Pertanggungjawaban Negara Dan Teori Fault

xxxii Dalam hal ini harus dibedakan antara hukum internasional dan hukum nasional negara yang bersangkutan, karena ada kemungkinan bahwa perbuatan itu tidak merupakan pelanggaran hukum nasional tetapi merupakan pelanggaran hukum internasional atau mungkin perbuatan itu tidak dapat dibebankan kepada negara menurut hukum nasioanal, seperti misalnya karena petugas itu melakukan perbuatan yang melampaui batas wewenangnya, tetapi menurut hukum internasional dapat dibebankan kepada negara tersebut. Dalam hal terdapat perbedaan itu, maka hukum internasional yang berlaku, terlepas dari hukum nasional negara tersebut. Penerapan doktrin ini dalam praktek ternyata tidak mudah. Untuk menentukan apakah suatu tindakan yang dilakukan oleh suatu organ atau pejabat negara dianggap sebagai tindakan negara lebih banyak bergantung. kepada rasa keadilan, keyakinan dan penafsiran pengadilan hakim Huala Adolf, 2002: 281.

4. Pertanggungjawaban Negara Dan Teori Fault

“Fault” berasal dari bahasa inggris yang berarti kesalahan. Suatu perbuatan dikatakan mengandung “fault” bila perbuatan ini dilakukan dengan sengaja dan beritikad baik atau dengan kelalaian yang tidak dapat dibenarkan. Teori dan praktek hukum internasional dewasa ini tidak mensyaratkan adanya “fault” pada perbuatan alat perlengkapan negara yang bertentangan dengan hukum internasional yang dapat menimbulkan pertanggungjawaban negara. Dalam hal itu, menurut Prof. Sugeng Istanto, xxxiii menegaskan bahwa “Negara menjadi bertanggungjawab tanpa adanya keharusan bagi pihak yang menuntut pertanggungjawaban itu untuk membuktikan adanya kesalahan pada negara tersebut”. Pertanggungjawaban yang timbul tanpa memperhitungkan adanya “fault” itu sering disebut dengan “Strict Liability”. Dalam doktrin hukum internasional terdapat dua teori tentang kesalahan negara, yang membahas tentang apakah tanggungjawab negara terhadap tindakannlya yang melanggar hukum atau atas kelalaiannya itu mutlak atau apakah perlu adanya pembuktian kesalahan atau niatkehendak dari tindakan pejabat atau agen negara. Kedua teori tersebut adalah Huala Adolf, 2002: 274: a. Teori Subyektif Teori Kesalahan Teori ini menegaskan bahwa, tanggungjawab negara ditentukan oleh adanya unsur keinginan atau maksud untuk melakukan suatu perbuatan kesengajaan dolus atau kelalaian culpa pada pejabat atau agen negara yang bersangkutan. b. Teori Obyektif teori Risiko Teori ini menegaskan bahwa, tanggungjawab negara adalah selalu mutlak strict. Jika suatu pejabat atau agen negara telah melakukan tindakan yang merugikan orang asing lain, maka negara bertanggungjawab menurut hukum internasional tanpa dibuktikan apakah tindakan tersebut terdapat unsur kesalahan atau kelalaian. xxxiv Jika kita lihat dengan seksama, maka dapat disimpulkan bahwa pendapat dari Prof. Sugeng mengenai teori “fault” ini, dapat dikatakan tergolong atau masuk ke dalam teori obyektif.

5. Definisi Wartawan