28
3.6 Identifikasi Kesesuaian Lahan Berdasarkan Lahan yang Tersedia
Analisis kesesuaian lahan terhadap ketiga jenis tanaman kayu potensial pada penelitian ini menggunakan peta kesesuaian lahan yang merupakan hasil
proyek Regional Physical Planning Program for Transmigration RePPProT. Proyek ini merupakan kerjasama antara Departemen Transmigrasi dengan UK
Overseas Development Administration. Karena penelitian ini meliputi skala provinsi dengan lahannya yang relatif luas, maka evaluasi lahan yang digunakan
adalah tingkat tinjau. Klasifikasi kesesuaian lahan yang digunakan pada analisis ini adalah
menurut kerangka evaluasi lahan FAO. Data-data karakteristik fisik dan kimia tanah tidak diamati secara langsung, tetapi menggunakan data dan peta
landsystem Jawa Timur. Peta ini merupakan skala tinjau 1:250.000. Karena peta yang digunakan adalah berskala kecil, maka kesesuaian lahan yang
digunakan adalah sampai tingkat Ordo. Ordo menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu Hardjowigeno dan
Widiatmaka, 2007. Ordo ini dibedakan menjadi dua yaitu Ordo S sesuai dan Ordo N tidak
sesuai. Lahan yang termasuk dalam Ordo sesuai merupakan lahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang telah
dipertimbangkan sedangkan ordo tidak sesuai adalah lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunanya untuk tujuan yang
telah direncanakan.
Gambar 7 Penentuan Kesesuaian Lahan Menurut Jenis Tanaman
Terpilih RePPProt
Peta Landsystem
KESESUAIAN JENIS TANAMAN
PRIORITAS -
Peta Lereng -
Peta Curah Hujan -
Jenis tanah -
Elevasi -
29
Pada gambar 7 menunjukkan setelah diperoleh kesesuaian lahan berdasarkan data Reppprot selanjutnya data tersebut dioverlay dengan peta
lereng, curah hujan, jenis tanah dan elevasi Jawa Timur untuk mengupdate data pada peta landsystem Jawa Timur.
Langkah ini adalah untuk menentukan kesesuaian lahan berdasarkan syarat tumbuh bagi tanaman prioritas terpilih di
seluruh wilayah Jawa Timur. Klasifikasi kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan
kesesuaiannya untuk tujuan tertentu. Pada penelitian ini digunakan kesesuaian lahan pada tingkat ordo yang menunjukan apakah suatu lahan sesuai atau tidak
sesuai untuk suatu jenis penggunaan tertentu. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan atas Ordo S sesuai dimana lahan yang termasuk ordo ini
adalah lahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil
pengelolaan lahan ini akan memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan dan Ordo N tidak sesuai dimana lahan yang termasuk ordo ini adalah
lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan tertentu. Lahan tidak sesuai karena adanya
berbagai penghambat, baik secara fisik lereng sangat curam, berbatu-batu, dan sebagainya atau secara ekonomi yaitu keuntungan yang didapat lebih kecil dari
biaya yang dikeluarkan Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007.
3.7 Analisis Pola Kemitraan Eksisting
Untuk menentukan pola kemitraan yang disukai masyarakat berdasarkan pola kemitraan yang telah ada di Jawa Timur adalah dengan metode AHP. Metode
Analytical Hierarchy Procees AHP merupakan metode untuk pengambilan keputusan dengan banyak kriteria yang digunakan dalam menentukan pola
kemitraan mana yang menjadi prioritas yang disukai responden untuk dikembangkan di Provinsi Jawa Timur.
Langkah awal dari proses ini adalah merinci tujuanpermasalahan kedalam komponen-komponen dan kemudian diatur kedalam tingkatan-tingkatan
hirarki. Selanjutnya dilakukan pembobotan sehingga diketahui pola kemitraan mana yang merupakan prioritas untuk dikembangkan sebagaimana hirarki pada
Gambar 8 berikut ini.
30
Gambar 8 Hirarki Bentuk Pola Kemitraan Alat yang digunakan untuk pengumpulan data berupa kuisioner pada
stakeholders yang terlibat dalam kegiatan hutan rakyat. Responden adalah
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Direktur IPHHK di Gresik, Jombang, Lumajang dan Ketua Kelompok Tani Hutan Rakyat di Bangkalan,
Mojokerto, Lumajang dan Tuban. Aspek-aspek dalam penetapan prioritas pola kemitraan adalah modal
usaha, pemasaran dan bimbingan teknis yang merupakan pertimbangan utama dalam suatu pola kemitraan. Modal usaha meliputi semua pengeluaran untuk
produksi termasuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya tenaga kerja, pemasaran merupakan kemudahan petani untuk menjual hasil produksi dengan adanya
kepastian pasar dan bimbingan teknis meliputi adanya bimbingan dan penyuluhan terhadap petani dalam budidaya tanaman hutan rakyat.
Pola kemitraan yang sering dipergunakan dalam hutan rakyat adalah : 1.
Pola A merupakan pola kemitraan dimana IPHHK memberikan bantuan bibit tanpa ada perjanjian bagi petani untuk menjual hasil panen kayu ke IPHHK
yang bersangkutan 2.
Pola B merupakan kemitraan dimana IPHHK memberikan bantuan bibit, saprodi dan bimbingan teknis dengan perjanjian seluruh hasil panen dijual ke
IPHHK yang bersangkutan 3.
Pola C merupakan kemitraan dimana IPHHK memberikan kredit lunak kepada petani yang pengembalian setelah panen dengan bunga yang telah
disepakati. 4.
Pola D merupakan kemitraan dengan sistem inti plasma. Dimana IPHHK merupakan inti dan petani adalah plasma. Inti memberikan modal, sarana
Bentuk Pola Kemitaan Antara Industri dan Masyarakat
MODAL USAHA PEMASARAN
BIMBINGAN TEKNIS
POLA A POLA B
POLA C POLA D