KANDANG DAN PERALATAN Pakan , pakan hijauan dan konsentrat diukur dengan menggunakan timbangan

61 b. Pemberian susu pada pedet : Hingga umur ……… c. Pemisahan kandang pedet dengan induknya ketika pedet berumur ……… d. Pemberian pakan pada dara : SamaLebihKurang dari pakan yang diberikan kepada sapi laktasi 6. Pengeringan sapi laktasi a. 2 bulan sebelum beranak b. 1 bulan sebelum beranak c. Kurang dari 1 bulan sebelum beranak 7. Pencatatan usaha a. Ada dan baik b. Ada dan tidak baik c. Tidak ada

F. KANDANG DAN PERALATAN

1. Tata letak kandang a. Tersendiri b. Jadi satu dengan rumah 2. Konstruksi kandang a. Bahan atap : Genteng Asbes Rumbia Seng b. Bahan struktur : Tiang Kayu Beton Campur c. Kuda-kuda atap : Kayu ` Beton Besi d. Lantai kandang : Tanah Kayu Konkret e. Ukuran kandang Panjang X Lebar - Sapi dewasa : …..x….. - Sapi pejantan : …..x….. - Sapi darajantan muda : …..x….. - Sapi pedet : …..x….. 3. Drainase kandang a. Kemiringan lantai : MiringTidak miring b. Saluran air : AdaTidak ada c. Keadaan saluran air : LancarMampat 4. Tempat kotoran a. Baik b. Tidak baik c. Tidak ada 5. Peralatan kandang a. Sekop : AdaTidak ada b. Selang air : AdaTidak ada 62 c. Ember : AdaTidak ada d. Sikat : AdaTidak ada e. Sapu lidi : AdaTidak ada 6. Peralatan susu a. Ember perah : Stainless steel Plastik Lainnya..……… b. Milk can : Stainless steel Plastik Lainnya..……… c. Saringan : Kain Kassa Saringan santan Lainnya..……… d. Pelicin : Vaselin Lainnya..……… e. Teat dipping : Chlor Alkohol Lainnya..……… G. KESEHATAN HEWAN 1 . Pengetahuan penyakit Ciri-ciri penyakit sakit: a. ………………………………………………………………. b. ………………………………………………………………. c. ………………………………………………………………. d. ………………………………………………………………. e. ………………………………………………………………. f. ………………………………………………………………. 2. Pencegahan penyakit vaksinasi a. Teratur b. Tidak teratur c. Tidak pernah 3 . Pengobatan penyakit a. Dilakukan dengan benar, menggunakan jasa tenaga Keswan dokter hewan b. Dilakukan kurang benar, dilakukan oleh peternak itu sendiri c. Tidak dilakukan KONDISI PEMELIHARAAN SAPI PERAH DI PETERNAKAN RAKYAT KAWASAN USAHA PETERNAKAN KUNAK CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI PRIA SEMBADA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PETERNAKAN BOGOR 2012 ABSTRACT Condition of Dairy Management in Small Holder Dairy Farm at Kawasan Usaha Peternakan KUNAK Cibungbulang Bogor Sembada, P., B.P. Purwanto, A. Murfi This research was conducted to observe and evaluate the farming practices in small holder dairy farm at Kawasan Usaha Peternakan KUNAK Cibungbulang, Bogor. This research was carried out from June to September 2011. Data were collected from 30 farms by using survey method which based on field observation, interview farmers, and direct measurement. Secondary data were collected from milk cooperation and district regency. Then, the data frequency were tabulated. The differences between observation and expectation value were analyzed by using Wilcoxon Signed Test. The results showed that the average of score of dairy farming practices was 86,88. The farmers ’ knowledge and skills breeding and reproduction aspect lower than expectated value 78,18. Based on research, the peak milk production was 11,45 ldh in 5 years old, with the peak of production on the third lactation period was 11,19 ldh. Therefore, the farmers’ skills and knowledge need to be improved especially for breeding and reproduction aspect, so the production of KUNAK and national milk can be improved. Keywords: dairy cattle, dairy farming practices, KUNAK Cibungbulang, Bogor PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan sapi perah merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat membantu menopang pembangunan ekonomi nasional. Selain itu, peternakan sapi perah juga memiliki peran yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Produk utama yang dihasilkan dari peternakan sapi perah adalah susu. Susu merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan gizi lengkap dan seimbang sehingga mengkonsumsi susu sangat diperlukan untuk meningkatkan kecerdasan dan pertumbuhan yang baik pada seseorang. Kesadaran terhadap pentingnya mengkonsumsi susu masih perlu ditingkatkan. Namun, produksi susu nasional untuk memenuhi kebutuhan susu nasional ternyata masih jauh dari cukup. Indonesia masih mengimpor susu dari luar negeri. Tercatat dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2010, produksi dalam negeri hanya dapat memasok sekitar 20 dari permintaan susu sehingga masih terjadi ketergantungan dengan susu yang diimpor dari luar negeri. Melihat hal tersebut, perlu dilakukan peningkatan produktivitas baik melalui perbaikan genetik dan lingkungan serta peningkatan populasi ternak sapi perah maupun tatalaksana pemeliharaan. Salah satu upaya untuk perbaikan tatalaksana pemeliharaan yaitu ditetapkannya Cibungbulang sebagai salah satu Kawasan Usaha Peternakan KUNAK sapi perah. Topografi Kawasan Usaha Peternakan ini bergelombang sampai dengan berbukit dan berada 600-700 meter di atas permukaan laut. Daerah ini cukup baik sebagai tempat berproduksi sapi perah baik dalam bentuk perusahaan maupun peternakan rakyat. Peternakan sapi perah rakyat memiliki peranan yang cukup strategis dalam menyumbang produksi susu nasional. Namun demikian, produktivitas dari peternakan sapi perah rakyat masih perlu ditingkatkan. Melihat hal tersebut, penting diketahui pengetahuan tentang teknis beternak sapi perah sehingga produktivitas ternak dapat meningkat. Direktorat Jenderal Peternakan 1983 menyatakan bahwa teknis pemeliharaan sapi perah rakyat meliputi pengembangbiakan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan hewan. 2 Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari aspek teknis pemeliharaan pengembangbiakan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan hewan peternakan sapi perah rakyat di Kawasan Usaha Peternakan KUNAK Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian yang didapat diharapkan dapat memberi informasi atau gambaran mengenai aspek teknis pemeliharaan sapi perah di KUNAK yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi perah sehingga terjadi peningkatan produksi susu di daerah tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat Sudono, 1999. Pulungan dan Pambudy 1993 menyatakan bahwa usaha peternakan sapi perah rakyat adalah usaha peternakan yang memiliki total sapi perah di bawah 20 ekor, sedangkan perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan yang memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah. Tedapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam beternak sapi perah. Faktor yang terpenting untuk sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya peternakan, pemilihan sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan makanan ternak dan pemasaran yang baik Sudono, 1999. Usaha peternakan sapi perah memiliki beberapa keuntungan yaitu peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, pedet jantan dijual untuk sapi potong dan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu Sudono et al., 2003. Sapi Friesian Holstein FH Bangsa sapi perah yang paling banyak dipelihara di Indonesia adalah sapi perah Friesian Holstein FH. Diwyanto et al. 2001 menyatakan bahwa bangsa sapi jenis ini merupakan keturunan dari sapi Bos Taurus. Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya, dengan memiliki kadar lemak susu rendah. Sudono et al. 2003 menyatakan bahwa warna bulu bangsa sapi FH murni pada umumnya berwarna hitam putih, kadang-kadang merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas. Ginting dan Sitepu 1989 melaporkan bahwa rata-rata produksi susu FH mencapai 6000-7000 liter per laktasi di negara yang peternakan sapi perahnya telah maju, sedangkan di Indonesia 4 Diwyanto et al. 2001 menyatakan produksi susu FH berkisar 2400-3000 liter per laktasi. Sapi FH adalah sapi yang berasal dari iklim sedang, memerlukan suhu yang optimum sekitar 18 C dan kelembaban 55 untuk mencapai produksi maksimalnya. Pada suhu yang lebih tinggi, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku behavior. Yani dan Purwanto 2006 menyatakan bahwa usaha peternakan sapi FH di Indonesia umumnya terdapat pada daerah dengan ketinggian lebih dari 800 meter di atas permukaan laut, kondisi yang baik untuk penyesuaian lingkungan yang dibutuhkan sapi FH. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Faktor-faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat pengetahuan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Faktor-faktor penentu ternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian dari Direktorat Jenderal Peternakan 1983, yaitu 1. Breeding dan Reproduksi, 2. Makanan Ternak, 3. Pengelolaan, 4. Kandang dan Peralatan, dan 5. Kesehatan Hewan. Pengembangbiakan dan Reproduksi Sudono et al. 2003 menyatakan bahwa bibit sapi perah yang akan dipelihara sangat menentukan keberhasilan usaha ternak sapi perah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu: a. Genetik dan keturunan: bibit sapi harus berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dan pejantan yang unggul. Hal ini disebabkan sifat unggul kedua tetua akan menurun kepada anaknya b. Bentuk ambing: ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antar otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat c. Eksterior atau penampilan: secara keseluruhan penampilan bibit sapi perah harus proporsional, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk, kaki berdiri tegak dan jarak kaki kanan dengan kiri cukup lebar baik kaki depan maupun belakang serta bulu mengilat. Besar tubuh tidak menentukan jumlah susu yang dihasilkan dan ketahanannya terhadap penyakit 5 d. Umur bibit: umur bibit sapi perah betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan bobot badan sekitar 300 kg, sedangkan umur pejantan dua tahun dengan bobot badan sekitar 350 kg. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan produksi susu adalah aspek reproduksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reproduksi menurut Ginting dan Sitepu 1989 adalah dewasa kelamin dan perkawinan pertama, masa dan tanda-tanda serta siklus estrus, saat perkawinan yang tepat di waktu estrus, lama bunting, perkawinan kembali setelah beranak, cara perkawinan dan kegagalan reproduksi dan penanggulangannya. Ensminger 1971 menyatakan bahwa sapi dara dengan asupan nutrisi yang tinggi akan mengalami estrus pertama pada umur 9-11 bulan, jika asupan nutrisinya kurang baik maka estrus pertama pada umur 18-20 bulan. Lama estrus tergantung umur, sapi dara mempunyai masa estrus lebih pendek dibandingkan dengan sapi dewasa pada umumnya. Siklus estrus berkisar antara 18-24 hari ± 21 hari. Ginting dan Sitepu 1989 menyatakan bahwa tanda-tanda estrus yang paling penting adalah : 1 Sapi kelihatan tidak tenang, gelisah dan nafsu makan biasanya turun 2 Vulva tampak bengkak, merah, hangat dan keluar cairan seperti lendir mirip putih telur dari vagina 3 Bulu di pangkal ekor rontok 4 Sering menguak seolah-olah memanggil pejantan 5 Produksi susu turun 6 Sapi lebih sering berbaring dibandingkan dengan berdiri 7 Bermesraan dengan sapi betina lainnya 8 Apabila di kandang, selalu ingin memisahkan diri dan jika berada di padang penggembalaan dinaiki pejantan akan diam dan pasrah, terkadang menaiki sapi lain 9 Bila pemilik memegang seekor sapi, maka sapi segera mengangkat ekornya 10 Sapi yang digembalakan sering berhenti merumput Salah satu hal yang cukup penting dalam pengembangbiakan dan reproduksi sapi perah adalah perkawinan. Perkawinan sapi perah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kawin alam dan kawin suntik inseminasi buatan atau IB. Kawin alam biasa dilakukan oleh peternak besar dengan biaya yang relatif mahal karena harus 6 memelihara pejantan, sedangkan kawin suntik biasa dilakukan oleh peternak kecil dengan biaya lebih murah, karena tidak harus memelihara pejantan Sudono et al., 2003. Syarief dan Sumoprastowo 1984 menyatakan bahwa inseminasi buatan merupakan suatu cara beternak modern dalam usaha meningkatkan mutu ternak secara efisien. Perkawinan kembali setelah beranak tidak sama pada setiap bangsa bahkan setiap individu dalam satu bangsa, namun secara garis besarnya berkisar antara 60-90 hari. Ginting dan Sitepu 1989 menyatakan bahwa waktu istirahat ini sangat perlu untuk memulihkan semua jaringan tubuh sapi terutama yang erat kaitannya dengan reproduksi dan produksi susu. Interval beranak calving interval yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Bila interval beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu 3,7-9,0 pada laktasi yang sedang berjalan atau yang berikutnya, sedangkan bila calving interval diperpanjang sampai 450 hari, maka laktasi yang sedang berlaku dan laktasi yang akan datang akan meningkatkan produksi susu 3,5 tetapi bila ditinjau dari segi ekonomi akan rugi karena kenaikan produksi susu yang dihasilkan tidak sesuai dengan makanan yang diberikan Sudono, 1999. Pakan Sapi Perah Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kemampuan berproduksi susu sapi perah Siregar, 2007. Sudono 1999 menyatakan bahwa pemberian pakan harus diperhitungkan dengan cermat dan harus dilakukan secara efisien untuk mencegah timbulnya kerugian. Pemberian pakan harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu dan produksi susu, terutama bagi beberapa sapi yang telah berproduksi Sudono et al., 2003 karena pada umumnya variasi dalam kadar lemak dan produksi susu disebabkan adanya perubahan pakan dan tata laksana pemeliharaan sapi perah Sudono, 1999. Pakan sapi perah yang sedang berproduksi susu terdiri dari hijauan dan konsentrat Siregar, 2007. Aryogi et al. 1994 menyatakan bahwa peranan hijauan pakan menjadi lebih penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan. Konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Campuran pakan konsentrat biasanya disusun dari beberapa bahan pakan yang terdiri dari biji-bijian dan limbah hasil proses industri bahan pangan bijian seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil 7 kelapa, tetes dan umbi. Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat Akoso,1996. Sudono et al. 2003 menyarankan bahwa pemberian konsentrat adalah 50 dari jumlah susu yang dihasilkan. Sutardi 1981 menyatakan bahwa jumlah pemberian ransum hijauan dan konsentrat dapat diperkirakan dari kebutuhan bahan kering. Jumlah bahan kering yang disarankan ialah 2-3 dari bobot tubuh, artinya dengan jumlah bahan kering tertentu harus dapat terpenuhi kebutuhan energi dan protein Sigit, 1985. Menurut Despal et al. 2008, sapi yang berproduksi tinggi dapat mengonsumsi bahan kering pakan 3,6-4,0 bobot hidupnya. Besarnya konsumsi BK dipengaruhi antara lain oleh bobot badan ternak, jenis ransum, umur atau kondisi ternak, jenis kelamin, kandungan energi bahan pakan dan tingkat stress ternak Chuzaemi dan Hartutik, 1988. Proses hidup dan produksi sangat memerlukan energi. Kekurangan energi pada usia muda dapat menghambat pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin. Pada sapi laktasi, kekurangan energi akan menurunkan produksi dan bobot hidup. Defisiensi energi yang parah dapat mengganggu reproduksi Sutardi, 1981. Kebutuhan energi untuk sapi perah adalah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok, produksi susu, kadar lemak susu dan kebutuhan untuk reproduksi Schmidt et al., 1988. Sudono 1999 menyatakan bahwa disamping energi, protein merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh. Protein penting untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi susu dan perkembangan fetus sapi perah. Selain itu, protein dibutuhkan juga untuk formulasi enzim dan hormon yang mengontrol reaksi kimia dalam tubuh. Kebutuhan protein sapi merupakan kebutuhan untuk asam amino. Sintesis protein oleh mikroba rumen tergantung pada konsumsi pakan, bahan organik yang dapat dicerna, jenis pakan, level protein dan sistem pemberian pakan Tyler dan Ensminger, 1993. Despal et al. 2008 menyarankan kadar protein ransum sekitar 17-18 . Penurunan protein ransum biasanya lebih banyak mempengaruhi tingkat produksi susu. Pengelolaan Pengelolaan yang baik perlu dilakukan agar kesehatan masyarakat, kesehatan sapi, dan kualitas susu yang dihasilkan dapat terjaga. Pengelolaan yang baik salah 8 satunya adalah selalu menjaga kebersihan kandang. Cara menjaga kebersihan kandang menurut Hidayat et al. 2002 yaitu dengan cara membersihkan tempat pakan dan minum, membersihkan lantai kandang dan memiliki tempat khusus untuk menyimpan atau membuang kotoran kandang. Sebelum sapi diperah, Sudono 1999 menyarankan kandang dimana tempat sapi itu diperah harus dibersihkan atau dicuci terlebih dahulu dan dihilangkan dari bau-bauan, baik yang berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang berbau silage karena susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas susu. Sebaiknya sapi dimandikan sebelum pemerahan. Jika sapi hendak diperah dan kondisinya kotor, sapi tersebut dapat dimandikan dengan syarat hanya membersihkan bagian tubuh yang kotor dan disiram dengan air, menyikat bagian tubuh yang kotor dari punggung ke perut dan menjatuhkan bulu-bulu yang lepas Hidayat et al., 2002. Pemerahan dengan cara manual lazim digunakan pada peternakan sapi perah di Indonesia. Pemerahan dilakukan dengan menggunakan kelima jari tangan, yakni puting susu dipegang antara jempol dengan empat jari tangan lainnya, lalu kelima jari tangan meremas-remas sampai susu keluar. Ada pula yang melakukan pemerahan dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari dengan jari tengah, lalu kedua jari tersebut menekan dan menarik ke bawah sampai susu mengalir keluar. Pemerahan cara ini umumnya dilakukan pada sapi-sapi perah yang mempunyai puting susu panjang. Namun, Siregar et al. 1996 menyarankan peternak untuk menghindari cara pemerahan dengan menarik-narik puting susu dari atas ke bawah karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke bawah. Selesai diperah puting dibersihkan dan dicelupkan ke dalam larutan desinfektan chlor atau iodophor dengan kepekatan 0,01 Sudono, 1999. Kebersihan penting untuk diperhatikan pada proses penanganan produksi susu. Susu dipindahkan dari peternakan ke konsumen melalui 3 tahap yaitu a susu dikumpulkan kemudian ditransportasikan ke tempat pemrosesan b pemrosesan dan pengemasan ke dalam berbagai produk susu dan c pendistribusian susu yang telah dikemas atau produk susu dari pabrik ke konsumen Tyler dan Ensminger, 2006. Penyaringan dilakukan untuk mencegah agar kotoran tidak ikut masuk ke dalam susu Syarief dan Sumoprastowo, 1984. Menyaring susu dilaksanakan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke milkcan. Selesai pemerahan, susu harus 9 segera dibawa ke Tempat Pengumpulan Susu TPS atau langsung ke tangki pendingin di KUDKoperasi. Susu dan hasil olahannya harus disimpan pada suhu rendah untuk menghambat pertumbuhan mikroba Hidayat et al., 2002. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan pada usaha peternakan sapi perah adalah program pembesaran pedet dan dara sebagai replacement stock untuk dapat mempertahankan ataupun dapat meningkatkan produksi susu Sudono, 1999. Pedet adalah anak sapi yang baru lahir sampai dengan umur delapan bulan. Pedet yang baru lahir masih perlu mendapat perhatian khusus, sebab pedet mungkin mengalami mati lemas, infeksi dan lain sebagainya jika kurang diperhatikan. Dalam membesarkan pedet harus memperhatikan pemberian pakan, penyediaan kandang, pencegahan penyakit, pemotongan tanduk, kastrasi, pemasangan kaling, pemberian tanda pengenal dan menghilangkan tanduk. Pertumbuhan sapi dara tergantung dari cara pemeliharaan dan pemberian pakannya. Bila pemberian makan dan minum baik, sapi betina akan tumbuh baik sampai umur empat hingga lima tahun. Dewasa tubuh pada sapi dara dapat dicapai pada umur 15-18 bulan, sehingga pada umur tersebut sapi mulai dapat dikawinkan, hal ini sangat penting supaya sapi dapat cepat beranak pada umur 2,5 tahun Muljana, 1982. Pengeringan pada sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-7,5 bulan harus dilakukan. Pengeringan artinya sapi tidak boleh diperah lagi. Sudono 1999 menjelaskan, cara mengeringkan sapi adalah dengan pemerahan berselang atau penghentian pemerahan secara mendadak. Kandang dan Peralatan Fungsi utama kandang ternak yaitu untuk menjaga ternak agar tetap berada dalam lingkungan yang nyaman sesuai dengan kebutuhan ternak agar dapat berproduksi secara maksimal Ginting dan Sitepu, 1989. Di dalam kandang dibuat sistem drainase atau pengaliran air agar kotoran mudah dibersihkan dan air buangan mengalir lancar Suharno dan Nazarudin, 1994. Ginting dan Sitepu 1989 menjelaskan, konstruksi lantai kandang dapat dibagi atas kandang tunggal yaitu terdiri satu baris saja dan kandang ganda yang terdiri dari 2 baris kandang. Kandang ganda ada dua yaitu berhadapan artinya sapi berhadapan hanya dibatasi oleh sekat atau dinding yang rendah, dan berlawanan artinya sapi saling bertolak belakang. 10 Syarief dan Sumoprastowo 1984 menyatakan, peralatan kandang sapi perah yang selalu dipakai adalah sekop, sapu, ember, sikat, kereta dorong, tali, dan bangku kecil. Sudono et al. 2003 menambahkan, peralatan susu yang digunakan untuk menampung dan meyimpan susu segar berupa ember perah dan milkcan. Kesehatan Hewan Peningkatan produktivitas sapi perah tak lepas dari masalah kesehatan hewan. Serangan penyakit pada sapi perah sedapat mungkin dicegah. Itulah sebabnya penting bagi peternak untuk selalu menjaga kebersihan kandang dan ternak serta memberikan pakan yang cukup. Ternak yang sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati hingga sembuh. Pengertian ternak sakit adalah suatu kondisi yang ditimbulkan oleh suatu individu hidup atau oleh penyebab lainnya, baik yang diketahui maupun tidak yang merugikan kesehatan hewan yang bersangkutan. Dari pengertian ini, maka hewan atau ternak sakit dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor mekanis, termis, kekurangan nutrisi, pengaruh zat kimia, faktor keturunan, dan sebagainya Akoso, 1996. Beberapa penyakit yang dapat menyerang sapi perah antara lain TBC, brucellosis atau keluron, mastitis atau radang kelenjar susu, radang limpa dan penyakit kulit dan kuku Suharno dan Nazarudin, 1994. MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2011 di Kawasan Usaha Peternakan KUNAK Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan KUNAK sebagai lokasi penelitian karena Kawasan Usaha Peternakan ini berada 600-700 m dpl sehingga cukup baik sebagai lokasi budidaya sapi perah dengan topografi bergelombang sampai dengan berbukit. Materi Penelitian dilaksanakan dengan peternak yang memiliki sapi kurang dari 20 ekor sebagai responden yang berjumlah 30 orang. Dari 30 peternak tersebut diamati 260 ekor sapi, pada 30 kandang dan hijauan serta konsentrat sebagai pakannya. Peralatan yang digunakan meliputi alat tulis, pita ukur, timbangan, gelas ukur, dan kuesioner lembar panduan wawancara. Prosedur Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei dilakukan dengan cara mengambil informasi atau data dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan jumlah peternak sebagai sampel sebanyak 30 peternak dari jumlah populasi 118 peternak. Penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari semua responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, teknik observasi atau dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan untuk melihat fenomena yang ada pada objek-objek penelitian, dan pengukuran langsung di lapangan yang meliputi pengukuran lingkar dada, pengukuran jumlah susu yang dihasilkan dan pakan yang diberikan. Data sekunder diperoleh dari kecamatan dan KPS Bogor berupa keadaan umum KUNAK dan data peternak yang tergabung dalam kelompok peternak di KUNAK 1 dan 2. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik peternak responden, jumlah dan komposisi sapi perah, aspek pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, dan kesehatan hewan. 12 Tabel 1. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Pembibitan dan Reproduksi Berdasarkan Dirjen Peternakan 1983 No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai 1. Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni b. Peranakan FH c. Persilangan d. Lain-lain 30 20 15 10 2. Cara seleksi a. Produksi susu b. Silsilah c. Bentuk luar 40 30 10 3. Cara kawin a. IB b. Alam dengan pejantan unggul c. Alam dengan pejantan tidak unggul 40 30 10 4. Pengetahuan berahi a. Paham b. Kurang paham c. Tidak paham 40 20 10 5. Umur beranak pertama a. 2 tahun b. 3 tahun c. Lebih dari 3 tahun 40 20 10 6. Saat dikawinkan setelah beranak a. 60 hari b. 60-90 hari c. Lebih dari 90 hari 40 20 10 7. Calving interval a. 1 tahun b. 1- 1 tahun c. Lebih dari 1 tahun 10 5 2 Sumber : Dirjen Peternakan 1983 13 Tabel 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Makanan Ternak Berdasarkan Dirjen Peternakan 1983 No. Faktor penentu Alternatif Jawaban Nilai Hijauan Makanan Ternak HMT 1. Cara pemberian a. Setelah diperah b. Sebelum diperah 25 15 2. Jumlah pemberian a. Cukup b. Berlebihan c. Kurang 40 35 20 3. Kualitas HMT a. Unggul b. Campur c. Lapangan 45 35 25 4. Frekuensi pemberian hijauan a. Dua kali b. Satu kali c. Tidak teratur 20 10 5 Konsentrat 1. Cara Pemberian a. Sebelum diperah b. Sedang diperah c. Setelah diperah 15 10 5 2. Jumlah Pemberian a. Cukup b. Berlebihan c. Kurang 35 30 20 3. Kualitas Konsentrat a. Baik dan lengkap b. Baik dan kurang mineral c. Kurang baik 35 20 10 4. Frekuensi Pemberian a. Dua kali per hari b. Satu kali c. Tidak teratur 15 10 5 5. Air Minum a. Tersedia terus menerus b. Dua kali perhari c. Tidak teratur 30 20 10 Sumber : Dirjen Peternakan 1983 14 Tabel 3. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Pengelolaan Berdasarkan Dirjen Peternakan 1983 No. Faktor penentu Alternatif Jawaban Nilai 1. Membersihkan sapi a. Tiap hari b. Kadang-kadang c. Jarang 20 10 5 2. Membersihkan kandang a. Dua kali perhari b. Satu kali perhari c. Jarang 20 10 5 3. Cara pemerahan a. Benar dan baik b. Kurang benar c. Salah 35 25 10 4. Penanganan pasca panen a. Benar dan baik b. Kurang benar c. Salah 35 25 10 5. Pemeliharaan anak sapi dan dara a. Baik b. Kurang baik c. Salah 35 25 10 6. Pengeringan sapi laktasi a. 2 bulan sebleum beranak b. 1 bulan sebelum beranak c. Kurang dari 1 bulan sebelum beranak 30 20 10 7. Pencatatan usaha a. Ada dan baik b. Ada dan tidak baik c. Tidak ada 20 10 5 Sumber : Dirjen Peternakan 1983 15 Tabel 4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Kandang dan Peralatan Berdasarkan Dirjen Peternakan 1983 No. Faktor penentu Alternatif Jawaban Nilai 1. Tata letak kandang a. Tersendiri b. Jadi satu dengan rumah 10 5 2. Konstruksi kandang a. Memenuhi syarat b. Kurang memenuhi syarat c. Tidak memenuhi syarat 25 15 5 3. Drainase kandang a. Baik b. Kurang baik c. Tidak baik 15 10 5 4. Tempat kotoran a. Baik b. Tidak baik c. Tidak ada 10 15 2 5. Peralatan kandang a. Lengkap b. Kurang lengkap c. Tidak lengkap 15 10 5 6. Peralatan susu a. Lengkap dan sesuai persyaratan b. Kurang lengkap dan tidak memenuhi persyaratan c. Tidak lengkap 25 15 5 Sumber : Dirjen Peternakan 1983 Tabel 5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Kesehatan Hewan Berdasarkan Dirjen Peternakan 1983 No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai 1. Pengetahuan penyakit a. Baik b. Cukup c. Kurang 40 30 10 2. Pencegahan penyakit vaksinasi a. Teratur b. Tidak teratur c. Tidak pernah 100 50 5 3. Pengobatan penyakit a. Dilakukan dengan benar b. Dilakukan kurang benar c. Tidak dilakukan 60 30 5 Sumber : Dirjen Peternakan 1983 16 Persiapan Kuesioner Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner disusun untuk mengetahui karakteristik peternak dan keterampilan teknis peternak dalam mengelola usaha beternak sapi perah. Aspek teknis meliputi pengembangbiakan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan hewan. Survey dan Wawancara Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan ke Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang dengan melihat data peternak untuk menentukan responden. Wawancara dilakukan terhadap 30 peternak rakyat memiliki populasi sapi kurang dari 20 ekor yang sudah terpilih sebagai responden dengan menggunakan kuesioner. Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak responden dengan bantuan tabulasi frekuensi. Karakteristik peternak yang diamati meliputi umur, pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak dan keterampilan teknis beternak.

2. Analisis Statistik