Analisis Pengaruh Tegangan Kerja Terhadap Kinerja Dan Temperatur Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan

(1)

LABORATORIUM KONVERSI ENERGI LISTRIK FAKULTAS TEKNIK USU

MEDAN

A. Data Percobaan Untuk Mendapatkan Paremeter-Parameter Motor Induksi 3 fasa Rotor Belitan.

Tabel 1 Percobaan tahanan DC pada belitan stator

Phasa V (Volt) I (Ampere)

U-V 3,4 1,76

Tabel 2 Percobaan tahanan DC pada belitan rotor

Phasa V (Volt) I (Ampere)


(2)

B. Data Percobaan Pengaruh Suplai variasi Tegangan Kerja Terhadap Kinerja (putaran-torsi) Motor Induksi 3 Fasa Rotor Belitan.

Tabel 3. Data hasil pengujian pengaruh suplai variasi tegangan kerja terhadap putaran pada motor induksi saat kondisi berbeban konstan

If = 0,2 Volt R = 20 Ohm ns = 1500 rpm f = 50 Hz

Vkerja (Volt) V(L-L) Istator (A) Irotor (A) Ibeban (A) nr (rpm) slip Vtu ru n

342 3,54 2,12 4,23 1460 0,026

350 3,78 2,23 3,98 1466 0,022 360 4,03 2,27 3,65 1472 0,018 370 4,31 2,35 3,45 1477 0,015 Vnom 380 4,64 2,46 3,13 1480 0,013

Vnaik

390 4,88 2,58 3,02 1483 0,011

398 5,42 2,61 2,91 1486 0.009

Dari data yang didapat pada Tabel 3, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai Torsi dari tiap Tegangan kerja, sebagai berikut:

1. Tegangan kerja = 342 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

   =

 

1500 14 , 3 2 026 , 0 60 39 , 0 12 , 2 3 2     


(3)

= 92 , 244 60 39 , 0 49 , 4

3  

Te = 1,28 Nm

2. Tegangan kerja = 350 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

  

=

 

3,14 1500 2 022 , 0 60 39 , 0 23 , 2 3 2      = 24 , 207 60 39 , 0 97 , 4

3  

Te = 1,68 Nm

3. Tegangan kerja = 360 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

  

=

 

3,14 1500 2 018 , 0 60 39 , 0 27 , 2 3 2      = 56 , 169 60 39 , 0 15 , 5

3  

Te = 2,13 Nm

4. Tegangan kerja = 370 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

   =

 

1500 14 , 3 2 015 , 0 60 39 , 0 35 , 2 3 2      = 3 , 141 60 39 , 0 52 , 5

3  


(4)

5. Tegangan kerja = 380 Volt s e n s R I T  2 60 3 22 2

  

=

 

3,14 1500 2 013 , 0 60 39 , 0 46 , 2 3 2      = 46 , 122 60 39 , 0 05 , 6

3  

Te = 3,46 Nm

6. Tegangan kerja = 390 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

  

=

 

3,14 1500 2 011 , 0 60 39 , 0 58 , 2 3 2      = 62 , 103 60 39 , 0 65 , 6

3  

Te = 4,50 Nm

7. Tegangan kerja = 398 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

   =

 

1500 14 , 3 2 009 , 0 60 39 , 0 61 , 2 3 2      = 78 , 84 60 39 , 0 81 , 6

3  


(5)

Tabel 4. Hasil analisis data pengaruh suplai variasi tegangan kerja terhadap putaran-torsi pada kondisi berbeban konstan.

If = 0,2 Volt R = 20 Ohm ns = 1500 rpm f = 50 Hz

Vkerja (Volt)

V(L-L)

Istator (A)

Irotor (A)

Ibeban (A)

nr (rpm)

slip T (Nm)

Vtu

ru

n

342 3,54 2,12 4,23 1460 0,026 1,28

350 3,78 2,23 3,98 1466 0,022 1,68 360 4,03 2,27 3,65 1472 0,018 2,13 370 4,31 2,35 3,45 1477 0,015 2,74 Vnom 380 4,64 2,46 3,13 1480 0,013 3,46

Vnaik

390 4,88 2,58 3,02 1483 0,011 4,50

398 5,42 2,61 2,91 1486 0.009 5,64

Keterangan : Tabel yang berwarna biru didapat dari hasil pengukuran, sedangkan Tabel yang berwarna merah didapat dari hasil perhitungan


(6)

C. Data Percobaan Pengaruh Suplai Variasi Tegangan Kerja Terhadap Temperatur Motor Induksi 3 Fasa Rotor Belitan

Tabel 1. Pengukuran suhu motor induksi dengan termometer infrared.

Vkerja = 342 volt (VL-L), = 1460 rpm, Stator = Y, f = 50 Hz

t (menit) suhu (0C)

0 29,8

6 32,8

12 35,2

18 36,6

24 37,7

30 38,6

Tabel 2. Pengukuran suhu motor induksi dengan termometer infrared.

Vkerja = 350 volt (VL-L), = 1466 rpm, Stator = Y, f = 50 Hz

t (menit) suhu (0C)

0 30

6 33,1

12 34,8

18 37,5

24 38,7


(7)

Tabel 3. pengukuran suhu motor induksi dengan termometer infrared.

Vkerja = 360 volt(VL-L), = 1472 rpm, Stator = Y, f = 50 Hz

t (menit) suhu (0C)

0 30,2

6 34,1

12 36,8

18 38,7

24 41,2

30 42,7

Tabel 4. Pengukuran suhu motor induksi dengan termometer infrared.

Vkerja = 370 volt (VL-L), = 1477 rpm, Stator = Y, f = 50 Hz

t (menit) suhu (0C)

0 30,4

6 34,6

12 38,6

18 40,9

24 42,4

30 43,3


(8)

Tabel 5. Pengukuran suhu motor induksi dengan termometer infrared.

Vkerja = 380 volt(VL-L), = 1480 rpm , Stator = Y, f = 50 Hz

t (menit) suhu (0C)

0 29,7

6 35,6

12 38,4

18 41,8

24 43,7

30 44,4

Tabel 6. Pengukuran suhu motor induksi dengan termometer infrared.

Vkerja = 390 volt(VL-L), = 1483 rpm, Stator = Y, f = 50 Hz

t (menit) suhu (0C)

0 29,8

6 35,3

12 39,6

18 43,1

24 45,4


(9)

Tabel 7. Pengukuran suhu motor induksi dengan termometer infrared

Vkerja = 398 volt(VL-L), = 1486 rpm, Stator = Y, f = 50 Hz

t (menit) suhu (0C)

0 29,4

6 36,6

12 40,7

18 43,7

24 47,2


(10)

DAFTAR PUSTAKA

[1] SPLN 1 : 1995 , “Tegangan-Tegangan Standar”, PT. PLN (PERSERO) Kebayoran Baru, Jakarta 1995.

[2] Zuhal, “Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya”, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1988.

[3] NEMA Standard Publications No. MGI-1993. Motors and Generators, Published by National Electrical Manufactures Ascociation. Washington (1993), Part 21 PP. 9-10 and Part 30 PP. 1-2.

[4] IEEE Guides: Test Procedures for Synchronus Machines, IEEE Std 115-1995 (R2002)

[5] Fitzgerald,A.E.,Charles Kingsley,Jr.dan Stephen D. Umans. 1990.

Mesin-MesinListrik. Edisi Keempat.Trans. Djoko Achyanto. Jakarta: Erlangga.

[6] Rijono,Yon, Dasar Teknik Tenaga Listrik, Andi Offset, Yogyakarta : 1997 [7] Lister, Eugene C, Mesin dan Rangkaian Listrik, Edisi ke-6, Penerbit

Erlangga, Jakarta : 1986.


(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian untuk pengambilan data, akan dilakukan di Laboratorium Dasar Konversi Energi Listrik DTE. FT-USU, pada tanggal 14 - 16 September 2016, pukul 14.00 s/d 18.00 WIB.

3.2 Langkah-Langkah Penelitian

Adapun langkah-langkah penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini meliputi :

- Tahap Persiapan

Tujuan dari tahap persiapan penelitian adalah untuk mengkoordinasikan agar saat penelitian dapat berjalan dengan lancar. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a) Mempersiapkan alat dan bahan untuk penelitian, semua alat dan bahan yang akan digunakan harus dipersiapkan terlebih dahulu.

b) Mengkondisikan obyek penelitian.

Obyek penelitian yang dimaksudkan disini adalah pengaruh suplai variasi tegangan kerja terhadap kinerja (torsi-putaran) dan temperatur motor induksi tiga fasa rotor belitan. Adapun langkah mengkondisikan obyek penelitian ini meliputi:

1) Memastikan bahwa motor induksi dapat beroperasi dan melihat pengaruh suplai variasi tegangan kerja terhadap kinerja motor dan temperatur motor induksi rotor belitan.


(12)

2) Memeriksa Power Supply dan Multimeter apakah sudah disetting dengan benar.

c) Mengkondisikan alat ukur.

Alat ukur sebagai alat pengambil data harus memiliki validitas yang baik. Untuk mendapatkan validitas yang baik alat ukur harus disetting sesuai dengan keadaan seperti skala operasi.

- Tahap Pengambilan Data

Tujuan dari tahap ini untuk memperoleh data penelitian yang meliputi torsi, kecepatan putaran, dan temperatur motor induksi.

3.3 Bahan & Peralatan

Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan peralatan dan bahan yang tersedia pada Laboratorium Dasar Konversi Energi Listrik DTE. FT-USU. Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu:

1. Motor induksi 3 fasa Tipe : rotor belitan Spesifikasi :

- AEG Typ C AM 112MU 4RI - Δ / Υ 220/ 380 V ; 10,7/ 6,2 A - 2,2 Kw, cos ϕ 0,67

- Kelas Isolasi : B

2. Power Suplai (AC dan DC) 3. Tachometer


(13)

5. Voltmeter

6. Thermometer Infrared 7. Stopwatch

8. Kabel secukupnya

3.4 Variabel yang diamati

Pada penelitian ini variabel yang diamati adalah

1. Persentasi batas tegangan kerja berdasarkan SPLN yang mencatu motor

2. Lamanya waktu operasi motor

3. Perubahan Temperatur yang terukur oleh thermometer infrared untuk setiap perubahan persentasi batas tegangan kerja dan beban yang dipikul

4. Beban (tahanan) yang dipikul

5. Perubahan putaran yang terukur oleh tachometer untuk setiap perubahan persentasi batas tegangan kerja dan beban yang dipikul


(14)

3.5 Percobaan untuk mendapatkan parameter-parameter motor induksi tiga phasa.

3.5.1 percobaan Tahanan DC

A. Percobaan Tahanan DC Pada Belitan stator

A

V

+

-VDC Variable

U

Ru

Rw

Rv V

W

Gambar 3.1 Rangkaian Percobaan Tahanan DC pada Belitan Stator Adapun prosedur percobaan sebagai berikut :

1. Belitan pada stator dibuat hubungan Y, diukur dua dari ketiga belitan stator.

2. Tegangan DC dicatu/disuplai pada rangkaian belitan stator.

3. Tegangan DC suplai dinaikkan perlahan sampai pada nilai tertentu. 4. Ketika tegangan menunjukkan pada besaran 12,6 Volt, penunjukan alat

ukur voltmeter dan amperemeter dicatat 5. Percobaan selesai, rangkaian dilepas.

B. Percobaan Tahanan DC Pada Belitan rotor

A

V

+

-VDC Variable

K

L

Rk

Rl

Rm

M


(15)

Adapun prosedur percobaan sebagai berikut :

1. Belitan pada rotor dibuat hubungan Y, diukur dua dari ketiga belitan rotor.

2. Tegangan DC dicatu / disuplai pada rangkaian belitan rotor.

3. Tegangan DC suplai dinaikkan perlahan sampai pada nilai tertentu. 4. Saat tegangan menunjukkan pada besaran 4,2 Volt, penunjukkan alat

ukur voltmeter dan amperemeter dicatat 5. Percobaan selesai, rangkaian dilepas.

3.6Percobaan pengaruh tegangan kerja terhadap kinerja dan temperatur motor induksi tiga phasa.

Gambar 3.3 Rangkaian Percobaan Tegangan Kerja terhadap kinerja dan Temperatur

Adapun prosedur percobaan sebagai berikut :

1. Rangkaian pengujian dibuat seperti yang sudah ditentukan. 2. Tahanan luar dibuat dalam hubungan Y.

3. Tutup S1 yang menghubungakan PT AC1 dengan terminal stator lalu naikkan PT AC1 sampai tegangan nominal yang ditentukan.


(16)

4. Tutup S3 switch lalu naikkan PT DC1 sampai A3 menunjukan arus penguat nominal.

5. Tahanan R dibuat konstan sesuai data yang ditentukan Kemudian ubah – ubah tegangan secara bertahap, dari terendah ke tertinggi sesuai tegangan kerja yang berdasarkan SPLN (+5 ; -10 % dari V nominal motor) sesuai data yang diinginkan dan tahanan R atau beban yang konstan, kemudian catat I1,I2,I3 dan serta n.

6. Catat kondisi temperatur motor tiap kenaikan waktu 6 menit, sampai 30 menit beroperasinya motor, saat tiap 1 tegangan kerja yang disuplai. 7. Percobaan selesai.


(17)

3.7Pelaksanaan Penelitian

3.7.1 Proses Pengumpulan Data

Adapun diagram alur dari proses pengambilan data terlihat pada gambar 3.4

MULAI MEMPERSIAPKAN ALAT,

BAHAN, & RANGKAIAN PERCOBAAN

PUTARAN

LAKUKAN ANALISIS

TEMPERATUR TORSI

APAKAH SUDAH DILAKUKAN TIAP TEGANGAN KERJA ` MELAKUKAN PERCOBAAN (SUPLAI TEGANGAN KERJA)

TIDAK

`

YA MENAMPILKAN

HASIL PENGUKURAN &

PERHITUNGAN

SELESAI TEGANGAN KERJA(

-10 s/d +5 )% DARI TEGANGAN

NOMINAL


(18)

3.7.2 Melakukan analisa data terhadap data yang telah diperoleh Dalam melakukan penelitian, diperlukan suatu analisa data. Kegunaan dari analisa data ini adalah untuk mendapatkan atau menarik suatu kesimpulan dari hasil data-data yang didapatkan lewat penelitian yang telah dilakukan. Adapun teknik analisis data yang dipakai pada penelitian ini yaitu dengan analisis matematis. Analisis ini dengan perhitungan-perhitungan berdasarkan rumus yang berlaku di dalam perhitungan torsi dan parameter tahanan DC.

Untuk menghitung parameter dari percobaan tahanan DC ada dua hubungan yaitu hubungan Y dan hubungan Δ yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Hubungan Y

Rdc =

=

Faktor koreksi = 1,1 – 1,5 (skin efek)

= fk .

Hubungan Δ

Rdc =


(19)

2 Rdc fasa

R

Persamaan umum torsi pada motor induksi :

s conv ind P T   ฀

Rumus torsi terhadap tegangan output :

s R I Pconv 2 2

2 3  ฀ s e s R I T  2 2 2 3  60 2 3 22 2

s e n s R I T   Atau s e n s R I T  2 60 3 22 2

  

Maka untuk menghitung torsi digunakan rumus sebagai berikut :

s e n s R I T  2 60 3 22 2

  


(20)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum

Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik yang sering menjadi pilihan dalam dunia industri. Hal ini dikarenakan motor induksi sangat mudah dalam pengoperasian dan perawatannya juga minimum.

Dalam bab ini akan dibahas pengaruh suplai variasi tegangan kerja sesuai dengan SPLN 1 tahun 1995 (+5% ; -10% ) Vnom , terhadap kinerja (putaran-torsi) dan temperatur motor induksi tiga phasa rotor belitan. Yang dimaksud kinerja motor disini adalah kecepatan putaran dan torsi. Sedangakan metode untuk pengukuran kondisi temperatur motor induksi tiga phasa, menggunakan satu metode yaitu dengan metode pengukuran menggunakan thermometer infrared.

4.2 Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian di Laboratorium Konversi Energi Listrik Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU diperoleh data pengujian sebagai berikut:

4.2.1 Percobaan Untuk Mendapatkan Paremeter-Parameter Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan

Tabel 4.1 Percobaan tahanan DC pada belitan stator

Phasa V (Volt) I (Ampere)


(21)

Tabel 4.2 Percobaan tahanan DC pada belitan rotor

Phasa V (Volt) I (Ampere)

K-M 1,1 1,65

Analisis Data

- Hasil Perhitungan Percobaan tahanan DC pada belitan stator Untuk data di atas diperoleh:

Rdc =

= = 1,93 Ω

Karena hubungan pada stator adalah hubungan Y, maka:

Rdc =

= 0,965 Ω Rac = 1,2 x 0,965 = 1,158 Ω

Maka tahanan stator adalah Rs= 1,158 Ω

- Hasil Perhitungan Percobaan tahanan DC pada belitan rotor Untuk data di atas diperoleh:


(22)

Rdc =

Rdc = = 0,66 Ω

Karena hubungan pada rotor adalah hubungan Y, maka:

Rdc =

= 0,33 Ω Rac = 1,2 x 0,33 = 0,39 Ω

Maka tahanan rotor adalah Rr = 0,39 Ω


(23)

4.2.2 Percobaan Pengaruh suplai variasi Tegangan kerja Terhadap Kinerja (putaran-torsi) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan

Tabel 4.3Data hasil pengujian pengaruh suplai variasi tegangan kerja pada motor induksi saat kondisi berbeban konstan

If = 0,2 Volt R = 20 Ohm ns = 1500 rpm f = 50 Hz

Vkerja (Volt) V(L-L)

Istator (A) Irotor (A) Ibeban (A)

nr (rpm)

slip

Vtu

ru

n

342 3,54 2,12 4,23 1460 0,026

350 3,78 2,23 3,98 1466 0,022

360 4,03 2,27 3,65 1472 0,018

370 4,31 2,35 3,45 1477 0,015

Vnom 380 4,64 2,46 3,13 1480 0,013

Vnaik

390 4,88 2,58 3,02 1483 0,011

398 5,42 2,61 2,91 1486 0.009

Keterangan : Tabel yang berwarna biru didapat dari hasil pengukuran, sedangkan Tabel yang berwarna merah didapat dari hasil perhitungan.

Analisis Data

Dari data yang didapat pada Tabel 4.3, maka dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai Torsi dari tiap Tegangan kerja, sebagai berikut :


(24)

1. Tegangan kerja = 342 Volt s e n s R I T  2 60 3 22 2

  

=

 

3,14 1500 2 026 , 0 60 39 , 0 12 , 2 3 2      = 92 , 244 60 39 , 0 49 , 4

3  

Te = 1,28 Nm

2. Tegangan kerja = 350 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

  

=

 

3,14 1500 2 022 , 0 60 39 , 0 23 , 2 3 2      = 24 , 207 60 39 , 0 97 , 4

3  

Te = 1,68 Nm

3. Tegangan kerja = 360 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

   =

 

1500 14 , 3 2 018 , 0 60 39 , 0 27 , 2 3 2      = 56 , 169 60 39 , 0 15 , 5

3  

Te = 2,13 Nm

4. Tegangan kerja = 370 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

  


(25)

=

 

3,14 1500 2 015 , 0 60 39 , 0 35 , 2 3 2      = 3 , 141 60 39 , 0 52 , 5

3  

Te = 2,74 Nm

5. Tegangan kerja = 380 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

  

=

 

3,14 1500 2 013 , 0 60 39 , 0 46 , 2 3 2      = 46 , 122 60 39 , 0 05 , 6

3  

Te = 3,46 Nm

6. Tegangan kerja = 390 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

   =

 

1500 14 , 3 2 011 , 0 60 39 , 0 58 , 2 3 2      = 62 , 103 60 39 , 0 65 , 6

3  

Te = 4,50 Nm

7. Tegangan kerja = 398 Volt

s e n s R I T  2 60 3 22 2

   =

 

1500 14 , 3 2 009 , 0 60 39 , 0 61 , 2 3 2     


(26)

= 78 , 84 60 39 , 0 81 , 6

3  

Te = 5,64 Nm

Dengan melakukan perhitungan seperti di atas pada berbagai besar tegangan, maka akan diperoleh nilaitorsi seperti pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Hasil analisis data pengaruh suplai variasi tegangan kerja pada kondisi berbeban konstan.

If = 0,2 Volt R = 20 Ohm ns = 1500 rpm f = 50 Hz

Vkerja (Volt) V(L-L) Istator (A) Irotor (A) Ibeban (A) nr (rpm)

slip T (Nm)

Vtu

ru

n

342 3,54 2,12 4,23 1460 0,026 1,27

350 3,78 2,23 3,98 1466 0,022 1,68 360 4,03 2,27 3,65 1472 0,018 2,13 370 4,31 2,35 3,45 1477 0,015 2,74 Vnom 380 4,64 2,46 3,13 1480 0,013 3,46

Vnaik

390 4,88 2,58 3,02 1483 0,011 4,50

398 5,42 2,61 2,91 1486 0.009 5,64

Keterangan : Tabel yang berwarna biru didapat dari hasil pengukuran, sedangkan Tabel yang berwarna merah didapat dari hasil perhitungan.


(27)

Grafik Hasil Pengujian

Grafik yang menunjukkan hubungan antara pengaruh suplai tegangan kerja terhadap kecepatan motor induksi ditunjukan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik Tegangan kerja vs Kecepatan Motor Induksi

Grafik yang menunjukkan hubungan antara pengaruh tegangan kerja terhadap torsi motor induksi ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik Tegangan kerja vs Torsi Motor Induksi

1440 1450 1460 1470 1480 1490

342 350 360 370 380 390 398

p

u

tar

an

(

rp

m

)

Tegangan Kerja (Volt)

Tegangan Kerja vs Kecepatan

Rotor

0 1 2 3 4 5 6

342 350 360 370 380 390 398

T

or

si (Nm

)

Tegangan Kerja (volt)

Tegangan Kerja Vs Torsi


(28)

4.2.3 Percobaan Pengaruh variasi Tegangan kerja Terhadap temperatur Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan

Tabel 4.5 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer infrared Vkerja = 342 volt (VL-L), = 1460 rpm ,f= 50 Hz

Stator = Y

t (menit) suhu (0C)

0 29,8

6 32,8

12 35,2

18 36,6

24 37,7

30 38,6

Menurut data yang diperoleh dari tabel 4.5, dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperatur motor induksi tiga fasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 342 V, melalui pengukuran menggunakan thermometer infrared adalah sebagai berikut:

0


(29)

Dari perhitungan yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan temperatur motor induksi tiga phasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 342 V, setiap kenaikan waktu satu menit yang diukur dengan menggunakan thermometer infrared, adalah sebesar 0.293 0C/m.

Gambar 4.3 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 342 V pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared

Tabel 4.6 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer infrared Vkerja = 350 volt (VL-L), = 1466 rpm, f= 50 Hz

Stator = Y

t (menit) suhu (0C)

0 30

6 33,1

12 34,8

18 37,5

24 38,7

30 40,1

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 6 12 18 24 30

su

h

u

°

C

t (menit)


(30)

Menurut data yang diperoleh dari tabel 4.6, dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperatur motor induksi tiga fasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 350 V, melalui pengukuran menggunakan thermometer infrared adalah sebagai berikut:

0

C/m

Dari perhitungan yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan temperatur motor induksi tiga phasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 350 V, setiap kenaikan waktu satu menit yang diukur dengan menggunakan thermometer infrared, adalah sebesar 0,33 0C/m.

Gambar 4.4 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 350 V pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 6 12 18 24 30

su

h

u

°

C

t (menit)


(31)

Tabel 4.7 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer infrared Vkerja = 360 volt (VL-L), = 1472 rpm ,f=50 Hz

Stator = Y

t (menit) suhu (0C)

0 30,2

6 34,1

12 36,8

18 38,7

24 41,2

30 42,7

Menurut data yang diperoleh dari tabel 4.7, dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperatur motor induksi tiga fasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 360 V, melalui pengukuran menggunakan thermometer infrared adalah sebagai berikut:

0

C/m

Dari perhitungan yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan temperatur motor induksi tiga phasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 360 V, setiap kenaikan waktu satu menit yang diukur dengan menggunakan thermometer infrared, adalah sebesar 0.416 0C/m.


(32)

Gambar 4.5 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 360 V pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared

Tabel 4.8 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer infrared Vkerja = 370 volt(VL-L), = 1477 rpm , f= 50 Hz

Stator = Y

t (menit) suhu (0C)

0 30,4

6 34,6

12 38,6

18 40,9

24 42,4

30 43,3

Menurut data yang diperoleh dari tabel 4.8, dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperatur motor induksi tiga fasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 370 V, melalui pengukuran menggunakan thermometer infrared adalah sebagai berikut:

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 6 12 18 24 30

su

h

u

°

C

t (menit)


(33)

0

C/m

Dari perhitungan yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan temperatur motor induksi tiga phasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 370 V, setiap kenaikan waktu satu menit yang diukur dengan menggunakan thermometer infrared, adalah sebesar 0,43 0C/m.

Gambar 4.6 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 370 V pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 6 12 18 24 30

su

h

u

°

C

t (menit)


(34)

Tabel 4.9 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer infrared Vkerja = 380 volt (VL-L), = 1480 rpm , f= 50 Hz

Stator = Y

t (menit) suhu (0C)

0 29,7

6 35,6

12 38,4

18 41,8

24 43,7

30 44,4

Menurut data yang diperoleh dari tabel 4.9, dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperatur motor induksi tiga fasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 380 V, melalui pengukuran menggunakan thermometer infrared adalah sebagai berikut:

0

C/m

Dari perhitungan yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan temperatur motor induksi tiga phasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 380 V, setiap kenaikan waktu satu menit yang diukur dengan menggunakan thermometer infrared, adalah sebesar 0.49 0C/m.


(35)

Gambar 4.7 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 380 V pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared

Tabel 4.10 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer infrared Vkerja = 390 volt (VL-L), = 1483 rpm, f =50 Hz

Stator = Y

t (menit) suhu (0C)

0 29,8

6 35,3

12 39,6

18 43,1

24 45,4

30 47,8

Menurut data yang diperoleh dari tabel 4.10, dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperatur motor induksi tiga fasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 390 V, melalui pengukuran menggunakan thermometer infrared adalah sebagai berikut:

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 6 12 18 24 30

su

h

u

°

C

t (menit)


(36)

0

C/m

Dari perhitungan yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan temperatur motor induksi tiga phasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 390 V, setiap kenaikan waktu satu menit yang diukur dengan menggunakan thermometer infrared, adalah sebesar 0.6 0C/m.

Gambar 4.8 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 390 V pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared

0 10 20 30 40 50 60

0 6 12 18 24 30

su

h

u

°

C

t (menit)


(37)

Tabel 4.11 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer infrared Vkerja = 398 volt (VL-L), = 1486 rpm, f=50 Hz

Stator = Y

t (menit) suhu (0C)

0 29,4

6 36,6

12 40,7

18 43,7

24 47,2

30 48,3

Menurut data yang diperoleh dari tabel 4.11, dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperatur motor induksi tiga fasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 398 V, melalui pengukuran menggunakan thermometer infrared adalah sebagai berikut:

0

C/m

Dari perhitungan yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan temperatur motor induksi tiga phasa saat disuplai tegangan kerja sebesar 398 V, setiap kenaikan waktu satu menit yang diukur dengan menggunakan thermometer infrared, adalah sebesar 0.63 0C/m.


(38)

Gambar 4.9 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 398 V pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared

0 10 20 30 40 50 60

0 6 12 18 24 30

su

h

u

°

C

t (menit)


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Semakin besar tegangan kerja yang disuplai ke motor pada beban yang konstan, maka semakin besar kecepatan putaran (rpm) motor tersebut . Nilai kecepatan putaran terbesar didapat saat tegangan kerja tertinggi, yaitu +5% dari Vnom (398 V) sebesar 1486 rpm, dan terkecil saat tegangan kerja terendah, yaitu -10 % dari Vnom (342 V) sebesar 1460 rpm.

2. Berdasarkan analisis perhitungan, semakin besar nilai tegangan kerja yang disuplai ke motor, maka semakin besar pula nilai torsi motor tersebut. Nilai Torsi terbesar didapat saat tegangan kerja tertinggi, yaitu +5% dari Vnom (398 V) sebesar 5,64 Nm , dan terkecil saat tegangan kerja terendah, yaitu -10 % dari Vnom (342 V) sebesar 1,28 Nm.

3. Motor induksi rotor belitan mengalami perubahan kondisi temperatur saat disuplai variasi tegangan kerja. Semakin besar tegangan kerja yang disuplai pada motor, maka terjadi kenaikan temperatur pada motor tersebut. Kenaikan temperatur dalam tiap satu menitnya saat disuplai variasi tegangan kerja (pelayanan) berdasarkan SPLN adalah sebagai berikut:


(40)

- Saaat tegangan turun/tegangan kerja terendah, yaitu -10 % dari tegangan nominal motor (342 V) sebesar 0,2930C/menit.

- Saat tegangan nominal motor (380 V) sebesar 0,49 0C/menit.

- Saat tegangan Naik/tegangan kerja tertinggi, yaitu +5 % dari tegangan nominal motor (398 V) sebesar 0,63 0C/menit.

5.2 Saran

Adapun saran dari penulis sebagai pengembangan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam penelitian selanjutnya disarankan unutk menggunakan motor jenis rotor sangkar.

2. Pada penelitian selanjutnya disarankan beban yang dipikul motor tidak konstan atau dibuat berubah-ubah.


(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum

Pada umumnya motor induksi tiga fasa merupakan motor bolak-balik yang paling luas digunakan dan berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanis berupa tenaga putar. Dari konstruksinya, motor ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang diam dan bergerak. Bagian yang diam disebut juga stator, terdiri dari inti-inti besi yang dipisah oleh celah udara dan membentuk rangkaian magnetik yang menghasilkan fluksi magnet putar, akibat kumparan stator dihubungkan ke sumber tegangan tiga fasa, sedangkan bagian bergerak yang disebut juga rotor, terdiri dari pada kondukor yang dialiri arus, sehingga pada konduktor ini berinteraksi dengan fluksi yang dihasilkan stator yang akan menyebabkan timbulnya gaya. Setiap bagian stator dan rotor masing-masing memiliki terminal masukan. Inputan dari motor induksi ini sendiri adalah tegangan AC yang dihubungkan lewat terminal stator.

Ada dua tipe motor induksi berdasarkan jenis rotornya, yaitu motor induksi tipe rotor sangkar dan tipe rotor belitan. Rotor belitan terdiri atas beberapa lilitan kumparan yang terbuat dari tembaga. Pemilihan pemakaian motor sendiri, ditentukan dari daya mekanis yang dihasilkan oleh motor. Prinsip kerja dari motor ini bersifat induksi, yang mana arus pada rotor tidak didapatkan dari sumber tertentu, melainkan arus yang terinduksi akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dan medan putar yang dihasilkan stator [2].


(42)

2.2. Kontruksi Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan

Konstruksi dari motor induksi tiga fasa rotor belitan dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Kontruksi Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan [5]. Pada Motor induksi tiga fasa rotor belitan, terdapat bagian yang memiliki peran penting dalam cara kerja motor induksi. Kedua bagian tersebut adalah stator dan rotor. Berikut sedikit penjelasan mengenai stator dan rotor.

a. Stator

Stator merupakan bagian yang diam dari sutau motor induksi, dan merupakan input dari motor induksi karena pada motor, bagian inilah yang dihubungkan ke sumber tegangan AC. Pada bagian stator terdapat beberapa slot yang merupakan tempat kawat (konduktor) dari tiga kumparan tiga fasa yang disebut kumparan stator, yang masing-masing kumparan akan mendapat suplai arus tiga fasa [6]. Saat kumparan stator mendapat suplai tiga fasa, maka akan timbul fluksi magnet pada kumparan tersebut. Yang mengakibatkan rotor berputar karena ada induksi magnet. Tiap kumparan pada motor induksi tiga fasa tersebar dalam jalur-jalur


(43)

yang disebut belitan fasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120º. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan dan belitan stator dalam cangkang silindris.

Gambar 2.2. Komponen Stator Motor Induksi Tiga fasa

(a) Lempengan inti, (b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi padabeberapa alurnya, (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator.

b. Rotor

Rotor merupakan bagian yang bergerak atau berputar pada motor induksi. Rotor belitan terdiri dari kumparan-kumparan lilitan kumparan tembaga. Terminal lilitan rotor dihubungkan dengan cincin slip yang terisolasi dan dipasang pada poros rotor. Rotor tidak dihubungkan secara listrik ke pencatu tetapi mempunyai arus yang dinduksikan ke dalamnya oleh kerja transformator dari stator [7]. Konstruksi rotor belitan ditunjukan pada Gambar 2.3. Pada rotor belitan, cincin slip terhubung ke sebuah tahanan luar (rheostat) yang dapat mengurangi arus start (pengasutan). Selama pengasutan, penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasatun yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibandingkan dengan rotor sangkar.


(44)

Gambar 2.3 Konstruksi Rotor Belitan [2].

2.3 Prinsip Kerja Medan Putar [2]

Perputaran motor pada mesin arus bolak balik ditimbulkan oleh adanya medan putar (fluks yang berputar) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak, umumnya fasa 3. Hubungan dapat berupa hubungan bintang ataupun delta.

Disini akan dijelaskan bagaimana terjadinya medan putar itu, perhatikan gambar 2.4.


(45)

Gambar 2.4 Proses terjadinya medan putar [2].

Misalkan kumparan a-a, b-b, c-c dihubungkan tiga phasa, dengan beda phasa masing – masing 120° (gambar 2.4) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi , , sebagai fungsi waktu adalah seperti gambar 2.4. Pada keadaan , , dan fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing masing adalah seperti gambar 2.4 c, d, e dan f. Pada fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks dihasilkan oleh kumparan b-b. Untuk , fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang dihasilhan pada saat .

Analisis secara vektor didapat atas dasar:

1) Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar sesuai dengan perputaran sekrup (gambar 2.5.a ).

2) Kebesaran fluks yang ditimbulkan ini sebanding dengan arus yang mengalir.

Gambar 2.5 Arah gaya (F) yang ditimbulkan fluks [2].

Notasi yang dipakai untuk menyatakan positif atau negatifnya arus yang mengalir pada kumparan a – a, b – b, dan c – c pada Gambar 2.5 yaitu: harga positif, apabila tanda silang (x) terletak pada pangkal konduktor tersebut ( titik a,


(46)

b, c ), sedangkan negatif apabila tanda titik ( . ) terletak pada pangkal konduktor tersebut. Maka diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4, dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Vektor resultan F pada keadaan t [2].

2.4 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa [2]

Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga fasa, Ada beberapa prinsip kerja motor induksi tiga phasa:


(47)

1. Apabila sumber tegangan 3 fasa dipasang pada kumparan stator,timbullah medan putar dengan kecepatan ...(2.1)

2. Medan putar stator tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. 3. Akibatnya pada kumparan rotor timbul induksi (ggl) sebesar:

...(2.2)

adalah tegangan induksi pada saat rotor berputar.

4. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian yang tertutup, ggl (E) akan menghasilkan arus.

5. Adanya arus (I) di dalam medan magnet menimbiulkan gaya (F) pada rotor. 6. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya (F ) pada rotor cukup besar untuk

memikul kopel beban, rotor akan berputar searah dengan medan putar stator. 7. Seperti yang telah dijelaskan pada (3) tegangan induksi timbul karena

terpotongnya batang konduktor (rotor) oleh medan putar stator. Artinya agar tegangan terinduksi, diperlukan adanya perbedaan relatif antara kecepatan medan putar stator (ns) dengan kecepatan berputar rotor (nr).

8. Perbedaan kecepatan antara nr dan ns disebut slip (S) dan dinyatakan dengan

) 3 . 2 ...( ... ... ... %... 100

s r s   

n n n S

9. Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak mengalir pada kumparan jangkar rotor, dengan demikian tidak dihasilkan kopel. Kopel motor akan ditimbulkan apabila nr lebih kecil dari ns.

10.Dilihat dari cara kerjanya, motor induksi disebut juga sebagai motor tak serempak atau asinkron.


(48)

2.5Rangkaian Ekivalen Motor Induksi 3 Fasa

Operasi dari motor induksi tergantung pada induksi arus dan tegangan di dalam rangkaian rotor yang berasal dari rangkaian stator karena adanya aksi transformator. Karena induksi arus dan tegangan pada motor induksi pada dasarnya sama dengan operasi transformator, maka rangkaian ekivalen motor induksi akan sangat menyerupai rangkaian ekivalen dari transformator. Motor induksi disebut juga sebagai singly excited machine, sebab daya hanya disuplai dari rangkaian stator.

Karena motor induksi tidak memiliki rangkaian medan, maka pada modelnya tidak akan terdapat sumber tegangan internal EA sebagaimana dijumpai pada mesin sinkron.

Rangkaian ekivalen per phasa dari transformator dapat menggantikan operasi dari motor induksi. Sebagaimana halnya pada transformator, maka akan terdapat tahanan (R1) dan induktansi sendiri (X1) pada belitan stator yang direpresentasikan dalam rangkaian ekivalen mesin.

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen motor induksi sebagai model transformator

Tegangan stator E1 dikopel terhadap sisi sekunder ER sebagaimana halnya transformator ideal dengan rasio belitan effektif aeff. Rasio belitan ini dengan


(49)

mudah dapat ditentukan pada motor induksi rotor belitan, yang mana pada dasarnya rasio ini merupakan banyaknya konduktor per phasa pada stator terhadap jumlah konduktor per phasa pada rotor. Akan tetapi tidak demikian halnya pada motor induksi sangkar tupai, karena tidak terdapatnya belitan pada rotor motor tersebut. Tegangan ER pada rotor akan menghasilkan arus, karena rangkaian rotornya terhubung singkat.

Impedansi rangkaian primer dan arus magnitisasi dari motor induksi sama halnya dengan komponen - komponen yang dijumpai pada transformator. Hal yang membedakan rangkaian ekivalen tersebut pada motor induksi dikarenakan terdapatnya variasi frekuensi pada tegangan rotor (ER), impedansi rotor RR dan jXR.

Ketika tegangan diberikan pada belitan stator, maka tegangan akan diinduksikan pada belitan rotornya. Pada umumnya, gerak relatif yang lebih besar di antara rotor dan medan putar stator, akan menghasilkan tegangan dan frekuensi rotor yang lebih besar juga. Gerak relatif yang terbesar terjadi saat rotor dalam keadaaan diam atau disebut juga dalam keadaan blocked rotor. Sebaliknya, frekuensi dan tegangan terendah timbul saat rotor berputar pada kecepatan yang sama dengan kecepatan sinkron, sehingga tidak terdapat pergerakan relatif. Magnitud dan frekuensi tegangan induksi rotor pada saat berputar sebanding dengan slip dari rotornya. Sehingga, besarnya tegangan induksi rotor dalam kondisi rotor terkunci disebut ERO, sedangkan untuk slip pada suatu putaran tertentu dirumuskan dengan :

... (2.4)


(50)

...(2.5)

Tahanan dari rotor RR bernilai konstan/ tidak tergantung pada slip, sementara itu pada reaktansi rotor besarnya akan dipengaruhi oleh slip.

Reaktansi dari rotor tergangtung pada induktansi rotor, frekuensi tegangan rotor dan arus pada rotor. Bila induktansi rotor LR, maka reaktansi rotor adalah : XR = ωr LR = 2 π fr LR : fr = sfe

Sehingga: XR = 2 π sfe LR

= s(2 π sfe LR)

...(2.6)

LR = induktansi rotor XRO = reaktansi blok rotor.

Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen rotor motor induksi

Dari gambar 2.7 arus pada rotor dapat ditentukan sebagai :

...(2.7)

...(2.8)

...(2.9)


(51)

IR = arus rotor ( A )

ER = tegangan induksi pada rotor ( V ) RR = tahanan rotor ( Ώ )

XR = reaktansi rotor ( Ώ )

Dalam teori transformator, analisa rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang magnetisasi atau dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus magnetisasi yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh). Untuk itu dalam rangkaian ekivalen RC dapat diabaikan. Rangkaian ekivalennya adalah seperti pada gambar berikut.

Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi jika rugi-rugi inti diabaikan

2.6Desain Motor Induksi Tiga Fasa

Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam empat kelas yakni disain A,B,C, dan D. Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada gambar 2.11.


(52)

Gambar 2.11 Karakteristik torsi kecepatan motor induksi pada berbagai desain.

 Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan yang paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip < = 5%

 Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip motor ini < =5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan, dan peralatan – peralatan mesin.


(53)

 Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban seperti Universitas Sumatera Utara

 konveyor, mesin penghancur (crusher), komperessor,dll. Operasi dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah besar. Arus startnya rendah, slipnya < = 5 %

 Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi ( 5-13 % ), sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane, dan ekstraktor.

2.7 Torsi dan Putaran Motor Induksi

Sumber tegangan yang disuplai ke motor tidak langsung terhubung ke rotor, melainkan terhubung ke stator dahulu, setelah itu terjadi proses induksi dari stator ke rotor akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar yang dihasilkan oleh arus stator [2]. Sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang masuk ke rotor. Adapun rumusan persamaan dari total daya pada kumparan stator (Pin) adalah sebagai berikut :

cos 3V I1

Pint ... (2.10)

Dimana :

Pin : daya input pada stator (watt) Vt : tegangan sumber (Volt) I1 : arus masukan(Ampere)


(54)

θ : perbedaan sudut fasa antara arus masukan dengan tegangan sumber

Pada pengoperasiannya, motor induksi sering mengalami rugi-rugi seperti rugi-rugi inti stator (PC) dan rugi-rugi tembaga stator (PSCL). Dan kedua rugi-rugi ini timbul sebelum daya ditransfer lewat celah udara. Daya yang ditransfer melalui celah udara (PAG) adalah penjumlahan dari rugi-rugi tembaga rotor (PRCL) dan daya yang dikonversi (PCONV). Daya yang melewati celah udara ini disebut daya input rotor [8].

Pag = P SCL + PCONV (Watt)...(2.11)

Pag=

 

 

 

s s R I R I s R

I 3 3 1

3 2 2 2 2 2 2 2 2

2 (Watt)...(2.12)

Berikut gambar 2.12 yang menunjukkan Diagram aliran daya motor induksi :

Gambar 2.12 Diagram Aliran Daya [8]. Dimana :


(55)

- PC = rugi – rugi inti pada stator (Watt)

- PAG = daya yang ditransfer melalui celah udara (Watt) - PRCL = rugi – rugi tembaga pada belitan rotor (Watt) - PA-G = rugi – rugi gesek + angin (Watt)

- PSLL = stray losses (Watt)

- PCONV = daya mekanis keluaran (output) (Watt)

Berdasarkan rangkaian ekivalen dan diagram aliran daya motor induksi tiga fasa, dapat diturunkan suatu rumusan umum untuk torsi induksi sebagai fungsi dari kecepatan. Berikut persamaan Torsi motor induksi :

m conv ind

p T

 ...(2.13)

atau

sync AG ind

P T

 ...(2.14)

Adapun cara kerja dari timbulnya putaran pada motor induksi sebagai berikut, ketika sumber tegangan dicatu pada stator , maka timbul medan magnet (medan putar). Medan magnet ini berputar dengan kecepatan sinkron disekitar rotor dan memotong konduktor rotor. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, timbullah arus rotor yang menghasilkan medan magnet, yang berusaha untuk melawan medan magnet stator, adanya arus di dalam medan magnet menimbulkan gaya pada rotor yang membuat rotor berputar [2].

Terjadinya perbedaan antara dua kecepatan tersebut disebabkan adanya “slip/geseran” yang meningkat dengan meningkatnya beban. Umumnya Slip


(56)

terjadi pada motor induksi. Pada motor induksi biasanya dipasang cincin/slip ring untuk menghindari slip dan motor tersebut dinamakan “motor cincin geser/slip ring motor”. Berikut adalah persamaan untuk menghitung persentase slip/geseran.

% 100

  

s r s

n n n s

dimana

s

n

nrs 1 ... (2.15)

2.8 Penentuan Parameter Motor Induksi [8]

Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan, dan pengukuran tahanan dc lilitan stator.

2.8.1 Pengujian Tanpa Beban

Pengujian ini untuk mengukur rugi-rugi putaran dan arus magnetisasi. Pada keadaan tanpa beban (beban nol), beban yang dipikul hanyalah rugi-rugi angin dan gesekan. Adapun rangkaian pengujian tanpa beban adalah sebagai berikut:

Gambar 2.13 Rangkaian pengujian tanpa beban motor induksi [8].

Rugi rotor ini dianggap sebagai rugi angin dan gesekan, sedangkan rugi tembaga stator dapat dicari sebagai:


(57)

Dimana I1 disini sama dengan Ibn (fasa) dan R1 dicari lewat pengujian tahanan stator arus searah.

Persamaan daya:

Pin (bn) = Pts + Prot ... (2.17) Prot = P1 + Pa&g + rugi rugi lain ... .(2.18) Dimana:

Prot = daya yang hilang akibat adanya putaran (Watt) Pi = rugi inti (Watt)

Pa&g = rugi angin dan gesekan (Watt)

2.8.2 Pengujian Tahanan Stator Arus Searah

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui nilai parameter resistansi stator (primer) R1. Pada pengujian ini kumparan stator dialiri arus searah, sehingga suhunya mencapai suatu nilai yang sama jika motor induksi beroperasi pada kondisi operasi normal (resistansi kumparan merupakan fungsi suhu).

Gambar 2.14. Rangkaian Uji Tahanan Stator Arus Searah Motor Induksi [8]. Pada percobaan ini, jika kumparan stator terhubung bintang (gambar 2.13a), maka arus akan mengalir melewati dua kumparan dengan resistansi

sebesar 2R1, sehingga:


(58)

R1

=

... (2.19)

Sedangkan jika terhubung segitiga (gambar 2.14b), maka arus akan mengalir melewati ketiga kumparan tersebut yang besarnya secara ekivalen terlukis pada gambar berikut, dengan resistansi total:

Gambar 2.15 Pengukuran Untuk DC Test [8]. Sehingga:|

atau

R1 =

... (2.20)

Nilai R1 yang didapat hanya merupakan nilai pendekatan, karena padakondisi operasi normal, motor induksi diberikan pasokan tegangan arus bolakbalikyang dapat menimbulkan efek kulit (skin effect) yang mempengaruhi besarnya nilai R1. 2.8.3 Pengujian Rotor tertahan

Pada pengukuran ini rotor dipaksa tidak berputar (nr = 0 sehingga s = 1) dan kumparan stator dihubungkan dengan tegangan seimbang karena slip s = 1 maka harga = R2 karena

|

R2‟ + jX2

|

<<

|

Rc| jXm| maka arus yang melewati

|

Rc

||

jXm|dapat diabaikan sehingga rangkaian ekivalen motor induksi dalam keadaan rotor tertahan atau hubung singkat seperti ditunjukkan pada Gambar 2.16


(59)

Gambar 2.16 Rangkaian rotor ditahan motor induksi [8].

Impedansi perphasa pada saat rotor tertahan (ZBR) dapat dirumuskan sebagai berikut:

ZBR = R1 + R2 + j(X1 + X2) = RBR + jXBR (Ohm) ...(2.21) Pengukuran ini dilakukan pada arus mendekati arus rating motor. Data hasil pengukuran ini meliputi: arus input (I1=IBR), tegangan input (V1=VBR) dan daya input per phasa (PBR=Pin). Karena adanya distribusi arus yang tidak merata pada batang rotor akibat efek kulit harga R2 menjadi tergantung frekuensi. Maka umumnya dalam praktek pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan mengurangi frekuensi eksitasi menjadi fBR untuk mendapatkan harga R2‟ yang sesuai dengan frekuensi rotor pada saat slip ring. Data data tersebut, harga RBR dan XBR dapat dihitung:

RBR =

...(2.22)

2.9 Rating Temperatur dan Metode Pengukuran Temperatur Motor Induksi

Menurut National Electrical Manufacturing Association (NEMA) , temperature rise merupakan naiknya temperatur melebihi temperature ambient. Sementara Temperature ambient itu sendiri adalah temperatur udara yang berada disekeliling motor atau yang sering disebut sebgai suhu ruangan. Total Panas dari motor itulah merupakan jumlah dari temperatur rise dan temperatur ambient. Kelas isolasi temperature pada motor induksi dijelaskan oleh tabel berikut (temperature ambient tidak lebih dari 40 oC) :


(60)

Tabel 2.1 Temperature rise for large motors with 1.0 sevice factor

Faktor penyebab rusaknya isolasi winding adalah panas yang berlebih pada motor. Panas berlebih yang berlangsung lama pada lilitan akan menyebabkan stress pada lilitan dan isolasi kawat menjadi rapuh. Jika dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan isolasi pada lilitan akan retak. Jika gejala ini disertai dengan munculnya partial discharge maka proses penuaan isolasi akan semakin cepat. Berdasarkan penelitian NEMA usia dari isolasi winding akan berkurang setengahnya setiap kenaikan 10 oC dari kondisi normal kerja motor. Akan tetapi jika motor harus beroperasi 40 oC di atas temperature normal maka umur isolasinya menjadi 1/16 dari umur normal yang diperkirakan. Oleh sebab itu motor- motor listrik yang digunakan pada dunia industri menggunakan alat proteksi untuk mengatasi panas lebih pada motor seperti thermal overload relay. Sehingga apabila terjadi overheating pada motor relai akan segera bekerja sehingga dapat meminimalkan kerusakan pada isolasi motor.


(61)

Ada beberapa metode dalam menentukan temperature dari motor induksi. Berikut adalah beberapa metodenya [4] :

a. Menggunakan thermometer infrared

Metode ini adalah penentuan suhu dengan sensor suhu, atau dengan thermometer infrared, dengan metode ini instrumen diterapkan pada bagian terpanas dari mesin yang dapat diakses.

b. Mengunakan Embedded Detector

Motor yang menggunakan embedded detector pada lilitannya dapat dimonitor langsung output yang dideteksi pada peralatan. Output temperature yang ditunjukkan adalah temperature terpanas dimana lokasi sensor diletakkan. Perbedaan antara embedded detector dengan thermometer infrared yaitu embedded detector tertanam di lilitan stator motor sedangkan thermometer infrared dapat diletakkan dimana saja bagian motor yang paling panas yang mudah diakses.

c. Mengukur Tahanan Lilitan motor

Metode digunakan untuk motor yang tidak memiliki embedded detector seperti thermocouple atau resistance temperature detectors (RTDs). Kelebihan metode ini yaitu dapat dilakukan tanpa harus membongkar kerangka motor

Penentuan temperature dengan metode ini yaitu dengan membandingkan tahanan lilitan motor pada temperature yang ingin ditentukan (pada saat motor panas) dengan tahanan yang sudah diketahui temperaturnya (temperatureambient). Temperature tahanan yang ingin ditentukan dapat dihitung dengan persamaaan :


(62)

Dimana : Tt : Temperatur total lilitan (oC)

Tb : Temperatur pada saat motor dingin (oC)

Rt : Tahanan pada saat motor panas (ohm)

Rb : Tahanan pada saat motor dingin (ohm)

K : 234.5 ( konstanta untuk bahan tembaga ) (oC)

225 ( konstanta untuk bahan aluminium ) (oC)

2.10 Tegangan Kerja

Tegangan kerja (Tegangan Pelayanan) adalah tegangan pada terminal suplai, yaitu yang diukur pada alat pembatas dan pengukur (APP) milik PLN pada pelanggan. Tegangan inilah yang disalurkan ke pelanggan untuk menyuplai perlatan-peralatan sistem tenaga listrik sesuai dengan kebutuhan. Tegangan kerja (Tegangan pelayanan) ini bervariasi, bisa kurang dari tegangan nominalnya dan juga bisa lebih dari tegangan nominalnya. Menurut SPLN 1 tahun 1995 variasi tegangan yang diizinkan maksimum + 5%, dan minimum -10% dari tegangan nominal [1].

Faktor – faktor yang menyebabkan gangguan pada motor listrik antara lain :

a. Berasal dari alat yang digerakkan b. Dari jaringan suplai


(63)

Suplai tegangan yang kurang/rendah dapat menyebabkan kenaikan arus pada beban yang sama, sehingga belitan motor akan mengalami pemanasan lebih. Sementara tegangan yang lebih dapat menyebabkan umur isolasi menurun, bahkan tembusnya kekuatan isolasi. Tegangan turun disebabkan oleh:

a. Overload pada jaringan.

b. Kesalahan operasi pada tap-changer transformator c. Hubung pendek

2.11 Tegangan nominal suatu sistem

Tegangan nominal suatu sistem adalah nilai tegangan yang disandang suatu sistem atau perlengkapan dan kepadanva karakteristik kerja tertentu dari sistem dan perlengkapan itu dirujuk. Biasanya tegangan ini tertera pada nameplate body peralatan yang sudah sesuai spesifikasi pabrik [1].


(64)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam penyaluran tenaga listrik, kualitas tegangan sangatlah penting. Tegangan yang disalurkan melalui peralatan mulai dari pembangkit sampai ke pengguna harus sesuai dengan kebutuhan. Faktor kualitas tegangan yang disalurkan, ditentukan mulai dari pusat pembangkitan hingga pada jaringan distribusi yang sampai ke konsumen. Namun kenyataan yang ada di lapangan, sering terjadi kendala dalam sistem penyaluran tenaga listrik, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan nilai tegangan pelayanan pada kerja normal terhadap tegangan nominal, atau yang disebut variasi tegangan [1]. Pada kondisi ini dapat terjadi tegangan naik dan tegangan turun.

Sesuai dengan SPLN 1 tahun 1995, variasi tegangan kerja (tegangan pelayanan) yang diijinkan untuk disuplai adalah maksimum + 5%, dan minimum -10% dari tegangan nominal yang biasanya tertera pada nameplate sesuai spesifikasi yang telah ditentukan oleh pabrik, dan ini juga berlaku pada peralatan listrik yang memerlukan suplai tegangan kerja sesuai standarnya, seperti motor induksi.

Motor Induksi merupakan motor arus bolak – balik (ac), yang arus rotor motor ini bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai adanya perbedaan relativ antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan oleh arus stator [2]. Pengaruh suplai variasi tegangan kerja yang menyuplai motor induksi akan mempengaruhi perbedaan kecepatan putaran antara stator dan rotor yang mengakibatkan


(65)

terjadinya proses induksi, serta torsi pada motor induksi yang dibebani tersebut. Akibat dari pengaruh pada putaran dan torsi tersebut maka akan mempengaruhi temperatur motor induksi.

Oleh sebab itu, diperlukan suatu kajian baik berupa penelitian untuk melihat bagaimana pengaruh dari suplai variasi tegangan kerja pada motor induksi yang akan mempengaruhi kinerja (Torsi-Putaran) dan temperatur dari motor tersebut. Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan akan dapat memberikan informasi bagi pembaca bagaimana pengaruh suplai variasi tegangan kerja terhadap kinerja dan temperatur motor induksi tiga fasa rotor belitan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah daripada penulisan ini ialah:

1. Bagaimana kondisi kinerja (putaran-torsi) motor induksi tiga fasa rotor belitan saat disuplai variasi tegangan kerja.

2. Bagaimana kondisi kenaikan temperatur motor induksi tiga fasa rotor belitan saat disuplai variasi tegangan kerja berdasarkan waktu kerja

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui pengaruh suplai variasi tegangan kerja terhadap kinerja (putaran-torsi) motor induksi tiga fasa rotor belitan.


(66)

2. Untuk mengetahui pengaruh suplai variasi tegangan kerja terhadap temperatur motor induksi tiga fasa rotor belitan.

3. Untuk menganalisis pengaruh suplai variasi tegangan kerja terhadap kinerja (putaran-torsi), dan temperatur motor induksi tiga fasa rotor belitan.

1.4 Batasan Masalah

Untuk menjaga agar pembahasan materi dalam Tugas Akhir ini lebih terarah dan tidak meluas, maka penulis menetapkan beberapa batasan masalah sebagai berikut :

1. Jenis motor yang dibahas adalah Motor Induksi Tiga fasa Rotor Belitan yang ada di Laboratorium Konversi Energi Listrik DTE. FT-USU.

2. Tidak membahas gangguan dan harmonisa yang terjadi pada motor induksi tiga fasa.

3. Motor induksi tiga fasa beroperasi sendiri dengan tegangan kerja mulai dari -10% s/d +5% dari tegangan nominal motor (380 Volt).

4. Hanya membahas putaran, torsi, dan temperatur motor induksi. 5. Percobaan dilakukan dalam keadaan steady state.

6. Percobaan dilakukan pada saat motor berbeban konstan.

7. Tidak membahas tentang pengaturan kecepatan motor,p engasutan, dan pengereman.


(67)

9. Pada penelitian ini, pengukuran kondisi temperatur motor induksi hanya menggunakan satu metode, yaitu metode pengukuran temperatur menggunakan thermometer infrared

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat yang diharapkan dari tugas akhir ini adalah:

1. Dapat memberikan informasi bagi penulis dan pembaca mengenai pengaruh variasi suplai tegangan kerja terhadap kinerja (putaran- torsi) dan temperatur motor induksi tiga fasa rotor belitan.

2. Sebagai acuan bagi mahasiswa lain untuk mengembangkan penelitiannya lebih lanjut.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan,batasan masalah, manfaat, dan sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Bab ini membahas tentang motor induksi tiga fasa secara umum, konstruksi motor induksi rotor belitan tiga fasa, prinsip kerja motor induksi, tegangan kerja (pelayanan) sesuai SPLN 1 tahun 1995, dan rangkaian motor induksi.


(68)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang cara yang harus ditempuh dalam kegiatan penelitian agar pengetahuan yang akan dicapai dari suatu penelitian dapat memenuhi harga ilmiah.

BAB IV ANALISIS PENGARUH TEGANGAN KERJA TERHADAP KINERJA DAN TEMPERATUR MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN

Bab ini membahas tentang pengaruh suplai variasi tegangan kerja terhadap kecepatan putaran, torsi dan temperatur pada motor induksi yaitu dengan melakukan percobaan pada motor induksi di LaboratoriumKonversi Energi Listrik FT USU.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan, berdasarkan hasil analisa data-data yang telah diperoleh.


(69)

ABSTRAK

Motor induksi merupakan motor AC yang sering menjadi pilihan dalam dunia industri. Dikarenakan motor induksi sangat mudah dalam pengoperasian dan perawatannya. Nilai tegangan kerja yang dipikul motor saat operasi, sering tidak sesuai lagi dengan tegangan nominalnya. Terjadi kenaikan dan penurunan tegangan suplai. Menurut SPLN 1 tahun 1995, ada batasan-batasan variasi tegangan yang masih dapat ditolerir yaitu +5; -10 dari Vnom. Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap kinerja (putaran-torsi) dan temperatur, saat motor diberi suplai variasi tegangan kerja sesuai batasan variasi tegangan berdasarkan SPLN 1 tahun 1995. Dari hasil penelitian didapat bahwa semakin besar tegangan kerja yang disuplai pada motor saat beban konstan, maka semakin besar kecepatan putaran, torsi, dan kenaikan temperatur motor. Pada saat tegangan kerja sebesar 342 V (-10 % Vnom) didapat nr = 1460 rpm, Torsi = 1,28 Nm , kenaikan temperatur = 0,2930C/menit. Saat tegangan kerja sebesar 380 V (Vnom) didapat nr = 1480 rpm, Torsi = 3,46 Nm, kenaikan temperatur = 0,490C/menit. Saat tegangan kerja 398 V (+5 % Vnom) didapat nr =1486 rpm, Torsi = 5,64 Nm, kenaikan temperatur = 0,63 0C/menit.

Kata Kunci : Motor Induksi Rotor Belitan, Tegangan Kerja, Putaran, Torsi, Temperatur.


(70)

TUGAS AKHIR

ANALISIS PENGARUH TEGANGAN KERJA TERHADAP KINERJA DAN TEMPERATUR MOTOR INDUKSI TIGA FASA

ROTOR BELITAN

Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro Sub Konsentrasi Teknik Energi Listrik

Oleh

BEGIN RAJA SEMBIRING NIM : 120402099

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(71)

ABSTRAK

Motor induksi merupakan motor AC yang sering menjadi pilihan dalam dunia industri. Dikarenakan motor induksi sangat mudah dalam pengoperasian dan perawatannya. Nilai tegangan kerja yang dipikul motor saat operasi, sering tidak sesuai lagi dengan tegangan nominalnya. Terjadi kenaikan dan penurunan tegangan suplai. Menurut SPLN 1 tahun 1995, ada batasan-batasan variasi tegangan yang masih dapat ditolerir yaitu +5; -10 dari Vnom. Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap kinerja (putaran-torsi) dan temperatur, saat motor diberi suplai variasi tegangan kerja sesuai batasan variasi tegangan berdasarkan SPLN 1 tahun 1995. Dari hasil penelitian didapat bahwa semakin besar tegangan kerja yang disuplai pada motor saat beban konstan, maka semakin besar kecepatan putaran, torsi, dan kenaikan temperatur motor. Pada saat tegangan kerja sebesar 342 V (-10 % Vnom) didapat nr = 1460 rpm, Torsi = 1,28 Nm , kenaikan temperatur = 0,2930C/menit. Saat tegangan kerja sebesar 380 V (Vnom) didapat nr = 1480 rpm, Torsi = 3,46 Nm, kenaikan temperatur = 0,490C/menit. Saat tegangan kerja 398 V (+5 % Vnom) didapat nr =1486 rpm, Torsi = 5,64 Nm, kenaikan temperatur = 0,63 0C/menit.

Kata Kunci : Motor Induksi Rotor Belitan, Tegangan Kerja, Putaran, Torsi, Temperatur.


(72)

KATA PENGANTAR

Segala Pujian dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas Anugerah-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan pada waktu yang tepat. Adapun Judul Tugas Akhir ini adalah “ANALISIS PENGARUH TEGANGAN KERJA TERHADAP KINERJA DAN TEMPERATUR MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN”. Pengerjaan Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun Tugas Akhir ini penulis dedikasikan kepada kedua orang tua terkasih dan terspesial dari semua, dan yang telah membesarkan penulis dengan penuh cinta kasih sayang, Ayah penulis Almarhum B.Sembiring dan Ibunda tercinta Herawati Sinuhaji, serta saudara kandung penulis, Kakak dr. Christin Li Idilona Sembiring , Abangda Tabah Raja Sembiring S.T, dan Hendro Sembiring yang selalu mendoakan dan mensupport penulis, hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini dengan baik.

Dari mulai awal perkuliahan, di tahun 2012 di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara sampai dengan penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan, bantuan, serta Doa dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan penuh kerendahan dan ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Raja Harahap, M.T, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang dengan ikhlas mau meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan


(73)

bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk beliau.

2. Bapak Ir . Syamsul Amien, M.S, selaku dosen pembanding Tugas Akhir, sekaligus Kepala Laboratorium Konversi Energi Listrik Departemen Teknik Elektro, FT-USU.

3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si, selaku dosen pembanding Tugas Akhir sekaligus Ketua Departemen Teknik Elektro FT-USU.

4. Bapak Rachmad Fauzi, S.T, M.T, selaku sekretaris Departemen Teknik Elektro FT-USU.

5. Bapak Ir. Riswan Dinzi, M.T, selaku dosen wali penulis.

6. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara , Bapak dan Ibu Dosen yang penulis hormati dan banggakan.

7. Seluruh pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Isroy Tanjung, ST selaku Pegawai di Laboratorium Konversi Energi Listrik Fakultas Teknik Elektro USU yang membantu penulis dalam pengurusan izin penelitian.

9. Teman-teman asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik yang telah membantu penulis dalam pengambilan data (Ibas, Windi, Gading, Syahrul.L). 10. Teman-teman stambuk 2012: Gomgom, Valen, Ray Calvin, Ricart, Arivin, Rey Pantun, Daniel Purba, Riovan, Andika Pal, Elius, Alexander, dan teman-teman stambuk „12 lainnya, yang tidak penulis sebutkan satu-persatu.


(74)

Akhir kata Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat dan dapat dijadikan satu dari jutaan sumber inspirasi lainnya bagi pembaca.

Medan, November 2016 Penulis

Begin Raja Sembiring 120402099


(75)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Batasan Masalah ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Umum ... 6

2.2. Konstruksi Motor Induksi ... 7

2.3. Prinsip Kerja Medan Putar ... 9

2.4. Prinsip Kerja Motor Induksi ... 11


(76)

2.6 Desain Motor Induksi Tiga Fasa ... 16

2.7 Torsi dan Putaran Motor Induksi... .. 18

2.8 Penentuan Parameter Motor Induksi ... 21

2.8.1 Pengujian tanpa beban ... 21

2.8.2 Pengujian Tahanan Stator (DC Test) ... 22

2.8.3 Pengujian Rotor Tertahan (Block Rotor Test) ... 23

2.9 Rating Temperatur dan Metode Pengukuran Temperatur Motor .. 24

2.10 Tegangan Kerja ... 27

2.11 Tegangan nominal sistem ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Tempat dan Waktu ... 29

3.2. Langkah – langkah Penelitian ... 29

3.3. Bahan dan Peralatan yang Digunakan ... 30

3.4. Variabel yang Diamati ... 31

3.5. Percobaan untuk mendapatkan parameter-parameter ... 32

3.5.1 Percobaan Tahanan DC ... 32

3.6. Percobaan Tegangan Kerja terhadap kinerja dan temperatur ... 33

3.7. Pelaksanakan Penelitian ... 35


(77)

3.7.2 Melakukan Analisa Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Umum ... 38

4.2. Hasil Penelitian ... 38

4.2.1 Percobaan untuk mendapatkan parameter-parameter... 38

4.2.2 Percobaan tegangan kerja terhadap kinerja motor ... 41

4.2.3 Percobaan tegangan kerja terhadap temperatur motor...46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN


(78)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan ... 7

Gambar 2.2 Komponen Stator motor induksi tiga fasa ... 8

Gambar 2.2(a) Lempengan Inti ... 8

Gambar 2.2(b) Tumpukan Inti dengan Kertas Isolasi pada Beberapa Alurnya .... 8

Gambar 2.2(c) Tumpukan Inti dan Kumparan Dalam Cangkang Stator ... 8

Gambar 2.3 Konstruksi Rotor Belitan ... 9

Gambar 2.4 Proses terjadinya medan putar...10

Gambar 2.5 Arah gaya (F) yang ditimbulkan fluks ... 10

Gambar 2.6 Vektor resultan F pada keadaan t ... 11

Gambar 2.7 Prinsip kerja motor induksi 3 fasa...11

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen motor induksi model transformator ... 13

Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen rotor motor induksi ... 15

Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi rugi-rugi inti diabaikan ... 16

Gambar 2.11 Karakteristik torsi kecepatan motor induksi pada berbagai desain.. ... 17

Gambar 2.12 Diagram Aliran Daya ... ....19

Gambar 2.13 Rangkaian pengujian tanpa beban motor induksi ... ....21

Gambar 2.14 Rangkaian pengujian tahanan Stator Arus DC Motor induksi....22

Gambar 2.15 Rangkaian pengukuran untuk DC test ... 23

Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen motor induksi pada percobaan block rotor test ... 24


(79)

Gambar 3.1 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Belitan Stator... 32

Gambar 3.2 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Belitan Rotor ... 32

Gambar 3.3 Rangkaian Percobaan Tegangan Kerja terhadap kinerja dan Temperatur . ... 33

Gambar 3.4 Diagram Alur pengambilan data ... 35

Gambar 4.1 Grafik Tegangan kerja vs Kecepatan Motor Induksi ... 45

Gambar 4.2 Grafik Tegangan kerja vs Torsi Motor Induksi... 45

Gambar 4.3 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 342 Volt ... 47

Gambar 4.4 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 350 Volt... ... 48

Gambar 4.5 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 360 Volt ... 50

Gambar 4.6 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 370 Volt... ... 51

Gambar 4.7 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 380 Volt... ... 53

Gambar 4.8 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 390 Volt... ... 54

Gambar 4.9 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 398 Volt... ... 56


(80)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kenaikan suhu untuk motor besar dengan faktor 1,0 ... 25 Tabel 4.1 Percobaan tahanan DC pada belitan stator ... 38 Tabel 4.2 Percobaan tahanan DC pada belitan rotor ... 39 Tabel 4.3 Data pengujian pengaruh variasi tegangan kerja saat kondisi

berbeban konstan... 41 Tabel 4.4 Data Hasil analisis data pengaruh variasi tegangan kerja pada

kondisi berbeban konstan...44 Tabel 4.5 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 342 volt ………... ... 46 Tabel 4.6 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 350 volt ... 47 Tabel 4.7 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 360 volt ... 49 Tabel 4.8 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 370 volt ... 50 Tabel 4.9 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 380 volt ... 52 Tabel 4.10 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 390 volt...53 Tabel 4.11 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer


(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Batasan Masalah ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Umum ... 6

2.2. Konstruksi Motor Induksi ... 7

2.3. Prinsip Kerja Medan Putar ... 9

2.4. Prinsip Kerja Motor Induksi ... 11


(2)

vi

2.6 Desain Motor Induksi Tiga Fasa ... 16

2.7 Torsi dan Putaran Motor Induksi... .. 18

2.8 Penentuan Parameter Motor Induksi ... 21

2.8.1 Pengujian tanpa beban ... 21

2.8.2 Pengujian Tahanan Stator (DC Test) ... 22

2.8.3 Pengujian Rotor Tertahan (Block Rotor Test) ... 23

2.9 Rating Temperatur dan Metode Pengukuran Temperatur Motor .. 24

2.10 Tegangan Kerja ... 27

2.11 Tegangan nominal sistem ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Tempat dan Waktu ... 29

3.2. Langkah – langkah Penelitian ... 29

3.3. Bahan dan Peralatan yang Digunakan ... 30

3.4. Variabel yang Diamati ... 31

3.5. Percobaan untuk mendapatkan parameter-parameter ... 32

3.5.1 Percobaan Tahanan DC ... 32

3.6. Percobaan Tegangan Kerja terhadap kinerja dan temperatur ... 33

3.7. Pelaksanakan Penelitian ... 35


(3)

3.7.2 Melakukan Analisa Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Umum ... 38

4.2. Hasil Penelitian ... 38

4.2.1 Percobaan untuk mendapatkan parameter-parameter... 38

4.2.2 Percobaan tegangan kerja terhadap kinerja motor ... 41

4.2.3 Percobaan tegangan kerja terhadap temperatur motor...46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(4)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan ... 7

Gambar 2.2 Komponen Stator motor induksi tiga fasa ... 8

Gambar 2.2(a) Lempengan Inti ... 8

Gambar 2.2(b) Tumpukan Inti dengan Kertas Isolasi pada Beberapa Alurnya .... 8

Gambar 2.2(c) Tumpukan Inti dan Kumparan Dalam Cangkang Stator ... 8

Gambar 2.3 Konstruksi Rotor Belitan ... 9

Gambar 2.4 Proses terjadinya medan putar...10

Gambar 2.5 Arah gaya (F) yang ditimbulkan fluks ... 10

Gambar 2.6 Vektor resultan F pada keadaan t ... 11

Gambar 2.7 Prinsip kerja motor induksi 3 fasa...11

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen motor induksi model transformator ... 13

Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen rotor motor induksi ... 15

Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi rugi-rugi inti diabaikan ... 16

Gambar 2.11 Karakteristik torsi kecepatan motor induksi pada berbagai desain.. ... 17

Gambar 2.12 Diagram Aliran Daya ... ....19

Gambar 2.13 Rangkaian pengujian tanpa beban motor induksi ... ....21

Gambar 2.14 Rangkaian pengujian tahanan Stator Arus DC Motor induksi....22

Gambar 2.15 Rangkaian pengukuran untuk DC test ... 23

Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen motor induksi pada percobaan block rotor test ... 24


(5)

Gambar 3.1 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Belitan Stator... 32

Gambar 3.2 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Belitan Rotor ... 32

Gambar 3.3 Rangkaian Percobaan Tegangan Kerja terhadap kinerja dan Temperatur . ... 33

Gambar 3.4 Diagram Alur pengambilan data ... 35

Gambar 4.1 Grafik Tegangan kerja vs Kecepatan Motor Induksi ... 45

Gambar 4.2 Grafik Tegangan kerja vs Torsi Motor Induksi... 45

Gambar 4.3 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 342 Volt ... 47

Gambar 4.4 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 350 Volt... ... 48

Gambar 4.5 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 360 Volt ... 50

Gambar 4.6 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 370 Volt... ... 51

Gambar 4.7 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 380 Volt... ... 53

Gambar 4.8 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 390 Volt... ... 54

Gambar 4.9 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi saat suplai tegangan kerja 398 Volt... ... 56


(6)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kenaikan suhu untuk motor besar dengan faktor 1,0 ... 25 Tabel 4.1 Percobaan tahanan DC pada belitan stator ... 38 Tabel 4.2 Percobaan tahanan DC pada belitan rotor ... 39 Tabel 4.3 Data pengujian pengaruh variasi tegangan kerja saat kondisi

berbeban konstan... 41 Tabel 4.4 Data Hasil analisis data pengaruh variasi tegangan kerja pada

kondisi berbeban konstan...44 Tabel 4.5 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 342 volt ………... ... 46 Tabel 4.6 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 350 volt ... 47 Tabel 4.7 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 360 volt ... 49 Tabel 4.8 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 370 volt ... 50 Tabel 4.9 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 380 volt ... 52 Tabel 4.10 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer

infrared saat Vkerja = 390 volt...53 Tabel 4.11 Data hasil pengukuran temperatur motor dengan thermometer