Arahan Berdasarkan Lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN

109 panggilan moral dengan prinsip saling membutuhkan, memperkuat, menguntungkan dan dapat menciptakan usaha perhutanan rakyat yang sehat dan tangguh Mardikanto, 2010 Petani hutan rakyat yang tergabung dalam suatu lembaga akan lebih mudah mengusahakan kemitraan dalam pengelolaan hutan rakyat. Lembaga petani hutan rakyat sebagai sebuah organisasi memiliki posisi yang lebih kuat jika dibandingkan dengan petani secara perorangan. Program-program kemitraan yang dikembangkan pemerintah dan swastaindustri, kebanyakan menghendaki kemitraan dengan petani dalam sebuah kelompok. Disamping koordinasinya mudah dilaksanakan, suplai kayu juga lebih terjamin. Selain itu, perjanjian dalam pelaksanaan kemitraan juga lebih kuat. Dengan demikian posisi petani akan lebih kuat dan pengusahaindustri juga lebih percaya terhadap petani. Pola kemitraan diarahkan tidak hanya sekedar perjanjian kerja sama antara IPHHK dengan kelompok tani hutan rakyat, namun dengan pembentukan lembaga berazas koperasi di setiap wilayah-wilayah pengembangan hutan rakyat di Provinsi Jawa Timur. Keberadaan koperasi ini disamping menjadi penghubung antara industri dengan petani hutan rakyat, diharapkan dapat berkembang menjadi unit usaha hutan rakyat atau pemanfaatan lahan dibawah tegakan hutan rakyat sehingga memberikan manfaat lebih bagi kesejahteraan petani hutan rakyat. Gambar 39 Arahan Kelembagaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Industri Petani Pemerintah Regulator, motivator, fasilitator, dll - Modal pinjaman kredit - Bantuan bibit, saprodi - Pembelian Kayu - Modal pinjaman kredit - Bantuan bibit, saprodi - Pembelian Lembaga petani hutan rakyat - Penjuala n Kayu - Penjualan Kayu Permodalan, Perizinan Berdasarkan hasil optimasi transportasi menggunakan program GAMS terhadap hasil pengembangan hutan rakyat tabel 20, menunjukkan wilayah- wilayah pengembangan hutan rakyat mana yang secara optimal mampu melayani permintaan industri yang berada pada wilayah demand. Hal ini bila diimplikasikan untuk pola kemitraan menunjukkan lokasi kelompok tanikoperasi hutan rakyat mana yang bisa menjadi mitra bagi industri primer hasil hutan. Dari hasil analisis transportasi, permintaan yang tinggi dari Kabupaten Gresik, Surabaya dan Lumajang tidak dapat dipenuhi dari dalam wilayah sendiri. Untuk itu industri yang berada pada wilayah tersebut diharapkan untuk mengadakan pola kemitraan dengan petani yang berada pada wilayah yang memiliki biaya transportasi rendah seperti industri di Gresik selain menjalin kemitraan dengan petani di Gresik juga dapat bermitra dengan petani hutan rakyat di Lamongan dan Bangkalan. Dengan analisis transportasi, dapat diketahui juga untuk daerah-daerah yang tidak mememiliki industri pengolah kayu, dapat bermitra dengan industri yang berada pada daerah yang memiliki biaya trasnportasi rendah seperti petani Bangkalan bisa bermitra dengan industri yang berada di Gresik dan Surabaya.Pola kemitraan sebagaimana tabel diatas diharapkan dapat memberikan manfaat bagi industri dan petani hutan rakyat dengan adanya optimasi lokasi agar dapat meminimumkan biaya transportasi bahan baku dari mitra yang bersangkutan.

5.12 Kebijakan Terkait Penatausahaan Hutan Rakyat

Kayu rakyat merupakan hasil hutan yang diperoleh dari lahan milik sendiri sehingga pengolahan dan pemanfaatan hasil hutan sepenuhnya menjadi hak pemilik. Sebagai upaya menjamin kelestarian hutan rakyat, maka pengaturan atau penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat menjadi satu hal penting yang perlu diperhatikan. Peran pemerintah dalam hal ini hanya melakukan pembinaan untuk menjamin kelestarian hutan dan melindungi kelancaran peredaran hasil hutan melalui penatausahaan hasil hutan. Beberapa aturan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menyangkut penatausahaan hasil hutan rakyat diantaranya: 111 1. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006, tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul SKAU Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak. 2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.62Menhut-II2006, tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006, tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul SKAU Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak 3. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33Menhut-II2007, tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006, tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul SKAU Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak Pada intinya, peraturan Menteri Kehutanan Permenhut P.51 mengatur tentang penggunaan Surat Keterangan Asal Usul SKAU untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak. Penggunaan dokumen SKAU yang diterbitkan oleh Kepala DesaLurah digunakan untuk pengangkutan kayu sengon, karet dan kelapa yang berasal dari hutan haktanah milik. Permenhut No. P.62 mengatur tentang penggunaan dokumen SKSKB-KR yang diterbitkan oleh petugas Dinas Kehutanan kabupatenkota setempat untuk pengangkutan kayu yang berasal dari hutan haktanah milik untuk jenis selain sengon, karet dan kelapa. Permenhut No. P.33 merupakan perubahan kedua atas Permenhut P. 51 dimana dokumen untuk pengangkutan kayu yang berasal dari hutan haktanah milik meliputi : a. Notakwitansi untuk kelompok jenis I b. SKAU untuk kelompok jenis II c. SKSKB-KR untuk kelompok jenis III Kayu Sengon dan Jabon termasuk kedalam kelompok jenis II sehingga untuk pengangkutannya memerlukan SKAU, sedangkan jati tergolong kelompok III sehingga dalam penatausahaannya memerlukan ijin tebang dan dokumen SKSKB-KR karena dikhawatirkan kayu jati yang diangkut adalah kayu yang berasal dari kawasan hutan produksi Perum Perhutani. Kebijakan menggunakan SKAU bertujuan sebagai bentuk perlindungan dan pengakuan hak-hak rakyat atas hasil hutan yang merupakan barang milikhak privat dalam proses pengangkutannya. Pada prinsipnya secara umum penatausahaan hasil hutan dari tanah hak adalah sama dengan penata usahaan hasil hutan dari hutan tanaman. Namun karena menyangkut kebenaran asal- usul, bahwa hasil hutan tersebut benar-benar berasal dari lahan milik, dalam hal ini diperlukan keterlibatan kepala desalurah atau yang sederajat untuk memberikan legalitas. Dokumen legalitas yang diperlukan untuk melindungi peredaran hasil hutan dari lahan hak adalah Surat Keterangan Asal Usul SKAU. Diterbitkannya Permenhut diatas juga sebagai penyederhanaan dan kemudahan dalam proses pelayanan. Aparat lebih fokus untuk mengawasi kayu bulat jenis tertentu pada hulu kegiatan serta sebagai pendukung untuk memeutus mata rantai illegal loggingpencurian hasil hutan dari kawasan negara karena kepala desa lebih mengetahui status tanah warganya. Gambar 40 Mekanisme Penerbitan SKAU Kayu Rakyat Dalam pelaksanaan SKAU yang diterbitkan oleh Kepala Desalurah terdapat beberapa kekhawatiran, karena di dalam penanganan pengurusan penerbitan SKAU harus dilakukan oleh seseorang yang minimal mempunyai kapasitas dan Pemohon pemilik Kayu Rakyat Kelompok Jenis II Kades Lurah Pejabat Penerbit SKAU Pengukuran dan penetapan jenis Membuat Daftar Hasil Hutan DHH Penerbitan SKAU yang dilampiri DHH Cek kebenaran dan kesesuaian lokasi - Permohonan SKAU - Rencana Hasil Hutan - Bukti Kepemilikan Lahan 1 2 3 4 113 kapabilitas secara teknis maupun non teknis mengenai pengelolaan dan pemanfaatan hutan, misalnya mengetahui tentang tata batas wilayah, kemiringan lahan, masalah konservasi tanah, reboisasi lahan kritis, taksasi kayu dan lain sebagainya, sehingga di dalam menerbitkan SKAU tersebut tidak dilakukan dengan sembarangan. Di dalam pelaksanaan Permenhut Nomor P.512006, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu : a. Masa Jabatan SeorangKepala DesaLurah Kepala DesaLurah adalah seorang pejabat yang dipilih oleh masyarakat setempat, tidak semua Kepala DesaLurah mempunyai pendidikan yang tinggi dan mempunyai pengetahuan secara teknis maupun non teknis di dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan, oleh karenanya untuk mengantisipasi hal tersebut Dinas Provinsi yang menangani kehutanan mempunyai kewajiban dalam memberikan bimbingan pembelajaran dan pengawasan terhadap Kepala DesaLurah. Bimbingan terhadap Kepala Desa ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun masa tugas Kepala Desa yang terbatas mengharuskan adanya bimbingan setiap adanya pergantian Kepala Desa. b. Pengalaman teknis maupun non teknis mengenai pengelolaan dan pemanfaatan hutan Pengalaman teknis dan non teknis mengenai pengelolaan dan pemanfaatan hutan mutlak harus dimiliki oleh seorang Kepala DesaLurah agar kelestarian hutan dapat terjaga. Sebelum menerbitkan SKAU, Kepala Desa melakukan pengukuran atas kayu yang akan diangkut, dan Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran penggunaan SKAU c. Kepedulian terhadap lingkungan Seorang Kepala Desalurah atau pejabat yang setara setingkat Kepala Desa yangdiberikan wewenang dalam menerbitkan SKAU harus mempunyai kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya, dalam arti bahwa wewenang dan tanggung jawab yang dimilikinya tidak disalahgunakan dan menerbitkan SKAU dengan semena-mena tanpa memperdulikan lingkungan sekitarnya. d. Dokumen angkutan yang digunakan Blanko SKAU dilakukan oleh masing-masing Dinas Propinsi, melalui percetakan umum. Sehingga legalitaskeabsahan dokumen tersebut diragukan secara hukum, dan dapat menimbulkan peluang atau dapat dimanfaatkan oleh institusi di luar Dinas Kehutanan