 (Ky>1), ini berarti bahwa tanaman kedelai sensitif terhadap kekurangan air.


(3)

(4)

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine max [L] Merr.) PADA BEBERAPA FRAKSI PENIPISAN AIR

TANAH TERSEDIA (AVAILABLE SOIL WATER DEPLETION) (Skripsi)

Oleh

WAWAN SETIAWAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Tata letak percobaan ... 31 2. Diagram alir penelitian ... 32 3. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap rata-rata tinggi

tanaman kedelai (cm) varietas Wilis (V1) ... 40 4. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap rata-rata tinggi

tanaman kedelai (cm) varietas Kaba (V2) . ... 41 5. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap rata-rata tinggi

tanaman kedelai (cm) varietas Tanggamus (V3) ... 41 6. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap rata-rata jumlah

daun kedelai (helai) varietas Wilis (V1) . ... 43 7. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap rata-rata jumlah

daun kedelai (helai) varietas Kaba (V2) ... 44 8. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap rata-rata jumlah

daun kedelai (helai) varietas Tanggamus (V3) . ... 45 9 . Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap rata-rata indeks

luas daun (ILD) tanaman kedelai (cm2) varietas Wilis (V1) . ... 46 10. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap rata-rata indeks

luas daun (ILD) tanaman kedelai (cm2) varietas Kaba (V2) . ... 47 11. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap rata-rata indeks

luas daun (ILD) tanaman kedelai (cm2) varietas Tanggamus (V3) ... 47 12. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah bunga

pada varietas Wilis (V1) ... 49 13. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah bunga

pada varietas Kaba (V2) . ... 50 14. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah bunga


(6)

xi 15. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah polong

(buah) pada varietas Wilis (V1) ... 54

16. Grafik pengaruh fraksi penipisan air terhadap jumlah polong (buah) pada varietas Kaba (V2) ... 54

17. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah polong (buah) pada varietas Tanggamus (V3) . ... 55

18. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap berat polong (gram) pada ketiga varietas . ... 57

19. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap berat berangkasan (gram) pada tiga varietas . ... 58

20. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap produksi jumlah biji (butir/pot) pada tiga varietas . ... 59

21. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap bobot kering produksi (gram/pot) pada tiga varietas ... 60

22. Grafik pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap total irigasi (ml) pada tiga varietas kedelai ... 61

23. Grafik kebutuhan air irigasi rata-rata mingguan (ml) tanaman kedelai varietas Wilis (V1) ... 62

24. Grafik kebutuhan air irigasi rata-rata mingguan (ml) tanaman kedelai varietas Kaba (V2) ... 63

25. Grafik kebutuhan airi irigasi rata-rata mingguan (ml) pada tanaman kedelai varietas Tanggamus (V3) ... 63

26. Grafik kandungan air tanah tersedia rata-rata harian (%) varietas Wilis (V1)... 64

27. Grafik kandungan air tanah tersedia rata-rata harian (%) varietas Kaba (V2)... 65

28. Grafik kandungan air tanah tersedia rata-rata harian (%) varietas (V3) ... 65

29. Grafik rata-rata nilai Kc tanaman kedelai pada varietas Wilis (V1) . ... 67

30. Grafik rata-rata nilai Kc tanaman kedelai pada varietas Kaba (V2) ... 68

31. Grafik rata-rata nilai Kc tanaman kedelai pada varietas Tanggamus (V3) . ... 68

32. Varietas jumlah polong terendah ... 75

33. Varietas Tanggamus tercekam pada minggu ke-7 ... 81

34. Tanaman kedua pada varietas Wilis (V1) mengalami kerdil ... 84


(7)

xii

Lampiran

35. Benih 3 varietas kedelai ... 145

36. Tanaman minggu ke-1 (7 HST) ... 145

37. Pengamatan minggu ke-2 (14 HST) ... 145

38. Penimbangan ... 146

39. Tanaman minggu ke-3 (21 HST) ... 146

40. Tanaman minggu ke-4 (28 HST) ... 146

41. Tanaman minggu ke-5 (35 HST) ... 147

42. Tanaman minggu ke-6 (42 HST) ... 147

43. Tanaman minggu ke-7 (49 HST ... 147

44. Tanaman minggu ke-8 (56 HST) ... 148

45. Tanaman minggu ke-9 (63 HST) ... 148

46. Tanaman minggu ke-10 (70 HST) ... 148

47. Produksi varietas Wilis (V1) perlakuan P1(0,2) ... 149

48. Produksi varietas Kaba (V2) pada P1(0,2) ... 149

49. Produksi varietas Tanggamus (V3) pada P1(0,2) ... 149

50. Tanaman rumput acuan control ... 150

51. Tanaman V3 tercekam pada minggu ke-7 ... 150


(8)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Kerangka Pemikiran ... 6

1.6 Hipotesis ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Botani Tanaman Kedelai ... 8

2.2 Morfologi Kedelai ... 8

2.3 Syarat Tumbuh Kedelai ... 9

2.4 Tanah Ultisol ... 10

2.5 Varietas ... 11

2.6 Stadia dan Tipe Pertumbuhan ... 13

2.7 Kebutuhan Air Tanaman ... 15

2.8 Waktu Pemberian Air Irigasi ... 18

2.9 Air Tanah Tersedia ... 21

2.10 Cekaman Air ... 23

2.11 Fraksi Penipisan Air ... 24


(9)

ii BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.2 Alat dan Bahan ... 29

3.3 Metode Penelitian ... 29

3.4 Tata Letak Percobaan ... 31

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 32

3.5.1 Persiapan Media Tanam ... 33

3.5.2 Persiapan Bahan Tanam dan Penanaman ... 35

3.5.3 Pemberian Air Irigasi ... 36

3.5.4 Pemeliharaan ... 36

3.5.5 Pemanenan ... 37

3.5.6 Pengamatan ... 37

3.5.7 Analisis Data ... 38

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL ... 39

4.1.1 Tinggi Tanaman ... 39

4.1.2 Jumlah Daun ... 42

4.1.3 Indeks Luas Daun (ILD) ... 45

4.1.4 Jumlah Bunga ... 48

4.1.5 Jumlah Polong ... 51

4.1.6 Berat Polong ... 56

4.1.7 Berat Berangkasan ... 57

4.1.8 Produksi ... 58

4.1.9 Kebutuhan Air Irigasi ... 60

4.1.10 Kandungan Air Tanah Tersedia (KATT) ... 63

4.1.11 Koefisien Tanaman (Kc) Kedelai ... 66

4.1.12 Respon Terhadap Hasil (Ky) ... 69

4.2 PEMBAHASAN ... 70

4.2.1 Kondisi Sifat Fisik Tanah ... 70

4.2.2 Pertumbuhan dan Produksi Tanaman ... 71

4.2.3 Jumlah Air Irigasi ... 79

4.2.4 Kandungan Air Tanah Tersedia (KATT) ... 80

4.2.5 Fraksi Penipisan ... 83

4.2.6 Respon Tanggapan Hasil (Ky) ... 86

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN ... 88

5.2 SARAN ... 89 DAFTAR PUSTAKA


(10)

iv DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Perkembangan produksi kedelai tahun 2009-2012 (2013 ARAM) ... 2

2. Potensi lahan kering untuk pengembangan kedelai ... 3

3. Deskripsi varietas unggul yang digunakan dalam penelitian ... 12

4. Penandaan stadia pertumbuhan vegetatif kedelai ... 14

5. Penandaan stadia pertumbuhan reproduktif kedelai ... 14

6. Pengelompokan tanaman menurut penipisan (p) air tanah tersedia ... 26

7. Besarnya fraksi penipisan (p) untuk berbagai kelompok tanaman dan ETm ... 26

8. Faktor perlakuan I dan II ... 30

9. Hasil analisis sifat fisik tanah ... 35

10. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap tinggi tanaman (cm) pada 3 varietas kedelai minggu ke-2 ... 39

11. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah daun (helai) pada 3 varietas kedelai minggu ke-5 ... 42

12. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap indeks luas daun (ILD) (cm2) pada 3 varietas kedelai minggu ke-2 . ... 45

13. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah bunga (kuntum) pada minggu ke-8 ... 48

14. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah polong pada minggu ke-10 . ... 52

15. Pengaruh fraksi penipisan air terhadap jumlah polong pada minggu ke-11 . .... 52

16. Pengaruh fraksi penipisan air terhadap jumlah polong pada minggu ke-12 . .... 53

17. Produksi kedelai (berat biji per pot) ... 58

18. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap rata-rata total irigasi (ml) pada tiga varietas kedelai . ... 60


(11)

v 19. Nilai Kc tanaman kedelai mingguan ... 66 20. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap hasil (Ky) pada tiga

varietas kedelai ... 70 21. Perbandingan nilai fraksi hasil penelitian pada berbagai nilai ETc terhadap

teori Doorenboss dan Kassam ... 85

Lampiran

22. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Tinggi Tanaman (cm) tanaman kedelai minggu ke-1 . ... 94 23. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

tinggi tanaman (cm) kedelai minggu ke-1 ... 94 24. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Tinggi Tanaman (cm)

tanaman kedelai minggu ke-2 . ... 95 25. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

tinggi tanaman (cm) kedelai minggu ke-2 ... 95 26. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Tinggi Tanaman (cm)

tanaman kedelai minggu ke-3 . ... 96 27. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

tinggi tanaman (cm) kedelai minggu ke-2 ... 97 28. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Tinggi Tanaman (cm)

tanaman kedelai minggu ke-4 . ... 97 29. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

tinggi tanaman (cm) kedelai minggu ke-4 ... 98 30. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Tinggi Tanaman (cm)

tanaman kedelai minggu ke-5 . ... 98 31. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

tinggi tanaman (cm) kedelai minggu ke-5 ... 99 32. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Tinggi Tanaman (cm)

tanaman kedelai minggu ke-6 . ... 99 33. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap


(12)

vi 34. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Jumlah Daun (helai)

tanaman kedelai minggu ke-2 ... 100 35. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

Jumlah Daun (helai) kedelai minggu ke-2 . ... 101 36. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Jumlah Daun (helai)

tanaman kedelai minggu ke-3 . ... 101 37. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

Jumlah Daun (helai) kedelai minggu ke-3 . ... 102 38. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Jumlah aun (helai)

tanaman kedelai minggu ke-4 . ... 102 39. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

Jumlah Daun (helai) kedelai minggu ke-4 . ... 103 40. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Jumlah Daun (JD)

(helai) tanaman kedelai minggu ke-5 . ... 103 41. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

Jumlah Daun (helai) kedelai minggu ke-5 . ... 104 42. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Jumlah Daun (helai)

tanaman kedelai minggu ke-6 . ... 105 43. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

Jumlah Daun (helai) kedelai minggu ke-6 . ... 105 44. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Indeks Luas Daun

(cm2) tanaman kedelai minggu ke-1 . ... 106 45. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap ILD (cm2) tanaman kedelai minggu ke-1 ... 106 46. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Indeks Luas Daun

(cm2) tanaman kedelai minggu ke-2 . ... 107 47. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap ILD (cm2) tanaman kedelai minggu ke-1 ... 107 48. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Indeks Luas Daun

(cm2) tanaman kedelai minggu ke-3 . ... 108 49. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap


(13)

vii 50. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Indeks Luas Daun

(cm2) tanaman kedelai minggu ke-4 . ... 109 51. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap ILD (cm2) tanaman kedelai minggu ke-4 ... 110 52. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Indeks Luas Daun

(ILD) (cm2) tanaman kedelai minggu ke-5 . ... 110 53. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap ILD (cm2) tanaman kedelai minggu ke-5 ... 111 54. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Indeks Luas Daun

(ILD) (cm2) tanaman kedelai minggu ke-6 ... 111 55. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap ILD (cm2) tanaman kedelai minggu ke-6 ... 112 56. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Jumlah Bunga

(kuntum) tanaman kedelai minggu ke-6 ... 112 57. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap Jumlah Bunga tanaman kedelai minggu ke-6 . ... 113 58. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Jumlah Bunga

(kuntum) tanaman kedelai minggu ke-7 ... 113 59. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap Jumlah Bunga tanaman kedelai minggu ke-7 . ... 114 60. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Jumlah Bunga

(kuntum) tanaman kedelai minggu ke-8 ... 114 61. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap Jumlah Bunga tanaman kedelai minggu ke-8 . ... 115 62. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Jumlah Bunga

(kuntum) tanaman kedelai minggu ke-9 ... 116 63. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap Jumlah Bunga tanaman kedelai minggu ke-9 . ... 116 64. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah polong (buah)

tanaman kedelai minggu ke-7 . ... 117 65. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap


(14)

viii 66. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah polong (buah)

tanaman kedelai minggu ke-8 . ... 118 67. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap jumlah polong (buah) tanaman kedelai minggu ke-8 . ... 118 68. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah polong (buah)

tanaman kedelai minggu ke-9 . ... 119 69. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap jumlah polong (buah) tanaman kedelai minggu ke-9 ... 119 70. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah polong (buah)

tanaman kedelai minggu ke-10 . ... 120 71. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap jumlah polong (buah) tanaman kedelai minggu ke-10 ... 120 72. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah polong (buah)

tanaman kedelai minggu ke-11 . ... 121 73. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap jumlah polong (buah) tanaman kedelai minggu ke-11 ... 122 74. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap jumlah polong (buah)

tanaman kedelai minggu ke-12 . ... 123 75. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap jumlah polong (buah) tanaman kedelai minggu ke-12 ... 123 76. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap berat polong basah

(gram) tanaman kedelai ... 124 77. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap berat polong basah (gram) tanaman kedelai ... 125 78. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap berat polong kering

(gram) tanaman kedelai ... 125 79. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap

terhadap berat polong kering (gram) tanaman kedelai ... 126 80. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap berat brangkasan atas

basah (gram) tanaman kedelai ... 126 81. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap


(15)

ix 82. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap berat brangkasan atas

kering (gram) tanaman kedelai ... 127

83. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap terhadap berat brangkasan atas kering (gram) tanaman kedelai ... 128

84. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap berat brangkasan bawah basah (gram) tanaman kedelai ... 128

85. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap terhadap berat brangkasan bawah basah (gram) tanaman kedelai ... 129

86. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap berat brangkasan bawah kering (gram) tanaman kedelai ... 129

87. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap terhadap berat brangkasan bawah kering (gram) tanaman kedelai ... 130

88. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap produksi (butir/pot) tanaman kedelai ... 130

89. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap terhadap produksi (butir/pot) tanaman kedelai ... 131

90. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap produksi (gram/pot) tanaman kedelai ... 131

91. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap terhadap produksi (gram/pot) tanaman kedelai ... 132

92. Pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap Irigasi total (ml) tanaman kedelai ... 132

93. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas dan fraksi penipisan terhadap terhadap irigasi total (ml) tanaman kedelai ... 133

94. Data rata-rata penimbangan harian (gram) ... 134

95. Data persentase air tanah tersedia (ATT) (%) ... 136

96. Data rata-rata evapotranspirasi mingguan (mm) ... 140

97. Nilai Kc tanaman pada tiga varietas ... 140

98. Parameter dalam pengkondisian air irigasi pada perlakuan ... 140

99. Kebutuhan irigasi total (ml) ... 141

100. Rata-rata kebutuhan air irigasi mingguan (ml) ... 141

101. Kandungan air tanah tersedia (%) ... 142


(16)

(17)

(18)

(19)

Bukankah dia (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air dari langit

untukmu

lalu kami tumbuhkan dengan air itu kebun

kebun yang berpemandangan indah? Kamu tidak

akan mampu menumbuhkan pohon- pohonnya apakah disamping Allah ada tuhan yang lain?

Sebenarnya mereka adalah orang - orang yang menyimpang dari kebenaran

(QS. An-Naml : 60)

“Tiada sesuatu yang indah di dunia selain jalinan persaudaraan dan

Dibalik segala kesulitan, penderitaan, dan keputusasan yang kita alami tentu

Selalu ada kekuasan Allah SWT.

Maka

Yang harus kita lakukan adalah berupaya agar Allah berkenan hadir dalam kehidupan kita

Karena tidak ada yang tidak mungkin, Jika Allah Sudah berkehendak!

Lalu apa alasan kita untuk berputus asa dan bersedih??

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata padanya

‘Jadilah!’ maka jadilah ia. Maka mahasuci (Allah) yang di tangan

-Nya kekuasaan atas segala


(20)

Kupersembahkan karya kecil ini untuk bapak, Mamak, dan keluargaku yang aku

sayangi dan aku cintai karena Allah, yang selalu memberikan doa

dalam Sujudnya serta dukungan terbaiknya kepadaku untuk

mencapai Sukses sebagai Pemberi Aroma dalam

Kebahagiaan Keluarga

Serta

“Kepada Almamater Tercinta”

Teknik Pertanian Universitas Lampung

2010


(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotaagung kabupaten Tanggamus pada tanggal 15 September 1991, sebagai anak ke-7 dari 7 bersaudara keluarga Bapak Sadari dan Ibu Sariyem. Penulis Menyelesaikan pendidikan mulai dari Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Kedamaian Kecamatan Kotaagung pada tahun 1999 – 2004, SMP M 1 Kotaagung pada tahun 2004 – 2008, SMA Negeri 2 Kotaagung pada tahun 2008 – 2010 dan terdaftar sebagai mahasiswa S1 Teknik Pertanian di Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis terdaftar aktif diberbagai unit lembaga kemahasiswaan sebagai :

1. Wakil Ketua Umum Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) Fakultas Pertanian Universitas Lampung periode 2012/2013

2. Bidang Advokasi Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) 2012/2013 3. Dewan Pembina Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) periode 2013/2014 4. Ketua Bidang Media Centre Unila (MCU) UKMU BIROHMAH Periode 2013/2014 5. Anggota Bidang Media Centre Unila (MCU) UKMU BIROHMAH Periode 2011/2012 6. Staff Dana dan Usaha UKMF Forum Studi Islam (FOSI) FP periode 2011/2012 7. Staff Kesekretariatan UKMF Forum Studi Islam (FOSI) FP periode 2012/2013


(22)

8. Staff Bendahara Umum UKMU BIROHMAH Unila periode 2013/2014 9. Anggota Departemen dana dan kesejahteran PERMATEP 2010/2011

10.Bendahara Ikatan Mahasiswa Muslim Pertanian Indonesia (IMMPERTI) Rayon B 2012/2013.

Pada bidang Akademik penulis pernah berprestasi dalam lomba Program Kreativitas Mahasiswa kategori PKM-Gagasan Tertulis 2013 tingkat fakultas, lolos PKM-Penelitian program DIKTI 2013, Finalis OSN-PERTAMINA 2011 pada Bidang Kompetisi Biologi, dan peraih beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) 2010-2013 serta pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Riset Operasional dan Manajemen Kuantitatif. Pada bidang Non-Akademik penulis juga pernah berprestasi sebagai Juara 1 Tilawatil Quran dalam rangka Motivasi Cendekiawan Muslim Berprestasi 2012 oleh FOSI FP dan sebagai Juara 3 dalam lomba seni tarik suara kategori Umum Solosong Putra diajang Pekan Seni Mahasiswa Daerah Lampung (PEKSIMIDA) 2012.

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Natar Lampung Selatan, dan melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik periode I tahun 2014 di Kecamatan Pulau Pisang Kabupaten Pesisir Barat. Penulis berhasil mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP.) S1 Teknik Pertanian pada tahun 2014 dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,54 sebagai predikat “Sangat Memuaskan” dan menghasilkan skripsi yang berjudul “Respon Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Kedelai pada Beberapa Fraksi Penipisan Air Tanah Tersedia (Available Soil Water Depletion)”.


(23)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah serta nikmat yang tiada terukur sehingga berkat petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dalam penyusunan skripsi ini. Sholawat teriiring salam semoga selalu tercurah kepada syuri tauladan Nabi Allah Muhammad SAW dan keluarga serta para sahabatnya Aaminn.

Skripsi yang berjudul “Respon Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Kedelai (Glycine max [L] Merr.) pada Beberapa Fraksi Penipisan Air Tanah Tersedia (Available Soil Water Depletion) adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP) di Universitas Lampung.

Penulis memahami dalam penyusunan skripsi ini begitu banyak cobaan, suka dan duka yang dihadapi, namun berkat ketulusan do’a, semangat, bimbingan, motivasi, dan dukungan orang tua serta berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Maka pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. R.A. Bustomi Rosadi, M.S. selaku pembimbing pertama, yang telah membiayai penelitian ini dan memberikan bimbingan dan saran serta kesabaran sehingga terselesaikanya skripsi ini.

2. Ir. M. Zen Kadir, M.T. selaku pembimbing kedua sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan berbagai masukan dan bimbingannya dalam penyelesaian skripsi ini.


(24)

3. Ahmad Tusi, S.TP., M.Si. selaku pembahas yang telah memberikan saran dan masukan sebagai perbaikan selama penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P. selaku ketua jurusan Teknik Pertanian yang telah membantu dalam administrasi penyelesaian skripsi ini.

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku dekan Fakultas Pertanian yang telah membantu dalam administrasi skripsi ini.

6. Orang tua ku tercinta, Mamak dan Bapak serta Ibu dan Bapak angkatku yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan, material dan kasih sayang sehingga menjadi sumber penyemangat dalam menyusun skripsi ini.

7. Seluruh Murobbi dan teman-teman tarbiyah tercinta yang telah memberikan motivasi serta kebahagiaan dalam sebuah keluarga lingkaran kecil.

8. Keluarga besar Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) Unila.

9. Teman-teman keluarga TEP10 yang sangat saya banggakan terima kasih telah mempercai saya sebagai Komti Angkatan 2010 selama ini dan adik-adik TEP11, TEP12 dan TEP13 yang selalu memberikan keceriaan dan doanya.

10. Keluarga besar ADK Unila, khususnya UKMF FOSI FP Unila, BIROHMAH Unila, dan keluarga besar Asrama Putra Intan serta kontrakan E5 Griya Kencana, terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

Bandar Lampung, 9 September 2014 Penulis,


(25)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai sumber protein nabati untuk memenuhi kebutuhan gizi

masyarakat, sebab kedelai merupakan tanaman palawija yang mengandung protein tinggi dengan faktor cerna 75-80% dan asam-asam amino yang menyusun protein kedelai serupa dengan yang terdapat pada casein. Kebutuhan kedelai di Indonesia terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi. Kebutuhan kedelai sebagian besar digunakan untuk bahan baku industri pangan seperti tahu, tempe, kecap, tauco, dan diolah secara modern menjadi susu serta minuman sari kedelai (AAK, 1989).

Banyaknya manfaat yang terdapat pada kedelai menyebabkan kebutuhan kedelai terus meningkat, hal ini dapat dilihat pada permintaan impor kedelai yang sampai saat ini masih mencapai 70 %. Sementara produksi di Indonesia belum mampu mengimbangi kebutuhan tersebut. Selama sepuluh tahun terakhir produksi kedelai nasional tidak pernah lebih dari 1 juta ton. Sejak 2002 hingga 2011, produksi kedelai nasional tertinggi hanya sebesar 974.512 ton pada tahun 2009 (Tabel 1),


(26)

2

sementara kebutuhan nasional sudah mencapai 3 juta ton per tahun (DPP Serikat Petani Indonesia, 2012).

Tabel 1. Perkembangan produksi kedelai tahun 2009-2012 (2013 ARAM)

Tahun Luas (Ha) Produktivitas (Ku/ha) Produksi (Ribu Ton)

2009 - - 974,521

2010 660 823 13.76 907,03

2011 622 254 13,68 851,29

2012 567 624 14,85 843,15

2013 571 564 14,82 847,16

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012).

Kesenjangan naik turunnya produksi dan harga kedelai menjadi peluang untuk dapat meningkatkan produksi. Menurut DPP Serikat Petani Indonesia (2012) jika dilihat dari tingkat produksi kedelai, penurunan produksi terjadi dikarenakan adanya ketergantungan terhadap kedelai impor akibat inflasi bahan pangan.

Untuk meningkatkan produksi kedelai nasional, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah melakukan perluasan areal dan pengolahan lahan. Perluasan areal dan pengolahan lahan sebagian besar ditujukan pada lahan kering (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013). Pertanaman kedelai pada lahan kering dewasa ini telah mencapai sekitar 40% dari total luas panen keseluruhan, namun dalam usaha perluasan areal, nampaknya lahan kering lebih memberikan prospek yang lebih baik terutama untuk daerah-daerah di luar jawa sebagai program transmigrasi. Diseluruh negeri diperkirakan terdapat 25 juta ha lahan yang dapat dibuka untuk lahan pertanian.


(27)

3

Menurut Hakim, dkk. (1986), sebagian besar jenis tanah kering di Indonesia adalah jenis tanah Ultisol, dimana diperkirakan 15 juta hektar dari total arealnya berada di Sumatera. Lampung yang terletak di bagian selatan Pulau Sumatera memiliki peluang besar untuk meningkatkan produktivitas, area tanam, dan efisiensi produksi karena sumber daya yang tersedia dan sitem irigasi cukup lengkap. Selain itu, Lampung memiliki iklim tropis yang lembab dengan ditandai curah hujan tinggi dan suhu sepanjang tahun serta memiliki jenis tanah Ultisol yang didominasi di Lampung sebesar 48,5% dari total luasnya dan sisanya adalah Litisol, Andosol, dan Aluvial.

Tabel 2. Potensi lahan kering untuk pengembangan kedelai

Wilayah Luas (ha)

Sumatera 480.714

Jawa 879.650

Kalimantan 23.148

Bali & NTB 1 52.388

Sulawesi 1 24.551

Maluku & Papua 5.255

Jumlah 1 .665.706

Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2013).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Sumatera memiliki potensi lahan yang cukup besar setelah Jawa. Oleh sebab itu, salah satu tempat diluar Jawa yang berpotensial dalam pengembangan lahan kering adalah Sumatera salah satunya yaitu di Lampung. Upaya lain yang harus dilakukan untuk meningkatkan

produktivitas selain perluasan areal tanam di lahan kering adalah dengan memilih varietas yang adaptif terhadap lahan masam yaitu varietas unggul dengan

memperhatikan pengontrolan konsumsi air bagi kebutuhan tanaman salah satunya yaitu melalui fraksi penipisan air tanah tersedia.


(28)

4

Hasil penelitian Nurhayati (2009), mengenai cekaman air pada jenis tanah Ultisol menunjukkan bahwa dalam keadaan cekaman air tanah, tanaman tidak mampu mempertahankan produksinya pada kisaran cekaman air tanah 60% - 80% dari kapasitas lapang, ini berarti bahwa salah satu kendala yang dapat membatasi proses pertumbuhan dan produksi tanaman pada lahan kering adalah ketersediaan air yang terbatas. Oleh sebab itu, dalam pengembangan tanaman kedelai perlu dilakukan usaha-usaha peningkatan produksi sehingga volume impor dapat ditekan.

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi adalah dengan penggunaan varietas yang baik atau unggul sedangkan pengontrolan penggunaan air dapat dilakukan dengan pemberian air yang efektif salah satunya yaitu melalui fraksi penipisan (p) air tanah tersedia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai respon pertumbuhan dan hasil tiga varietas kedelai (Glycine max [ L]

Merr.) pada beberapa fraksi penipisan (p) air tanah tersedia (availablesoil water depletion) dengan tujuan untuk mengetahui besarnya kebutuhan air irigasi minimum yang masih dapat diterima oleh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dan berproduksi secara optimum.

1.2 Rumusan Masalah

Suatu produksi tanaman kedelai idealnya memiliki produktivitas yang tinggi dan berkualitas baik. Di Indonesia sekitar 60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan 40% lainnya di lahan kering (BPS, 2012). Di lahan sawah atau beririgasi air lebih terjamin untuk pertanaman kedelai yang diusahakan setelah


(29)

5

padi, namun demikian ketersediaan air untuk pertanaman kedelai akan menjadi masalah jika intensitas penanaman padi dalam setahun ditingkatkan. Hal ini akan mengancam terhadap prenurunan produksi kedelai sebab salah satu penyebab kemerosotan luas tanam dan panen kedelai adalah ketersediaan air yang tidak terjamin (Fagi dan Tangkuman, 1985).

Seperti halnya tanaman lain, tanaman kedelai memiliki kepekaan terhadap kebutuhan air pada fase pertumbuhan. Jika diketahui bagaimana respon

pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai terhadap perlakuan fraksi penipisan (p) air tanah tersedia, maka dapat diketahui berapa besar jumlah pemberian air yang berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sehingga pemberian air dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Berdasarkan masalah-masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1) Apakah fraksi penipisan (p) air tanah tersedia dan perbedaan varietas berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai ? 2) Apakah terdapat interaksi antara fraksi penipisan (p) air tanah tersedia

dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Mengetahui pengaruh fraksi penipisan (p) air tanah tersedia dan perbedaan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai 2) Mengetahui interaksi antara fraksi penipisan (p) air tanah tersedia dan


(30)

6

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat luas pada umumnya dan pemerintah pada khususnya dalam upaya peningkatan produksi kedelai nasional pada konsep ketahanan pangan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Sampai saat ini kedelai masih menjadi salah satu komoditas pangan yang sangat penting di Indonesia. Hal ini antara lain diindikasikan dari tingginya gejolak yang timbul akibat kenaikan harga kedelai yang cukup tinggi beberapa waktu lalu. Perkembangan industri pangan yang berbahan baku kedelai sebagai kebutuhan pokok dan pakan ternak membuat kedelai seakan-akan menjadi prioritas pilihan bagi masyarakat (Adisarwanto, 2007). Selain itu bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan gizi membuat angka permintaan kedelai terus bertambah.

Semakin tinggi angka impor menyebabkan berbagai kerugian bagi Indonesia, yaitu hilangnya devisa negara yang cukup besar, berkurangnya kesempatan kerja bagi rakyat Indonesia, dan ketergantungan jangka panjang sehingga akan

mempengaruhi sistem ketahanan pangan nasional (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013).

Melihat peran yang sangat strategis, peluang pengembangan kedelai dalam negeri cukup luas. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah meningkatkan


(31)

7

lahan kering sehingga kedelai mencapai prioritas untuk dapat dikembangkan dan dapat menekan laju impor. Pengembangan luas areal tanam kedelai yang

mempunyai prospek baik adalah di luar Jawa, salah satunya di lahan kering masam Sumatera. Termasuk di Lampung dengan potensi lahan sekitar 164.500 ha (Harsono, 2008).

Kebutuhan air bagi tanaman kedelai juga perlu dipertimbangkan untuk

meningkatkan produktivitas, sebab dengan adanya anomali iklim akan membuat air menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan terutama di sektor pertanian sehingga mulai saat ini analisis ekonomi sumber daya air perlu dilakukan salah satunya adalah melakukan efisiensi terhadap konsumsi air bagi kebutuhan sektor pertanian karena di bidang pertanian air merupakan kebutuhan pokok khususnya bagi petani sawah. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian terhadap pengontrolan penggunaan air atau konsumsi air terutama bagi tanaman pangan yang sangat menunjang kebutuhan ekonomi masyarakat salah satunya adalah melalui fraksi penipisan air tanah tersedia.

1.6 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1) Terdapat pengaruh fraksi penipisan (p) air tanah tersedia dan perbedaan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai

2) Terdapat interaksi antara fraksi penipisan (p) air tanah tersedia dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.


(32)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Botani Tanaman Kedelai

Kedelai dikenal dengan beberapa nama lokal diantaranya adalah kedele, kacang jepung, kacang bulu, gadela, dan demokam, sedangkan nama umum di dunia disebut “soybean”. Kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik tumbuhan

(taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales

Familia : Leguminosea (Papilionaceae) Sub-famili : Papilionoideae

Genus : Glycine

Species : Glycine max [L] Merill.

Spesies paling dekat dengan kedelai budidaya (Glycine max) adalah kedelai liar seperti Glycine usuriensis (Adisarwanto, 2007).

2.2 Morfologi Kedelai

Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal.


(33)

9

Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari hipokotil ( Islami dan Utomo, 1995). Perakaran tanaman kedelai mempunyai kemampuan membentuk bintil akar yang merupakan kolono dari bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri rizhobium bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai untuk menambah nitrogen bebas (N2) dari udara. Keduanya memiliki hubungan simbiosa mutualistis (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

Daun kedelai berfungsi sebagai alat untuk proses asimilasi, respirasi dan transpirasi. Selain daun tanaman kedelai juga memiliki bunga yang pada tiap kuntum memiliki kelamin betina dan jantan. Kuntum bunga tersusun dalam rangkaian bunga, namun tidak semua bunga dapat menjadi polong (buah). Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. Polong kedelai biasanya berisi 1-4 biji. Jumlah polong per tanaman tergantung pada varietas kedelai, kesuburan tanah, dan jarak tanam yang digunakan (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

2.3 Syarat Tumbuh Kedelai

Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2013), tanaman kedelai

merupakan tanaman daerah subtropis yang dapat beradaptasi baik di daerah tropis. Kedelai dapat tumbuh dengan baik dengan kelembaban rata-rata 65%. Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, sebaiknya kedelai ditanam pada bulan-bulan yang agak kering, tetapi air tanah masih cukup tersedia. Air diperlukan sejak awal pertumbuhan sampai pada periode pengisian polong.


(34)

10

Menurut Andrianto dan Indarto (2004), untuk mengetahui keadaan iklim di suatu daerah cocok atau tidak bagi tanaman kedelai, sebagai barometer kita bisa

membandingkan dengan tanaman jagung yang tumbuh. Apabila tanaman jagung dapat tumbuh baik dan hasilnya pun cukup baik, berarti iklim di daerah tersebut juga cocok untuk tanaman kedelai, bahkan kedelai dapat mempunyai daya tahan yang lebih baik dibandingkan jagung. Menurut Man dan Jawarshi (1970) dalam Yassi (2011), suhu yang terlalu tinggi berpengaruh buruk terhadap perkembangan polong dan biji. Kedelai yang tumbuh dengan suhu udara berkisar 40oC – 46oC akan banyak menggugurkan polong. Polong kedelai tumbuh optimal pada suhu antara 26.6oC 32.0oC.

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asalkan drainase dan aerasi tanah cukup baik. Kadar pH tanah yang cocok untuk kedelai adalah sekitar 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai masih dapat menghasilkan produksi. Pemberian kapur 1-2,5 ton/ha pada tanah dengan pH dibawah 5,5 pada umumnya dapat meningkatkan produksi. Untuk memperbesar peluang keberhasilan, di daerah-daerah yang belum pernah ditanami kedelai perlu diinokulasi dengan bakteri

Rhizobium (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013).

2.4 Tanah Ultisol

Tanah Ultisol merupakan tanah masam yang telah mengalami pencucian (leaching) basa-basa yang intensif dan umumnya dijumpai pada lingkungan dengan drainase baik. Jika ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol mempunyai potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian lahan kering. Ultisol di Indonesia


(35)

11

mencangkup areal seluas 45,8 juta ha atau sekitar 24,3% dari total daratan Indonesia. Namun demikian, pemanfaatan tanah ini menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman terutama tanaman pangan bila tidak dikelola dengan baik. Beberapa kendala yang umum pada tanah Ultisol adalah kemasaman tanah tinggi, pH rata-rata < 4,50, kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg, dan

kandungan bahan organik rendah. Untuk mengatasi kendala tersebut dapat diterapkan teknologi pengapuran, pemupukan P dan K, dan pemberian bahan organik (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Menurut Rosadi, et al. (2007), evapotranspirasi kedelai di tanah Ultisol dengan tekstur tanah lebih kasar sensitif terhadap cekaman air dibandingkan di Latosol dengan tekstur tanah halus. Pada tanah Ultisol kedelai mulai mengalami stres air pada defisit air tanah tersedia 20-40%, dan Latosol pada defisit 40-60%.

2.5 Varietas

Varietas unggul kedelai mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan varietas lokal. Kriteria varietas unggul yaitu, berproduksi tinggi, berumur genjah, tahan (resistensi) terhadap penyakit yang berbahaya misalnya karat daun atau virus, dan mempunyai daya adaptasi luas terhadap berbagai keadaan lingkungan tumbuh. misalnya varietas Wilis dan Dempo dapat tumbuh di tanah yang asam (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Sementara menurut Yessi (2011), Varietas Wilis dan Orba dapat beradaptasi baik dan berdaya hasil tinggi dibandingkan varietas lainnya.


(36)

12

Adapun deskripsi varietas unggul yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Deskripsi varietas unggul yang digunakan dalam penelitian

Keterangan Varietas Kaba Varietas Tanggamus Varietas Wilis Tahun dilepas 22 Oktober 2001 22 Oktober 2001 21 Juli 1983 Hasil rata-rata 2,13 ton/ha 1,22 ton/ha 1,6 ton/ha

Asal Silang ganda 16 Hibrida Seleksi keturunan

Warna hipokitil Ungu Ungu Ungu

Warna epikotil Hijau Hijau Hijau

Warna Bunga Ungu Ungu Ungu

Warna kulit Kuning Kuning Kuning

Warna polong Coklat Coklat Coklat tua

Warna hilum Coklat Coklat tua Coklat tua

Bentuk biji Lonjong Oval Oval pipih

Tipe tumbuh Determinit Determinit Determinit

Umur berbunga 35 hari 35 hari ± 39 hari

Umur panen 85 hari 88 hari 85–90 hari

Tinggi tanaman 64 cm 67 cm ± 50 cm

Bobot 100 biji 10,37 g 11,0 g ± 10 g

Ukuran biji Sedang Sedang

Kandungan protein 44,0% 44,5% 37,0%

Kandungan lemak 8,0% 12,9% 18,0%

Pengusul Muchlish A, dkk Muchlish Adie, dkk Sumarno, dkk. Sumber :Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2004).

Hasil penelitian Kriswantoro, dkk. (2012), mengenai uji adaptasi varietas kedelai di lahan kering membuktikan bahwa setiap varietas memiliki respon yang berbeda terhadap lingkungan sehingga pertumbuhan dan hasil yang diperoleh juga

berbeda. Varietas Wilis, Slamet, dan Tanggamus memiliki daya adaptasi yang lebih baik dibandingkan varietas Anjasmoro. Varietas Wilis, Slamet, dan

Tanggamus dapat dikembangkan dengan baik di lahan kering untuk diversisifikasi pangan khususnya kedelai mendampingi varietas Anjasmoro yang saat ini lebih


(37)

13

banyak dikembangkan. Produksi per hektar yang diperoleh oleh varietas Wilis (2.29 ton), Slamet (2.24 ton), Tanggamus (1.99 ton) dan Anjasmoro (1.66 ton). Hasil di atas menunjukkan bahwa varietas kedelai Wilis, Slamet dan Tanggamus berpotensi untuk dikembangkan karena mampu beradaptasi di lahan kering dengan produksi yang tinggi. Hasil penelitian Yassi (2011), bahwa kedelai varietas Orba dan Wilis memperlihatkan pertumbuhan vegetatif tertinggi, jumlah cabang terbanyak, umur panen cenderung sama dengan deskripsinya dan

persentase polong berisi lebih banyak serta tingkat produktifitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan varietas yang lainnya dan mampu beradaya hasil tinggi pada areal ketinggian.

2.6 Stadia dan Tipe Pertumbuhan

Stadia pertumbuhan tanaman kedelai terdiri dari stadia vegetatif dan generatif, stadia vegetatif dihitung sejak tanaman mulai muncul ke permukaan tanah sampai saat mulai berbunga. Perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon,

sedangkan penandaan stadia pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang berbentuk pada batang utama.

Stadia vegetatif umumnya dimulai pada buku ketiga (Tabel 4). Stadia pertumbuhan reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji (Adisarwanto, 2007). Tipe pertumbuhan tanaman kedelai ada dua macam yaitu tipe ujung batang melilit (indeterminate) dimana ujung batang tidak berakhir dengan rangkaian bunga dan tipe batang tegak (determinate) dimana ujung batang berakhir dengan rangkaian bunga (Tabel 5) (Andrianto dan Indarto, 2004).


(38)

14

Tabel 4. Penandaan stadia pertumbuhan vegetatif kedelai

Singkatan Stadia Tingkatan Stadia Keterangan

VE Stadia pemunculan Kotiledon muncul ke permukaan tanah

VC Stadia kotiledon Daun unfoliolat berkembang, tepi daun tidak menyentuh tanah V1 Stadia buku pertama Daun terbuka penuh pada buku

unfoliolat

V2 Stadia buku kedua Daun trifoliolat terbuka penuh pada buku kedua di atas buku unfoliolat

V3 Stadia buku ketiga Pada buku ketiga batang utama terdapat daun yang terbuka penuh Vn Stadia buku ke-n Pada buku ke-n, batang utama telah

terdapat daun yang terbuka. Sumber : Adisarwanto (2007).

Tabel 5. Penandaan stadia pertumbuhan reproduktif kedelai

Singkatan Stadia Tingkatan Stadia Keterangan

R1 Mulai berbunga Munculnya bunga pertama pada buku manapun pada batang utama

R2 Berbunga penuh Bunga terbuka penuh pada satu atau dua buku paling atas pada batang utama dengan daun yang telah terbuka penuh

R3 Mulai berpolong Polong telah terbentuk dengan panjang 0,5 cmpada salah satu buku batang utama

R4 Berpolong penuh Polong telah mempunyai panjang 2cm pada salah satu buku teratas pada batang utama

R5 Mulai pembentukan

biji

Ukuran biji dalam polong mencapai 3mm pada salah satu buku batang utama

R6 Biji penuh Setiap polong pada batang utama telah berisi biji satu atau dua

R7 Mulai masak Salah satu warna polong pada batang utama telah berubah menjadi cokelat kekuningan atau warna masak R8 Masak penuh 95% jumlah polong telah mencapai

warna polong masak Sumber : Adisarwanto (2007).


(39)

15

Sumber : University of Illinois Ektension. Keterangan :

VE : Stadium kecambah awal VC : Stadium kecambah akhir V1 : Stadium vegetatif 1 V2 : Stadium vegetatif 2

V3 : Stadium vegetatif 3 R1 : Stadium reproduktif awal R2 : Stadium reproduktif

R5 : Stadium pembentukan polog R8 : Senensens.

2.7 Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air bagi tanaman sebagian besar adalah untuk evapotranspirasi (ETc) (> 99%) dan 1% untuk kebutuhan metabolisme lainnya. Evapotranspirasi merupakan jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman yaitu antara evaporasi dan transpirasi, dimana proses keduanya sulit untuk dipisahkan satu dengan yang lainnya. Evaporasi merupakan proses kehilangan air dalam bentuk uap dari permukaan air, tetapi dalam bidang pertanian evaporasi lebih tepat diartikan sebagai kehilangan air dari permukaan tanah, sedangkan transpirasi merupakan penguapan air dari permukaan tanaman. Evaporasi dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama temperatur, kelembaban, radiasi dan kecepatan angin serta kandungan air tanah (KAT), dengan demikian akibat terjadinya evaporasi maka jumlah air dalam tanah akan berkurang sehingga kecepatan evaporasi juga akan berkurang, begitupun transpirasi juga akan berkurang. Oleh karena itu, kehilangan


(40)

16

air lewat kedua proses ini pada umumnya sering disebut evapotranspirasi (ETc) (Islami dan Utomo, 1995).

Jumlah evapotransiprasi selama satu periode pertumbuhan tanaman dalam kondisi air tanah memenuhi permintaan evapotranspirasi sebagai kebutuhan air tanaman (crop water requirement) disebut sebagai evapotranspirasi maksimum (ETm). Kebutuhan evapotranspirasi merupakan evapotranspirasi pada kondisi air tanah tidak menjadi faktor pembatas. Kecepatan evapotranspirasi yang ditentukan oleh kondisi iklim disebut evapotranspirasi potensial (ETo) dan evapotransiprasi yang

terjadi pada kondisi air tanah di lapangan atau penggunaan air tanaman (crop water use) disebut evapotranspirasi aktual (ETa) (Islami dan Utomo, 1995).

Absorbsi air tanaman akan berubah sesuai dengan berkembangnya tanaman. Pada awal pertumbuhan karena permukaan transpirasi kecil, maka absorbsi air oleh tanaman rendah. Absorbsi air tanaman akan meningkat dengan berkembangnya tanaman dan akan mencapai maksimum pada saat indeks luas daun maksimum, kemudian dengan gugurnya daun tua, maka indeks luas daun akan turun dan diikuti dengan penurunan kebutuhan air. Untuk menghitung kebutuhan air tanaman (ETm) harus diketahui nisbah evapotranspirasi maksimum terhadap evapotransiprasi potensial (ETm/ETo) (Islami dan Utomo, 1995).

Menurut Doorenboss dan Kassam (1988) dalam Rosadi ( 2012), hasil percobaan telah menentukan rasio perbandingan (ETm/ETo) yang disebut crop coefficients

(Kc) dan digunakan untuk menghubungkan keduanya sebagai berikut :


(41)

17

Dimana : Kc = Faktor tanaman (crop coefficients) = Evapotranspirasi potensial

ETm = ETc = Evapotranspirasi maksimum.

Evapotranspirasi (ETc) merupakan kehilangan air melalui proses penguapan dari tumbuh-tumbuhan, yang banyaknya berbeda-beda tergantung dari kadar

kelembaban tanah dan jenis tumbuhan. Jika air yang tersedia dalam tanah cukup banyak, maka evapotranspirasi disebut evapotranspirasi potensial. Selain itu, Evapotranspirasi juga merupakan faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana pengairan bagi pertanian dan merupakan proses penting dalam siklus hidrologi (Kartasapoetra, dkk.,1994).

Pengairan tanaman kedelai perlu diusahakan kelembaban tanah setara dengan kapasitas lapang, terutama pada awal pertumbuhan vegetatif, saat pertumbuhan polong dan saat pengisian biji, sebab kekeringan pada saat-saat tersebut dapat mengakibatkan merosotnya produksi. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Kondisi kekeringan menjadi sangat kritis pada saat tanaman kedelai berada pada stadia perkecambahan dan pembentukan polong. Untuk mencegah terjadinya kekeringan pada tanaman kedelai, khususnya pada stadia berbunga dan stadia pembentukan polong, dilakukan dengan waktu tanam yang tepat, yaitu saat kelembaban tanah sudah memadai untuk

perkecambahan. Selain itu harus didasarkan pada pola distribusi curah hujan yang terjadi di daerah tersebut ( Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013).


(42)

18

Kebutuhan air bagi satu rumpun tanaman kedelai sama dengan banyaknya air yang hilang karena transpirasi, sedangkan bagi komunitas tanaman kedelai ialah banyaknya air yang hilang akibat evapotranspirasi dalam satu satuan waktu (dinyatakan dalam mm/hari). Tanaman mengalami kekeringan bila laju transmisi air tanah ke lapisan perakaran tidak dapat menandingi laju evapotranspirasi. Pada tanaman kedelai gejala ini mulai tampak bila 60% air di lapisan perakaran telah terpakai, sebab akibat dari kekeringan yang berkepanjangan, turgiditas atau tekanan air dalam sel daun berkurang, evapotranspirasi terhambat, dan fotosintesis terganggu, pembentukan akar dan daun terhambat serta daun-daun di cabang baru berguguran. Oleh sebab itu, terdapat hubungan erat antara status kandungan air daun kedelai (leaf water potention) sebagai indikator kekeringan dengan kapasitas perakaran. Ditinjau dari segi tanaman, maka kedelai dianggap mengalami

kekeringan jika pada waktu tertentu telah melebih 60% kapasitas perakaran dan disebut sebagai hari kering (stress day ) (Fagi dan Tangkuman, 1985).

2.8 Waktu Pemberian Air Irigasi

kedelai merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan. Air yang memadai sangat diperlukaan tanaman mulai stadia awal pertumbuhan sampai periode pengisian polong. Secara umum stadium pertumbuhan kedelai yang memerlukan ketersediaan air dalam keadaan kapasitas lapang (air tanah sedalam 20-30cm) adalah saat perkecambahan (umur 0-5 HST), stadium awal vegetatif (umur 15-20 HST), stadium pembungaan (umur 35-60 HST), dan stadium pengisiaan polong, (umur 55-65 HST) selanjutnya pada stadium polong tanaman


(43)

19

harus dikeringkan. Waktu pengairan tanaman kedelai sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

Pada pemberian air irigasi untuk mengembalikan ke posisi kapasitas lapang tanaman disiram setiap hari sampai mencapai berat yang setara dengan berat ember/pot pada saat tanah berada pada kapasitas lapang dan tinggi air yang ditambahkan merupakan air yang hilang karena evapotranspirasi, tinggi

penambahan air pada ember yang ditanami kedelai merupakan evapotranspirasi tanaman (ETc), sedangkan tinggi penambahan air pada ember yang ditanam rumput merupakan laju evapotranspirasi baku (ETo) atau evapotranspirasi acuan (Manik, dkk., 2010).

Waktu pemberian air pada tanaman atau penjadwalan irigasi berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan produksi tanaman, sedangkan suplai air yang berlebih selain dapat menurunkan produksi tanaman juga dapat

meningkatkan jumlah air irigasi yang hilang dalam bentuk perkolasi. Penentuan jadwal air irigasi dapat didasarkan atas kriteria waktu dan kriteria jumlah air irigasi (Raes, 1987).

Menurut Raes (1987), kriteria waktu terbagi atas beberapa macam, yaitu :

1. Fixed Interval : irigasi diaplikasikan pada selang waktu tetap tidak tergantung keadaan air di daerah perakaran.

2. Allowable Depletion Amount : irigasi dilakukan apabila jumlah kadar air di bawah kapasitas lapang yang telah ditentukan, telah habis/kosong.


(44)

20

3. Allowable Daily Stress : irigasi dilakukan apabila evapotranspirasi aktual menurun di bawah evapotranspirasi potensial.

4. Allowable Daily Yield Reduction : irigasi dilakukan apabila respon hasil aktual (Ya) menurun di bawah presentase yang telah ditentukan dari hasil maksimum.

5. Allowable Fraction of Readily Available Water (RAW) : irigasi dilakukan apabila pemakaian air di daerah perakaran melampaui batas RAW.

Sedangkan kriteria jumlah pemberian air irigasi terbagi atas :

1. Fixed Depth : jumlah air irigasi yang diberikan (setiap waktu) tetap. 2. Back to field capacity : air irigasi yang diberikan dalam usaha untuk

menaikkan kadar air tanah pada kondisi kapasitas lapang.

Tahapan dalam pemberian air irigasi pada pertumbuhan semua tanaman menurut pelaksanaannya dibagi menjadi tiga, yaitu masa tumbuh, masa berbunga dan masa berbuah. Selama masa pertumbuhan pada tahap masa tumbuh kebutuhan air terus menerus meningkat. Masa berbunga terjadi dekat pada puncak kebutuhan air. Pada tahap masa berbuah diikuti dengan penurunan kebutuhan air sampai transpirasi pada dasarnya berhenti selama bagian akhir pembentukan buah yang masak.

Jumlah air yang digunakan dan frekuensi pemberian air irigasi harus diatur menurut kebutuhan tanaman, kapasitas tanah menahan air, dan kedalaman akar. Secara alami kebutuhan air untuk tanah berpasir akan membutuhkan waktu pengaturan pemberin air irigasi yang sangat berbeda dari pada tanah berlempung. Selama masa pertumbuhan tanaman aktif, hal yang paling penting mempengaruhi


(45)

21

pemberian air irigasi adalah kebutuhan mempertahankan air yang memadai untuk tanaman di dalam tanah. Produksi maksimum dapat dicapai pada sebagian besar tanaman apabila tidak > 50% air yang tersedia diambil selama masa tumbuh, masa berbunga dan masa berbuah basah. Frekuensi pemberian air dapat dihitung

dengan membagi jumlah air yang akan dihabiskan dari tanah oleh kebutuhan air per hari atau dengan memperhatikan jumlah air yang dibutuhkan sama dengan jumlah yang akan dihabiskan dari tanah (Hansen, dkk., 1979).

2.9 Air Tanah Tersedia

Air tanah tersedia adalah air yang berada diantara kapasitas lapang (Field

Capacity,Fc ) dan titik layu permanen (Permanent Wilting Point, Pwp). Dimana keduanya merupakan ciri dan bersifat tetap untuk suatu tanah tertentu. Fungsi tanaman tidak terpengaruh oleh suatu penurunan pada kadar air tanah sampai dicapai titik layu permanen. Bila laju transpirasi pada waktu tertentu relatif bebas terhadap perubahan kandungan air tanah pada zona perakaran, maka aktivitas lain dari tanaman tidak bebas terhadap perubahan kandungan air tanah. Fotosintesis, pertumbuhan vegetatif, pembungaan, pembuahan, dan produksi biji atau serat, akan mempunyai hubungan yang berbeda terhadap kandungan atau kondisi air tanah, tetapi air tanah bukan merupakan suatu kriteria yang memuaskan pada konsep ketersediaan air. Oleh sebab itu, ada usaha untuk mengkorelasikan status air tanaman dengan kondisi air tanaman dengan energi dari air tanah, yaitu tekanan air tanah seperti tegangan dan hisapan (Hillel, 1982).


(46)

22

Jumlah dan laju pengambilan air oleh tanaman tergantung pada kemampuan akar untuk menyerap air dari tanah dimana keduanya saling berhubungan, serta pada kemampuan tanah untuk memberikan dan mengalirkan air ke akar pada laju yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan transpirasi. Hal ini tergantung pada sifat tanaman, (kerapatan perakaran, kedalaman perakaran, dan laju perluasan akar, serta kemampuan fisiologi tanaman untuk terus mengambil air dari tanah dengan kecepatan yang diperlukan untuk menghindari kelayuan serta mempertahankan fungsi tanaman bahkan pada saat tekanan air yang dimiliki oleh tanaman tersebut berkurang), sifat tanah dan juga dalam taraf tertentu adalah kondisi meteorologi yang dapat menentukan laju tanaman untuk melakukan transpirasi juga laju pengambilan air tanah. Selama laju pengambilan air oleh akar masih seimbang dengan laju kehilangan air lewat tajuk tanaman melalui transpirasi, aliran ini terus tidak berkurang dan tanaman tetap terpenuhi kebutuhan airnya. Saat laju

pengambilan air lebih kecil dari transpirasi, tanaman mulai kehilangan kadar kelembabanya. Keseimbangan ini tidak dapat berlangsung lama tanpa

menyebabkan kehilangan “turgiditas” dan kelayuan tanaman (Hillel, 1982).

Volume air tanah antara field capacity (Fc) dan titik kritis (θc) disebut sebagai air

segera tersedia (Readily available water, RAW) sedangkan antara field capacity

(Fc) dan titik layu permanen (Pwp) disebut air tanah tersedia (AW). Air segera

tersedia (RAW) adalah air yang bisa dimanfaatkan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhan airnya dan pertumbuhannya tidak terhambat. Artinya seberapa besar kebutuhan air atau evapotranspirasi semuanya bisa disuplai dari air segera tersedia (RAW) tersebut (Rosadi, 2012). Menurut Hansen (1979), air segera tersedia merupakan bagian dari air tanah tersedia yang siap dipakai untuk menghubungkan


(47)

23

kepada bagian air yang tersedia yang sangat mudah untuk diambil, kira-kira 75% dari air tanah tersedia.

Menurut Islami dan Utomo (1995), jika proses kehilangan air dibiarkan berlangsung terus, pada suatu saat akhirnya kandungan air tanah sedemikian rendahnya sehingga energi potensialnya sangat tinggi dan mengakibatkan tanaman tidak mampu menggunakan air tanah tersebut. Hal ini ditandai dengan layunya tanaman terus menerus, keadaan ini disebut Titik Layu Permanen

(Permanent Wilting Point (Pwp), sedangkan jumlah air maksimum yang disimpan oleh suatu tanah disebut dengan kapasitas penyimpan air (KPA).

2.10 Cekaman Air

Cekaman air adalah keadaan dimana ketersediaan air dalam media tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman dan transpirasi yang berlebihan atau

kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman air. Hal ini terjadi jika kecepatan absorbsi tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi. Absorbsi air dipengaruhi oleh kecepatan kehilangan air, penyebaran dan efisiensi sistem perakaran, dan potensi air tanah serta daya hantar air tanah. Cekaman air ini dapat lebih mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

Hasil penelitian Nurhayati (2009), menyatakan bahwa cekaman air berpengaruh sangat nyata terhadap semua komponen pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai serta jumlah kebutuhan air kumulatif tanaman kedelai umur 8 – 95 hari.


(48)

24

Sementara menurut Mapegau (2006), hasil penelitian mengenai pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai tergantung pada varietas yang digunakan. Pada varietas Wilis pertumbuhan dan hasil menunjukkan penurunan pada tingkat cekaman air 60% KATT, sedangkan varietas Tidar

penurunan terjadi pada tingkat cekaman air 40% KATT. Artinya varietas Wilis lebih toleran dibandingkan Tidar.

Menurut Adisarwanto (2007), tanaman kedelai cukup toleran terhadap cekaman kekeringan karena dapat bertahan dan berproduksi bila kondisi cekaman air, kekeringan maksimal 50% dari kapasitas lapang atau kondisi tanah yang optimal. Selama pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam.

2.11 Fraksi Penipisan Air

Fraksi penipisan air tanah tersedia (p) adalah bagian dari tanah tersedia pada saat evapotranspirasi tanaman aktual (ETa) sama dengan evapotranspirasi maksimum (ETm) atau pada saat tanaman belum mengalami cekaman air (water stress). Evapotranspirasi aktual akan sama dengan evapotranspirasi maksimum bila air tanah tersedia bagi tanaman cukup atau ETa= ETm, namun ETa < ETm bila air tanah tersedia terbatas (Rosadi, 2012).

Menurut Dorenboos dan Kassam (1979) dalam Rosadi (2012), proporsi dari total air tanah tersedia yang dapat menipis tanpa menyebabkan evapotranspirasi aktual (ETa) menjadi lebih kecil dari evapotranspirasi maksimum (ETm) disebut fraksi


(49)

25

dari total air tanah tersedia (Total Available Water). Nilai fraksi penipisan (p) tersebut tergantung pada faktor tanaman, besarnya ETm dan Tanah. Beberapa tanaman memerlukan tanah yang basah secara terus menerus untuk menjaga agar ETa= ETm. Tanaman dapat dikelompokkan berdasarkan fraksi penipisan (p) dari total air tanah tersedia yang dapat menipis sambil memelihara agar ETa= ETm.. Nilai fraksi bervariasi sesuai dengan periode pertumbuhan dan umumnya lebih besar pada masa pemasakan karena rendahnya ETm akibat dari rendahnya nilai koefisien tanaman (Kc).

Pada saat ETm tinggi, nilai fraksi penipisan (p) lebih kecil dan tanah lebih basah dibandingkan saat ETa < ETm, dibandingkan dengan saat ETm rendah. Akibatnya fraksi penipisan (p) dari air tanah tersedia pada saat ETa= ETm bervariasi sesuai dengan besarnya ETm. Kemudian air pada tanah bertekstur ringan lebih mudah diambil oleh tanaman dari pada tanah bertekstur berat.

James (1988) dalam Rosadi (2012), mengemukakan konsep defisiensi maksimum yang dibolehkan (Maximum allowable deficiency, MAD) untuk menduga jumlah air yang dapat digunakan tanpa pengaruh yang merugikan tanaman. MAD ditentukan dengan menggunakan persamaan :

Dimana,

MAD = Maximum allowable deficiency

AW = Available water (%)dan RAW = Readily Available water (%).


(50)

26

Tabel 6. Pengelompokan tanaman menurut penipisan (p) air tanah tersedia

Kelompok Tanaman

1 Bawang, lada dan kentang

2 Pisang, kubis, anggur, “pea” dan tomat

3 Kacang-kacangan, alfafa, jeruk, gandum, kacang tanah, nenas, melon dan kwaci

4 Kapas, jagung, sorgum, kedelai, sugarbeet, tebu dan tembakau

Sumber : Dorenboos dan Kassam (1979) dalam Rosadi (2012).

Tabel 7. Besarnya fraksi penipisan (p) air tanah tersedia untuk berbagai kelompok tanaman dan ETm

Kelompok ETm (mm/hari)

2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 0,50 0,425 0,35 0,30 0,25 0,225 0,20 0,20 0,175 2 0,675 0,575 0,475 0,40 0,35 0,325 0,275 0,25 0,225 3 0,80 0,70 0,60 0,50 0,45 0,475 0,375 0,35 0,30 4 0,875 0,80 0,70 0,60 0,55 0,50 0,45 0,425 0,40 Sumber : Dorenboos dan Kassam (1979) dalam Rosadi (2012).

2.12 Tanggapan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Tanggapan hasil terhadap air (yield response to water) adalah hubungan antara hasil dan pasokan air bagi tanaman. Hubungan keduanya menunjukkan hasil yang berbeda pada pasokan air yang berbeda. Hasil tanaman dikenal dengan hasil tanaman maksimum (Ym) dan hasil tanaman aktual (Ya), sedangkan pasokan air bagi tanaman merupakan air yang diberikan kepada tanaman sebagai kebutuhan air tanaman. Hasil tanaman maximum (maximum yield, Ym) adalah hasil yang diperoleh maksimum karena pasokan air sepenuhnya memenuhi kebutuhan air tanaman, dengan asumsi faktor pertumbuhan lainnya terpenuhi, sedangkan hasil aktual (Ya) adalah hasil tanaman aktual sesuai dengan pasokan yang tidak


(51)

27

memenuhi kebutuhan air tanaman sepenuhnya, dengan asumsi faktor-faktor pertumbuhan lainnya terpenuhi. Ketika pasokan air tidak memenuhi, ETa akan jatuh di bawah ETm atau ETa < ETm. Dalam kondisi ini cekaman air akan

berkembang pada tanaman yang akan berpengaruh buruk pada pertumbuhan dan akhirnya hasil panen. Pengaruh cekaman terhadap pertumbuhan dan hasil

tergantung pada varietas tanaman dan waktu terjadinya defisit air (Rosadi, 2012). Secara empirik hubungan antara hasil terhadap evapotranspirasi tanaman dapat dituliskan sebagai berikut :

Dimana, 1-Ya/Ym adalah penurunan hasil relatif, 1 – ETa/ETm adalah defisit evapotranspirasi relatif, Ky adalah respon tanggapan hasil (yield response factor), ETa adalah evapotranspirasi aktual, dan ETm adalah evapotranspirasi maksimum (Doorenboss dan Kassam, 1979).

Hasil tanaman adalah fungsi dari pertumbuhan. Oleh karena itu, sebagai akibat lebih lanjut cekaman air akan menurunkan hasil tanaman dan bahkan tanaman gagal membentuk hasil. Jika cekaman air terjadi pada intensitas yang tinggi dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan tanaman mati. Tanggapan

pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap cekaman air tergantung stadia pertumbuhan saat cekaman air tersebut terjadi. Jika cekaman air terjadi pada stadia pertumbuhan vegetatif yang cepat, pengaruhnya akan lebih merugikan jika dibandingkan dengan cekaman air terjadi pada stadia pertumbuhan lainnya. Jika ketersediaan air di dalam tanah cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, maka tingkat hasil tanaman akan ditentukan oleh ketersediaan hara dan adanya serangan hama/penyakit (Islami dan Utomo, 1995).


(52)

28

Hasil penelitian Sinaga (2008), tentang kepekaan tanaman kedelai terhadap kadar air tanah pada jenis tanah Ultisol, menunjukkan bahwa penurunan kadar air sebesar 50 dan 75% dari kapasitas lapang sudah mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan menurut Hardjowigeno (2003) dalam Sinaga

(2007), tanah Ultisol (tanah bertekstur halus atau liat) mempunyai luas permukaan yang besar dan ukuran pori-pori yang halus akibatnya kapasitas menahan dan menyerap air lebih besar dan akar memperoleh air dengan baik sehingga dapat dengan mudah terjadi penurunan air tanah dan menurunnya potensial matriks. Selain itu, pada tanah ultisol semakin rendah kandungan air tanah tersedia dan kesuburan tanah akan mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman. Oleh karena itu, bobot akar yang paling tinggi menggambarkan bahwa akar tanaman memperoleh air dan hara yang paling baik.


(53)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Teknik Sumber Daya Air dan Lahan (TSDAL) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Waktu penelitian

dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan Januari 2014.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember, timbangan duduk, cawan, timbangan analitik, oven, kertas label, tisu, mistar, gelas ukur, ajir, tali rafia, sprayer, dan ayakan tanah. Bahan yang digunakan adalah benih tiga varietas kedelai yaitu varietas Wilis, Kaba, dan Tanggamus, tanaman rumput, tanah Ultisol, kapur dolomit, pupuk NPK, dan Insektisida Fastac serta air.

3.3 Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan yaitu faktor fraksi penipisan air tanah tersedia (p) yang terdiri atas tiga taraf perlakuan penipisan air


(54)

30

tanah tersedia dan faktor varietas kedelai yang terdiri atas tiga varietas. Rincian perlakuan dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut :

Tabel 8. Faktor perlakuan I dan II

No. Faktor I Faktor II

1 P1 = 0,2 VI = Varietas Wilis

2 P2 = 0,4 V2 = Varietas Kaba

3 P3 = 0,6 V3 = Varietas Tanggamus

Teknik pemberian air irigasi dilakukan sesuai dengan perlakuan berdasarkan hasil pengukuran evapotranspirasi tanaman (ETc) karena jumlah air irigasi yang

diberikan sama dengan jumlah evapotranspirasi yang terjadi pada hari sebelum pemberian air irigasi. Pengukuran evapotranspirasi acuan pada P(0,2) dilakukan menggunakan tanaman rumput. Pengukuran dilakukan dengan cara mengetahui jumlah kadar air tanah (KAT) melalui metode Gravimetrik yaitu metode

penimbangan. Penimbangan dilakukan setiap hari (sesuai waktu pengontrolan). Cara pemberian air irigasi dilakukan dengan rumus :

Dimana : JI = Jumlah irigasi (mm3)

Wa- Wi = Berat wadah awal dikurang berat wadah akhir (gram) A = Luas permukaan wadah/pot (cm2).

Berdasarkan jumlah taraf dalam perlakuan maka diperoleh 9 kombinasi perlakuan. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 (tiga) kali pengulangan sehingga berjumlah 27 satuan percobaan (Gambar 1). Setiap pot ditanami dengan 3 butir benih/pot.


(55)

31

3.4 Tata Letak Percobaan

Tata letak percobaan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Keterangan : Kontrol = Rumput

Gambar 1. Tata letak percobaan

P

3

V

2 II

P

1

V

1 II

P

1

V

3 I

P

1

V

1 I

P

3

V

3I

P

2

V

2I

P

1

V

2I

P

2

V

1I

P

3

V

3II

P

2

V

1 II

P

3

V

2III

P

1

V

1III

P

1

V

3III

P

1

V

2III

P

3

V

1III

P

1

V

3II

P

2

V

1III

P

2

V

2 III

P

2

V

2II

P

3

V

1I

P

3

V

3III

P

2

V

3 II

P

2

V

3 III

P

3

V

2 I

P

3

V

1 II

P

2

V

3I

P

1

V

2 II

Kontrol 1

P = 0,2

U

S

Kontrol 2 P = 0,2 Kontrol 3


(56)

32

3.5 Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tahapan -tahapan sebagai berikut :

Persiapan media tanam dan benih

Analisis sifat fisik tanah dalam laboratorium

Pengkondisian perlakuan fraksi penipisan air

Penanaman benih kedelai

Pemeliharaan

Pengamatan variabel tanaman

Pemanenan Mulai

Analisis Data

Selesai


(57)

33

3.5.1 Persiapan Media Tanam

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pertanian jenis Ultisol yang berasal dari PT. Great Giant Pineapple (GGP) Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Awalnya tanah dijemur selama 1 minggu atau sampai kering udara, lalu tanah dihaluskan menggunakan ayakan dengan diameter ayakan ± 5mm, kemudian tanah dimasukkan ke dalam masing-masing pot

sebanyak 7 kg/pot. Pada waktu yang bersamaan tanah yang digunakan diambil sampel untuk dianalisis terlebih dahulu kandungan airnya yaitu dengan cara dioven pada suhu 105oC selama 2 x 24 jam. Metode yang digunakan dalam analisis kadar air tanah adalah metode Gravimetrik, yaitu :

Keterangan :

KAT = Kadar air tanah (%) BKU = Berat kering udara (gram) BK = Berat kering oven (gram).

Setelah tanah dimasukkan ke masing-masing perlakuan (pot), tanah diberikan perlakuan irigasi sesuai dengan tingkat perlakuan fraksi penipisan (p) air tanah tersedia. Analisis fraksi penipisan air tanah tersedia dan kandungan air tanah tersedia dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(58)

34

Keterangan :

TAW = Air tanah tersedia (%)

Fc = Kapasitas lapang (Field capacity, %)

Pwp = Titik layu permanen (Permanent wilting point, %).

( 6 )

Keterangan :

p = Fraksi penipisan air

RAW = Air segera tersedia (Readily available water, %) TAW = Air tanah tersedia (Total available water, %).

Keterangan :

θc = kandungan air kritis (Critical water content, %) Fc = Kapasitas lapang (Field capacity, %)

RAW = Air segera tersedia (Readily available water, %).

Air tanah tersedia ditetapkan berdasarkan kondisi field Capacity (Fc) dan titik layu permanen (Pwp) masing-masing pada PF 2,54 adalah 30.07 % (volume) dan PF 4,2 adalah 22.57 % (volume) dimana keduanya diperoleh dari hasil analisis fisik tanah Bogor (tabel 9).

Berdasarkan hasil analisis sifat fisik tanah di Balai Penelitian Tanah Bogor, diperoleh data kapasitas lapang (pF 2,54) dan titik layu permanen (pF 4,2) serta air tanah tersedia sebagai berikut :


(1)

38

5. Jumlah polong (buah), yaitu dihitung mulai dari keluarnya polong pertama pada stadia generatif.

Pengamatan komponen hasil dilakukan yaitu meliputi: 1. Bobot brangkasan basah (gram)

2. Bobot brangkasan kering oven 48 jam dengan suhu 65oC (gram) 3. Bobot polong per tanaman (gram)

4. Bobot biji kering per pot (gram).

Selanjutnya pengolahan data pengamatan harian dilakukan terhadap faktor sebagai berikut :

1. Kebutuhan air irigasi rata-rata mingguan (ml) 2. Kebutuhan air irigasi total (ml)

3. Koefisen crop (Kc)

4. Persentase kadar air tanah tersedia harian (KATT, %) 5. Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

6. Respon tanggapan hasil tanaman (Ky).

3.5.7 Analisis Data

Data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan uji F dan apabila terdapat interaksi pada kedua faktor perlakuan maka dilakukan uji terhadap pengaruh sederhana sebagai konsekuensi logis dalam percobaan faktorial. Selanjutnya data dianalisis lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% dan 1%. Hasil data pengamatan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengaruh fraksi penipisan air tanah tersedia terhadap pertumbuhan dan hasil tiga varietas kedelai adalah sebagai berikut :

1. Respon pertumbuhan dan hasil tiga varietas kedelai pada beberapa fraksi penipisan air tanah tersedia menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dan tidak terdapat interaksi antar perlakuan.

2. Semakin kecil nilai fraksi penipisan air tanah tersedia maka semakin besar nilai evapotranspirasi.

3. Tanaman kedelai pada tiga varietas unggul yang ditanam dengan

perlakuan fraksi penipisan air tanah tersedia tidak mengalami cekaman air pada semua perlakuan sampai panen, sebab tanaman terus diairi dan dikembalikan ke kondisi kapasitas lapang.

4. Produksi tanaman terbaik berada pada varietas Tanggamus (V3) dengan perlakuan P1(0,2) sebesar 17.83 g/pot dengan kebutuhan air tanaman sebesar 486.33 mm/hari.


(3)

89

5. Faktor respon hasil (Ky) rata-rata pada ketiga varietas dengan perlakuan fraksi penipisan yang ditanam pada tanah Ultisol menunjukkan Ky>1, ini berarti bahwa tanaman kedelai cukup sensitif terhadap kekurangan air.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian disarankan perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai fraksi (p) penipisan air tanah tersedia terhadap beberapa varietas unggul lain yang berbeda dengan menambahkan jumlah perlakuan dan ulangan serta jenis tanah yang berbeda, sehingga dapat ditentukan berapa besar jumlah kebutuhan air irigasi yang masih dapat diterima oleh tanaman dengan produksi terbaik pada berbagai jenis tanah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1989. Kedelai. Kanisius.Yogyakarta. 83 hlm.

Adisarwanto, T. 2007. Budidaya Kedelai dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Swadaya. Jakarta. 107 hlm.

Andrianto, T.T dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Absolut. Yogyakarta. 134 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik.Juli.No. 43/07/ Th. XV. Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik.Juli.No. 45/07/ Th. XVI. Balai Penelitian Tanah. 2013. Hasil Analisis Contoh Fisika Tanah. Laboratorium

Ilmu Tanah. Bogor.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2004. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Unpublishing.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi kedelai. Unpublishing.

Doorenboss, J dan Kassam. 1979. Yield Response to Water. Irrigation and Drainage Paper.No. 33. FAO. Rome.

DPP Serikat Petani Indonesia (SPI).2012. Tahun Inkosistensi Kebijakan dan Kesejahteraan Petani yang Diabaikan. Email spi@spi.or.id.. Website.www.spi.or.id .Jakarta – Indonesia 12790.

Fagi, A.M. dan F. Tangkuman. 1985. Pengolahan Air untuk Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Sukamandi. 119 hlm.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M. Lubis., S.G. Nugroho., M.R. Saul., M. H. Diha., G. B. Hong dan Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. 267 hlm.


(5)

91

Hansen, V. E., O.W. Israelsen., G.E. Stringham., E.P. Techyan., dan Soetjipto. 1979. Dasar – dasar dan Praktik Irigasi edisi keempat. Erlangga. Jakarta. 407 hlm.

Harsono, A. 2008. Strategi Pencapaian Swasembada Kedelai Melalui Perluasan Areal Tanam di Lahan Kering Masam. Iptek Tanaman Pangan 3(2): 248 – 249.

Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Physics.Departement of Plant and Soil Sciences . Armest. University of Massachusets. Terjemahan Susanto, R., H. dan Purnomo, Rahmad., H. 1996. Pengantar Fisika Tanah. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Indralaya. 675 hlm.

Islami, T., dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP : Semarang Press. Semarang. 242 hlm.

Kartasapoetra, A.G. dan Sutedjo, Mul Mulyani. 1994. Teknologi Pengairan Pertanian (Irigasi). Bumi Aksara. Jakarta.188 hlm.

Kriswantoro, H., N. Murniati., M. Ghulamahdi., dan K. Agustina. 2012. Uji Adaptasi Varietas Kedelai.di Lahan Kering Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan.Prosiding Simposium dan Seminar Bersama Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan. November : 281-285.

Manik, T.K., R.A.B. Rosadi., A. Karyanta., A.I. Pratya. 2010. Pendugaan Koefisien Tanaman untuk Menghitung Kebutuhan Air dan Mengatur Jadual Tanam Kedelai di Lahan Kering Lampung. Jurnal Agrotropika 15(2) : 78 – 84.

Mapegau, 2006. Pengaruh Cekaman Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Tanaman Kedelai (Glycine max [L] Merr.). Jurnal Ilmiah Kultura 41(1) : 43 – 49 .

Nurhayati, 2009.Cekaman Air pada Dua Jenis Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max [L] Merr.). Jurnal Floratek. 4 (1) : 55 – 64.

Prasetyo, B.H. dan D.H.Suriadikarta. 2006. Karakeristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(2) : 39 – 47.

Raes, D., H. Lemmens., P.V. Aelst., M.V. Bulcke., dan M. Smith.1987.Irigation Scheduling Information System (IRSIS). Katholike Universiteit Leuven. (Belgium) with Finacial Support of the Ec and In Cooperation with the FAO. version 4.01(1). 655 hlm.


(6)

Rosadi, R.A Bustomi. 2012. Irigasi Defisit. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung. 102 hlm.

Rosadi, R.A Bustomi., Afandi., M. Senge., K. Ito, and J. T. Adomako. 2007. The Effect of water Deficit in Typecal Soil Types on the Yield and Water Requirement of Soybean (Glycine max [L] Merr.) in Indonesia. Journal Japan Agricultural Research Quarterly (JARQ) 41 (1) : 47-52.

Rukmana, R dan Y. Yuniarsih.1996. Kedelai Budidaya dan Pascapanen. Kanisius.Yogyakarta. 92 hlm.

Sinaga, B. M. 2008. Kepekaan Tanaman Kedelai (Glycine max [L] Merr. Terhadap Kadar Air pada Beberapa Jenis Tanah. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara (USU). Medan.

Suhartono., R.A. Sidqia Zaed, ZM., dan A. Khoiruddin. 2008. Pengaruh Interval Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max. L. Merril) pada beberapa Jenis Tanah . Jurnal Embryo 5(1) : 101 – 111.

Tusi, Ahmad dan R.A.B. Rosadi. 2009. Aplikasi irigasi Defisit pada Tanaman Jagung. Jurnal Irigasi 4(2) : 120 – 130.

Yassi, Amir. 2011. Evaluasi Pertumbuhan di Produksi Beberapa Varietas Kedelai pada Wilayah Dataran Tinggi. Jurnal Agrisistem 7(2) : 38 – 46.