Budaya Kerangka Konsep Defenisi Operasional

tidak tepat. Orang tua bisa saja menjadi psikolog amatiran asal mereka mau meluangkan sedikit waktunya untuk memperhatikan perilaku anak remajanya dengan seksama. Sedikit saja perubahan, maka orang tua dapat melihat perubahan tersebut. Pendidkan seks yang diberikan dengan tepat oleh orang tua kepada anak remaja nya ialah dengan cara orang tua dapat menjadi sahabat bagi remajanya, dengan demikan maka remaja akan mau terbuka dalam membicarakan masalah seks dengan orang tua mereka. Orang tua juga sebaiknya berusaha menghilangkan pemikiran bahwa membicarakan seks dengan remaja adalah tabu, menggunakan cara atau bahasa yang mudah diterima serta memberikan contoh yang baik pada remaja dalam keluarga Mu’tadin, 2002

C. Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsure yang rumit, termasuk system agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Budaya adalah satu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku seseorang. Aturan moral tentang seksualitas diatur oleh budaya. Budaya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap seksualitas. Hampir semua aspek seksualitas dipengaruhi budaya. Pengaruhnya di mulai dari cara mendidik anak dalam identitas seksual dan gender, pembentukan orientasi seksual, dan Universitas Sumatera Utara pembagian peran gender. Budaya mengatur mana yang baik dan mana yang tidak baik serta mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dalam perkara seksualitas. Budaya melayu atau orang melayu begitu pendiam, namun diamnya adalah diam pedang yang disarungkan. Mereka menganggap isu seks jika dibicarakan secara terdepan atau terbuka , bakal melanggar tradisi dan adat ketimuran dalam masyarakat di negara ini. Isu ini boleh dianggap sebagai isu “ taboo ” dan tidak boleh dibicarakan secara terbuka atau sebaris dengan isu- isu yang lain yang melibatkan pendidikan Mu’tadin,2002

D. Remaja 1.

Definisi Remaja Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut WHO usia remaja adalah 12-24 tahun. Sementara PBB menyebut anak muda youth untuk usia 15-24 tahun. Sarwono 2003 menyebut periode remaja sebagai periode “Srtum Und Drang” yaitu periode peralihan masa anak-anak ke masa dewasa yang penuh gejolak. Sedangkan Hurlock 1999 periode remaja adalah periode dimana terjadi kematangan fisik, mental, emosi dan sosial. Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi 3 tahap yaitu : a. Masa remaja awal early adolescence Terjadi pada usia 10-12 tahun. Pada masa ini remaja lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak. Universitas Sumatera Utara b. Masa remaja tengah middle adolesence Terjadi pada usia 13-15 tahun. Pada masa ini remaja mencari identitas diri, timbul keinginan untuk mengenal lawan jenis, mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, berkhayal tentang aktifitas seks. c. Masa remaja akhir late adolesence Terjadi pada usia 15-19 tahun. Pada masa ini remaja ditandai dengan pengungkapan kebebasan diri, lebih selektif dalam memilih teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan mampu berpikir abstrak.

2. Perkembangan Seksual Remaja

Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan organ-organ seksual untuk mencapai kematangan sehingga mampu melangsungkan fungsi reproduksi. Perkembangan seks remaja ditandai dengan : a. Munculnya tanda Seks Primer Tanda seks primer pada remaja putri adalah dengan terjadinya haid pertama menarche dan pada remaja putra terjadi mimpi basah wet dream. Masa dimana tanda seks primer ini muncul disebut juga masa pubertas. b. Munculnya tanda Seks Sekunder Tanda seks sekunder pada remaja putri ditandai dengan pinggul mulai melebar, payudara membesar, timbulnya bulu-bulu halus Universitas Sumatera Utara diketiak dan sekitar kemaluan. Sedangkan pada remaja putra terjadi perubahan suara, timbulnya jakun, tumbuh rambut disekitar kemaluan dan ketiak. Perubahan tersebut diatas dialami oleh setiap remaja. Kadangkala hal tersebut sangat membingungkan mereka apalgi jika pengetahuan mereka kurang. Oleh karena itu pendidikan yang tepat tentang perubahan fisik tersebut terutama perubahna organ-organ seksual sangat penting agar remaja siap menghadapinya.

3. Perilaku Seksual Remaja

Perilaku seksual remaja adalah segala tingkah laku yang didorong hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya dan sesama jenisnya. Bentuk- bentuk perilaku seksual dapat bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik pada lawan jenisnya, berpacaran, bercumbu bahkan sampai bersenggama. Objek seksualnya dapat berupa orang orang dalam khayalan atau dirinya sendiri Sarwono, 2003. Perilaku seksual yang sering terjadi pada remaja antara lain : a. Masturbasi atau Onani Masturbasi atau onani adalah suatu kegiayan memanipulasi alat genital untuk memuaskan keinginan seksual. b. Berpacaran Merupakan kegiatan seksual yang ringan mulai dari sentuhan, pegangan tangan, sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks Universitas Sumatera Utara yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. c. Bersenggama Merupakan perilaku seksual yang lebih dalam yang melibatkan hubungan organ-organ seksual untuk memuaskan dorongan seksual. Dalam bukunya Psikologi Remaja Sarwono, 2003 menyebutkan beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja antara lain : a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon tersebut menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat seperti pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain. b. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk berhubungan seksual sebelum menikah, untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecendrungan untuk hal-hal tersebut. c. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa Universitas Sumatera Utara dengan teknologi yang canggih menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang ingin tahunya besar dan suka coba-coba akan meniru apa yang dilihat dan didengar dari media massa karena pada umumnya mereka belum mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya. d. Orang tua sendiri baik karena ketidaktahuannya maupun karena mentabukan pembicaraan mengenai seks dalam masalah ini tidak dapat menjelaskan kepada remajanya. e. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga wanita semakin sejajar dengan pria. Remaja lebih cenderung berbagi pengalaman dan menceritakan masalah seksualnya dengan teman-teman sebaya daripada dengan orangtuanya. Terbukti pada penelitian yang dilakukan “Synovate” sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan pemasaran pada tahun 2004 terhadap 450 remaja di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan yang menyimpulkan bahwa 65 persen informasi tentang seks diperoleh dari teman sebaya, 35 persen dari film porno, 19 persen dari sekolah mereka dan hanya 5 persen diperoleh dari orang tua. Sebagian informasi yang diterima remaja dari teman-temannya salah dan mau tidak mau orang tua harus menyadari pentingnya pendidikan seks bagi remaja. Hubungan komunikasi yang baik antara orang tua dan Universitas Sumatera Utara remaja dapat membuat remaja terbuka membicarakan masalahnya, dan menganggap orang tua sebagai teman yang dapat mengerti kebutuhannya. Saat ini karena pendidikan seks dari orang tua belum optimal, sementara sekolah juga belum melaksanakan pendidikan seks secara formal, maka informasi mengenai seks dapat diperoleh remaja melalui LSM-LSM yang peduli remaja dan menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja namun tetap dengan pengawasan orangtua. Universitas Sumatera Utara BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan variable- variabel yang akan diamati melalui penelitian yang akan dilakukan. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan dibawah ini : Bagan 3.1 Kerangka konsep Persepsi Masyarakat Melayu tentang Pendidikan Seks bagi Remja - Tujuan Pendidikan Seks - Defenisi Pendidikan Seks - Ruang Lingkup Pendidikan seks - Kiat dan bimbingan dalam memberikan pendidikan seks Universitas Sumatera Utara

B. Defenisi Operasional

No. Variable Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Persepsi Cara pikir masyarakat tentang sesuatu hal dalam hal ini memberikan pendidikan seks bagi remajanya. Kuisioner Dengan menghitung jawaban responden pada kuisioner 1. Persepsi positif : apabila skor responden 75-100 dari 25 pernyataan yang diajukan 2. Persepsi Negatif: Apabila skor responden 75 dari 25 pernyataan yang diajukan Nominal 2. Umur Lamanya hidup responden yang dihitung sejak lahir Kuisioner wawancara 1. 30-40 tahun 2. 41-50 tahun 3. 51-60 tahun 4. 61-70 tahun Interval Universitas Sumatera Utara sampai saat penelitian dilakukan 3. Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir responden pada saat penelitian dilakukan Kuisioner wawancara 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. PT Ordinal 4. Pekerjaan Pekerjaan responden pada saat penelitian dilakukan Kuisioner wawancara 1. PNS 2. Pegawai swasta 3. Wiraswasta 4. Tidak bekerja Ordinal 5. Agama Agama yang dianut responden saat penelitian dilakukan Kuisioner wawancara 1. Islam 2. Kristen 3. Budha 4. Hindu 5. Katolik Nominal Universitas Sumatera Utara BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian