Konsumsi Ransum Harian Induk Babi
senyawa aktif carvacrol dan thymol yang ada dalam TTB tidak mampu menaikkan KRH induk babi didalam penelitian ini.
Agus 2009 menyatakan bahwa KRH induk babi yang ditambahkan tepung daun bangun-bangun hingga 3.75 dalam ransumnya adalah 4.10 ± 0.35
kgeh. Hasil tersebut lebih tinggi daripada rataan hasil penelitian ini 3.97 ± 0.46 kgeh, tetapi lebih tinggi daripada penelitian Simorangkir 2008 yang
menyatakan dengan pemberian 0.1 ekstrak daun katuk, rataan KRH babi selama laktasi adalah 2.94 ± 0.042 kgeh. Hal ini terjadi mungkin karena
perbedaan babi yang digunakan dan juga manajemen pemberian pakan yang relatif terbatas. Jika dibandingkan dengan pernyataan Sihombing 2006 maka
KRH induk babi dalam penelitian ini jauh lebih rendah karena perkiraan kebutuhan induk babi laktasi adalah 2 kg + 9.91x 0.5 kg atau 6.99 kgeh.
Pengamatan KRH induk babi perlu dilakukan secara periodik untuk mengetahui pola konsumsi dan perbedaan konsumsi induk babi selama masa
laktasi. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan, bahwa interaksi antara taraf penambahan TTB dalam ransum dan waktu pemberiannya pada induk babi
berpengaruh nyata P0.05 terhadap KRH induk babi pada hari ke-10 laktasi, tetapi tidak berpengaruh pada hari ke-5, 15 dan 20 laktasi. Tabel 18
memperlihatkan KRH induk babi setiap lima hari selama 20 hari laktasi. Tabel 18 Konsumsi Ransum Harian Induk Babi setiap Lima Hari Pengukuran
Perlakuan KRH induk babi Hari ke-
Rataan 5
10 15
20 ------------------------------------- kgeh ----------------------------------------
R0W1 2.35
3.93 3.86
c
4.18 3.58
R1W1 2.34
3.18 3.18
abc
3.67 3.09
R2W1 1.47
2.67 2.51
a
2.71 2.34
R3W1 1.52
3.40 2.93
abc
3.32 2.79
R0W2 1.35
2.80 3.02
ab
3.17 2.59
R1W2 2.27
3.47 3.86
abc
4.05 3.41
R2W2 1.97
3.23 3.00
abc
3.29 2.87
R3W2 1.77
3.60 3.08
bc
2.98 2.86
Rataan 1.88
3.29 3.18
3.42 2.94
Keterangan: Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata P0.05, R0 = ransum kontrol, R1= ransum kontrol + 2.5 TTB, R2 =
ransum kontrol + 5 TTB, R3 = ransum kontrol + 7.5 TTB, W1 = waktu kebuntingan hari ke-107; W2 = waktu sesaat setelah beranak
Pada hari ke-10 laktasi KRH induk babi perlakuan R0W1 3.93 kgeh adalah yang tertinggi dan berbeda nyata P0.05 dengan KRH induk babi pada
perlakuan R2W1 2.67 kgeh, dan R0W2 2.80 kgeh tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lainnya. Konsumsi ransum harian pada perlakuan R2W1 2.67
kgeh adalah terendah dan berbeda nyata P0.05 dengan perlakuan R0W1 3.93 kgeh dan R3W2 3.60 kgeh tetapi tidak berbeda dengan perlakuan
lainnya. Gambar 10 memperlihatkan peningkatan KRH induk babi hingga hari ke-10 laktasi kemudian terjadi penurunan KRH dari laktasi hari ke-10 hingga hari
ke-15 kecuali pada perlakuan R1W2 dan R0W2. Peningkatan konsumsi yang tetap terjadi pada perlakuan ini, diduga berkaitan dengan umur induk babi yang
dipakai. Paritas induk babi menentukan KRH induk babi Sihombing 2006. Paritas induk babi pada perlakuan R1W2 dan R0W2 masing-masing adalah 5 dan
3.67. Pada hari ke-15 hingga ke-20 laktasi masih terjadi peningkatan KRH induk babi kecuali pada perlakuan R3W2. Setelah diamati dari catatan harian KRH
induk babi terlihat bahwa salah satu induk babi pada perlakuan R3W2 terjadi nafsu makan yang menurun pada hari ke-17 dan ke-18 laktasi masing-masing
menjadi 2 dan 2.17 kgeh. Induk babi tersebut sakit dan telah disuntik antibiotik sothapen, sedangkan anaknya yang mengalami mencret diberi multivitamin Hidro
Rex Vital dan obat mencret Quixalud. Gambar 9 selengkapnya memperlihatkan KRH induk babi per lima hari pengamatan hingga hari ke-20 laktasi.
Gambar 9 Grafik Konsumsi Ransum Harian Induk Babi per Lima Hari
1,00 1,50
2,00 2,50
3,00 3,50
4,00 4,50
5 10
15 20
K o
ns um
si R
ans um
I nd
uk kg
e h
Hari Laktasi ke- R0W1
R1W1 R2W1
R3W1 R0W2
R1W2 R2W2
R3W2
Wening 2008 menyatakan bahwa penurunan konsumsi ransum pada mencit dengan taraf penambahan tepung daun bangun-bangun yang semakin
meningkat disebabkan bangun-bangun menurunkan palatabilitas, hal ini sesuai dengan pernyataan Sutardi 1981, bahwa faktor umum yang dapat mempengaruhi
konsumsi ransum adalah palatabilitas ternak terhadap ransum yang diberikan. Palatabilitas ransum menurun karena kandungan serat kasar TTB yang tinggi
yaitu sebesar 8.26 dari bahan kering Tabel 16. Hal ini mengakibatkan, semakin tingginya taraf penambahan TTB dalam ransum maka serat kasar dalam
ransum juga semakin meningkat dan menurunkan konsumsi ransum, tetapi berbeda dengan penelitian Rumetor 2008 yang menyatakan, bahwa suplementasi
daun bangun-bangun didalam ransum dapat meningkatkan konsumsi hijauan pada kambing perah. Peningkatan konsumsi ransum pada kambing perah sangat
nyata seiring dengan peningkatan suplemen daun bangun-bangun hingga 9 gkg bobot badan.
Cross et al. 2007 dalam penelitiannya pada ayam umur 7-28 hari, telah membuktikan, bahwa penggunaan tanaman yang mengandung carvacrol seperti
bangun-bangun menghasilkan penampilan ayam lebih baik berdasarkan pengamatan terhadap kecernaan zat makanan dan jumlah mikroflora negatif
dalam saluran pencernaan. Selain kandungan nutrisi diduga ada senyawa lain dalam daun bangun-bangun yang berperan dalam meningkatkan selera makan.
Secara pasti faktor tersebut belum diketahui, namun menurut Sahelian 2006, dalam beberapa tanaman herba terdapat senyawa yang dapat mempengaruhi
sistem syaraf pusat dalam hal pengaturan rasa lapar. Senyawa tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan rasa lapar. Namun senyawa tersebut belum
teridentifikasi. Lawrence et al. 2005 menyatakan, bahwa dalam daun bangun- bangun terdapat golongan senyawa farmakoseutika yang peranannya bervariasi
diantaranya berhubungan dengan palatabilitas.