Karo Cultural Tourism Park (Taman Wisata Budaya Karo) Arsitektur Neo-Vernakular

(1)

KARO CULTURAL TOURISM PARK (Taman Wisata Budaya Karo) ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

LAPORAN PERANCANGAN TKA 490 - TUGAS AKHIR

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010 / 2011

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur

Oleh :

TIFANY P. PURBA 070406040

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011


(2)

KARO CULTURAL TOURISM PARK (Taman Wisata Budaya Karo) ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

Oleh :

TIFANY P. PURBA 070406040

Medan, 22 Juni 2011

Disetujui Oleh :

Ir. Samsul Bahri, MT Ir. Morida Siagian, MURP

NIP. 1965 0318 1995 01 1001 NIP. 1960 0802 1986 01 2004

Pembimbing I Pembimbing II

Ketua Departemen Arsitektur

Ir. N. Vinky Rahman, MT NIP. 1966 0622 1997 02 1001


(3)

SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK AKHIR (SHP2A)

Nama : Tifany P. Purba

NIM : 070406040

Judul Proyek Akhir : Taman Wisata Budaya Karo (Karo Cultural Tourism Park) Tema Proyek Akhir : Arsitektur Neo-Vernakular

Rekapitulasi Nilai :

Nilai Akhir A B+ B C+ C D E

Dengan ini mahasiswa bersangkutan dinyatakan : No

Status

Waktu Pengumpulan

Laporan

Paraf Pembimbing I

Paraf Pembimbing II

Koordinator TKA-490

1 Lulus Langsung 2 Lulus Melengkapi 3 Perbaikan Tanpa

Sidang

4 Perbaikan Dengan Sidang

5 Tidak Lulus

Medan, 22 Juni 2011

Ketua Departemen Arsitektur Koordinator TKA-490

Ir. N. Vinky Rahman, MT Ir. N. Vinky Rahman, MT


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan preview 1 dengan baik dan tepat pada waktunya.

Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu kelengkapan dari Preview 1 pada pemenuhan mata kuliah Tugas Akhir TKA-490, pada semester genap 2010/2011, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Laporan ini berisi tentang data mengenai kasus proyek yang akan dirancang, yaitu “Karo Cultural Tourism Park” mulai dari latar belakang proyek hingga konsep perancangan.

Saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

•Bapak Ir. Samsul Bahri, MT sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan yang sangat berarti pada rancangan saya, mengembangkan wawasan dan pandangan saya.

•Ibu Ir. Morida Siagian, MURP sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan saran, masukan, dan ide yang sangat berguna terhadap rancangan saya.

•Bapak Firman Eddy, ST., MT. selaku Dosen Penguji saya yang telah memberikan banyak masukan dalam pengerjaan tugas akhir ini.

•Para staf tata usaha yang telah ikut membantu proses pengerjaan tugas akhir.

Saya menyadari bahwa penulisan laporan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penyusun mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini berguna bagi kita semua.

Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih.

Medan, 22 Juni 2011


(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ii

KATA PENGANTAR ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.1.1Kasus Proyek ... 1

1.1.2Pelestarian Budaya Karo ... 2

1.1.3Wisata budaya ... 3

1.2 PERUMUSAN MASALAH ... 4

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PERENCANAAN ... 5

1.4 PENDEKATAN PERENCANAAN ... 6

1.5 LINGKUP DAN BATASAN PERENCANAAN ... 6

1.6 BATASAN PROYEK ... 6

1.7 KERANGKA BERPIKIR ... 7

1.8 SISTEMATIKA LAPORAN ... 8

BAB II DESKRIPSI PROYEK 2.1 TERMINOLOGI JUDUL ... 9

2.1.1 Suku Karo ... 9

2.1.1.1 Kerajaan Haru ... 9

2.1.1.2 Wilayah Suku Karo ... 10

2.1.1.3 Merga Suku Karo ... 11

2.1.1.4 Sangkep Enggeloh ... 12

2.1.1.5 Rakut Sitelu ... 13

2.1.1.6 Tutur Siwaluh ... 13

2.1.1.7 Kuta ... 14

2.1.1.8 Aksara ... 15

2.1.2 Cultural (Budaya) ... 15


(6)

2.1.2.2 Pengertian Budaya ... 16

2.1.2.3 Unsur-unsur Budaya ... 17

2.1.2.4 Wujud dan Komponen ... 17

2.1.2.5 Hubungan antara Unsur-Unsur dan Komponen ... 19

2.1.2.6 Perubahan Budaya ... 22

2.1.2.7 Penetrasi Budaya ... 22

2.1.2.8 Cara pandang terhadap kebudayaan ... 23

2.1.2.9 Kebudayaan diantara Masyarakat ... 25

2.1.3 Tourism (Wisata) ... 25

2.1.3.1 Definisi Wisata ... 25

2.1.3.2 Pengaruh dan Motivasi Pariwisata ... 26

2.1.4 Park (Taman) ... 27

2.2 LOKASI PROYEK ... 27

2.2.1 Letak Geografis ... 27

2.2.2 Kondisi Topografi ... 28

2.2.3 Iklim ... 28

2.2.4 Kependudukan ... 28

2.2.5 Pemerintahan ... 29

2.2.6 Kepariwisataan ... 29

2.3 KRITERIA PEMILIHAN LOKASI ... 32

2.4 DESKRIPSI LOKASI ... 32

2.5 TINJAUAN TERHADAP STRUKTUR RUANG KOTA ... 33

2.6 KONDISI EKSISTING LOKASI PROYEK ... 36

2.7 TINJAUAN FUNGSI ... 38

2.7.1 Deskripsi Pengguna dan Kegiatan ... 38

2.7.2 Deskripsi Perilaku ... 39

2.7.3 Deskripsi Kebutuhan Ruang ... 40

2.8 STUDI BANDING PROYEK SEJENIS ... 42

2.8.1 Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana ... 42

2.8.2 Taman Budaya Jawa Barat ... 44

BAB III ELABORASI TEMA 3.1 PENGERTIAN TEMA ... 46

3.2 INTERPRETASI TEMA ... 50


(7)

3.4 ARSITEKTUR KARO ... 51

3.4.1 Pola Perkampungan ... 51

3.4.2 Arah Rumah Tradisional ... 51

3.4.3 Tipologi Bangunan ... 51

3.4.4 Rumah Adat Karo ... 51

3.4.5 Jabu dalam Rumah Adat ... 53

3.5 STUDI BANDING DENGAN TEMA SEJENIS ... 55

3.5.1 Bandara Internasional Soekarno Hatta ... 55

3.5.2 Kuala Lumpur International Airport (KLIA) ... 56

3.5.3 National Theatre Malaysia ... 57

BAB IV ANALISA 4.1 ANALISA EKSISTING ... 60

4.1.1 Analisa Lokasi ... 60

4.1.2 Potensi Lahan ... 61

4.1.3 Analisa SWOT ... 63

4.1.4 Ukuran dan Peraturan ... 63

4.2 ANALISA SITE ... 64

4.2.1 Analisa Tata Guna Lahan ... 64

4.2.2 Analisa Pencapaian ... 65

4.2.3 Analisa Sirkulasi ... 67

4.2.4 Analisa View ... 68

4.2.5 Analisa Iklim 4.2.5.1 Analisa Matahari ... 70

4.2.5.2 Analisa Angin ... 71

4.2.6 Analisa Kebisingan ... 72

4.2.7 Analisa Polusi ... 73

4.2.8 Analisa Vegetasi ... 74

4.3 ANALISA RUANG ... 76

4.3.1 Program Ruang Dalam ... 76

4.3.2 Program Ruang Luar ... 79

4.4 ANALISA UTILITAS ... 80

4.4.1 Sistem Pencahayaan ... 80

4.4.2 Sistem Pengkondisian Udara ... 80


(8)

4.4.4 Sistem Sanitasi dan Pemipaan ... 81

BAB V KONSEP PERANCANGAN ... 84

5.1 KONSEP MAKRO ... 84

5.2 KONSEP BANGUNAN ... 85

BAB VI HASIL PERANCANGAN ... 87


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.1.1 Kasus Proyek

Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan potensi wisata cenderung modern, canggih, tanpa diadaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan sekitar. Hal ini yang menyebabkan banyak kawasan wisata yang tertinggal karena budaya baru (teknologi) dipaksa masuk dan diterapkan di dalam pengembangan kawasan wisata yang ada tanpa diadaptasi terlebih dahulu. Setiap kawasan/ kota memiliki karakter, ciri khas, maupun jati diri tersendiri yang terefleksi dari budaya, tradisi, maupun adat-istiadat yang ada.

Berastagi merupakan tujuan utama wisata di Kabupaten Karo. Berastagi terletak di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, yang juga terkenal dengan nama Tanah Karo dan beribukotakan Kabanjahe. Sejak zaman Belanda, Kabupaten Karo sudah terkenal sebagai tempat peristirahatan. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia kemudian dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata di Propinsi Sumatera Utara. Objek-objek pariwisata di Kabupaten Karo adalah panorama yang indah di daerah pegunungan, air terjun, air panas, dan kebudayaannya yang unik.

Daerah Berastagi sangat lekat dengan budaya Karo. Namun keadaan ini tidak dapat dioptimalkan pemerintah menjadi potensi wisata yang menjadi daya tarik wisatawan. Oleh sebab itu Arsitektur Tradisional Karo tidak berkembang, malah semakin tenggelam. Seperti halnya Kota Bali yang juga memiliki unsur budaya yang sangat lekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Hal ini yang menjadi potensi wisata bagi kota Bali dengan mengekspos mulai dari karya seni, kerajinan tangan, hingga aktifitas dari masyarakat.

Warisan budaya di Tanah Karo dapat kita lihat dari mulai potensi alam lingkungan, adat istiadat, upacara ritual, sakral dan sekuler, peninggalan sejarah, sistem pengetahuan tradisional, senjata tradisional, tempat-tempat bersejarah, serta seni dan budaya yang semuanya itu merupakan sumber daya dan modal yang besar bagi usaha pengembangan, peningkatan, dan pemanfaatan secara optimal untuk berbagai kepentingan, salah satunya adalah kepariwisataan. Pemanfaatan warisan budaya sebagai modal harus dilaksanakan secara optimal melalui


(10)

penyelenggaraan kepariwisataan yang baik, cerdas dan tepat, yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan ekonomi atau pendapatan masyarakat Karo khususnya.

Tanah Karo juga terkenal dengan potensi alam lingkungan melalui komoditas sayur-mayur, buah-buahan, serta bunga-bunga indah yang dihasilkan dari ladang penduduk lokal Tanah Karo. Setiap tahunnya Berastagi memiliki tradisi mengadakan “Pesta Mejuah-Juah” dan “Pesta Buah dan Bunga”.

Oleh sebab itu, kawasan pariwisata ini dirancang untuk membentuk karakter wajah pariwisata Berastagi sehingga dapat lebih dikenal secara meluas. Pengembangan kepariwisataan Berastagi tentunya berhubungan dengan upaya memperkenalkan kekayaan, kebudayaan, dan jati diri dari Kebudayaan Karo, yang berarti terkait juga terhadap perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan dalam menunjang dunia kepariwisataan. Melalui suksesnya pengembangan pariwisata di Berastagi, maka tentu saja akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tanah Karo dengan sendirinya.

Kawasan wisata ini direncanakan menjadi kawasan wisata budaya Karo yang terdiri dari jambur, museum, open stage, taman festival, hingga sarana pendukung lainnya. Jambur dibuat untuk komersil yang dapat disewa masyarakat secara umum. Jambur selain berfungsi sebagai tempat pesta dan pertemuan, jambur ini juga difungsikan sebagai jambur wisata, yang mana para wisatawan dapat menyaksikan secara langsung acara atau tradisi yang dibuat oleh orang Karo. Selain jambur, terdapat galeri yang memuat tentang sejarah budaya Karo hingga setting-an tempat yang menyerupai Tanah Karo yang menjadi wisata bagi para wisatawan.

1.1.2 Pelestarian Budaya Karo

Yang bertanggung jawab dalam melestarikan kebudayaan Karo adalah pemerintah, baik melalui dinas-dinas yang terkait dengannya secara langsung maupun yang tidak. Seyogianya pemerintah daerah melakukan berbagai upaya untuk mengelola dan melestarikan warisan budaya leluhur yang sangat kaya dan beragam tersebut.

Pelestarian yang dimaksud disini adalah pelestarian dalam arti perubahan yang tidak bersifat statis. Karena konsep persoalan pelestarian budaya harus mempertimbangkan unsur manusia itu sendiri yang cenderung mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu pelestarian ini harus memiliki tiga unsur sekaligus, yaitu adanya unsur perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan budaya itu sendiri. Terkait dengan globalisasi dewasa ini, maka yang menjadi persoalan adalah bagaimana membangun keseimbangan antara warisan budaya dan modernitas, kontinuitas dan diskontinuitas, yang permanen dan perubahan budaya lokal dan nasional di Indonesia.


(11)

Dalam melestarikan ini perlu dilakukan kerjasama dengan berbagai pihak pemangku kepentingan, yaitu yang berkaitan dengan budaya itu sendiri. Misalnya dengan instansi terkait, akademisi, peneliti, dunia usaha, organisasi sosial kemasyarakatan (LSM) dan sebagainya. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengembangkan sistem komunikasi yang sinergis antar instansi, akademisi, koordinasi, dan sinkronisasi, mengembangkan berbagai pola pengumpulan data (inventarisasi), kajian, fasilitasi, gelar budaya, pertunjukan kesenian, pembinaan, advokasi, pemberdayaan, revitalisasi dan memperluas jaringan komunikasi dan informasi dan lain-lain. Ini semua menunjukkan kehati-hatian dalam mengelola warisan budaya, apalagi dikaitkan dengan dunia kepariwisataan. Dengan berdayanya berbagai budaya yang kita miliki, maka pemanfaatannya akan dapat dilakukan, bahkan tanpa peran pemerintah sendiripun budaya itu akan hidup dan dapat memberikan sumbangsih bagi sektor ekonomi masyarakat. Ini merupakan salah satu alternatif ekonomi di Karo apabila suatu ketika sektor pertanian kurang menguntungkan. Dan itu belum terlambat apabila untuk dimulai dan dibenahi dari sekarang. Artinya kita juga sudah berpikir menjual jasa, yaitu salah satu sektor yang akan dikembangkan dalam fase ekonomi gelombang keempat, ekonomi kreatif.

1.1.3 Wisata Budaya

Istilah kepariwisataan di Indonesia sebenarnya baru dimulai pada tahun 1960-an untuk mengganti istilah tourism atau travel yang konotasinya biasa terkait dengan selera rasa (pleasure, entertainment, adventure) dan sejenisnya. Pariwisata diartikan sebagai ‘mereka yang meninggalkan rumah untuk mengadakan perjalanan tanpa mencari nafkah ditempat-tempat yang dikunjungi sambil menikmati kunjungan mereka’.

Dalam perkembangan dunia kepariwisataan, budaya merupakan salah satu hal yang menjadi daya tarik orang melakukan kegiatan wisata, disamping daya tarik yang lain seperti alam, bahkan wisata belanja dan kuliner (makanan).

Pengembangan dunia kepariwisataan terkait dengan wisata budaya tidak semata-mata bertujuan untuk penerimaan devisa dan memperluas lapangan kerja. Tetapi pengembangan kepariwisataan dan warisan budaya itu juga terkait dengan upaya memperkenalkan kekayaan kebudayaan dan jati diri orang Karo. Artinya unsur perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sebagai dasar pengertian pelestarian budaya saling kait mengait. Dengan melestarikan kekayaan warisan budaya, kita dapat memanfaatkannya untuk menunjang dunia kepariwisataan.

Jika dilihat dari aspek seni dan budaya, maka peran seni dan budaya tersebut juga sangat penting artinya bagi kepariwisataan. Dengan adanya dunia kepariwisataan, upaya-upaya pengembangan kebudayaan pun akan terjadi. Hal ini disebabkan karena memang upaya-upaya


(12)

pengembangan satu kebudayaan ada yang terkait langsung dengan aspek ekonomi. Oleh sebab itu upaya pelestarian kebudayaan dan kepariwisataan juga dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun pada kenyataannya berbicara tentang pelestarian budaya (tradisional) dikaitkan dengan kepariwisataan, sering sekali muncul ambiguitas antara melestarikan dan kemungkinan ‘perusakan’ budaya itu sendiri. Hal ini disadari Karena dua atau tiga konsep berjalan secara bersamaan, yaitu melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan kebudayaan.

Disatu sisi ada anggapan bahwa pariwisata itu cenderung merusak warisan budaya lokal yang dikunjunginya, namun disatu sisi ada juga yang berargumen sebaliknya, yaitu pariwisata dapat membantu kelangsungan hidup suatu warisan budaya. Dalam hal ini memang dibutuhkan upaya konstruksi dan rekonstruksi warisan budaya itu secara tepat dalam rangka pengembangan kepariwisataan untuk peningkatan ekonomi rakyat. Dalam upaya mengkonstruksi warisan budaya untuk kepentingan kepariwisataan, dapat dilakukan lewat pengemasan kebudayaan, komodifikasi kebudayaan, objektifitas kebudayaan, konservasi budaya, ataupun revitalisasi budaya untuk public audience. Dalam hal inilah dibutuhkan pemahaman mendalam dan kebijaksanaan dalam melakukannya. Jika ini dilakukan dengan cermat dan penuh kehati-hatian, maka kerusakan suatu budaya akibat pariwisata tidak akan terjadi. Dalam hal ini tentunya membutuhkan kompetensi sumber daya manusia untuk mengelola persoalan-persoalan terkait dengan pelestarian kebudayaan dan pemanfaatan kebudayaan tersebut untuk kegiatan kepariwisataan.

Adapun beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi kasus ini, antara lain:

1. Sesuai dengan program pengembangan pariwisata Berastagi (fisik dan non-fisik) pada masa yang akan datang.

2. Melestarikan kebudayaan Karo

3. Mewadahi serta memfasilitasi kawasan wisata seni dan budaya di Berastagi.. 4. Sebagai pusat informasi wisata di Berastagi.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam perancangan “Karo Cultural Tourism Park”, antara lain:

o Fungsi

i. Bagaimana merancang jambur sesuai dengan Arsitektur Tradisional Karo.

ii. Bagaimana menciptakan sebuah objek wisata yang dapat dinikmati dan memilki daya tarik wisata.


(13)

iii.Bagaimana sirkulasi yang menghubungkan beberapa fungsi yang berbeda.

iv.Bagaimana penyesuaian bangunan terhadap permasalahan kontur yang ada pada kondisi eksisting.

v. Bagaimana menciptakan tempat wisata yang tidak merusak lingkungan dan nilai-nilai budaya setempat.

o Arsitektur

i. Bagaimana merancang bangunan sesuai fungsi sesuai kaidah-kaidah Arsitektur Karo.

ii. Bagaimana pemilihan material yang tepat sesuai dengan kondisi eksisting serta suhu sehingga dapat mendukung karakter bangunan.

iii.Bagaimana menciptakan ruang luar dan ruang dalam yang nyaman untuk para pengunjung kawasan wisata.

o Struktur

i. Bagaimana pemecahan masalah struktur massa bangunan yang sesuai dengan Arsitektur Karo.

ii. Bagaimana memilih struktur yang tepat dan yang mampu mendukung bangunan, baik bentuk maupun kekuatannya sesuai kebutuhan

. o Waktu

Bagaimana mengatur pembagian waktu waktu kegiatan wisata budaya tersebut pada pagi-siang-malam hari sehingga berfungsi secara maksimal.

o Utilitas

Bagaimana operasional pemeliharaan bangunan dan memaksimalkan fasilitas yang ada sehingga memiliki nilai komersial yang tinggi.

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PERENCANAAN

Adapun maksud dan tujuan dari perencanaan proyek ini adalah:

i. Merancang sebuah kawasan wisata budaya Karo yang terdiri dari jambur, galeri, dan sarana pendukung wisata budaya lainnya sehingga mampu menjadi objek wisata yang menarik untuk dikunjungi.


(14)

ii. Memaksimalkan potensi wisata yang ada di Kabupaten Karo, khususnya Berastagi sehingga dapat meningkatkan sektor pariwisata Kab. Karo.

iii.Melestarikan kebudayaan masyarakat Karo. iv.Meningkatkan sektor pariwisata Kab. Karo.

1.4 PENDEKATAN PERENCANAAN

Beberapa pendekatan yang dilakukan dalam pengembangan konsep dan perencanaan selama proses perancangan berlangsung adalah:

i. Studi pustaka atau studi literatur yang berkaitan langsung dengan judul dan tema yang diangkat untuk mendapatkan informasi dan bahan berupa literatur yang sesuai dengan materi laporan, yang berguna untuk memperkuat fakta secara ilmiah.

ii. Studi banding terhadap proyek dan tema sejenis dengan melakukan pendekatan perancangan dengan melihat keadaan yang sudah ada. Sumber dapat berupa buku, majalah, internet, dan sebagainya.

iii. Wawancara dengan instansi terkait atau orang-orang yang dianggap ahli dan mengetahui tentang kasus dan tema yang diangkat, untuk pengenalan masalah dan dapat menghasilkan kriteria umum bagi perancangan dan perencanaan kasus proyek

1.5 LINGKUP DAN BATASAN PROYEK

Ruang lingkup dari kegiatan di kawasan wisata Karo, antara lain: i. Perancangan sarana wisata budaya yang memiliki daya tarik wisata ii. Perencanaan sarana pendukung yang memungkinkan.

iii. Proyek ini dibatasi pada ruang lingkup wisata budaya bagi wisatawan lokal maupun internasional.


(15)

1.6 KERANGKA BERPIKIR

KASUS dan TEMA Kasus: Karo Cultural Tourism Park

Tema: Neo-Vernakular

LATAR BELAKANG KASUS • Sesuai dengan program

pengembangan pariwisata. • Melestarikan kebudayaan Karo. • Mewadahi serta memfasilitasi

kawasan wisata seni dan budaya di Berastagi.

• Sebagai pusat informasi wisata

LATAR BELAKANG TEMA

•Mengekspresikan nilai kebudayaan melalui bangunan.

•Bentuk arsitektur setempat yang sesuai dengan lingkungan setempat.

MAKSUD

• Merancang objek wisata budaya.

• Memaksimalkan potensi wisata yang ada di Kabupaten Karo.

TUJUAN

•Melestarikan kebudayaan Karo.

•Meningkatkan sektor pariwisata Kab. Karo.

PERMASALAHAN

•Melestarikan tradisi (adat istiadat) suku Karo dengan membangun jambur dan menjadikannya sebagai potensi wisata yang dinanti para wisatawan.

•Menciptakan tempat pariwisata yang berwawasan budaya Karo.

•Memiliki hubungan dengan objek wisata lain. STUDI LITERATUR

& STUDI BANDING

• Taman Garuda Wisnu Kencana

• Taman Budaya Jawa Barat

PENGUMPULAN DATA

STUDI LOKASI

• Ukuran site

• Peraturan pemerintah

• GSB

• Batas-batas site ANALISA

• Analisa SWOT

• Analisa kondisi lingkungan, yaitu analisa bangunan eksisting, analisa matahari, analisa vegetasi, analisa sirkulasi, analisa view site, dan GSB.

• Analisa Fungsional, yaitu analisa aktifitas, kebutuhan ruang, besaran ruang, dan hubungan antar ruang.

• Analisa penerapan struktur pada bangunan.

KRITERIA PERANCANGAN

• Berdasarkan analisa

KONSEP PERANCANGAN

Konsep Tapak Konsep Bangunan

DESAIN


(16)

1.8 SISTEMATIKA LAPORAN

Secara garis besar, urutan pembahasan dalam penulisan laporan ini adalah:

BAB I: PENDAHULUAN, membahas tentang latar belakang pemilihan judul, perumusan masalah, maksud dan tujuan perencanaan, metode pendekatan perencanaan, ruang lingkup kajian, batasan proyek, dan kerangka berpikir. BAB II: DESKRIPSI PROYEK, membahas tentang terminologi judul, pemilihan

lokasi, deskripsi kondisi eksisting, luas lahan, peraturan dan keistimewaan lahan, tinjauan fungsi, dan studi banding arsitektur dengan fungsi sejenis. BAB III: ELABORASI TEMA, menjelaskan tentang pengertian tema yang diambil,

interpretasi tema, keterkaitan tema dengan judul, dan studi banding tema sejenis.

BAB IV: ANALISA, membahas dan menganalisa masalah yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya secara terperinci berdasarkan fakta dan standar yang ada, dimulai dengan analisa makro yang berkaitan dengan lingkungan dan analisa mikro yang berkaitan dengan tapak dan bangunan, analisa fasilitas dan kebutuhan ruang, organisasi ruang, dan pen-zoning-an

BAB V: KONSEP PERANCANGAN, membahas konsep dasar fisik tapak, konsep dasar fisik ruang, konsep dasar fisik bangunan, dan teknologi struktur serta konstruksi bangunan yang akan dipakai.


(17)

BAB II

DESKRIPSI PROYEK

2.1 TERMINOLOGI JUDUL

Judul Proyek: Karo Cultural Tourism Park.

Karo Cultural Tourism Park merupakan suatu kawasan wisata budaya yang menampilkan segala bentuk manifestasi dari Kebudayaan Karo itu sendiri. Adapun kawasan wisata Karo ini terdiri dari jambur, gallery seni & budaya, tourist information, dan sarana pendukung wisata lainnya.

2.1.1 Suku Karo

Suku Karo merupakan suatu etnik masyarakat yang memliki karakter yang sangat kuat terhadap budayanya, seperti aktivitas masyarakat, bahasa, pakaian, hingga keadaan topografi alamnya. Suku Karo merupakan suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (Dataran Tinggi Karo), yaitu Kabupaten Karo

2.1.1.1Kerajaan Haru

Tidak diketahui secara pasti kapan Kerajaan Haru menjadi kerajaan besar di Sumatera. Namun, Brahma Putra dalam bukunya “Karo dari Jaman ke Jaman” mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama “Pa Lagan”. Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari Suku Karo. Mungkinlah pada masa itu Kerajaan Haru sudah ada, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. (Darman Prinst, SH:2004)

Kerajaan Haru diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka, dan Aceh. Terbukti karena Kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut.

Kerajaan Haru identik dengan Suku Karo. Pada masa keemasannya, Kerajaan Haru mulai dari Aceh Besar hingga ke Sungai Siak di Riau. Eksistensi Haru di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa nama desa di sana yang berasal dari Bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (sekarang Banda Aceh), Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksamana Mahmud, Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D. Prinst, SH: 2004)


(18)

Terdapat Suku Karo di Aceh Besar yang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan Suku Haru di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya “Aceh Sepanjang Abad”, (1981). Beliau menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari Batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddun dalam bukunya “Tarikh Aceh dan Nusantara” (1961) dikatakan bahwa di Lembah Aceh Besar disamping Kerajaan Islam ada Kerajaan Karo. Brahma Putra, dalam bukunya “Karo Sepanjang Zaman” mengatakan bahwa raja terakhir Suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.

Kelompok Karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi “Kaum Lhee Reutoih” atau Kaum Tiga Ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara Suku Karo dengan Suku Hindu disana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Perang tanding ini dapat didamaikan, sejak saat itu Suku Karo disebut sebagai Kaum Tiga Ratus dan Kaum Hindu disebut Kaum Empat Ratus. Dikemudian hari terjadi pencampuran antar Suku Karo dengan Suku Hindu dan mereka disebut sebagai Kaum Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam Pewet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.

2.1.1.2Wilayah Suku Karo

Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari dimana Tanah Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal Tanah Karo jauh lebih luas dari Kabupaten Karo, karena meliputi:

a. Kabupaten Karo

b. Sebagian dari Kabupaten Dairi, yakni: - Kecamatan Tanah Pinem

- Kecamatan Desa Lingga

c. Sebagian dari Kabupaten Deli Serdang, yakni: - Kecamatan Lubuk Pakam

- Kecamatan Bangun Purba - Kecamatan Galang

- Kecamatan Gunong Meriah - Kecamatan Sibolangit - Kecamatan Pancur Batu - Kecamatan Namo Rambe - Kecamatan Sunggal - Kecamatan Kutalimbaru


(19)

- Kecamatan STM Hilir - Kecamatan Hamparan Perak - Kecamatan Tanjung Morawa - Kecamatan Sibiru-biru d. Kabupaten Langkat, yakni:

- Kecamatan Padang Tualang - Kecamatan Bahorok

- Kecamatan Selapian - Kecamatan Kuala - Kecamatan Selesai - Kecamatan Sungai Binjai - Kotamadya Binjai

- Kecamatan Stabat

Bahkan wilayah Karo ini sampai juga di sekitar Pangkalan Berandan, tempat ditemukannya Sungai Pelawi dan Titi Pelawi seta Pulau Kampai.

e. Sebagian Kabupaten Aceh Tenggara, yakni Kecamatan Lau Sigalagala dengan desa-desa, yaitu:

- Lau Deski - Lau Perbunga - Lau Kinga

- Kecamatan Simpang Simadam f. Komadya Medan

Pendiri Kota Medan adalah Guru Patimpus Sembiring Pelawi, yakni seorang putera Karo.

2.1.1.3Merga Suku Karo

Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Marga atau dalam bahasa Karo disebut merga disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yaitu:

1. Karo-karo 2. Tarigan


(20)

3. Ginting 4. Sembiring 5. Perangin-angin

Kelima merga ini masih mempunyai submerge masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara langsung dari ayah. Orang yang memiliki merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki bermerga sama, maka mereka disebut “ersenina”, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka juga disebut “ersenina”. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut “erturang”, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah diantara mereka.

2.1.1.4Sangkep Enggeloh

Sangkep Enggeloh adalah suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo yang secara garis besar, terdiri dari Senina, Anak Beru, dan Kalimbubu (Tribal Collibium). Pusat dari Sangkep Enggeloh adalah Sukut. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar di bawah ini.

Adapun cara menarik garis keturunan atau tutor, meliputi:

1. Merga/ Beru, adalah nama keluarga bagi seseorang dari nama keluarga (merga) ayahnya, yakni Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan.

2. Bere-bere, adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari Beru ibunya.

3. Binuang, adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang Suku Karo dari Bere-bere ayahnya atau dari neneknya ibu dari ayah.

4. Kempu, adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari merga puang kalimbubunya, dari bere-bere ibunya, atau dari beru neneknya.

Senina

Sukut Anak Beru

Kalimbubu

Gambar 2.1 Diagram Sangkap Enggeloh Sumber: Raibnya Para Dewa-Kajian Arsitektur Karo


(21)

5. Kampah, adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang berasal dari merga kalimbubu simada dareh kakeknya/ bere-bere nini (ayah dari ayahnya) atau beru dari isteri empongnya dari ayah.

6. Soler, adalah nama keluarga yang diwarisi seorang berasal dari marga puang nu puang kalimbubu, atau merga dari sengalo perkempun ibu, atau beru empong (ibu dari nenek).

2.1.1.5Rakut Sitelu

Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu:

1. Senina,

adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyarawatan adat. Se berarti satu, nina berarti pendapat; atau orang yang bersaudara.

2. Anak beru,

adalah kelompok yang mengambil istri dari keluarga (merga) tertentu. 3. Kalimbubu,

adalah kelompok pemberi dara bagi keluarga (merga) tertentu.

2.1.1.6Tutur Siwaluh

Tutur Siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari 8 golongan, yaitu:

1. Puang Kalimbubu, adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang.

2. Kalimbubu, adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu. Kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:

- Kalimbubu Bena-bena - Kalimbubu Simada Dareh - Kalimbubu Iperdemui

3. Senina, adalah mereka yang bersaudara karena mempunyai merga dan submerge yang sama.

4. Sembuyak, dalam istilah Karo digunakan untuk senina yang berlainan submerge, juga dalam bahasa Karo disebut Sindauh Ipedeher.


(22)

6. Senina Sipengalon/ Sedalanen, adalah orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.

7. Anak Beru, adalah kelompok yang mengambil istri dari keluarga (merga) tertentu. Anak beru terdiri dari:

- Anak Beru Tua

- Anak Beru Cekoh Baka Tutup

8. Anak Beru Menteri, adalah anak berunya anak beru.

2.1.1.7Kuta

Kehidupan masyarakat Karo berpusat di Kuta (Desa), disanalah tempat sebagian besar mereka bertempat tinggal. Kuta (Desa) merupakan suatu persekutuan umum, artinya bahwa Kuta atau Desa itu merupakan “kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata susunan yang teratur dan kekal, serta memiliki pengurus sendiri dan kekayaan sendiri; baik kekayaan materi maupun kekayaan immaterial”, (Surojo Wignjodipuro, SH., 1967: 84).

Adapun bagian-bagian dari sebuah Kuta adalah sebagai berikut:

1. Rumah Adat, adalah suatu rumah dimana terdapat beberapa keluarga, pada umumnya empat, delapan, atau terkadang juga lebih.

2. Kesain, merupakan alun-alun sebagai tempat segala upacara-upacara adat

berlangsung. Kesain juga berfungsi sebagai tempat anak-anak bermain. 3. Jambur, berfungsi sebagai:

- tempat penyimpanan padi (lumbung) - bagian atas, sebagai tempat jejaka tidur

- bagi bawah, sebagai tempat duduk-duduk secara informal - tempat memasak lauk pauk pada saat pesta berlangsung

4. Geriten, merupakan tempat dimana tengkorak para leluhur pendiri kampong (Kuta).

5. Peken, merupakan perkebunan dimana para anggota Kuta dapat menanam pohon

keras seperti jeruk, kelapa, kemiri, dan sebagainya.

6. Pendonen, merupakan tempat dimana para warga desa yang meninggal dunia

dikuburkan.

7. Perjuman, merupakan daerah perladangan.

8. Kerangen, merupakan hutan milik kampong dimana di hutan itu para warga Kuta mencari kayu api dan mengambil keperluannya sehari-hari.

9. Barong, adalah wilayah diluar perladangan sebagai tempat para warga Kuta


(23)

10.Perjalangen, merupakan sebidang tanah yang luas sebagai tempat peternakan hewan-hewan yang tidak digembalakan.

11.Tapin, merupakan pemandian; dimana setiap Kuta biasanya memilki sekurang-kurangnya dua pemandian (tapin), yakni untuk golongan pria dan golongan wanita. 12.Buah Uta-uta, adalah tempat dimana dilakukan upacara-upacara keagamaan/ religius

dilangsungkan.

2.1.1.8Aksara

Aksara Karo adalah aksara kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya sangat terbatas sekali bahkan hampir tidak pernah digunakan lagi.

2.1.2 Cultural (Budaya)

Kata budaya berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere, yang artinya mengolah atau mengerjakan. Bisa juga diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture terkadang juga diterjemahkan sebagai “kultur” dalam Bahasa Indonesia.

2.1.2.1Definisi Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. [1

1

Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi

]Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. [1]Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. [1]Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,

Gambar 2.2 Aksara Karo


(24)

dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2

2.1.2.2Pengertian Budaya

]

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh

2

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat.Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya.hal.25


(25)

manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.1.2.3Unsur-usur Budaya

Ada beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:  alat-alat teknologi

 sistem ekonomi  keluarga

 kekuasaan politik

2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:

 sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya

 organisasi ekonomi

 alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)

 organisasi kekuatan (politik)

2.1.2.4Wujud dan Komponen a. Wujud

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

 Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.


(26)

 Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

 Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

b. Komponen

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:

• Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

• Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.


(27)

2.1.2.5Hubungan Antara Unsur-Unsur Komponen

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain: 1. Teknologi

Teknologi merupakan peralatan dan perlengkapan hidup yang menyangkut tata cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

 alat-alat produktif  senjata

 wadah

 alat-alat menyalakan api  makanan

 pakaian

 tempat berlindung dan perumahan  alat-alat transportasi

2. Sistem mata pencaharian

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

• berburu dan meramu • beternak

• bercocok tanam di lading • menangkap ikan

3. Sistem kekerabatan dan organisasi social

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang


(28)

jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi social untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

4. Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

5. Kesenian

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasratmanusiaakan keindahan yang dinikmati denganmata ataupuntelinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

6. Sistem kepercayaan

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan darireligi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti


(29)

"menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:

... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan

kebahagiaan sejati.[3

7. Pernikahan

]

Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.

Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya. Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan orang yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya. 8. Sistem ilmu dan pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error). Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:

 pengetahuan tentang alam

 pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya

 pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia

 pengetahuan tentang ruang dan waktu

3


(30)

2.1.2.6Perubahan Budaya

Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial:

1. tekanan kerja dalam masyarakat 2. keefektifan komunikasi

3. perubahan lingkungan alam.[4

Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.

]

2.1.2.7Penetrasi Kebudayaan

Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:

1. Penetrasi damai (penetration pasifique)

Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat. Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis.

Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.

2. Penetrasi kekerasan (penetration violante)

4


(31)

Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.

2.1.2.8Cara pandang terhadap kebudayaan a. Kebudayaan sebagai peradaban

Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.

Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".

Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)

Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat


(32)

dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.

Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.

b. Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"

Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme, seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum". Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."

Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.

Pada tahun 50-an, subkebudayaan, kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya, mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan, perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.

c. Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi

Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.


(33)

2.1.2.9Kebudayaan diantara masyarakat

Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnis, kelas, estetika, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.

Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.

 Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.

 Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.

 Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.

 Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.

2.1.3 Tourism (Wisata) 2.1.3.1Definisi Wisata5

- Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. - Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.

- Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusaha objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dalam bidang tersebut.

5


(34)

- Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.

- Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata. Usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait dengan bidang tersebut.

- Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.

- Kawasan wisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan wisata.

Menurut Konferensi Dewan PBB di New York tahun 1954 “Custome Formalities For The Temporary Importation of Privat Road Motor Vehicles and For Tourism”, Pasal 1, ayat b, berbunyi:

Wisatawan harus diartikan sebagai seorang tanpa membedakan ras, kelamin, bahasa, agama, yang memasuki wilayah suatu Negara dengan mengadakan perjanjian yang berbeda dari biasanya ia tinggal dan berada di Negara lain tidak kurang dari 24 jam dan tidak lebih dari 6 bulan, sedangkan dalam jangka waktu 12 bulan berturut-turut dapat digunakan untuk tujuan nonmigran yang legal. Misalnya wisata, rekreasi, olahraga, atau tuntutan usaha.

Pedoman Perizinan Usaha Pariwisata di Indonesia2

- Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952).

- Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3658). - Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1990, Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427).

2.1.3.2Pengaruh dan Motivasi Pariwisata

Efek dari pariwisata dibedakan dalam tiga kategori, yaitu: 1. Bidang Ekonomi, meliputi:

- Standarisasi fasilitas-fasilitas pariwisata - Meningkatnya keperluan akan barang dan jasa - Meluasnya kesempatan kerja


(35)

- Berkembangnya aneka ragam kerajinan 2. Bidang Sosial Budaya

3. Bidang Pariwisata, meliputi:

- Pelarian diri dari lingkungan wisata yang dirasakan - Pengenalan dan penilaian diri

- Mengendurkan saraf - Martabat dan regreasi

- Pengembangan hubungan kekeluargaan - Kemudahan interaksi social

- Kebaharuan dengan istirahat fisik dan olahraga - Keingintahuan terhadap budaya negara lain

2.1.4 Park (Taman)

Taman adalah sebuah tempat yang terencana atau sengaja di rencanakan di buat oleh manusia, biasanya di luar ruangan, di buat untuk menampilkan keindahan dari berbagai tanaman dan bentuk alami. Taman dapat di bagi dalam taman alami dan taman buatan. Taman yang sering di jumpai adalah taman rumah tinggal, taman lingkungan, taman bermain, taman rekreasi dan taman botani.

Taman berasal dari kata Gard yang berarti menjaga dan Eden yang berarti kesenangan, jadi bisa diartikan bahwa taman adalah sebuah tempat yang di gunakan untuk kesenangan yang di jaga keberadaannya. Pada zaman dahulu, taman hanya di miliki oleh para bangsawan, yang mana tidak semua orang dapat masuk di dalamnya

2.2 LOKASI PROYEK 2.2.1 Letak Geografis

Secara geografis daerah Kabupaten Karo terletak antara 02°50’ s/d 03°19’ LU dan 97°55’ s/d 98°38 BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan total luas 212.725 ha. Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah:

- Kabupaten Langkat dan Deli Serdang bagian utara - Kabupaten Simalungun bagian timur

- Kabupaten Dairi bagian selatan


(36)

Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan Kota Medan.

2.2.2 Kondisi Topografi

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 120-1600 meter di atas permukaan laut dengan perbandingan luas sebagai berikut:

• Daerah ketinggian 120-200 meter dari permukaan laut seluas 28.606 Ha (13,45%) • Daerah ketinggian 200-500 meter dari permukaan laut seluas 17.856 Ha (8,39%) • Daerah ketinggian 500-1.000 meter dari permukaan laut seluas 84.892 Ha

(39,91%)

• Daerah ketinggian 1.000-1.400 meter dari permukaan laut seluas 70.774 Ha (33,27%)

• Daerah ketinggian > 1.400 meter di atas permukaan laut seluas 10.597 Ha (4,98%)

Bila dilihat dari sudut kemiringan/ lereng tanahnya dapat dibedakan sebagai berikut: • Datar 2% = 23.900 Ha =11,24%

• Landai 2-15% = 74.919 Ha = 35,22% • Miring 15-40% = 41.169 Ha = 19,35% • Curam 40% = 72.737 Ha = 34,19%

2.2.3 Iklim

Tipe iklim di daerah Kabupaten Karo adalah:

• Suhu udara rata-rata di Kabupaten Karo berkisar antara 18,4°C–19,3°C, dengan kelembaban udara pada tahun 2006 rata-rata setinggi 88,39%, tersebar antara 86,3%-90,3%.

• Terdapat dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. • Arah angin terbagi dua, yaitu angin yang berhembus:

- Dari arah Barat kira-kira pada bulan Oktober-Maret.

- Dari arah Timur dan Tenggara antara bulan April-September.

2.2.4 Kependudukan

Ditinjau dari pertumbuhan penduduk Kabupaten Karo, dapat terlihat kondisi yang sangat dinamis. Selama 10 tahun terakhir (1998-2008) rata-rata pertumbuhan penduduk Kabupaten Karo adalah 0,95%. Dari tahun 1998 perkembangan jumlah penduduk sampai tahun 2008


(37)

sebanyak 80.394 jiwa. Maka kepadatan penduduk Kabupaten Karo pada akhir tahun 2008 adalah 360.880 jiwa.

2.2.5 Pemerintahan

Pusat pemerintahan Kabupaten Karo berada di Kabanjahe. Secara administrasi Kabupaten Karo terdiri dari 17 Kecamatan dan 262 Desa/ Kelurahan (252 Desa dan 10 Kelurahan). Dari 262 desa/ kelurahan di Kabupaten Karo, 10 desa diklasifikasikan Swadaya, 113 desa diklasifikasikan Swakarya, dan 139 desa tergolong Swasembada.

2.2.6 Kepariwisataan

Di Kabupaten Karo terdapat daya tarik wisata, seperti:

1. Panorama/ keindahan alam (Panorama Doulu, Sipiso-piso, Gundaling) 2. Danau (Danau Toba dan Lau Kawar)

3. Gunung Berapi (Sibayak dan Sinabung)

4. Air Panas Alam (Semangat Gunung, Debuk-debuk) 5. Atraksi Budaya (Desa Budaya Lingga, Dokan, Peceren)

6. Peninggalan Sejarah (Puntungan Meriam Putri Hijau-Sukanalu, Museum) 7. Agro Wisata (Kebun Jeruk, Kol Bunga, dll)

8. Minat Khusus (Lintas Alam, Mountering, Gantole, dll)

Untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata maka di Kabupaten Karo telah tersedia sarana dan fasilitas penunjang kepariwisataan, yaitu:

- Hotel Berbintang 10 buah - Hotel Melati 56 buah

- Telekomunikasi (Wartel) 10 buah

- Tempat penukaran mata uang asing 5 buah - Bank 6 buah

- Kantor Pos 2 buah

- Biro Perjalanan Wisata 5 budaya - Rumah Sakit Umum 6 buah

Aksesibilitas suatu objek wisata merupakan faktor dominan dan dapat mempengaruhi mutu dari objek wisata tersebut. Pada umumnya aksesibilitas menuju objek wisata Kabupaten Karo sudah baik dan telat dapat dilalui oleh kendaraan roda empat dan bus besar. Khusus untuk Objek Wisata Gunung Sibayak telah tersedia jalan aspal yang dapat dilalui kendaraan roda empat


(38)

Table 2.1

Kontribusi per sektor

sampai ke Batu Kapur dan dari tempat ini hanya dibutuhkan waktu sekitar 20 menit berjalan kaki menuju puncak gunung.

 Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Karo Tahun 2001-2006

Penggunaan lahan di Kabupaten Karo di dominasi oleh penggunaan lahan kering berupa perladangan dan perkebunan seluas 96.045 Ha atau 41% dari luas wilayah, selanjutnya diikuti oleh kawasan hutan seluas 77.142 Ha. seperti yang ditunjukkan pada table jumlah tamu hotel dan akomodasi lainnya menurut asal negara tahun 2005 – 2006.

Tahun Jumlah Tamu/Guest

Domestik/ Asing/ Jumlah/ Domestik/ Asing/ Jumlah/ 2006 105.351 10.482 115.833 106.516 9.847 116.363 2005 110.638 13.671 124.309 105.351 10.482 115.833 2004 103.074 9.436 112.510 110.638 13.671 124.309

NO. LAPANGAN USAHA

ATAS DASAR HARGA BERLAKU 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1 Pertanian 66,2 65,1 63,6 60 61,2 60,6 59,6

Penggalian Dan Pertambangan 0,25 0,27 0,28 0,29 0,28 0,29 0,29 3 Industri 0,81 0,85 0,81 0,87 0,88 0,8 0,85 4 Listrik, Gas Dan Air Bersih 0,3 0,32 0,38 0,42 0,44 0,42 0,4 5 Bangunan 3,11 3,05 3,27 3,46 3,68 3,66 3,72 6 Perdagangan, Hotel Dan Restoran 11,5 11,8 11,5 11,8 11,8 12,1 12,1 7 Pengangkutan Dan Komunikasi 7,34 8,1 9,49 10,1 9,61 9,18 9,15 8 Bank Dan Lembaga Keuanga 1,66 1,64 1,89 1,8 1,88 1,66 1,66 9 Jasa-Jasa 8,88 8,86 8,78 9,26 10,3 11,4 12,2 Total PDRB Kab. Karo 100 100 100 100 100 100 100 Gambar 2.3 Grafik Pertmbuhan Ekonomi

Sumber: Website pemkab.Karo

Apabila dilihat dari segi kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maka sektor pertanian menduduki urutan tertinggi yaitu sebesar 59,58% terhadap PDRB pada tahun 2006, kemudian di ikuti dengan sektor jasa sebesar 12,24% dan Perdagangan, Hotel & Restoran sebesar 12,11%. Adapun besarnya kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB di Kabupaten Karo tahun 2000 - 2006 seperti yang di tunjukkan pada tabel berikut:


(39)

Tahun Jumlah Wisatawan Mancanegara

Rata-rata Pengeluaran Per Orang (USD)

Rata-rata Lama Tinggal

(Hari)

Penerimaan Devisa (Juta

USD) Per

Kunjungan

Per Hari

2000 5.064.217 1.135,18 92,59 12,26 5.748,80

2001 5.153.620 1.053,36 100,42 10,49 5.396,26

2002 5.033.400 893,26 91,29 9,79 4.305,56

2003 4.467.021 903,74 93,27 9,69 4.037,02

2004 5.321.165 901,66 95,17 9,47 4.797,88

2005 5.002.101 904,00 99,86 9,05 4.521,89

2006 4.871.351 913,09 100,48 9,09 4.447,98

2007 5.505.759 970,98 107,70 9,02 5.345,98

TAHUN DOMESTIK WISMAN JUMLAH TOTAL KUNJUNGAN

WISATAWAN (*)

2005 218,963 8,365 227,328 295,526

2006 374,233 4,665 378,898 492,567

2007 395,923 6,242 402,165 522,815

2008 405,875 6,483 412,358 536,065

2009 434,641 6,491 441,132 573,472

2010 402,102 5,796 407,898 530,267

Tabel 2.4 Data Kunjungan Wisatawan Ke Kabupaten Karo

*Catatan: Total kunjungan wisatawan ke Kabupaten Karo dihitung dari jumlah kunjungan wisatawan yang memasuki objek wisata ditambah dengan jumlah wisatawan yang tidak memasuki objek wisata (diperkirakan 30% dari jumlah kunjungan wisatawan).

Tabel 2.3 Jumlah kunjungan wisatawan ke kab.Karo berdasarkan pengeluaran biaya Sumber: Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia


(40)

2.3 KRITERIA PEMILIHAN LOKASI

Dalam pemilihan lokasi, ditemukan beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Terletak dekat dengan pusat aktifitas kebudayaan masyarakat Karo. 2. Terletak tidak jauh dari objek-objek wisata lain.

3. Memiliki potensi wisata yang tinggi.

4. Aksesbilitas yang mudah bagi pengunjung, pengelola, maupun kendaraan servis.

5. Karakter penampilan lingkungan yang cukup baik seperti kontekstual visual, sejarah, dan lain-lain.

6. Memiliki citra sebagai situs kebudayaan yang cukup dikenal.

7. Tingkat kebutuhan masyarakat setempat akan sarana rekreasi tinggi namun belum memadai.

8. Berdekatan dengan pergerakan/ perpindahan publik.

9. Tersedianya jaringan utilitas, seperti jaringan PLN, PDAM, telekomunikasi, saluran pembuangan kota dan lain-lain.

2.4 DESKRIPSI LOKASI

Berastagi merupakan sebuah Berastagi merupakan permukaan laut dan berjarak sekitar 50-60 kilometer dari

Berastagi memiliki luas wilayah 30,50 km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Selatan : Kecamatan Kabanjahe Sebelah Barat : Kecamatan Simpang Empat

Sebelah Timur : kecamatan Tigapanah dan Barusjahe

Dataran Tinggi Karo memiliki alam pegunungan dengan udara yang sejuk dan berbagai keindahan dan dayatarik wisata. Keunggulan pariwisata Kabupaten Karo dibandingkan daerah lainnya di Sumatera Utara adalah :

• Posisi Kota Berastagi yang strategis dapat dijadikan pintu gerbang perjalanan wisata ke daerah lain

• Jarak dari Ibukota Propinsi hanya 65 Km dan aksesibilitas sangat baik

• Memiliki sarana akomodasi yang sangat memadai


(41)

Kecamatan Berastagi terdiri dari 9 Desa/ Kelurahan, yaitu: 1. Gurusinga

2. Raya

3. Rumah Berastagi 4. Tambak Lau Mulgap II 5. Gundaling II

6. Gundaling I

7. Tambak Lau Mulgap I 8. Sempajaya

9. Doulu

2.5 TINJAUAN TERHADAP STRUKTUR RUANG KOTA

6

 Visi Organisasi

Tujuan Pembangunan Kabupaten Karo yang akan dituju adalah: “Terwujudnya masyarakat Kabupaten Karo yang maju dan sejahtera melalui pengembangan sektor pertanian dan pariwisata berbasis agribisnis yang berdaya saing, produkti, dan berwawasan lingkungan”

Untuk mewujudkan tujuan pembangunan tersebut, maka melaui Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karo Tahun 2010-2030 ini, ditetapkan Tujuan Penataan Ruang, yaitu: “Terwujudnya Kabupaten Karo sebagai kawasan pertanian dan pariwisata berbais agribisnis yang aman, nyaman, produktif, berdaya saing, dan berkelanjutan”

Mewujudkan Kepariwisataan Karo yang maju, modern, berwawasan lingkungan, dan berdaya saing tinggi dengan mempertahankan nilai-nilai budaya karo melalui peran serta masyarakat dan dunia usaha yang seluas-luasnya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan kesejahteraan masyarakat.

 Misi Organisasi

1. Memanfaatkan potensi pariwisata minat khusus secara optimal.

2. Memberdayakan secara maksimal obyek dan daya tarik wisata operasional dan potensial serta agrowisata.

6


(42)

3. Keberpihakan kepada pengusaha menengah kebawah serta masyarakat, khususnya pengusaha dan masyarakat lokal.

4. Peningkatan kemitraan antara berbagai instansi teknis pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang saling terkait.

5. Peningkatan kualitas Aparatur Pemerintah, Pelaku Pariwisata dan masyarakat terkait. 6. Membina budaya sebagai aset pariwisata.

7. Mendorong pembangunan prasarana, sarana dan fasilitas wisata. 8. Peningkatan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran wisatawan. 9. Menumbuh kembangkan sadar wisata di tengah-tengah masyarakat.

10.Membina usaha pariwisata baik yang telah ada maupun yang akan dibangun.  Strategi Pencapaian Misi :

1. Pembenahan aspek fundamental Pariwisata yaitu Keamanan, Kebersihan, Ketertiban Umum, Keindahan dan Sosial Budaya.

Aspek Keamanan, Kebersihan, Ketertiban Umum, Keindahan dan sosial budaya merupakan cerminan socio culture masyarakat.

2. Memanfaatkan teknologi komunikasi (internet) sebagai sumber informasi dan sarana promosi.

3. Meningkatkan aksessibilitas ke dan antar obyek-obyek wisata.

Semakin banyak jumlah dan variasi Obyek dan Daya Tarik Wisata yang dapat dinikmati, maka semakin kuat pengaruhnya terhadap keinginan wisatawan mengunjungi daerah tersebut.

4. Mempersiapkan perangkat peraturan kepariwisataan yang lebih baik.

Merupakan alat yang dimiliki pemerintah selaku regulator untuk menjamin bentuk dan arah pengembangan kepariwisataan yang tepat guna dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan daerah tersebut.

5. Meningkatkan SDM baik aparatur pariwisata maupun Stake Holder.

Program Pengembangan Kepariwisataan Kabupaten Karo

Untuk menjabarkan Rencana Strategis diatas, Dinas Kebuayaan Dan Pariwisata Kabupaten Karo menyusun Program Kegiatan sebagai berikut:

1. Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata meliputi: • Membuat Studi Analisa Pasar

• Merumuskan Strategi Pemasaran Industri Pariwisata dengan penekanan pada keterpaduan antara produk dan pemasaran pariwisata, termasuk pengembangan


(43)

sistem informasi jaringan pariwisata antar daerah dalam rangka mendukung penguatan dan pengembangan promosi pariwisata terpadu ke pasar global.

• Pelaksanaan Event-event dan hiburan wisata potensial.

• Pelaksanaan Event-event dan hiburan wisata yang tertuang dalam Calendar Of Event dengan kualitas semakin meningkat.

• Pengembangan dan pemasaran Paket Wisata melalui BPW

• Pembinaan jurnalistik untuk penulisan laporan dan artikel pariwisata

• Meningkatkan distribusi informasi melalui penyebaran leaflet dan brosur pariwisata serta memanfaatkan fasilitas internet yang ada.

• Pembuatan outdoor lokasi kawasan wisata

• Mengembangkan kerjasama luar negeri dengan mengundang Tour Operator luar negeri berkunjung ke Kabupaten Karo.

• Penyelenggaraan Event-Event Hiburan / Wisata Potensial Sebagai Kalender Wisata

• Peningkatan Kerjasama Dengan Pelaku Bisnis Pariwisata Dan Pengembangan Sistem Informasi Pariwisata

• Peningkatan Profesionalisme Dan Daya Saing SDM Pariwisata 2. Program Peningkatan Mutu Dan Pelayanan Obyek Wisata meliputi:

• Rehabilitasi fasilitas wisata dan fasilitas umum di obyek wisata • Penataan lingkungan, taman dan fasilitas obyek wisata

• Meningkatkan kemampuan lembaga pelayanan publik lokal melalui peningkatan SDM kepariwisataan dan penyediaan perangkat peraturan yang kondusif untuk mendukung pengembangan kepariwisataan.

3. Program Pengembangan dan Pelestarian Seni Budaya meliputi:

• Inventarisasi peninggalan sejarah dan budaya

• Pengadaan / penyusunan buku literatur budaya Karo

• Pengadaan / penyusunan buku kumpulan legenda budaya Karo

• Pelatihan seni budaya karo kepada generasi muda.

• Pementasan seni budaya karo secara berkala di Berastagi

• Seminar Budaya Karo


(44)

2.6 Kondisi Eksisting Lokasi Proyek Lokasi Proyek : Jl. Gundaling Batas-batas Tapak

- Utara : Mess PTPN

- Selatan : Pasar Buah Berastagi - Timur : Kantor Polres Karo - Barat : Pemukiman

Luas Tapak keseluruhan : ± 10 Ha Luas Tapak TA : ± 10 Ha

Gambar 2.4 Peta Indonesia

Gambar 2.5 Peta Sumatera

Gambar 2.7 Peta Lokasi Sumber: Google Earth


(45)

1

2

3

4

5 6

7

8

9

10 11

12

6. Ruang terbuka hijau 7. Area Duduk

8. Jl. Gundaling 9. Area Parkir

10.Pasar Buah Berastagi Keterangan:

1. Panggung Pementasan

2. Tugu Pahlawan Jamin Ginting 3. Kantor

4. Jl. Perwira


(46)

2.7 Tinjauan Fungsi

Berikut ini akan diuraikan beberapa tinjauan fungsi beberapa pengguna, kegiatan, kebutuhan ruang, dan persyaratan ruang.

2.7.1Deskripsi Pengguna dan Kegiatan

Pelaku kegiatan yang terlibat dalam “Karo Cultural Tourism Park” dari hasil survey dan wawancara secara umum adalah:

1. Pengunjung (Wisatawan)

- Wisatawan domestik & mancanegara

- Institusi pendidikan (sekolah/ perguruan tinggi) - Dinas kKbudayaan dan Pariwisata

- Peneliti/ pengagum budaya dan seni 2. Pengelola

- General manager - Karyawan

Pengunjung kawasan wisata budaya tersebut dapat dibedakan berdasarkan motivasi atau tujuan dari kunjungannya, yaitu:

1. Pengunjung yang datang dengan motivasi tertentu dan dengan rencana kunjungan sebelumnya, antara lain terdiri dari: mahasiswa, pelajar, penggemar atau pengagum budaya dan seni.

2. Pengunjung yang datang tanpa motivasi dan tanpa rencana kunjungan sebelumnya, biasanya adalah masyarakat umum yang awam terhadap bidang seni dan budaya yang datang berkunjung untuk sekedar mencari hiburan dan tempat rekreasi.

Ditinjau dari segi kuantitas pengunjung yang datang, pelaku kegiatan terdiri dari:

1. Pengunjung yang datang secara individu (dengan menggunakan kendaraan umum atau pribadi).

2. Pengunjung yang datang dengan kapasitas sedang, berkisar antara 2-50 orang (dengan menggunakan bus wisata, kendaraan umum, atau kendaraan pribadi)

3. Pengunjung yang datang dengan kapasitas besar antara 50-300 orang (dengan menggunakan bus wisata).


(47)

Karakter kegiatan dari fasilitas yang ditawarkan “Kari Culture Tourism” dibagi menjadi: 1. Museum Karo: tempat para wisatawan mengetahui segala sesuatu tentang sejarah

kebudayaan Karo dengan melihat langsung benda-benda bersejarah peninggalan kebudayaan Karo.

2. Jambur: tempat masyarakat Karo mengadakan acara adat, baik pernikahan, dukacita, dan acara lainnya. Jambur yang direncanakan juga menjadi jambur wisata, sehingga para wisatawan asing juga dapat melihat secara langsung bagaimana prosesi adat kebudayaan Karo dalam setiap ritual acaranya.

3. Pusat Informasi Wisata: sebagai pusat informasi kepariwisataan Kabupaten Karo yang akan berfungsi sebagai gerbang dan fasilitator ke lokasi/ objek wisata yang ada di Kabupaten Karo.

4. Plaza: taman terbuka yang dirancang sesuai Arsitektur Karo sehingga dapat menjadi area duduk yang nyaman hingga menjadi area pemotretan untuk para wisatawan. 5. Open Stage: tempat pertunjukan terbuka.

6. Restaurant: tempat para wisatawan beristirahat menikmati berbagai kuliner khas dari masyarakat Karo.

7. Souvenir Shop: tempat menjual beragam souvenir dan karya kerajinan tangan dari masyarakat Karo.

2.7.2 Deskripsi Perilaku

Perilaku dan pengguna fasilitas dari kawasan wisata budaya ini ditunjukkan pada table 2.5 berikut.

No. Pengguna Alur Kegiatan

1. Pengunjung Wisatawan

Datang Informasi Mencari

Parkir

Membeli Tiket

Open Stage

Jambur Museum

Plaza terbuka

Pulang Restoran

Souvenir Shop


(48)

2. Pengelola

3. Karyawan

2.7.3Deskripsi Kebutuhan Ruang

Berdasarkan kelompok kegiatan dan pengguna, diperoleh acuan kebutuhan ruang untuk menjadi dasar perancangan. (Lihat table 2.6)

No .

Pengguna Ruang/ Area

Perilaku Kegiatan Kebutuhan Ruang

1. Pengunjung: Wisatawan Domestik/ Mancanegara

Museum Karo

- Melihat & mengamati. - Berkeliling

-Melihat & mengamati peninggalan bersejarah Suku Karo.

- Rg. Pengelola - Rg. Patung &

artefak - Toilet umum

2. Pengunjung: Masyarakat Karo maupun Umum

Jambur - Makan - Minum - Duduk - Berbincang

-Mengadakan acara adat, mulai dari acara pernikahan hingga acara dukacita. -Jambur dapat

disewa umum.

- Rg.Pegelola - Jambur - Dapur umum - Gudang - Toilet umum - Kantin Datang

Parkir

Tabel 2.5 Deskripsi Perilaku Sumber: Hasil data olah primer

Kerja Kantor

Penerima Istirahat

Pulang Datang Parkir Kerja Lapangan Penerima Istirahat Pulang Loker/ Ganti Loker/ Ganti

Penerima


(49)

3. Pengunjung: Wisatawan Domestik/ Mancanegara Kantor Informasi Wisata -Menunggu -Membaca -Bertanya - Browsing internet

-Mencari informasi tentang objek wisata lainnya.

- Kantor - Rg. Tunggu - Rg. Baca - Tourist Corner - Warnet

4. Pengunjung: Wisatawan Domestik/ Mancanegara Plaza terbuka - Duduk

- Menikmati acara - Berfoto

- Berkeliling

-Menyaksikan hiburan berupa pertunjukan seni & budaya Karo di ruang terbuka (taman). -Menikmati

keindahan alam & iklim yang sejuk.

- Open Space - Tempat duduk - Dibuat seperti

perkampungan Karo.

5. Pengunjung: Wisatawan Domestik/ Mancanegara

Open Stage - Duduk

- Menonton acara - Berbincang - Memilih tempat

duduk terbaik view panggung. - Makan & minum

- Menyaksikan hiburan, baik berupa pertunjukan seni (musik) maupun budaya. - Panggung terbuka dengan tempat duduk amphitheatre. - Rg. Operator - Rg. Genset - Rg. Sound

Sistem - Gudang - Toilet umum 6. Pengunjung:

Wisatawan Domestik/ Mancanegara

Restaurant - Makan - Minum - Duduk - Berbincang - Istirahat -Menikmati makanan & minuman khas Suku Karo. -Memilih tempat.

- Rg. Makan - Dapur - Pantry - Loading dock - Gudang

7. Pengunjung: Wisatawan Domestik/ Mancanegara Souvenir Shop - Bertanya - Memilih - Menawar - Membayar -Membeli cinderamata khas kebudayaan Karo. - Retail - Kasir - Toilet


(50)

Pengelola manajemen kawasan wisata budaya karyawan. -Mengamati jalannya bisnis wisata budaya. -Menanggapi saran

& kritik pengunjung.

- Rg. Kerja Staff - Rg. Arsip - Rg. Tamu

9. Karyawan Kantor Pengelola

- Mengisi dafar hadir.

- Bekerja di lapangan/ bagian masing-masing

-Mengikuti rapat. -Mengikuti arahan

pimpinan.

- Rg. Rapat - Rg. Administrasi

10. Penglola & Karyawan Pelayanan Teknis - Bekerja - Mengawasi -Memantau peralatan agar fungsional.

- Rg. Operator CCTV

- Rg. Panel listrik - Rg. Trafo - Rg. Genset - Rg. Pompa - Pembuangan

Sampah

2.8 STUDI BANDING DENGAN PROYEK SEJENIS 2.8.1Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana

Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana atau yang terkenal sebagai GWK, merupakan taman budaya yang dibangun di Bukit Unggasan Jimbaran, Bali. Taman Budaya GWK terletak di atas bukit kapur setinggi 263 meter di atas permukaan laut (dpl).

GWK terletak sekitar 40 kilometers dari Kota Denpasar, 30 menit dari areal Kuta dan 1.5 jam dari Ubud. Patung Garuda Wisnu kencana dibangun di atas tanah seluas 240 hektare. Di tempat ini di bangun fasilitas seperti amphitheater, festival kebun, kolam ikan, teater jalanan, ruang pameran, toko cinderamata dan restoran. Tujuan utama didirikannya taman budaya ini adalah sebagai jendela seni dan budaya Pulau Dewata untuk mendidik masyarakat, khususnya generasi muda untuk ikut melestarikan warisan budaya bangsa.


(51)

GWK dirancang dan dibangun oleh Nyoman Nuarta, salah satu pematung terkemuka di Indonesia, patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) beserta bangunan pendukungnya akan berdiri setinggi 150 meter dengan bentangan sayap selebar 64 meter. Dibuat dari 4000 ton lebih perunggu dan tembaga, patung ini menggambarkan Dewa Wisnu, sumber kebijaksanaan, sedang mengendarai punggung burung legenda Garuda sebagai manifestasi kesadaran menuju Amerta. Jika pembangunannya selesai, patung ini akan menjadi patung terbesar di dunia dan mengalahkan Patung Liberty.

Berbagai pertunjukan seni dengan bintang–bintang dunia pernah diselenggarakan ditempat ini, termasuk pembukaan dan penutupan ajang perlombaan pantai internasional yang diikuti oleh atlet–atlet dari seluruh dunia dan merupakan ajang bergengsi pertama kali, bagi Indonesia sebagai negara maritime terbesar di dunia.

Sedari awal, Taman Budaya GWK memang dirancang untuk menjadi salah satu tempat pertunjukan yang prestisius di Bali. Misalnya di bagian panggung pertunjukan Lotus Pond, dengan areal berkapasitas 7.500 orang, lokasi ini bisa digunakan untuk pertunjukan musik maupun pertunjukan seni yang bersifat kolosal.

Kawasan seluas 240 hektar ini merangkum berbagai kegiatan seni budaya, tempat pertunjukan serta berbagai layanan tata boga. Sebagaimana istana-istana Bali pada jaman dahulu, pengunjung GWK akan menyaksikan kemegahan monumental dan kekhusukan spiritual yang mana kesemuanya disempurnakan dengan sentuhan modern dengan fasilitas dan pelayanan yang tepat guna.

Taman budaya GWK akan menyediakan pertunjukan bagi pengunjung domestik maupun asing dengan fasilitas penunjang seperti Lotus Pond, Festival Park, Amphitheater, Street Theater, Exhibition Hall, dan juga Jendela Bali The Panoramic Resto dan toko suvenir. Untuk sementara, patung Wisnu, Garuda dan tangan Wisnu ditempatkan di tiga plaza yang berbeda.

Gambar 2.8 Amphitheatre Sumber: www.google.com

Gambar 2.9 Patung Kepala Burung Sumber: www.google.com


(52)

2.8.2 Taman Budaya Jawa Barat

Tujuan didirikan Taman Budaya ini adalah sebagai pusat kebudayaan Jawa Barat atau cagar budaya. Di tempat ini sering diadakan pertunjukkan di tempat pertunjukkan dan teater terbuka. Lalu juga terdapat galeri seni yang menampilkan berbagai seni tradisional Jawa Barat. Terdapat juga ruang workshop untuk berbagai kegiatan seni dan budaya. Setiap minggu di tempat ini selalu ada pertunjukkan dan pagelaran seni serta budaya. Sedangkan setiap akhir tahun pada malam pergantian tahun, Taman Budaya menyelenggarkan pertunjukan Bajidoran.

Luas dari Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat atau Dago Tea House sekitar 4 hektar. Selain lahan parkir yang luas, terdapat juga beberapa fasilitas lainnya, antara lain:

1. Bangunan Utama: Arena Panggung Terbuka (Open Air Theater)

Gedung utama yang dahulu digunakan sebagai Restoran Dago Tea House. Memiliki panggung dengan kapasitas tempat duduk yang mampu menampung hingga 1200 penonton. Untuk tempat duduk penonton terdiri atas dua buah tribun, yaitu tribun atas dan tribun bawah. Yang menarik adalah teater ini adalah teater terbuka, sehingga penonton juga dapat menikmati pemandangan keindahan kota Bandung dan menikmati kesejukan udara pegunungan. Beberapa pertunjukkan yang rutin di sini adalah tarian khas Jawa Barat yang terkenal yaitu Jaipongan. Pertunjukkan lainnya yaitu Karawitan, Angklung, Pantun Bubun, Sandiwara, Tembang Sunda, Kuda Lumping, Wayang Golek, dan lainnya.

Gambar 2.10

Garuda Wisnu Kencana

Gambar 2.11


(53)

2. Teater Taman

Selain teater utama, terdapat juga teater taman yang berukuran lebih kecil. Anda dapat menikmati pertunjukkan sembari menikmati keindahan taman di sini.

3. Galeri Pameran

Terdapat galeri di area teater yang sering digunakan sebagai tempat pameran seni rupa, lomba dan diskusi. Galeri terdiri atas dua buah ruangan yaitu di depan dan di belakang. Dahulu galeri ini dikenal dengan nama "Roemah Teh" yang sering dijadikan tempat minum teh seperti nama tempat utamanya yaitu Dago Tea House atau Rumah Teh Dago.

4. Sanggar Seni Tari

Karena berfungsi sebagai Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, maka di sini juga tersedia sanggar tari. Tempat ini digunakan sebagai pusat latihan tari Jawa Barat termasuk Jaipongan.

5. Perpustakaan

Pada bangunan utama juga terdapat perpustakaan untuk umum yang berisi koleksi buku-buku seni dan budaya.

6. Cindera Mata

Anda juga dapat membeli berbagai cindera mata khas Jawa Barat, baik kerajinan tangan, lukisan, wayang golek, dan juga cindera mata lainnya.

7. Boga Kuring

Di lantai atas gedung utama terdapat Cafe Boga Kuring. Anda dapat menikmati berbagai sajian makanan khas Sunda di sini seperti nasi liwet, sayur asam, lalapan, dan karedok. Tidak ketinggalan minuman khas tradisional Sunda yaitu bandrek dan bajigur. Selain makanan dan minuman khas Sunda, Anda juga dapat memesan berbagai jenis makanan Eropa dan Chinese Food seperti beef steak, sandwich, salad, fish steak, chicken steak, dan seafood.

Gambar 2.13 Taman Budaya Jawa Barat Sumber: www.google.com

Gambar 2.12 Taman Budaya Jawa Barat yang dulunya adalah Dago Tea House Sumber: www.google.com


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR PUSTAKA

- Ching, Francis, D.K.,(1985), Architecture : Form, Space and Order, Jakarta, Erlangga. - Kabupaten Karo dalam Angka (2010), BPS Kabupaten Karo.

- Kecamatan Berastagi dalam Angka (2010), BPS Kabupaten Karo.

- Loebis, Nawawi, Ir., M.Phil, Ph.D, (2004), Raibnya Para Dewa-Kajian Arsitektur Karo, Medan, Bina Teknik Press.