Kebudayaan Kabupaten Karo GAMABARAN UMUM KEPARIWISATAAN KABUPATEN KARO

Dilihat dari sudut kemiringan tanahnya dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Datar 2 = 23.900 Ha = 11,24 2. Landai 2-15 = 74.919 Ha = 35,2 3. Miring 15-40 = 41.169 Ha = 19,35 4. Curam ±40 = 72.757 Ha = 34,19 Daerah ini merupakan hulu sungai, serta potensi sumber-sumber mineral dan pertambangan yang ada didaerah ini cukup potensial akan tetapi masih memerlukan penjajakan. Kabupaten Karo mempunyai 2 dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Adapun curah hujan di daerah ini adalah : a. Angin berhembus dari arah barat kira-kira pada bulan Oktober s.d. bulan Maret setiap tahunnya. b. Angin berhembus dari arah timur dan tenggara antara bulan April s.d. bulan September setiap tahunnya.

3.2 Kebudayaan Kabupaten Karo

Etnis Karo, salah satu suku di Sumatera Utara yang bermukim di kawasan pegunungan,terdapat di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak. Suku ini terkenal karena keuletannya dalam bertani. Letak geografis dan perbedaan bahasa yang membuat mereka enggan disebut bagian etnis Batak. Pasalnya, mereka mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak yaitu Kalak Teba. Dalam beberapa literature, etimologi Karo berasal dari kata Haru. Haru ini berasal dari masa kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad ke 14 sampai abad ke 15 di daerah Sumatera bagian Utara. Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah menjadi Karo. Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama Karo. Universitas Sumatera Utara Masyarakat Karo sudah sejak dahulu kala terikat pada adat-istiadat. Ikatan kekeluargaan atau kekerabatan pada masyarakat Karo agak keras, dalam arti jarang sekali ada yang berani secara terang-terangan melanggar peraturan adat tersebut. Walaupun ketentuan adat tidak bersifat tulisan, namun sudah menjadi kebiasaan sehari-hari untuk terus-menerus menantinya. Tutur merupakan salah satu warisan leluhur masyarakat Karo, cara menarik garis keturunan ini dimulai dari nenek moyang ke anak, cucu, cicit, dan seterusnya. Menurut Sangti 1976:130 dan Sinar 1991:1617, sebelum klan merga Karo-karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin-angin, akhirnya membuat masyarakat Karo semakin banyak. Interaksi ini yang mendorong terjadinya merga si lima. Pembentukan ini bukan berdasarkan atas keturunan menurut garis bapak secara genealogis patrilineal seperti Batak Toba, tetapi kepada proses pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Karo Tua kepada masyarakat Karo Muda, yakni lebih kurang pada tahun 1780. Pembentukan ini berkaitan dengan keamanan, sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasi pergolakan antara orang-orang yang datang dari kerajaan Haru dengan penduduk asli. Kini marga si lima klan yang lima tak dapat dipisahkan dari masyarakat Karo. Seiring perkembangan zaman, masyarakat Karo melalui merga si lima yang berdomisili di dataran tinggi, kemudian menyebar ke berbagai wilayah sekitarnya, seperti Deli Serdang, Dairi, Langkat, Simalungun, dan Tanah Alas aceh Tenggara bahkan secara individu kini mulai menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, maupun ke luar negeri. Universitas Sumatera Utara Dalam masyarakat Karo cara menarik garis keturunan atau yang disebut tutur meliputi: 1. Mergaberu; adalah nama keluarga bagi seseorang dari nama keluarga merga ayahnya. Untuk perempuan disebut beru. Bagi anak laki-laki merga ini akan diwariskan secara turun temurun masyarakat Karo mengenal ada lima merga induk dan masing-masing mempunyai cabangnya sub marga. Adapun merga-merga induk ini adalah: a. Perangin-angin, mempunyai 18 sub marga, b. Ginting, mempunyai 18 sub marga, c. Tarigan, mempunyai 13 sub marga, d. Karo-karo, mempunyai 18 sub marga, dan e. Sembiring, mempunyai 18 sub marga. 2. Bere-bere; adalah nama keluarga yang diwariskan seseorang dari beru ibunya. 3. Benuang; adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari bere-bere ayahnya. 4. Kempu; perkempun; adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari bere-bere ibunya atau beru neneknya dari ibu ibu dari ibunya. 5. kampah; adalah nama kelurga yang diwarisi dari bere-bere nenek dari ibunya ibu dari ibunya atau beru ibu neneknya dari ibu. Dalam perkembangan selanjutnya marga menurut garis keturunannya masing- masing, maka timbullah suatu ikatan kekeluargaan yang lebih konkrit. Ikatan kekeluargaan tersebut dikenal dalam berbagai nama tetapi berarti sama yaitu Daliken Si Telu Rakut Si Telu Singkep Si Telu. Daliken artinya tungku, tempat menunjukkan Universitas Sumatera Utara betapa pentingnya peranan tiap-tiap tungku, sebab kalau cuma dua tungku maka tidak dapat digunakan untuk memasak. Demikian juga dalam masyarakat Karo terdapat tiga unsur kekerabatan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu : 1. senina sembuyak yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang-orang yang semarga, karena ibu mereka bersaudara atau beru ibu mereka sama. Fungsi senina ini penting karena pada waktu musyawarah mereka berbicara mewakili pihak yang mengadakan hajatanupacara adat dan menjadi penanggung jawab pelaksana secara adat dalam batas-batas tertentu. 2. kalimbubu; yang termasuk kelompok ini adalah pihak orang tua dari istri dan saudara laki-laki dari istri yang mengadakan suatu upacara adat. Kalimbubu yang sering juga disebut Dibata Ni Idah Tuhan yang kelihatan karena kedudukannya sangat dihormati. 3. anak beru, yang termasuk kelompok ini adalah kelompok yang mengambil istri dan keluarga marga tertentu, termasuk pihak keluarga laki-laki tersebut dan suami serta anak laki-laki dari saudara perempuan. Anak beru ini bertugas menjalankan dan menyelesaikan keputusan-keputusan dengan baik dalam tiap adat, khususnya dalam melayani pihak kalimbubu. Dalam suatu upacara adat pihak ini sering juga disebut tempatnya yakni “kalimbar”. Dalam suatu upacara adat pihak ini seing juga disebut tempatnya yakni “idapor” di dapur karena memang tugas mereka adalah memasak gulai dan sayur termasuk dalam melayani pada saat makan. Universitas Sumatera Utara Dalam masyarakat Karo, kalimbubu dianggap sebagai raja dan dihormati dan pekerja atau pelayan dalam suatu acara disebut sebagai anak beru dan juga sesekali sebagai pihak yang mengadakan suatu pestaupacara adat sebagai senina sembuyak, maka dengan sendirinya tidak dikenal perbedaan derajat antara satu orang dengan yang lainnya. Dalam hal alam pemikiran dan kepercayaan masyarakat Karo khususnya yang belum memeluk agama masih menganut kepercayaan erkiniteken atau kepercayaan adanya Tuhan Dibata dalam tiga wujud yaitu : 1. Dibata Idatas Dibata Karo Kaci, yang menguasai alam rayalangit. 2. Dibata Tengah Dibata Paduka Niaji, yang menguasai bumi atau dunia. 3. Dibata Iteruh Dibata Banua Koling, yang menguasai alam dibawah bumi. Disamping itu masyarakat Karo juga mempercayai bahwa di dalam tubuh manusia yang hidup terdapat roh yang disebut tendi, dan apabila manusia tersebut sudah meninggal maka tendi tersebut akan berubah menjadi arwah atau begu. Dalam pemikiran kepercayaan masyarakat Karo peranan guru dukun sangat penting, karena dia dipercaya dapat membantu mengatasi penyakit, membaca hari dan bulan baik, memanggil roh atau arwah yang sudah meninggal, memanggil hujan, mengusir roh begu yang jahat, dan lain-lain. Semua hal kepercayaan dan religi ini sejak zaman dahulu terus berkembang sampai sekarang, walau hanya sebagian pemikiran akan kepercayaan ini terutama bagi para pemeluk agama, akan tetapi membawa perpecahan ataupun keretakan di dalam kehidupan masyarakat Karo tersebut. Universitas Sumatera Utara

3.3 Potensi Kepariwisataan Kabupaten Karo