Kalimat ke- 16: “Jika|
2
ya,|
1
mungkin kita|
5
masih bisa|
3
berharap tercapainya
swasembada pangan.|
1
” Berdasarkan kata benda yang terdapat
pada kalimat, diperoleh word graph sebagai berikut:
CAU
kita swasembada pangan
2
Gambar 74 Word graph kalimat ke-16
hasil pengambilan kalimat tertentu teks C.
Kalimat ke- 17: “Tentu akan|
3
pula|
4
diwarnai dengan|
4
berita kekurangan pangan|
5
serta|
2
kejadian gizi buruk|
5
dan|
2
busung lapar.|
1
” Berdasarkan kata benda yang terdapat
pada kalimat, diperoleh word graph sebagai berikut:
berita kekurangan pangan berita kejadian gizi buruk
berita kejadian busung lapar 2
15
Gambar 75 Word graph kalimat ke-17
hasil pengambilan kalimat tertentu teks C.
4.5 Analisis Graf
Di tahap ini akan dilakukan analisis terhadap hubungan searah, relasi SUB, dan
CAU yang terjadi dalam keseluruhan graf yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya
dengan tujuan untuk menyederhanakan relasi yang terjadi. Analisis dilakukan pada setiap
teks. Data banyaknya relasi yang terjadi pada setiap teks dapat dilihat dalam Lampiran 39.
Analisis Hubungan Searah Pada tahap ini, akan dilakukan analisis
terhadap hubungan searah yang terjadi pada setiap
teks dengan
tujuan untuk
menyederhanakan relasi
yang terjadi.
Menurut Hoede dan Nurdiati 2008b, pada hubungan sejajar yang terjadi pada verteks
dapat dilakukan suatu reduksi hubungan dengan menggunakan hukum penambahan.
Tabel 10
Hukum penambahan +
CAU SUB
CAU CAU
SUB SUB
SUB SUB
Akan tetapi dari 3 naskah percobaan tidak terdapat relasi searah yang terjadi antara dua
verteks. Oleh karena itu tahap ini dilewatkan.
Analisis Relasi SUB dan CAU Pada tahap ini akan dianalisis kembali
relasi SUB dan CAU yang terdapat dalam hasil penggabungan keseluruhan graf kalimat
pada setiap teks. Dengan menggunakan prinsip logika, yaitu Jika A himpunan bagian
dari B dan B himpunan bagian dari C, maka A himpunan bagian dari C. Bentuknya dapat
dilihat pada Gambar 76.
A SUB B B SUB C
A SUB C
Gambar 76 Hubungan
SUB berdasarkan prinsip logika
matematika. Menurut Hoede dan Nurdiati 2008b, jika
terjadi hubungan seperti itu, maka verteks yang menghubungkan A dengan C dapat
direduksi. Jika hubungan SUB tersebut diperhatikan kembali Gambar 76, maka
dapat juga dilakukan penghilangan hubungan antara A dan C, karena hubungan tersebut
dapat digambarkan melalui hubungan A SUB B dan B SUB C.
Dengan adanya
hubungan tersebut,
memungkinkan juga untuk menerapkan prinsip
logika matematika
silogisme lainnya, yaitu dimana terdapat himpunan {A,
B, C, D, …, n-1, n} dan jika A himpunan bagian dari B, B himpunan bagian dari C, C
himpunan bagian dari D, ….., hingga n-1 himpunan bagian dari n serta A himpunan
bagian dari
n, maka
verteks yang
menghubungkan A dengan n dapat direduksi Gambar 77.
A SUB B B SUB C
C SUB D n-1 SUB n
A SUB n
Gambar 77 Hubungan
SUB II
berdasarkan prinsip logika matematika.
Selanjutnya pada relasi CAU. Jika A menyebabkan
terjadinya B
dan B
menyebabkan terjadinya C, maka dapat disimpulkan bahwa A menyebabkan C.
verteks yang menghubungkan A dengan C dapat direduksi.
A CAU B B CAU C
A CAU C
Gambar 78 Hubungan
CAU berdasarkan prinsip logika
matematika. Sama halnya dengan relasi SUB di atas,
sesuai prinsip logika matematika relasi CAU dapat direduksi Gambar 79.
A CAU B B CA U C
C CA U D n-1 CAU n
A CAU n
Gambar 79 Hubungan
CAU II
berdasarkan prinsip logika matematika.
Dengan demikian verteks-verteks yang memiliki relasi SUB atau CAU yang
memenuhi prinsip logika matematika tersebut dapat dilakukan reduksi sesuai dengan
hubungan yang terjadi.
Relasi SUB Relasi SUB yang dihapus
10 1
16 15
7 18
2 17
Gambar 80 Graf relasi SUB pada teks
A.
4 2
10 17
12 16
5 18
8 9
3
7 6
11 1
14
Relasi SUB Relasi SUB yang dihapus
Gambar 81 Graf relasi SUB pada teks
B.
1 3
7 14
10 13
11 16
Relasi SUB Relasi SUB yang dihapus
Gambar 82 Graf relasi SUB pada teks
teks C.
Berdasarkan Gambar 80 – Gambar 82
dapat dilihat tidak terdapat relasi SUB yang direduksi pada ketiga teks. Selanjutnya relasi
CAU yang terjadi pada setiap teks beserta hubungan yang tereduksi.
3 3
1 8
4 5
16 10
14 13
6 17
7 11
12
18 9
19 2
Relasi CAU Relasi CAU yang dihapus
Duplikasi verteks
Gambar 83 Graf relasi CAU pada teks
A.
9 2
14 4
3 10
1
13 17
6 18
15
16 12
8
Relasi CAU Relasi CAU yang dihapus
Gambar 84 Graf relasi CAU pada teks
B.
5 1
12 8
2 7
6 4
9 3
16 Relasi CAU
Relasi CAU yang dihapus
Gambar 85 Graf relasi CAU pada teks
C.
Dapat dilihat pada Gambar 83 – Gambar
84 terdapat relasi CAU yang direduksi pada kedua teks.
Berdasarkan ke-6 gambar relasi SUB dan CAU diperoleh graf sebagai berikut:
Relasi SUB 10
1 16
15 7
18 2
17
Gambar 86 Graf relasi SUB yang telah
disederhanakan pada teks A.
4 2
10 17
12 16
5 18
8 9
3
7 6
11 1
14
Relasi SUB
Gambar 87 Graf relasi SUB yang telah
disederhanakan pada teks B.
1 3
7 14
10 13
11 16
Relasi SUB
Gambar 88 Graf relasi SUB yang telah
disederhanakan pada teks C.
3 1
8 4
5
16 10
14 13
6 17
7 11
18 9
19 2
Relasi CAU
Gambar 89 Graf relasi CAU yang telah
disederhanakan pada teks A.
9 2
14 4
3 10
1
13 17
6 18
15
16 12
8
Relasi CAU
Gambar 90 Graf relasi CAU yang telah
disederhanakan pada teks B.
5 1
12 8
2 7
6 4
9 3
16 Relasi CAU
Gambar 91 Graf relasi CAU yang telah
disederhanakan pada teks C.
Penggabungan Graf
Graf yang terbentuk setelah proses analisis akan digabung menjadi sebuah graf
berukuran besar.
Graf yang
akan digambarkan hanya graf yang memiliki relasi
CAU, dan SUB, sesuai dengan hasil analisis. Hubungan lain yang akan terbentuk dalam
setiap verteks tidak diperhitungkan dan tidak digambarkan dalam graf ini. Beberapa
verteks
yang hilang
tidak memiliki
hubungan atau verteks baru tidak akan digambarkan dalam graf ini.
Setelah memiliki
graf hasil
penggabungan, maka akan dibuat kesimpulan dari hasil setiap teks. Kesimpulan tersebut
didapat dengan cara membaca kembali hubungan yang terjadi pada setiap verteks.
Pembacaan graf ini bersifat subjektif, karena setiap individu memiliki pemahaman berbeda
dalam membaca graf, dan karena belum ada aturan khusus dalam membaca sebuah
knowledge graph dalam bahasa Indonesia.
3 1
8 4
5 16
10
14 13
6
17 7
11 18
9 19
2
Relasi CAU Relasi SUB
15
Gambar 92
Graf hasil analisis Teks A.
Dengan graf yang diperoleh dari hasil analisis teks A diperoleh pembahasan, yaitu:
Perbandingan tingkat pendapatan v9 dan solidaritas sosial v10 dalam kehidupan
bermasyarakat menjadi tolok ukur masalah kemiskinan v11. Masalah kemiskinanv11
juga memberi dampak terhadap pangan v3. Penentuan harga pangan, barang dan jasa v2
sebagai salah satu kegiatan gerakan nasional v19,
yang mana
besaran harganya
ditentukan oleh jumlah pangan v3 yang ada. Pemerintah v8 melalui kebijakannya v17
dan sebagai pengontrol aktivitas pertanian v5 yang menjadi kegiatan masyarakat v4
khususnya petani mendasari patokan harga pangan, barang dan jasa yang diperlukan bagi
masyarakat. Kegiatan masyarakat salah satunya dalam bidang pertanian masuk dalam
pemberitaan melalui media massa. Berita v13 yang diulas ini merupakan salah satu
bentuk program kerja pemerintah v6. Aktivitas pertanian v5 yang baik
menguatkan lumbung
desa v14 dan
menghasilkan jumlah pangan v3 yang cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
v18. Ketahanan pangan v1 diperlukan disetiap tingkat regional dan rumah tangga
v7 dan merupakan ciri dari basis ketahanan nasional v15. Ketahanan pangan v1 yang
merupakan bagian dari basis ketahanan nasional
v15, juga
harus memiliki
aksesibilitas v16
agar pangan
yang dibutuhkan
masyarakat tercukupi, serta
meningkatkan solidaritas sosial v10 di masyarakat pada setiap tingkat kependudukan
v7. Dengan tolok ukur masalah kemiskinan v11 dapat diketahui dampak kekurangan
pangan v12 yang terjadi pada masyarakat dalam hal aksesibilitas v16 pemenuhan
kebutuhan pangan.
Relasi SUB 9
2 14
4 3
10 1
13 17
6 18
15 16
8 12
Relasi CAU 11
7
5
Gambar 93
Graf hasil analisis Teks B.
Dengan graf yang diperoleh dari hasil analisis teks B diperoleh pembahasan, yaitu:
Setiap tingkat regional dan nasional v10 di
masyarakat membutuhkan
bantuan pemerintah
v4 untuk
merevitalisasi pertanian v14 agar menghasilkan pangan
v1 terutama beras v2 yang cukup untuk masyarakat
v6. Demi
terwujudnya swasembada pangan v8 sesuai tujuan utama
pemerintah v4 dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat, tapi
seringkali beras v2 ini sering dijadikan sebagai
kegiatan politik
v13 oleh
pemerintah v4. Gandum, gula pasir, jagung dan kedelai v7 adalah beberapa contoh dari
bahan pangan
v1 yang
diperlukan masyarakat v6.
Ketahanan pangan v3 sangat terikat dengan Bulog v9. Bulog v9 merupakan
lembaga yang menangani urusan produksi pangan v15 berada dibawah pengawasan
pemerintah v4 untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Produksi pangan v15 yang
optimal merupakan salah satu target v18 pemerintah untuk memenuhi pangan v1 dan
mencapai tujuan swasembada pangan v8. Produksi pangan yang cukup membuat harga
pangan jadi murah dan dapat berswasembada pangan. Ketahanan pangan v3 yang baik
diperlukan demi menghadapi perdagangan pangan global v16 untuk membantu
masyarakat v6 yang berprofesi sebagai petani agar tidak kalah bersaing dalam
penjualan hasil pangan yang ia peroleh. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem v17 agar
masyarakat v6 dapat bersaing dalam perdagangan global v16. Ketahanan pangan
v3 yang baik juga merupakan target Indonesia v5 demi mencapai kesejahteraaan
dan kemakmuran bangsa.
Relasi SUB 5
1 12
8 2
7 6
4 9
3
16 Relasi CAU
11 14
10 13
Gambar 94
Graf hasil analisis Teks C.
Dengan graf yang diperoleh dari hasil analisis teks C diperoleh pembahasan, yaitu:
Untuk menjalankan kebijakan pertanian v8 membutuhkan lahan v1 yang luas agar
menghasilkan ketahanan pangan v5 yang baik demi mencegah situasi krisis v12
terjadi. Situasi krisis v12 ini mempengaruhi pangan
v2 mengakibatkan
dampak kekurangan pangan v6 terjadi. Kriteria
lahan v1 yang dibutuhkan antara lain
besarnya satuan luas v13 untuk pertanian v10 yang ada sesuai dengan kondisi lahan
dan geografis pada suatu wilayah yang ada di Indonesia v3. Masyarakat Indonesia v3
membutuhkan beras v7 yang merupakan kebutuhan pangan pokok. Oleh karena itu
diperlukan jumlah produksi beras yang sangat besar sesuai dengan satuan mata uang per
satuan kuantitas v14 dan mencegah situasi krisis v12. Pemerintah v4 membantu
masyarakat
v9 khususnya
petani di
Indonesia v3 serta memberikan informasi melalui media cetak nasional v16 agar mau
bertani dilahan yang telah dibuka untuk pertanian v11. Semua itu demi mencapai
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia.
4.6 Perancangan Aturan Abstraksi