I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
Pasokan kayu dari hutan alam yang mempunyai diameter besar dan kualitas yang bagus sudah tidak mencukupi karena adanya eksploitasi berlebihan, konversi
lahan, bencana alam, dan besarnya limbah dari penebangan. Dalam artikelnya yang berjudul ‘Memotret Kondisi Hutan Indonesia’, Lestari 2010 menyebutkan
bahwa luas hutan di Indonesia menyusut setiap tahun. Kementerian Kehutanan mencatat kerusakan hutan hingga 2009 mencapai lebih dari 1,08 juta hektar per
tahun. Menurut data tersebut pada tahun sebelumnya kerusakan hutan mencapai lebih dari 2 juta hektar per tahun. Hal ini menyebabkan konsumen beralih pada
kayu yang berasal dari hutan rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan kayu sebagai bahan baku struktural.
Pada umumnya kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat saat ini mempunyai ukuran diameter yang kecil karena siklus penebangan yang pendek, sehingga kayu
sebagai bahan alamiah berupa log belum merupakan produk yang efisien sebagai komponen struktural. Selain itu kayu dari hutan rakyat ini biasanya memiliki
kualitas yang rendah, sehingga penggunaan yang tidak sesuai akan berdampak pada pemborosan bahan baku dan dapat merugikan konsumen yang memakai
produk dari kayu tersebut. Potensi tegakan hutan rakyat di Indonesia diperkirakan mencapai 43 juta m
3
dengan jenis kayu utama sengon, jati, akasia, mahoni, sonokeling, dan jenis buah- buahan. Data terakhir dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat 2007 diperoleh
angka luasan sebesar 185.547,63 ha dengan produksi kayu sebesar 1.336.006,30 m
3
dengan jenis kayu utama sengon, mahoni, jati, dan afrika Mindawati et al 2006.
Pada awalnya tanaman sengon Paraserianthes falcataria L. kalah bersaing dengan jenis komersial lainnya, seperti jati dan meranti karena kualitas
kayunya yang setingkat lebih rendah. Namun seiring dengan kebutuhan industri pengolahan yang semakin tinggi serta ditambah dengan semakin menipisnya
persediaan kayu hutan alam, maka permintaan pun beralih pada sengon. Perkembangan teknologi rekayasa kayu belakangan ini semakin
memperbesar kemungkinan kayu rakyat yang berkualitas rendah tersebut
dimodifikasi menjadi produk kayu struktural yang berkualitas tinggi. Salah satunya adalah teknologi pembuatan CLT Cross Laminated Timber. CLT
merupakan produk rekayasa kayu yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang dikenal sebagai lamina secara bersilangan satu sama lainnya
dan kemudian direkatkan Associates 2010. Pada penelitian ini modifikasi yang dilakukan adalah membuat susunan
lamina dengan kombinasi ketebalan dan orientasi silangan serat dengan menggunakan sambungan perekat. Kombinasi orientasi silang serat didasarkan
pada sifat kayu yang bersifat anisotropik, yaitu memiliki perbedaan sifat-sifat pada bidang orientasi seratnya. Sedangkan efisiensi penggunaan kayu dilakukan
dengan memodifikasikan susunan lamina.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina terhadap sifat fisis dan mekanis panel cross laminated
timber dari jenis kayu sengon dengan menggunakan sambungan perekat.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi bahwa kayu sengon Paraserianthes falcataria L Nielsen, yang merupakan kayu fast
growing spesies , memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan struktural
dalam bentuk produk panel cross laminated timber CLT. Produk ini terutama dapat digunakan untuk mendukung pengadaan bahan baku secara nasional sebagai
komponen komposit untuk lantai, dinding dan atap bangunan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber CLT