Pembangunan ataukah Peminggiran?
E. Pembangunan ataukah Peminggiran?
Pembangunan dapat diartikan sebagai pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki untuk maksud dan tujuan tertentu, sehingga dalam proses ini terjadi optimalisasi, dan saling ketergantungan antara manusia dengan sumberdaya alam maupun dengan teknologi yang
digunakannya. 47 Sehingga dalam pembangunan tersebut akan selalu bergantung pada ketersediaan atas sumberdaya alamnya, sehingga dalam pembangunan akan menyebabkan berkurangnya sumberdaya alam tersebut. Contohnya dalam pembangunan hotel yang terjadi di Kota Yogyakarta, ternyata berakibat pada berkurangnya sumberdaya tanah (ruang) sebagai ruang gerak, ruang hidup serta ruang yang memberikan penghidupan. Tak hanya itu saja, namun sumberdaya air juga semakin berkurang. Inilah mengapa kemudian muncul istilah pembangunan berkelanjutan, dimana pembangunan yang dilakukan harus senantiasa memperhatikan kebutuhan generasi yang akan datang.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah pembangunan yang terjadi di Kota Yogyakarta selama ini telah sesuai dengan defi nisi pembangunan berkelanjutan tersebut? Ataukah selama ini yang terjadi di Kota Yogyakarta bukanlah pembangunan namun malah merupakan upaya peminggiran? Peminggiran sendiri merupakan salah satu dampak yang terjadi akibat adanya pembangunan. Nyatanya diberbagai kesempatan, pembangunan yang terjadi di Indonesia selalu berdampak pada peminggiran warga yang dulunya pernah hidup dan mencari penghidupan di tempat tersebut.
47 Muta’ali, Lu i. 2012. Daya Dukung Lingkungan Untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah.Penerbit: Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG) UGM: Yogyakarta.
Hlm:1
56 JOGJA-KU(DUNE ORA) DIDOL
Tidak jarang juga, pemerintah menggunakan dalil peremajaan kota, dengan cara menggusur pemukiman kumuh yang berada di bantaran sungai, disertai dengan program ganti rugi seperti upaya relokasi ke bangunan rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa), namun sayangnya banyakyang tidak berlanjut atau terbengkalai karena minimnya fasilitas umum maupun fasilitas sosial yang tidak memadahi. Selain itu kendala dari relokasi tersebut karena warga yang tinggal di rusunawa tersebut menjadi jauh dari tempat kerjanya, inilah yang senantiasa pemerintah lupa untuk memikirkannya. Dahulu mereka tinggal dirumah bobrok, yang dapat digunakan sebagai tempat tambal ban dipinggir jalan besar, namun setelah direlokasi mereka tidak mempunyai tempat untuk membuka usaha baru, atau tempat usaha baru yang disediakan jauh dari jangkauan konsumen. Inilah yang tak jarang membuat program relokasi tersebut gagal, karena semakin menjauhkan masyarakat kecil dari ruangnya mencari penghidupan.
Tak jarang pula, pemerintah memberikan izin pembangunan kepada investor di atas tanah-tanah yang termasuk dalam lingkungan kumuh dengan alasan menertibkan atau penataan ruang, hal ini karena investor biasanya mempunyai kekuatan untuk menggusur warga-warga yang dulunya tinggal di tempat tersebut.Akibat pembangunan yang berlangsung saat ini, ruang-ruang yang dahulu ditempati oleh warga masyarakat di lingkungan kumuh tersebut, yang dahulu bebas menjadi ruang publik, dimana dapat digunakan sebagai tempat berkumpul, bermain, sekaligus mencari nafkah tergantikan menjadi bangunan tinggi menjulang yang angkuh. Tak ayal, semakin lama ruang publik habis terkikis tergantikan oleh ruang publik yang malah justru sebagian besar masyarakat kecil tidak dapat memasukinya. Ia hanya bisa dimasuki oleh kalangan-kalangan
Tak Berpihaknya Pembangunan Pada Rakyat Tak Berpihaknya Pembangunan Pada Rakyat
Dampak dari pembangunan sendiri salah satunya yakni naiknya harga tanah, tanah sebagai ruang hidup dan penghidupan perlahan namun pasti berubah menjadi barang komoditas yang semakin menarik untuk diperjualbelikan, bahkan nilainya pun cenderung naik, tidak pernah turun. Akibat lebih lanjut lagi, masyarakat yang mulai kehilangan atas hak-haknya atas ruang hidupnya, akan menjual tanah tersebut kepada investor dengan harapan dapat membeli tanah yang lebih luas di pinggiran kota. Maka terjadilah proses peminggiran atas orang-orang yang dahulunya pernah tinggal lama di atas tanah tersebut.
Semoga yang terjadi di Kota Yogyakarta adalah pembangunan dan bukan peminggiran, karena sejatinya ruang kota adalah rumah bagi masyarakatnya, yang ramah dan mudah dimasuki semua orang, bukan bangunan-bangunan publik yang hanya segelintir orang saja yang dapat menikmatinya. Kiranya dalam pembangunan juga harus senantiasa mementingkan kesejahteraan dan keadilan tanah (ruang) bagi masyarakat pada umumnya.
58 JOGJA-KU(DUNE ORA) DIDOL